Anda di halaman 1dari 26

KAJIAN ETNOPEDAGOGI SENI TRADISI GAOK

Makalah

Disusun untuk Memenuhi TugasPada Mata Kuliah Etnopedagogi


Dosen pengampu: Dr.Hj. Siti Sriyati, M.Si

Oleh:
NURA SYIFA MUTIARA A 1402630
KELAS B
MAGISTER PENDIDIKAN BIOLOGI

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2015

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN................................................................................ 3

A.
1.

Latar Belakang.................................................................................. 3

2.

Rumusan Masalah.............................................................................. 7
KESENIAN GAOK.............................................................................. 8

B.
1.

Sejarah Seni Tradisi Gaok....................................................................8

2.

Tata Cara Pelaksanaan Seni Tradisi Gaok.................................................9

D.

KAJIAN NILAI-NILAI KESENIAN GAOK...................................16


1.

Nilai Keagamaan............................................................................. 16

2.

Nilai Pendidikan.............................................................................. 17

3.

Nilai Sosial..................................................................................... 24

4.

Nilai ekonomi................................................................................. 25

5.

Nilai Kebudayaan dan Estetika............................................................25

Kesenian Gaok Majalengka

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Berbicara mengenai kesenian, Indonesia tak diragukan lagi kaya akan seni
dan budaya. Hal ini tidak terlepas dari keberagaman suku bangsa yang dimiliki
Indonesia itu sendiri. Rosidi (1995: 296) mengatakan bahwa sastra lokal
merupkan karya sastra yang lahir dalam bahasa daerah yang terdapat diseluruh
wilayah Indonesia, baik berbentuk lisan maupun tulisan. Setiap suku bangsa
memiliki kesenian sebagai budaya yang membedakan dengan suku lainnya. Tak
jarang kesenian tersebut lahir dari suatu peristiwa tertentu yang berakar dari
nenek moyang, lalu berkembang seiring karakteristik dan cara berkehidupan dari
suku tersebut.
Kesenian merupakan kekayaan yang dimiliki suatu bangsa dan sudah
sepatutnya dilestarikan. Terlebih kesenian tradisional yang mulai tergeser oleh
kebudayaan modern. Kesenian tradisional banyak ditinggalkan disebabkan
adanya perubahan aktifitas masyarakat. Globalisasi lambat laun menggiring
masyarakat meninggalkan budaya lokal. Beberapa kesenian tradisional mencoba
bertransformasi, berubah, menyesuaikan dengan zamannya dan begitu banyak
kesenian tradisional yang dilupakan, ditinggalkan, dan akhirnya punah tak
terselamatkan. Berdasarkan warta yang ada, sebayak 45 dri 391 jenis kesenian
tradisional Jawa Barat nyaris punah, sedangkan 49.023 seniman dan budayawan
dilanda keterpurukan ekonomi (Pikiran Rakyat, 1 Maret 2009). Padahal, dalam
setiap kesenian terkandung banyak norma-norma dan niliai-nilai pendidikan
didalamnya. Berangkat dari hal tersebut, perlu adanya usaha mengamankan
kesenian tradisional yang ada dari kepunahan, setidaknya dengan melakukan
pengkajian,

pengenalan

kembali,

pendokumentasian

terhadap

kesenian

tradisional daerah yang ada di sekitar tempat tinggal, agar nilai-nilai yang dapat
dibelajarkan melalui sebuah kesenian tersebut dapat terus ditransformasikan
pada generasi muda selanjutnya.
Salah satu kebudayaan tradisional khas Majalengka yang tercatat dalam
data kesenian Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Majalengka adalah

Kesenian Gaok Majalengka

seni gaok. Seni gaok ini sendiri merupakan kesenian yang sudah dilakukan sejak
jaman masuknya Islam di Majalengka dan dipentaskan hanya dalam acara
tertentu. Meninjau dari eksistensinya yang semakin menurun, kesenian gaok
perlu dilestarikan untuk menghindari hilangnya budaya tradisional yang hampir
hilang ini.
Gaok merupakan kesenian jenis mamaos (membaca teks) atau disebut juga
wawacan, dari kata wawar ka nu acan (memberi tahu kepada yang belum
mengetahui), disuguhkan untuk keperluan ritual atau upacara adat. Kata gaok
berasal dari kata gorowok artinya berteriak. (Disbudpar Majalengka, 2012).
Berbeda dengan nyanyian pupuh lainnya, seni Gaok memiliki ciri khas pada
suara melengking (ngagaok) dan saling balas alukan (komentar atau improvisasi
suara) yang dilakukan oleh beberapa orang.
Dalam pementasannya, Gaok lebih sering dibawakan tanpa panggung,
dengan membawakan suatu cerita (babad), yang dibaca dari suatu buku yang
disebut wawacan (bacaan), yaitu cerita yang ditulis dalam puisi tradisional
berbentuk pupuh, seperti misalnya pupuh Kinanti, Sinom, Asmarandana,
Dangdanggula, Maskumambang, Magatruh, dan lain-lain, yang dalam vokabuler
Sunda berjumlah 17 pupuh. Satu wawacan, atau satu (episode) cerita yang
berdiri sendiri secara utuh, mungkin memakai seluruh 17 pupuh, atau mungkin
pula hanya sebagian saja,umumnya memiliki belasan jenis pupuh. Ada 4 pupuh
yang selalu ada, yaitu Kinanti, Sinom, Asmarandana, dan Dangdanggula, yang
karena itu pula dalam dunia sastra Sunda disebut pupuh besar, disingkat
KSAD (Disbudpar Majalengka, 2012).
Gaok ini sendiri ditampilkan dalam acara tertentu seperti prosesi ngayun
(acara kelahiran bayi), babarit pare (menjelang panen), dan lain-lain (Supardan,
2010). Terdapat keunikan yang tampak dalam pagelaran Seni Gaok dimana para
pelakunya didominasi oleh laki-laki. Alat kesenian yang digunakan sederhana
berupa Bayung dan kecrek, namun bisa melahirkan alunan yang bervariatif. Seni
Gaok yang termasuk sastra lisan ini pun tidakserta merta hanya sebuah kesenian
yang tanpa makna. Hamid (1986) mengungkapkan setiap sastra lisan bertujuan
untuk memberi hiburan, pengajaran, atau memenuhi fungsi-fuungsi lain meliputi

