Makalah
Oleh:
NURA SYIFA MUTIARA A 1402630
KELAS B
MAGISTER PENDIDIKAN BIOLOGI
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2015
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN................................................................................ 3
A.
1.
Latar Belakang.................................................................................. 3
2.
Rumusan Masalah.............................................................................. 7
KESENIAN GAOK.............................................................................. 8
B.
1.
2.
D.
Nilai Keagamaan............................................................................. 16
2.
Nilai Pendidikan.............................................................................. 17
3.
Nilai Sosial..................................................................................... 24
4.
Nilai ekonomi................................................................................. 25
5.
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Berbicara mengenai kesenian, Indonesia tak diragukan lagi kaya akan seni
dan budaya. Hal ini tidak terlepas dari keberagaman suku bangsa yang dimiliki
Indonesia itu sendiri. Rosidi (1995: 296) mengatakan bahwa sastra lokal
merupkan karya sastra yang lahir dalam bahasa daerah yang terdapat diseluruh
wilayah Indonesia, baik berbentuk lisan maupun tulisan. Setiap suku bangsa
memiliki kesenian sebagai budaya yang membedakan dengan suku lainnya. Tak
jarang kesenian tersebut lahir dari suatu peristiwa tertentu yang berakar dari
nenek moyang, lalu berkembang seiring karakteristik dan cara berkehidupan dari
suku tersebut.
Kesenian merupakan kekayaan yang dimiliki suatu bangsa dan sudah
sepatutnya dilestarikan. Terlebih kesenian tradisional yang mulai tergeser oleh
kebudayaan modern. Kesenian tradisional banyak ditinggalkan disebabkan
adanya perubahan aktifitas masyarakat. Globalisasi lambat laun menggiring
masyarakat meninggalkan budaya lokal. Beberapa kesenian tradisional mencoba
bertransformasi, berubah, menyesuaikan dengan zamannya dan begitu banyak
kesenian tradisional yang dilupakan, ditinggalkan, dan akhirnya punah tak
terselamatkan. Berdasarkan warta yang ada, sebayak 45 dri 391 jenis kesenian
tradisional Jawa Barat nyaris punah, sedangkan 49.023 seniman dan budayawan
dilanda keterpurukan ekonomi (Pikiran Rakyat, 1 Maret 2009). Padahal, dalam
setiap kesenian terkandung banyak norma-norma dan niliai-nilai pendidikan
didalamnya. Berangkat dari hal tersebut, perlu adanya usaha mengamankan
kesenian tradisional yang ada dari kepunahan, setidaknya dengan melakukan
pengkajian,
pengenalan
kembali,
pendokumentasian
terhadap
kesenian
tradisional daerah yang ada di sekitar tempat tinggal, agar nilai-nilai yang dapat
dibelajarkan melalui sebuah kesenian tersebut dapat terus ditransformasikan
pada generasi muda selanjutnya.
Salah satu kebudayaan tradisional khas Majalengka yang tercatat dalam
data kesenian Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Majalengka adalah
seni gaok. Seni gaok ini sendiri merupakan kesenian yang sudah dilakukan sejak
jaman masuknya Islam di Majalengka dan dipentaskan hanya dalam acara
tertentu. Meninjau dari eksistensinya yang semakin menurun, kesenian gaok
perlu dilestarikan untuk menghindari hilangnya budaya tradisional yang hampir
hilang ini.
Gaok merupakan kesenian jenis mamaos (membaca teks) atau disebut juga
wawacan, dari kata wawar ka nu acan (memberi tahu kepada yang belum
mengetahui), disuguhkan untuk keperluan ritual atau upacara adat. Kata gaok
berasal dari kata gorowok artinya berteriak. (Disbudpar Majalengka, 2012).
Berbeda dengan nyanyian pupuh lainnya, seni Gaok memiliki ciri khas pada
suara melengking (ngagaok) dan saling balas alukan (komentar atau improvisasi
suara) yang dilakukan oleh beberapa orang.
