KELOMPOK 6
Nama anggota : 1. Dian Riski Sarasati ( 08 )
2. Gaindra Artawan Kusdarmono ( 12 )
3. Kartika Amelya Amin ( 18 )
4. Raykhan Zulfar Musyafa’ ( 27 )
5. Rina Ramadhani ( 28 )
6. Syifa Amalia Putri ( 36 )
Candi mendut
c) Candi Prambanan
Dikenal dengan nama Candi RoroJonggrang, bercorak Hindu dan
terletak di Desa Prambanan. Relief Candi Prambanan mengambil kisah Rama
dari kitab Ramayana. Relief tersebut ditatahkan pada dinding lorong di atas
candi pertama, yang mengelilingi kaki candi kedua.
Candi Sarjiwan
Candi Sukuh
Candi Lumbung
Candi Bojong menje atau yang lebih dikenal di masyarakat sebagai Situs
Rancaekek, merupakan komplek peninggalan purbakala yang diduga oleh para
arkeologi merupakan peninggalan masa pra-Islam di Jawa Barat yang terletak di
Dusun Bojongmenje, Kalurahan Cangkuang, Kecamatan Rancaekek,
Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat. Situs Bojong menje terletak di dekat kawasan
industri di daerah Bandung sehingga keberadaan dari situs ini dapat terancam.
Pada bulan Agustus tahun 2002, secara tidak sengaja seorang warga di
Kampung Bojong menje, Desa Cangkuang, Kecamatan Rancaekek yang hendak
mencari tanah guna untuk menggaruk sebuah gang yang tanahnya tidak rata, warga
tersebut menemukan sebuah rongga di dalam tanah yang di sekelilingnya terdapat
sebuah tumpukan batu yang tertata sangat rapi. Penemuan dari tumpukan batu
tersebut akhirnya diputuskan oleh para arkeologi sebagai bagian dari suatu candi,
semenjak saat itu dilokasi tersebut dilakukan ekskavasi oleh para arkeologi untuk
penemuan dan penelitian lebih lanjut di candi tersebut.
Candi Cangkuang
Candi Cangkuang adalah sebuah Candi Hindu di Indonesia yang terdapat
di Kampung Pulo, wilayah Cangkuang, Kecamatan Leles, Garut, Jawa Barat. Candi
tersebut bentuknya sangat sederhana dan diperkirakan berasal dari abad ke-8
M. Candi Cangkuang juga yang pertama kali ditemukan di Tatar Sunda serta
merupakan satu-satunya candi Hindu di Tatar Sunda. Candi ini terletak bersebelahan
dengan makam yang sangat bersejarah yaitu Embah Dalem Arief Muhammad, sebuah
makam kuno pemuka agama Islam yang dipercaya oleh warga setempat sebagai
leluhur penduduk Desa Cangkuang. Selain itu, di daerah Jawa Barat ditemukan
beberapa arca dan bangunan suci, baik yang berbentuk bangunan teras berundak,
altar, maupun percandian seperti Batu Kalde di Pantai Pangandaran, Batujaya dan
Cibuyadi Karawang, Astana Gede di Kawali dan Bonjongmenje di daerah
Cikalengka, Kabupaten Bandung.
Candi Cangkuang pertama kali ditemukan pada tahun 1966 oleh tim peneliti
Harsoyo dan Uka Tjandrasasmita berdasarkan dari laporan Vorderman dalam buku
yang dia tulis “Notulen Bataviaasch Genotschap” terbitan tahun 1893 mengenainya
adanya sebuah arca yang rusak serta makam kuno di bukit Kampung Pulo, Leles yang
tertulis di dalam buku itu. Makam dan arca Syiwa yang dimaksud dalam buku itu
memang diketemukan oleh tim peneliti Harsoyo dan Uka Tjandrasasmita.
Candi-candi di Sumatra
Kebanyakan candi di Sumatra terletak di lokasi yang cukup jauh dari kota,
sehingga tidak banyak wisatawan yang berkunjung ke sana. Sebagian besar candi di
Sumatra, yang telah diketahui keberadaannya, berada di provinsi Sumatra Utara,
khususnya di Kabupaten Mandailing Natal dan Tapanuli Selatan. Di kompleks Candi
Muara Takus ada beberapa candi, seperti Candi Tua, Candi Bungsu, dan Candi
Mahligai. Kompleks percandian ( stupa ) lainnya adalah kompleks Candi Padang
Lawas yang terletak di sumatera utara dan bercorak siwaisme dan buddhisme. Di
daerah Tapanuli terdapar kompleks Candi Gunung Tua yang bercorak Buddha..