Kesenian Gaok Majalengka

fungsi pendidikan, moral, agama, soosial serta kehidupan lain. Dengan kata lain,
Seni Gaok bertujuan sama seperti yang diuraikan diatas. JIka dikaji lebih
mendalam, terdapat nilai-nilai yang sangat tinggi dalam Seni Gaok sebagai
kebudayaan dan dapat dijadikan cerminan bagi kehidupan masyarakat
Majalengka. Kebudayaan sendiri dapat didefinisikan sebagai simpanan
akumulatif, pengetahuan, kepercayaan, nilai-nilai, sikap, makna, hierarki,
agama, pilihan waktu, peranan, relasi ruang, konsep yag luas, dan objek material
atau kepemilikan yang dimiliki dan dipertahankan oleh sekelompok orang atau
suatu generasi (Liliweri dalam Pujileksono, 2009, dalam Supardan 2010). Begitu
halnya denga seni Gaok, kesenian ini mencerminkan pengetahuan, pegalaman,
kepercayaan, serta nilai-nilai tingkah laku masyarakat Majalengka secara utuh.
Bahkan terdapat fusngsi tersendiri dari budaya leluhur berupa sarana untuk
pendidikan, nasiahat atau pepatah leluhur yang disampaikan pada saat
pertunjukan. Terlebih dilihat dari lirik pupuh yang dibawakan dalam Seni Gaok
yang sarat makna dan pepatah positif bagi pendengar, seperti syair naskah gaok
berikut:
Leres pisan matur paman patih (betul sekali paman patih)
Nyata rea kamajuan (terbukti banyak kemajuan)
Pamingpin geten tulaten (pemimpin bijaksana)
Rahayat satia tuhu (rakyatsetia dan patuh)
Endang ge gancang ngalahir (Endang juga cepat lahir)
Teu eleh sauyunan (tak berhenti seiring)
Pikeun mangpu hirup (untuk mampu hidup)
Keur ningkatkeun ajen Kahirupan (utuk menigkatkan kehidupan)
Sangkan rahayat mandiri (agar rakyat mandiri)
Desa bakal raharja (desa menjadi sejahtera)
(Wangsadiharja, 1997:1 dalam Aridah, 2013)

Seni sebenarnya merupakan ikon kesenian khas Majalengka yang memuat


kearifan masyarakat dan sejarah kota Majalengka, pun

dapat dikatakan

cerminan simbol-simbol yang diwariskan dari generasi terdahulu ke generasi


selanjutnya. Simbol inilah yang dianggap memiliki nilai yang luhur karena

Kesenian Gaok Majalengka

kebudayaan memberikan pemahaman dan pemaknaan terhadap kehidupan


manusia (Clifford, Geertz dalam Supardan, 2010)
Namun seiring berjalannya waktu, bentuk pertunjukan yang tidak lagi
kontekstual untuk zaman sekarang membuat kesenian ini tidak lagi digemari dan
dipentaskan. Akibatnya penurunan ilmu (transmisi) pada anak muda (generasi
selanjutnya) menjadi sulit dilakukan. Sudarmono (2009) pun menambahkan
bahwa pengembang seni Gaok rata-rata merupakan sesepuh dan beberapa
pengembang seni isi sudah meninggal. Permasalahan muncul ketika animo
masyarakat terhadap pementasan ini mulai menurun. Kesempatan seniman gaok
untuk mempertunjukan pentasnya semakin suit. Dapat kita yakini, seni Gaok
sendiri menyimpan sejarah dan kearifan lokal masyarakat Majalengka. Kesenian
tradisi ini patut kita selamatkan. Dalam hal ini, masyarakat memiliki andil untuk
sama-sama melestarikan seni Gaok. Beberapa institusi yang ada di masyarakat
ikut terlibat. Sekolah pun dianggap dapat dipercaya sebagai lembaya yang dapat
menginformasikan nilai-nilai luhur dari tradisi kesenian Gaok kepada generasi
mendatang.
Oleh beberapa uraian diatas, penulis selaku putra daerah Majalengka
merasa perlu utuk mengkaji kesenian ini agar dapat memahai sejarah dan
perkembangan Majalengka, sehingga diharapkan dengan adanya kajian ini biisa
memberikan suatu pengetahuan baru dan sebagai sarana pengembangan budaya
lokal dan sarana pelestarian kebudayaan lokal. Tujuan lain yaitu, penulis ingin
mengungkap kandungan nilai apa saja yang terkandung dalam Seni tradisi Gaok,
sehingga tujuan dari pertunjukan Gaok itu sendiri bisa dijadikan sebagai sarana
pendidikan yang membawa manfaat positif bagi penikmatnya.

Kesenian Gaok Majalengka

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan yang akan menjadi kajian
adalah Nilai-nilai apa saja yang terkandung dalam Seni Gaok?. Lebih rinci
pembatasan masalah yang diajukan adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Bagaimana gambaran seni tradisi Gaok khas Majalengka?


Nilai pendidikan apa yang dapat diambil dari seni tradisi Gaok?
Nilai keagamaan apa yang dapat diambil dari seni tradisi Gaok?
Nilai sosial apa yang dapat diambil dari seni tradisi Gaok?
Nilai ekonomi apa yang dapat diambil dari seni tradisi Gaok?
Nilai kebudayaan dan estetika apa yang dapat diambil dari seni tradisi
Gaok?