Dalam pementasannya, Gaok lebih sering dibawakan tanpa panggung,
dengan membawakan suatu cerita (babad), yang dibaca dari suatu buku yang
disebut wawacan (bacaan), yaitu cerita yang ditulis dalam puisi tradisional
berbentuk pupuh, seperti misalnya pupuh Kinanti, Sinom, Asmarandana,
Dangdanggula, Maskumambang, Magatruh, dan lain-lain, yang dalam vokabuler
Sunda berjumlah 17 pupuh. Satu wawacan, atau satu (episode) cerita yang
berdiri sendiri secara utuh, mungkin memakai seluruh 17 pupuh, atau mungkin
pula hanya sebagian saja,umumnya memiliki belasan jenis pupuh. Ada 4 pupuh
yang selalu ada, yaitu Kinanti, Sinom, Asmarandana, dan Dangdanggula, yang
karena itu pula dalam dunia sastra Sunda disebut pupuh besar, disingkat
KSAD (Disbudpar Majalengka, 2012).
Gaok ini sendiri ditampilkan dalam acara tertentu seperti prosesi ngayun
(acara kelahiran bayi), babarit pare (menjelang panen), dan lain-lain (Supardan,
2010). Terdapat keunikan yang tampak dalam pagelaran Seni Gaok dimana para
pelakunya didominasi oleh laki-laki. Alat kesenian yang digunakan sederhana
berupa Bayung dan kecrek, namun bisa melahirkan alunan yang bervariatif. Seni
Gaok yang termasuk sastra lisan ini pun tidakserta merta hanya sebuah kesenian
yang tanpa makna. Hamid (1986) mengungkapkan setiap sastra lisan bertujuan
untuk memberi hiburan, pengajaran, atau memenuhi fungsi-fuungsi lain meliputi
fungsi pendidikan, moral, agama, soosial serta kehidupan lain. Dengan kata lain,
Seni Gaok bertujuan sama seperti yang diuraikan diatas. JIka dikaji lebih
mendalam, terdapat nilai-nilai yang sangat tinggi dalam Seni Gaok sebagai
kebudayaan dan dapat dijadikan cerminan bagi kehidupan masyarakat
Majalengka. Kebudayaan sendiri dapat didefinisikan sebagai simpanan
akumulatif, pengetahuan, kepercayaan, nilai-nilai, sikap, makna, hierarki,
agama, pilihan waktu, peranan, relasi ruang, konsep yag luas, dan objek material
atau kepemilikan yang dimiliki dan dipertahankan oleh sekelompok orang atau
suatu generasi (Liliweri dalam Pujileksono, 2009, dalam Supardan 2010). Begitu
halnya denga seni Gaok, kesenian ini mencerminkan pengetahuan, pegalaman,
kepercayaan, serta nilai-nilai tingkah laku masyarakat Majalengka secara utuh.
Bahkan terdapat fusngsi tersendiri dari budaya leluhur berupa sarana untuk
pendidikan, nasiahat atau pepatah leluhur yang disampaikan pada saat
pertunjukan. Terlebih dilihat dari lirik pupuh yang dibawakan dalam Seni Gaok
yang sarat makna dan pepatah positif bagi pendengar, seperti syair naskah gaok
berikut:
Leres pisan matur paman patih (betul sekali paman patih)
Nyata rea kamajuan (terbukti banyak kemajuan)
Pamingpin geten tulaten (pemimpin bijaksana)
Rahayat satia tuhu (rakyatsetia dan patuh)
Endang ge gancang ngalahir (Endang juga cepat lahir)
Teu eleh sauyunan (tak berhenti seiring)
Pikeun mangpu hirup (untuk mampu hidup)
Keur ningkatkeun ajen Kahirupan (utuk menigkatkan kehidupan)
Sangkan rahayat mandiri (agar rakyat mandiri)
Desa bakal raharja (desa menjadi sejahtera)
(Wangsadiharja, 1997:1 dalam Aridah, 2013)
dapat dikatakan
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan yang akan menjadi kajian
adalah Nilai-nilai apa saja yang terkandung dalam Seni Gaok?. Lebih rinci
pembatasan masalah yang diajukan adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
B. KESENIAN GAOK
yang telah
mengalami sinkretisme antara nilai-nilai budaya Sunda dan Islam Cirebon muncul
dan berkembang di Kampung Tarikolot, Desa Kulur, Kelurahan Sindangkasih,
Kabupaten Majalengka. Sebetuknya tidak ada keterangan jelas mengenaik kapan
kesenian ini dibuat, namun kesenian ini mulai berkembang di Majalengka sejak
masuknya ajaran agama Islam sekitar abad ke 15. Salah satu seniman yang pada
masa itu berperan mengembangkan Kesenian Gaok adalah Sabda Wangsaharja
yang memekarkan budaya ini sekitar tahun 1920an (Kusnadi, 2005 dalam
Kurnianingsih, 2013).