Candi muara takus
Candi ini merupakan candi Budha di Indonesia tertua yang pernah ditemukan
di Pulau Sumatra yang bernuansa Budha. Hal ini ditunjukkan pada salah satu
bangunanya berbentuk seperti stupa, dimana stupa sendiri merupakan lambang
dari Budha Gautama. Stupa-stupa seperti bisa anda temukan di Candi Sewu,
yang juga salah satu candi agama Budha. Dan juga di Salah satu bangunan
candi di muara takus juga terdapat yoni dan lingga yang menggambarkan
jenis kelamin. Sehingga candi ini juga diperkirakan sebagai bangunan dengan
perpaduan Budha dan Syiwa dimana arsitekturnya menyerupai bangunan
candi-candi di Myanmar.
Candi-candi di Bali
Candi Gunung Kawi
Candi di Bali yang pertama adalah candi gunung kawi. Candi Gunung Kawi
terletak Kabupaten Gianyar sebagai peninggalan dari Raja Marakatapangkaja yang
kemudian pembangunannya diselesaikan oleh Raja Anak Wungsu pada abad ke
11 Masehi. Candi yang juga disebut dengan Candi Tebing Kawi ini dikelilingi oleh
panorama asri berupa ragam tumbuhan hijau belukar dan pepohonan yang dekat
dengan tepi sungai.
Aliran sungai juga mengelompokkan para candi yang menghadap ke timur dan
barat. Salah satu kelompok candi membentuk kolam air dan memiliki relung arca
berdinding batu cadas yang dipahat secara terstruktur. Karena dekat dengan lokasi
pertapaan Buddha, keberadaan candi bercorak Hindu ini menunjukkan toleransi
beragama yang terjadi di daerah tersebut.
Candi Kalibukbuk
Masih belum jelas peninggalan dari kerajaan manakah candi ini karena tidak
ada bukti jelas namun saat itu diperkirakan Kerajaan Mataram Kuno memiliki
pengaruh Buddha yang cukup besar di Bali yang dapat dilihat pada silsilah Kerajaan
Mataram Kuno. Ketika ditemukan, situs ini memiliki berbagai artefak seperti arca
perunggu, stupika, alat-alat upacara yang menandakan bahwa candi dibangun karena
adanya pengaruh Buddha yang baru masuk Pulau Bali di abad 8 Masehi.
Candi Tebing Tegallinggah
Menjadi candi yang dikelilingi keindahan alam seperti bebatuan yang telah
menyatu dengan pepohonan dan rerumputan, Candi Tebing Tegallinggah termasuk
salah satu candi hindu di indonesia yang terletak di Kabupaten Gianyar. Sebuah
tebing sungai yang persis di sebelah candi menjadi ciri khas candi ini. Penemuan tiga
lingga yang mewakili Dewa Brahma, Dewa Wisnu, dan Dewa Syiwa ini juga disertai
dengan gapura yang hampir roboh, tiga pahatan candi, dan tujuh cerukan sebagai
tempat beribadah pertapaan.
Sama seperti dengan kebanyakan candi di Bali, tidak ada bukti kerajaan yang
membangun candi tersebut. Hal ini dilatarbelakangi oleh masyarakat Bali yang tidak
mengenal pendermaan mayat Raja untuk disimpan di candi sehingga hanya berfokus
sebagai tempat ibadah. Tradisi ini tentu berbeda dengan beberapa candi di Jawa
Timur yang memiliki tradisi menghormati abu jenazah raja seperti Candi Jago.
Namun ada dugaan bahwa candi yang dekat dengan jurang ini termasuk buatan
Kerajaan Majapahit yang melarikan diri setelah keruntuhan sekaligus menjadi tempat
persembunyian. Tetapi dugaan ini belum bisa dibenarkan karena kurangnya bukti lain.