Kesenian Gaok Majalengka

B. KESENIAN GAOK

1. Sejarah Seni Tradisi Gaok


Gaok merupakan kesenian jenis mamaos (membaca teks) atau disebut juga
wawacan, dari kata wawar ka nu acan (memberi tahu kepada yang belum
mengetahui), disuguhkan untuk keperluan ritual atau upacara adat dan hiburan.
Kata Gaok berasal dari kata ngagorowok artinya berteriak, atau guak-gaok
artinya memanggil dengan keras, karena gaok dibawakan dg cara dinyanyikan
dengan suara yang keras atau dengan nada tinggi dan melengking (Disbudpar
Majalengka, 2012).
Pada jamannya, Seni tradisi Gaok ini sangat diminati oleh masyarakat
Majalengka, dikarenakan jaman dahulu memang belum banyak jenis-jenis
kesenian yang dapat dinikmati masyarakat setempat. Kesenian

yang telah

mengalami sinkretisme antara nilai-nilai budaya Sunda dan Islam Cirebon muncul
dan berkembang di Kampung Tarikolot, Desa Kulur, Kelurahan Sindangkasih,
Kabupaten Majalengka. Sebetuknya tidak ada keterangan jelas mengenaik kapan
kesenian ini dibuat, namun kesenian ini mulai berkembang di Majalengka sejak
masuknya ajaran agama Islam sekitar abad ke 15. Salah satu seniman yang pada
masa itu berperan mengembangkan Kesenian Gaok adalah Sabda Wangsaharja
yang memekarkan budaya ini sekitar tahun 1920an (Kusnadi, 2005 dalam
Kurnianingsih, 2013).
Kesenian ini sangat berperan dalam penyebaran Agama Islam yang
berpusat dari Cirebon. Berkembangnya seni tradisi Gaok ini terbilang sangat pesat
diterima masyarakat Majalengka yang pada awalnya sebagian besar menganut
agama Hindu. Dikaji dari letak geografisnya, Majalengka berbatasan langsung
dengan Cirebon sehingga sangat memungkinkan adanya percampuran diantar
kedua daerah tersebut. Masuknya Islam ke tanah Majalengka diawali dari
kedatangan Pangeran Muhammad yang merupakan putra dari Sunan Gunung Jati.
Beliau mendapat mandat dari ayahnya untuk mencari buah maja (Aegle
marmelos) karena pada saat itu didaerah Cirebon sendiri tengah dilanda wabah

Kesenian Gaok Majalengka

demam dan buah maja inilah yag pada saat itu sangat dipercaya menjadi satusatunya obat demam yang paling baik. Disaat bersamaan, Pangeran Muhammad
mulai menyebarkan agama Islam dengan berbagai cara, salah satunya dengan
momodifikasi budaya lokal seperti memasukan nilai-nilai islami pada wawacan
yang ada didalam kesenian Gaok (Kurnianingsih, 2013).
Pada saat itu, daerah yang didatangi Pangeran Muhammad berada di
kawasan Kerajaan Sindangkasih dibawah pimpinan Nyi Rambut Kasih.
Mengetahui adanya Pangeran Muhammad yang memasuki daerahnya, Nyi
Rambut Kasih mencoba menghilangkan seluruh tanaman buah maja, sehingga
buah maja menjadi langka. Berangkat dari situlah daerah tersebut dinamakan
Majalengka (berasal dari kata majane langka). Singkat cerita, pada akhirya
Pangeran Muhammad berhasil menyebarkan Islam di Majalengka melalui
kesenian yang ada di masyarakat, salah satunya Gaok.
Gaok ini pada mulanya ada dari kebiasaan masyarakat. Pada jaman dahulu,
masyarakat menanam padi di depan rumah atau dikenal sebagai huma. Jarak antar
huma satu dengan lainnya terbilang cukup berjauhan, sehingga dalam
berkomunikasi harus diteriakan (digorowokan). Hal ini menjadikan masyarakat
terdengar sedang berteriak satu sama lain (guak-gaok) yang diselingi candaan,
sehingga menjadi sebuah irama dan hiburan tersendiri. Berangkat dari sinilah
kesenian Gaok lahir.
2. Tata Cara Pelaksanaan Seni Tradisi Gaok
Gaok mempunyai sistem tersendiri dari mulai cerita dan cara
menyampaikannya. Langkah-langkahnya dimulai dari doa pembuka, gamelan
pembuka/tatalu, kalimat pembuka, lagu pembuka, baca cerita beserta aluk dan
bodoran, kalimat penutup dan doa penutup.Kesenian gaok dilantunkan melalui
sekar (vokal) para pemain yang berjumlah 4-7 bahkan lebih, dengan busana
kampret/toro

lengkap

dengan

ikat

kepala,

dipimpin

pangrawit/dalang.

Kesenian Gaok Majalengka

oleh

seorang

Metode partisipatif di dalam Gaok diwujudkan dalam bentuk metode


penyampaian makna dari para pemain Gaok. Secara garis besar Gaok ini
diperankan oleh 2 pemain, yaitu:
1. Tukang Ngajual/Pangrawit/Dalang, yaitu dalang yang berperan untuk
mengulang syair wawacan, dan dibalas oleh tukang meuli,
2. Tuang Meuli, yaitu pegaok yang melanjutkan syair wawacan.
Sebetulnya pada jaman dahulu, ketika Gaok dimainkan oleh lebih dari dua orang
bahkan belasan orang, pemain ini dibagi menjadi empat peran sebagai berikut.
1. Tukang Ngilo/Pangrawit/Dalang, berperan membaca wawacan syair demi
syair dalam tempo sedang dengan artikulasi yang jelas,
2. Tukang Ngajual, berperan untuk mengulang syair wawacan yang
dibacakan oleh Tukang Ngilo,
3. Tukang Meuli, berperan untuk melanjutkan syair wawacan yang dibacakan
oleh Tukang Ngajual dengan tambahan ornamen-ornamen,
4. Tukang Naekeun, berperan untuk melanjutkan syair Wawacan yang
dibacakan oleh Tukang Meuli, dengan improvisasi suara melengking dan
meliuk-liuk disertai dengan ornamentasi yang lengkap, sehingga artikulasi
syair yang disajikan Tukang Meuli agar terdengar sayup sayup.