Kesenian ini sangat berperan dalam penyebaran Agama Islam yang
berpusat dari Cirebon. Berkembangnya seni tradisi Gaok ini terbilang sangat pesat
diterima masyarakat Majalengka yang pada awalnya sebagian besar menganut
agama Hindu. Dikaji dari letak geografisnya, Majalengka berbatasan langsung
dengan Cirebon sehingga sangat memungkinkan adanya percampuran diantar
kedua daerah tersebut. Masuknya Islam ke tanah Majalengka diawali dari
kedatangan Pangeran Muhammad yang merupakan putra dari Sunan Gunung Jati.
Beliau mendapat mandat dari ayahnya untuk mencari buah maja (Aegle
marmelos) karena pada saat itu didaerah Cirebon sendiri tengah dilanda wabah
demam dan buah maja inilah yag pada saat itu sangat dipercaya menjadi satusatunya obat demam yang paling baik. Disaat bersamaan, Pangeran Muhammad
mulai menyebarkan agama Islam dengan berbagai cara, salah satunya dengan
momodifikasi budaya lokal seperti memasukan nilai-nilai islami pada wawacan
yang ada didalam kesenian Gaok (Kurnianingsih, 2013).
Pada saat itu, daerah yang didatangi Pangeran Muhammad berada di
kawasan Kerajaan Sindangkasih dibawah pimpinan Nyi Rambut Kasih.
Mengetahui adanya Pangeran Muhammad yang memasuki daerahnya, Nyi
Rambut Kasih mencoba menghilangkan seluruh tanaman buah maja, sehingga
buah maja menjadi langka. Berangkat dari situlah daerah tersebut dinamakan
Majalengka (berasal dari kata majane langka). Singkat cerita, pada akhirya
Pangeran Muhammad berhasil menyebarkan Islam di Majalengka melalui
kesenian yang ada di masyarakat, salah satunya Gaok.
Gaok ini pada mulanya ada dari kebiasaan masyarakat. Pada jaman dahulu,
masyarakat menanam padi di depan rumah atau dikenal sebagai huma. Jarak antar
huma satu dengan lainnya terbilang cukup berjauhan, sehingga dalam
berkomunikasi harus diteriakan (digorowokan). Hal ini menjadikan masyarakat
terdengar sedang berteriak satu sama lain (guak-gaok) yang diselingi candaan,
sehingga menjadi sebuah irama dan hiburan tersendiri. Berangkat dari sinilah
kesenian Gaok lahir.
2. Tata Cara Pelaksanaan Seni Tradisi Gaok
Gaok mempunyai sistem tersendiri dari mulai cerita dan cara
menyampaikannya. Langkah-langkahnya dimulai dari doa pembuka, gamelan
pembuka/tatalu, kalimat pembuka, lagu pembuka, baca cerita beserta aluk dan
bodoran, kalimat penutup dan doa penutup.Kesenian gaok dilantunkan melalui
sekar (vokal) para pemain yang berjumlah 4-7 bahkan lebih, dengan busana
kampret/toro
lengkap
dengan
ikat
kepala,
dipimpin
pangrawit/dalang.
oleh
seorang
(a)
(b)
Gambar 1. Kesenian Gaok majalengka; (a) kesenian Gaok jaman dahulu dimana Gaok
dimainkan oleh lebih dari 2 orang pemain vokal, (b) Kesenian Gaok masa kini dimana
Gaok dimainkan hanya oleh dua orang pemain vokal ditambah sinden.
Sumber: Aridah, 2013
dari Nabi Adam dan Hawa, mengisahkan asal muasal Nyi Pohaci atau yang
dikenal sebagai titisan Dewi Sri, hingga kisah Pangeran Sulanjana yg
Samun.
Wawacan Para Nabi Anbiya:mengisahkan tentang perjuangan para nabi.