Pura Ulun Danu Bratan menjadi pura yang ikonik dengan atap meru
yang bersusun menjulang dan mengecil semakin ke atas. Kompleks candi yang
memuat pura ini terletak di atas luasnya Danau Bratan sebagai sumber pengairan yang
disebut dengan subak. Selain menjadi lokasi berdirinya pura, terdapat pula temuan
dari zaman Megalitikum berupa sarkofagus dan papan dari batu sehingga lokasi ini
telah terlibat dalam ritual suci sejak zaman logam di Indonesia.
Peninggalan dari Kerajaan Mengwi ini konon dibangun oleh I Gusti Agung
Putu sekaligus sang pendiri kerajaan tersebut. Di dalam kompleks pura terdapat 5
buah pura dan sebuah stupa Buddha. Kelima pura yang terletak di Kabupaten
Tabanan ini memiliki fungsi yang berbeda-beda meliputi tempat pemujaan dewa-
dewa khususnya yang menjadi sumber kesuburan, menjalankan upacara maupun ritual
permohonan anugerah, tempat penyucian diri, dan simbol maupun kepercayaan
terhadap tempat suci.
Candi Agung
Candi Agung adalah sebuah situs candi Hindu yang beratap yang terletak di
kawasan Sungai Malang, kecamatan Amuntai Tengah, Kota Amuntai, Kalimantan
Selatan. Di sekitar candi pernah ditemukan tiang kayu ulin dan pecahan genteng.
Candi ini diperkirakan peninggalan Kerajaan Negara Dipa yang keberadaannya
sezaman dengan Kerajaan Majapahit. Ditemukan pada 1962 ketika pemerintah
kabupaten hulu sungai utara meratakan tanah untuk dijadikan jalan dan perluasan
kota ke arah barat. Lokasinya dikelilingi oleh tiga batang sungai yaitu, Sungai
Tabalong , Sungai Balangan dan Sungai Negara. Semua sungai itu bermuara di
barito. Di dekat sungai terdapat sungai buatan yang bermuara di sungai negara..
Menurut sejarah lokal yang lebih tepat disebut cerita rakyat, Candi
Agung merupakan peninggalan Kerajaan Negaradipa Khuripan yang dibangun
oleh Empu Jatmika abad ke-14 Masehi. Dari kerajaan tersebut akhirnya melahirkan
Kerajaan Daha di Negara dan Kerajaan Banjarmasin. Menurut cerita, Kerajaan Hindu
Negaradipa berdiri pada 1438 di persimpangan tiga aliran sungai, yaitu Sungai
Tabalong, Balangan dan Nagara.
Pada 1967 dilakukan penelitian arkeologi di Situs Candi Agung oleh tim kerja
sama Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional dan Pemerintah Provinsi
Kalimantan Selatan. Hasil ekskavasi berupa struktur tembok / fondasi bangunan
berukuran 7 x 7 meter, fragmen kepala kala dari terakota, lapik padma dalam bentuk
utuh dan fragmen, hiasan bangunan yang berbentuk antefiks, bata, manik-manik dari
bahan tanah liat bakar, dan pecahanpecahan tembikar serta keramik. Ditemukan juga
lima periuk, di antaranya berisi sisa abu, tulang, manik-manik, dan tanah.
Suatu keistimewaan jika dibandingkan dengan candi atau Stupa dari daerah
lain di Indonesia, bangunan Candi Agung itu rupanya dibangun di atas tanah
rawa yang diurug. Melihat sisa undakan, sepertinya bangunan candi ini menghadap
arah tenggara. Sebelum diurug terlebih dahulu diberi tiang pancang dari kayu ulin.
Setelah cukup kuat tanah urugannya, barulah dibuat konstruksi bangunannya.
Keseluruhan bangunan dibuat dari bahan bata, dan hiasannya dibuat dari terrakota.
Material lainnya berupa kayu ulin yang dipakai sebagai fondasi yang ditancapkan ke
tanah rawa.
Penelitian terhadap Candi Agung dilakukan kembali pada 1997 oleh Balai
Arkeologi Banjarmasin. Pada penelitian ini dilakukan analisis radiokarbon C-14
terhadap sampel kayu ulin yang tertancap di halaman kerikil Candi Agung. Hasil
analisis tersebut didapatkan bahwa Candi Agung berasal dari 750 Masehi atau abad
ke-8 M. Hasil penanggalan ini lebih tua enam abad daripada usia berdasarkan cerita
rakyat (abad ke-14 M).