(a)

(b)

Gambar 1. Kesenian Gaok majalengka; (a) kesenian Gaok jaman dahulu dimana Gaok
dimainkan oleh lebih dari 2 orang pemain vokal, (b) Kesenian Gaok masa kini dimana
Gaok dimainkan hanya oleh dua orang pemain vokal ditambah sinden.
Sumber: Aridah, 2013

Dalam pementasannya, pertunjukan Gaok diiringi waditra yaitu alat musik


khas sunda. Adapu isntrumen yang digunakan berupa goong buyung , kecrek awi,
dan songong (Supardan, 2010). Namun seirig dengan perkembangan jaman,
instrumen waditra ini diperkaya dengan gendang, tarompet,goong dan kempul.

Kesenian Gaok Majalengka

Gambar 2. Waditra yang melengkapi pertunjukan Kesenian Gaok


Sumber: Aridah, 2013

Supardan (2010) menambahkan adapun wawacan yang digunakan dapat berupa:

Wawacan Sulanjana:mengisahkan tentang

awal mula kehidupan manusia

dari Nabi Adam dan Hawa, mengisahkan asal muasal Nyi Pohaci atau yang
dikenal sebagai titisan Dewi Sri, hingga kisah Pangeran Sulanjana yg

menjaga padi dari hama tanaman.


Wawacan Nyi Rambut Kasih: mengisahkan sejarah pemerintahan Nyi Rambut
kasih di kerajaan Hindu Sindang Kasih, hingga kisah awal mula Majalengka

dan masuknya Islam di Majalengka


Wawacan Talagamanggung: Kisah sejarah Kerajaan Talaga dan kesuksesan

masa pemerintahan Raja Talagamanggung.


Wawacan Samun: kisah anak kembar Gandawardaya dan Gandasari dari
Nagri Bandar Alam menyebarkan agama Islam dan musuhnya yang bernama

Samun.
Wawacan Para Nabi Anbiya:mengisahkan tentang perjuangan para nabi.
Setiap wawacan terdiri dari beberapa pupuh seperti pupuh Kinanti, Sinom,

Asmarandana, Dangdanggula, Mijil, Pangkur, Durma, Gurisa, Landrang,


Lambang,

Maskumambang,

Magatru,

Pucung, Wirangrong,

Jurudemung,

Balakbak.Misalnya dalam Wawacan Sulanjana, terdiri dari pupuh Asmarandana,


Sinom, Pangkur, Durma, Pucung, Dangdanggula, dan pupuh Kinanti. Adapun
waktu penyelenggaraan kesenin ini, Gaok dipertontonkan dalam acara
mipit/babarit pare (ritual sebelum keluarnya padi), ngayun (ritual 40 hari
kelahiran bayi dan pemberian nama), nyunatan (khitanan), pernikahan, tingkeban
(ritual acara tujuh bulanan), muludan, dan halal bihalal.Pada jaman dahulu,

Kesenian Gaok Majalengka

kesenian ini hanya dipertunjukan untuk acara ritual keagamaan saja, namun
berkembang menjadi sarana hiburan. Pertunjukan dilakukan tidak menggunakan
panggung, hanya dipekarangan rumah hajat dengan

durasi permainan

berlangsung semalam suntuk. Namun belakangan ini, waktu ditentukan pemilik


hajat, dapat dilakukan pada siang atau malam hari dengan durasi satu hingga tiga
jam pertunjukan (Supardan, 2010).

Gambar 3. Penonton yang menyaksikan Kesenian Gaok di pekarangan rumah


Sumber: Aridah, 2013

Acara Kesenian Gaok, terdiri dari beberapa langkah (Supardan, 2010)


diantaranya:
1. Persiapan Pertunjukan (Tetembey)
Persiapan pertunjukan atau tetembey ini disebut juga denganacara
ngamimitian yang diartikan sebagai memulai. Kegiatan yang dilakukan adalah
menyiapkan sajen, menyiapkan buku wawacan, dan melakukan pengecekan
waditra. Kegiatan ini dilakukan oleh dalang dibantu seluruh pemain yang terlibat
dalam acara kesenian Gaok. Sesajen terdiri dari beberapa jenis, diantaranya:
o Parawanten, berua aneka ragam makanan dan minuman
o Pangradina, berupa alat kecantikan
o Parupuyan, berupa alat pembakar kemenyan.

Kesenian Gaok Majalengka

Gambar 4. Sesajen pelengkap sebagai syarat dalam pertunjukan Kesenian Gaok.


Sumber: Aridah, 2013

Sesajen dianggap penting sebagai bentuk rasa syukur. Sesajen ini kemudian
disiapkan. Adapun setiap perayaan, tidak selalu menyediakan sesajen yang sama,
namun

disesuaikan

dengan

perayaan

yang

diikuti

sesuai

perintah

pangrawit/dalang.
2. Kegiatan Pembuka
Kegiatan diawali dengan bacaan bismillah, dilanjutkan acara hadoroh berupa
pembacaan shalawat, tahlil, tahmid, dan takbir. Setelah itu dalamng mengucapkan
terima kasih kepada para tamu denga tujuan mencairkan suasana. Pada kegiatan
ini, nilai agamis begitu terasa meski tercampur hal-hal animisme seperti dengan
disajikannya menyan dihadapan tempat pertunjukan. Setelah menyan dibakar,
dalangmemberitahukan naskah apa yang akan dibacakan kepada penonton.
Kemudian membacakan doa kepada Allah SWT agar diberikan kelancaran selama
pertunjukan yang diawali dengan mengatakankaula mimiti anyebut, namaning
Allah, kana murah dunya, kang asih... kemudian berdoa dan membacakan
jampi-jampi untuk para leluhur guna meminta izin dan meminta maaf jika sajen
yang diberikan dianggap kurang.

Kesenian Gaok Majalengka

Gambar 5. Kegiatan pembuka yang dilakukan oleh pangrawit/dalam berupa pembacaan doa
Sumber: Aridah, 2013

3. Kegiatan Inti
Pada kegiatan ini dalang membacakan pepatah yang diambil dari pupuh
pertama, yaitu pupuh Asmarandana. Adapun syairnya pembuka sebagai berikut:
Eling-eling mangka eling
Rumingkang di bumi alam
Dharma wawayangan bae
Raraga taya pangwasa
Mun kasasar nyalampah
Nafsu nu matak kaduhung
Badan anu katempuhan
(Wawacan Sulanjana, dalam Aridah, 2013)
Syair tersebut mengandung makna bahwa kita diingatkan agar menjadi
manusia yang benar. Manusia mengembara hidup di dunia, hanya sebatas
sandiwara atas kehendak Allah. Raga kita tdak berhak kita kuasai karena semua
milik Allah. Jika kita tersesat, mengikuti nafsu, maka akan ada penyesalan,
dankita akan menerima segala akibatnya.
Selesai dengan petuah pembuka, waditra mulai dibunyikan atau disebut juga
mulai ngagoongan.

Selanjutnya dalang kembali membaca wawacan, namun

hanya satu bagian kalimat. Lalu dibeuli oleh tukang gaok/tukang meuli,
berlanjut secara bergantian baris demi baris. Jika pemain Gaok lebih dari dua
orang (termasuk dalang), maka penyajian dibatasi satu orang gaok hanya
membawakan dua baris, lalu dilanjutkan tukang gaok lain dan terus berulang
seperti itu. Setelah digaokan biasanya diselingi alok (sisindiran) secara beriringan,
diiringi waditra lengkap. Pada saat ini penonton diperbolehkan ngibing (menari).
ika tukang meuli/tukang gaok banyak.

Kesenian Gaok Majalengka

Gambar 5. Kegiatan inti berupa pertunjukan Gaok dengan membacakan wawacan


diiringi dengan alok. Salah satu pemonton ngibing dalam acara tersebut.
Sumber: Aridah, 2013

4. Kegiatan Penutup

Pada tahap ini, selesai kegiatan inti, dalam meminta maaf dan
mengucapkan terima kasih kepada para penonton yang telah menyaksikan
pertunjukan. Dilanjutkan dengan pebacaan doa penutup. Jika dalam sesajen,
terdapat air bunga tujuh rupa, air tersebut dibagikan ke masyarakat atau jika dalam
acara babarit pare,air tersebut dicipratkan pada padi di sawah sebagai simbolis
pengharapan akan tumbuhnya padi yang baik hingga panen kelak.

C.

Kesenian Gaok Majalengka

D. KAJIAN NILAI-NILAI KESENIAN GAOK

Dalam seni gaok terdapat banyak nilai dan pembelajaran yang diambil.
misalnya saja dalam hal kebersamaan, nilai-nilai kesopanan selama prosesi
kegiatan dilaksanakan, isi nasihat dalam wawacan gaok, dan lain sebagainya.
Namun disayangka, kesenian ini mulai jarang dipentaskan. Globalisasi, dinilai
cukup memberikan pengaruh besar tergesernya kesenian tradisi Gaok ini.
masuknya budaya lain, terutama budaya barat, yang saat ini nampaknya mudah
diterima kaum muda negara kita secara perlahan mulai mengesampingkan minat
masyarakat terhadap kebudayaan lokal. Globalisasi ini membuat perubahan pola
pikir masyarakat hingga terkesan bahwa orang yang meminati budaya barat
dianggap lebih maju. Terlebih dengan berkembangnya teknologi, transfer budaya
akan lebih cepat menyebar. Berkembangnya kreatifitas kesenian manusia dimana
semakin lama manusia semakin kreatif. Hal ini pun turut menggeser kebudayaan
lama semakin terkesan monoton dan perlahan mulai ditinggalkan.
Jika dikaji lebih mendalam, kesenian Gaok sebagai warisan budaya,
memiliki nilai luhur yang dapat dijadikan pembelajaran bagi penikmatnya. Inilah
yang seharusnya menjadi poin penting sehingga kesenian Gaok ini perlu
dilestarikan dengan cara terus menjaga eksistensi dari kebudayaan ini sendiri.
Adapun, nilai-nilai yang terkandung dalam kesenian Gaok antara lain:
1. Nilai Keagamaan
Kesenian Gaok berperan dalam penyebaran agama Islam di Majalengka.
Dalam pertunjukannya, gaok dilakukan dengan cara diteriakan, sehingga dalam
hal ini hampir terdengar seperti adzan sehingga Gaok juga

berfungsi untuk

memperkenalkan adzan kepada masyarakat Majalengka yang pada saat itu masih
beragama Hindu dan animisme. Pembukaan dalam kesenian gaok diawali
basmallah, hadoroh dan doa-doa, menandakan dalam setiap aktifitas haruslah
diawali dengan doa dan mengingat kepada Allah agar semua yang dilakanakan
mendapat ridho Allah SWT. Pemain Gaok pun memakai pakaian yang menutupi

Kesenian Gaok Majalengka

aurat. Pada jaman permulaan adanya Gaok, penonton pun dianjurkan untuk
memakai pakaian tertutup.
2. Nilai Pendidikan

Unsur Bahasa
Gaok dibawakan degan menggunakan Bahasa Sunda. Bahasa sunda
memiliki ciri kehalusan dan memiliki aturan dalam penggunaannya untuk

orang yang lebih tua.


Unsur sesajen
Sesajen yang dihidangkan selama pertunjukan gaok sangat beragam dan
memiliki makna tersendiri. Biasanya sebelum hajat digelar, dalang meminta
apa saja bahan bahan yang diperlukan dan menjelaskan makna yang
terkandung didalamnya. Sesajen ini sendiri telah dikenal luas oleh
masyarakat dan masyarakat masih mempercayain arti simbolis yang ada
dalam sesajen sehingga dalam pertunjukan Gaok, sesajen selalu ada dan
lengkap.
a) Congcot rosul: nasi bentuk kerucut, pada ujung puncaknya diberi telur
ayam kampung memberikan pelajaran bahwasannya rasul adalah utusan
Allah yang dikirim untuk menyebarkan islam dan segala kebaikannya
b) Bakakak hayam: ayam utuh panggag, wujud rasa syukur iman dan
islam. Masyarakat diberikan contoh agar selalu bersukur dengan saling
berbagi dan tanpa ragu-ragu. Karena yang disuguhkan berupa ayam
utuh, dimana ayam dipandang sebagai hidangan istimewa.
c) Kupat leupeut tangtang angin: seperti lontong yang

diikat,

melambangkan kerukunan rumah tangga dalam satu ikatan. Dengan


sajen ini, disimbolkan bahwa sebagai pasangan suami istri hendaknya
tetap rukun dalam satu ikatan pernikahan.
d) Bubur beureum bubur bodas: bubur merah dan putih melambangkan
perempuan dan laki laki memiliki peran yang sama. Hal ini
membelajarkan masyarakat adanya kesetaraan antara wanita dan lakilaki

sehingga

antara

satu

dengan

lainnya

tidak

ada

yang

melecehkan/merendahkan.
e) Cara beureum cara bodas: surabi kecil melambangkan yang keluar dari
rahim perempuan dan laki-laki, seagai simbolis pentingnya memiliki

Kesenian Gaok Majalengka

keturunan untuk melestarikan kehidupan dan kebudayaan masyarakat


Majalengka.
f) Congcot leutik berjumlah 7: nasi dibentuk kerucut kecil, melambangkan
jumlah hari. Manusia mengulang hari dari hari senin hingga minggu,
dan kembali lagi ke hari senin tanpa tahu sampai kapan kita bisa hidup.
Dengan ini diharapkan masyarakat bisa mengambil makna bahwa usia
manusia hanya Allah yang tahu, belum tentu esok kita dapat engulang
hari.
g) Congcot ketan ditambaj dengdeng garing: nasi congcot dari ketan bukti
cinta kasih kepada Nabi Sulaiman. Sesepuh mengatakan bahwa
hidangan ini merupakan kesukaan Nabi Sulaiman, sehingga hidangan
ini disajikan sebagai bukti masyarakat menghormati dan mengenang
nabi Sulaiman AS.
h) Rurujakan: berupa segala macam rujak (makanan basah), seperti rujak
kelapa, rujak pisang, balagudeg, kolek pisang raja, air kopi, air teh,
yang

dianggap

kesukaan

karuhun.

Hal

ini

sebagai

simbolis

bahwasannya sebagai generasi yang lebih muda harus mampu


membahagiakan karuhun atau orang tua, salah satunya dengan
memberikan apa yang disukai oleh karuhun atau orang tua tersebut.
i) Duegan: kelapa muda menggambarkan sebagai manusia harus bisa
bermanfaat seperti buah kelapa muda yang semua bagiannya dapat
dimanfaatkan.
j) Tangkueh gula watu,surutu, jeung seupaheun: berupa macam-macam
kue, gula batu, dan rokok. Menandakan hormat kepada leluhur seperti
pada sajen rurujakan.
k) Cai kembang 7 rupa: air yang ditaburi bunga 7 macam apasaja yang
berbeda warna, melambangkan harapan tumbuhan di sana tumbuh
subur seperti bunga-bunga yang dimasukan ke dalam air tersebut.
l) Menyan: Kemenyan/dupa yang dibakar, melambangkan harapan untuk
mewangikan kampung dan masyarakatnya.
m) Kidarangdan jeung jukut palias: jenis tumbuhan, agar tumbuhan
terhindar dari hama. Hal ini memberitahukan bahwa rumput bisa
merugikan bagi tanaman padi karena nutrisi dalam tanah akan terbagi,
yang seharusnya bisa optimal diserap padi

Kesenian Gaok Majalengka

n) Jawer kotok: perlambang hasil pertanian yang bagus karena jawer kotok

ini sendiri memiliki bunga yang indah.


Unsur perayaan
Kesenian Gaok dipertunjukan pada beberapa perayaan atau ritual, seperti
babarit/mipit pare, acara ngayun, nyunatan, nikahan, atau tingkeban. Hal
ini memuat tujuan tujuan dan makna tertentu.
- Perayaan babarit/mipit pare, masyarakat percaya bahwasannya dalam
acara babarit pare digelar kesenian Gaok akan menghasilkan padi yang
baik. Setidaknya dengan dipentaskannya Gaok pada perayaan ini,
masyarakat sebelumnya mencari tahu waktu yang tepat dan kapan padi
mulai berisi, sehingga waktu panen dapat ditentukan. Dalam hal ini
-

dilakuka perhitungan masih secara tradisional.


Perayaan pernikahan, dengan ini masyarakat

akan

berpikiran

bahwasannya pernikahan merupakan sebuah kebaikan yang harus


dibagikan kebahagiaanya dengan orang lain (syukuran). Masyarakat
berharap bahwa kelak pasangan yang menikah akan diberi kebahagian
dan kelanggengan karena dalam kesenian Gaok yag ditampilkan,
-

dipanjatkan pula doa-doa dan petuah melalui wawacan yang disajikan.


Perayaan ngayun, masarakat percaya dengan dipertunjukannya kesenian
Gaok akan membuat bayi kelak tumbuh menjadi anak soleh/solehah.
Semakin banyak yang melihat pertunjukan Gaok, diyakini doa yang

dipanjatkan akan lebih diijabah.


Perayaan nyunatan masarakat percaya dengan dipertunjukannya
kesenian Gaok akan membuat anak kelak tumbuh menjadi anak yang
kuat dan memiliki iman dan islam yang baik. Seperti halnya dalam
perayaan ngayun, semakin banyak yang melihat pertunjukan Gaok,

diyakini doa yang dipanjatkan akan lebih diijabah.


Perayaan tingkeban, seperti halnya dalam perayaan ngayun dan
nyunatan, semakin banyak yang melihat pertunjukan Gaok, diyakini doa
yang dipanjatkan akan lebih diijabah ketika mengharapkan ibu hamil 7

bulan tersebut dapat tetapsehat dan dapat melahirkan dengan lancar.


Unsur kandungan isi wawacan
Satu wawacan ditulis dalam satu buku. Jumlah wawacan yaitu 5 buah,
Wawacan Sulanjana, Wawacan Nyi Rambutkasih, Wawacan Samud,
Wawacan Talagamanggung, dan Wawacan Para Nabi Anbiya, seperti yang

Kesenian Gaok Majalengka

telah diuraikan sebelumnya. Setiap wawacan menceritakan kisah dan


pembelajaran tertentu. Dalam satu wawacan terdiri dari beberapa pupuh.
-

Unsur tradisi dalam pembukaan Gaok


Dalam pembukaan gaok selalu diawali dengan doa, hadoroh, dan
dilanjut dengan kidung bubuka (syair pembukaan). Pupuh yang
digunakan tergantung dari wawacan apa yang akan dipertunjukan.
Misalnya saja dalam kidung bubuka wawacan Babarit pare, dikutip dari
Pupuh Asmaradana
Eling-eling mangka eling
Rumingkang di bumi alam
Dharma wawayangan bae
Raraga taya pangwasa
Mun kasasar nyalampah
Nafsu nu matak kaduhung
Badan anu katempuhan
(Wawacan Sulanjana, dalam Aridah, 2013)
Syair tersebut mengandung makna bahwa kita diingatkan agar menjadi
manusia yang benar. Manusia mengembara hidup di dunia, hanya
sebatas sandiwara atas kehendak Allah. Raga kita tdak berhak kita
kuasai karena semua milik Allah. Jika kita tersesat, mengikuti nafsu,
maka akan ada penyesalan, dankita akan menerima segala akibatnya

Atau dalam kidungbubuka wawacan Nyi Rambut Kasih berikut ini,


Neda agung cukup lumur
Neda jembar sihaksama
Ka Gusti anu ngawasa
Alam raya miwah gaib
Ngawasa dipamenangan
Nu ngamudi pati hurip
(Memberikan makna bahwa kita harus selalu meminta hidup yang
berkecukupan dan makmur kepada Allah SWT yang memiliki segala
yang ada di alam semesta termasuk alam gaib)
Karuhun ngajurung laku

Kesenian Gaok Majalengka

Mugia ngaping ngajaring


Sadaya pada ngauban
Pamaksadan nu kiwari
Ngaguar lacak baheula
Nalungtik sari bihari
Ka luhur galur karuhun
Nalungtik sari bihari
Dirarampa nyiar bahan
Pikeun jadi bahan bukti
Maksud mah seja rumawat
Gumati ka nu lestari
(bermakna meminta ijin kepada leluhur dan meminta agar dapat
melaksanakan perayaan dengan lancar dan agar menjaga Majalengka
agar tetap lestari. Hal ini masih sangat terasa unsur pencampuran
animisme di jaman dulu. Dengan wawacan ini, kita tidak perlu mengikuti
kebiasaan meminta ijin kepada leluhur, namun memberikan pelajaran
bahwa jaman dahulu Majalengka belum Islam sehingga masih
dipengaruhi animisme)
Agung ka para pupuhu
Nu ngawasa ieu nagri
Kabupatn Majalengka
Parantos mingpin ngajaring
Ka rahayatna ngauban
Sangkan nagri sugih mukti
(Memberikan makna bahwa sebagai sesepuh dan memimpin memiliki
kewajiban untuk menjaga kemakuran rakyat Majalengka)
Ka Gustu nu Maha Agung
Anu sipat Rahman Rahim
Mugi Gusti nangtayungan
Siang sinareng wengi
Lungsur langsar pamaksadan
Ginanjar kersa yang widi
Amin Ya Robal Alamin
Mugi Gusti nangtayungan
(Wangsadiharja, 1997 dalam Aridah,2013)

Kesenian Gaok Majalengka

(Memberikan makna bahwa kita selalu tak lepas dari bantuan Allah SWT
yang maha Pengasih dan Maha Penyayang, sehingga dalam mengadakan
suatu acara apapun harus didahului dengan doa).

Memberi Informasi megenai Manfaat Tumbuhan


Dalam wawacan Nyi Rambut Kasih terdapat syair lanjutan, berikut
cuplikannya:
Ratu agung gancangnyaur
Sadaya sing pada ngarti
Ka urang aya utusan
Utusan nu pilih tanding
Ark nyiar buah maja
Pikeun ngubaran kasakit
Anu pasti kaula diutusratu
Nyiar ubar keur kasakit
Ck bja di dieu subur
Buah maja ubar matih
Keur rahayat di Cirebon
(melalui syair ini pendengarnya diberikan informasi bahwasannya
buah maja dapat bermanfaat sebagai obat. Setelah digali informasi
lebih lanjut, buah maja atau Aegle marmelos berkhasiat menurunkan
demam, mengobati diare, bahkan dapat menggugurkan kandungan)

sistem organisasi
Dalam wawacan Nyi Rambut Kasih pun, terdapat beberapa sebutan
khusus yang diberikan kepada Tuhan dan orang-orang tertentu.
Beberapa syair menyebut Allah SWT dengan Gustiyang menunjukan
sebutan kehormatan tertiggi, hal ini menunjukan betapa masyarakat
sangat menjunjung tinggi Allah SWT yang tiada bandingannya, seperti
pada syair berikut:
Ka Gusti anu ngawasa
Alam raya miwah gaib
Ka Gusti anu MahaAgung
Anu sipat rahman rahim
Mugi Gusti nangtayungan
Ada pula sebutan patih yang merupakan sebutan bagi seseorang yang
sekarang ditafsirkan sebagai seseorang yang memiliki pangkat di
kabupaten Majalengka dibawah naungan bupati.

Kesenian Gaok Majalengka

Leres pisan matur paman patih


Nyata ra kamajuan
Adanya sebutan Ratu bagi pimpinan wanita, seperti dalam syair:
Ratu agung gancang pok ngalahir
Sabar dina ngajalankeuntugas
Kitu ratu cumarios
Pasemon gusti th alum
Adanya sebutan ndang yang menunjukan gelar putri dari golongan
ningrat kerajaan, atau disebut juga hendang.
ndang g gancangngalahir
Teu weleh sauyunan
Kitu para ndang nyaur
Ditema ku paman patih
Adanya sebutan kanjeng yang merupakan sebutan atasan, panutan,
atau pemimpin.
Kanjeng gusti pokngalahir deui
Sadayana ulah ark alitmanah
Adanya sebutan pangran yang merupakan gelar putra raja,
Anjeunna geus manggihan tamu teudiondang,
Pernahna ti palih wtan,
Cirebon anu kasohor,
Dipingpin ku PangranMuhammad

Adanya sebutan-sebutan tersebut menandakan bahwa masyarakat sangat


menghormati orang-orang penting di wilayah Majalengka. Hal ini
memberikan beban bagi para orang yang dianggap penting dan
berpengaruh di wilayah tersebut agar dapat menjaga kemakmuran
kesejahteraan masyarakat wilayahnya sebagai bentuk tanggung jawab
kepada masyarakat.

Unsur komunikasi, kerjasama, dan berkeadilan


Dalam penyajiannya gaok dilakukan dengan diteriakan antara satu dengan
yang lainnya. Hal ini memberikan makna pembelajaran komunisai, dimana
dalam berbicara harus dilakukan dengan jelas agar bisa dimengerti yang lain
dan mencontohkan berani tampil didepan umum dengan percaya diri. Jika

Kesenian Gaok Majalengka

hal ini diterapkan disekolah, diharapkan bisa mencontohkan keterampilan


komunikasi dan menumbuhkan rasa percaya diri siswa.
Kesenan Gaok juga tidak bisa dilakukan sendiri. Hal ini baik diterapkan
disekolah agar terhidar dari sikap egosentris. Selain itu kesenian Gaok
dilakukan secara kelompok namun dalam membacakan wawacan setiap
seniman gaok memperoleh bagian yang sama. Hal ini menunjukan adanya
keadilan

dalam

bekerjasama.

Misalnya

disekolah

ketika

belajar

berkelompok, setiap siswa anggota kelompok turut ambil bagian sama rata,
tidak membebankan ketua (misalnya) atau membebankan yang dianggap
lebih berkemampuan/pintar.
3. Nilai Sosial
Kesenian Gaok yang dilakukan bersama-sama bisa merekatkan hubungan
sosial sesama masyarakat. Dengan kesenian, seluruh aspek masyarakat dapat
berbaur, tanpa memandang gelar jabatan atau kekuasaan karena kesenian bisa
dinikmati seluruh lapisan masyarakat.
Kesenian yang dilakukan dalam acara tertentu dapat dijadikan sarana berbagi
kepada masyarakat sekitar, termasuk masyarakat yang kurang mampu. Karena
biasanya pertunjukan ini digelar bersama perayaan kegiatan tertentu (hajatan)
yang selalu diadakan makan bersama.
4. Nilai ekonomi
Dimana ada keramaian, interaksi ekonomi terjadi. Dalam kesenian gaok
melibatkan atribut-atribut yang harus disiapkan, sehingga akan terjadi aktifitas
ekonomi di daerah tersebut. Adanya acara-acara keramaian seperti ini bisa
menghidupkan perekonomian masyarakat daerah sekitar dengan adanya penjualpenjual makanan atau barang selama acara berlangsung. Jika dikembangkan dan
mendatangkan penonton dari luar daerah, akan menjadi pemasukan bagi
pemerintah daerah.
5. Nilai Kebudayaan dan Estetika
Waditra yang digunakan merupakan alat kesenian khas sunda, seperti gong,
kecrek, teropmpet, kendang dan kempul dimana alat kesenian ini sangat khas dan
memiliki bentuk yang unik. Baik dari suara atau tampilan instrumen waditra,

Kesenian Gaok Majalengka

beserta baju yang dikenakan saat pertunjukan, sangat mencirikan budaya sunda.
Selain itu, dalam Kesenian Gaok dibacakan wawacan yang merupakan kumpulan pupuhpupuh sunda.

Gambar 6 . Waditra dengan bentuk-bentuk yang khas dan


dalang yang memakai baju khas sunda.
Sumber: Aridah, 2013

Kesenian Gaok Majalengka

Daftar Pustaka
Aridah, Ida. (2013). Ajen Budaya Sunda Dina Kasenian Gaok di Desa Kulur
Kabupaten Majalengka.Skripsi Sarjana pada UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Disbudpar Kabupaten Majalengka (2012). Kesenian
www.disparbud.jabarprov.go.id [10 september, 2015]

Beluk.

Retrived:

Hamid , Ismail (1986). Sastra Rakya: Suatu Warisan. Penerbit Fajar Bakthi SDN:
Kuala Lumpur.
Kurnianingsih, L. (2013). Kesenian Gaok di Desa Kulur Kecamatan Majalengka
pada upacara Babarit Pare. Skripsi Sarjana pada UPI Bandung: tidak
diterbitkan.
Pikiran Rakyat, edisi 1 Maret 2009. 45 Keseinian Tradisional nyaris Punah.
Retrived: http://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/2009/03/02/85590/
45-jenis-kesenian-tradisional-nyaris-punah [September, 2015]
Rosidi, Ajip. (1995). Dur Pandjak! Bandung: Pustaka Sunda.
Sudarmono, Nono. (2009). Struktur dan Fungsi Seni Tradisi Gaok serta Model
Pelestariannya melalui Pembelajaran Apresiasi sastra di SMA.Tesis Magister
pada UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Supardan, Dadang. (2010). Seni Tradisi Gaok di Majalengka: Kajian Sosial
Budaya tahun 1963-1996. Skripsi Sarjana pada UPI Bandung: tidak
diterbitkan.

Kesenian Gaok Majalengka

Anda mungkin juga menyukai