Setiap wawacan terdiri dari beberapa pupuh seperti pupuh Kinanti, Sinom,
Maskumambang,
Magatru,
Pucung, Wirangrong,
Jurudemung,
kesenian ini hanya dipertunjukan untuk acara ritual keagamaan saja, namun
berkembang menjadi sarana hiburan. Pertunjukan dilakukan tidak menggunakan
panggung, hanya dipekarangan rumah hajat dengan
durasi permainan
Sesajen dianggap penting sebagai bentuk rasa syukur. Sesajen ini kemudian
disiapkan. Adapun setiap perayaan, tidak selalu menyediakan sesajen yang sama,
namun
disesuaikan
dengan
perayaan
yang
diikuti
sesuai
perintah
pangrawit/dalang.
2. Kegiatan Pembuka
Kegiatan diawali dengan bacaan bismillah, dilanjutkan acara hadoroh berupa
pembacaan shalawat, tahlil, tahmid, dan takbir. Setelah itu dalamng mengucapkan
terima kasih kepada para tamu denga tujuan mencairkan suasana. Pada kegiatan
ini, nilai agamis begitu terasa meski tercampur hal-hal animisme seperti dengan
disajikannya menyan dihadapan tempat pertunjukan. Setelah menyan dibakar,
dalangmemberitahukan naskah apa yang akan dibacakan kepada penonton.
Kemudian membacakan doa kepada Allah SWT agar diberikan kelancaran selama
pertunjukan yang diawali dengan mengatakankaula mimiti anyebut, namaning
Allah, kana murah dunya, kang asih... kemudian berdoa dan membacakan
jampi-jampi untuk para leluhur guna meminta izin dan meminta maaf jika sajen
yang diberikan dianggap kurang.
Gambar 5. Kegiatan pembuka yang dilakukan oleh pangrawit/dalam berupa pembacaan doa
Sumber: Aridah, 2013
3. Kegiatan Inti
Pada kegiatan ini dalang membacakan pepatah yang diambil dari pupuh
pertama, yaitu pupuh Asmarandana. Adapun syairnya pembuka sebagai berikut:
Eling-eling mangka eling
Rumingkang di bumi alam
Dharma wawayangan bae
Raraga taya pangwasa
Mun kasasar nyalampah
Nafsu nu matak kaduhung
Badan anu katempuhan
(Wawacan Sulanjana, dalam Aridah, 2013)
Syair tersebut mengandung makna bahwa kita diingatkan agar menjadi
manusia yang benar. Manusia mengembara hidup di dunia, hanya sebatas
sandiwara atas kehendak Allah. Raga kita tdak berhak kita kuasai karena semua
milik Allah. Jika kita tersesat, mengikuti nafsu, maka akan ada penyesalan,
dankita akan menerima segala akibatnya.
Selesai dengan petuah pembuka, waditra mulai dibunyikan atau disebut juga
mulai ngagoongan.
hanya satu bagian kalimat. Lalu dibeuli oleh tukang gaok/tukang meuli,
berlanjut secara bergantian baris demi baris. Jika pemain Gaok lebih dari dua
orang (termasuk dalang), maka penyajian dibatasi satu orang gaok hanya
membawakan dua baris, lalu dilanjutkan tukang gaok lain dan terus berulang
seperti itu. Setelah digaokan biasanya diselingi alok (sisindiran) secara beriringan,
diiringi waditra lengkap. Pada saat ini penonton diperbolehkan ngibing (menari).
ika tukang meuli/tukang gaok banyak.
4. Kegiatan Penutup
Pada tahap ini, selesai kegiatan inti, dalam meminta maaf dan
mengucapkan terima kasih kepada para penonton yang telah menyaksikan
pertunjukan. Dilanjutkan dengan pebacaan doa penutup. Jika dalam sesajen,
terdapat air bunga tujuh rupa, air tersebut dibagikan ke masyarakat atau jika dalam
acara babarit pare,air tersebut dicipratkan pada padi di sawah sebagai simbolis
pengharapan akan tumbuhnya padi yang baik hingga panen kelak.
C.
Dalam seni gaok terdapat banyak nilai dan pembelajaran yang diambil.
misalnya saja dalam hal kebersamaan, nilai-nilai kesopanan selama prosesi
kegiatan dilaksanakan, isi nasihat dalam wawacan gaok, dan lain sebagainya.
Namun disayangka, kesenian ini mulai jarang dipentaskan. Globalisasi, dinilai
cukup memberikan pengaruh besar tergesernya kesenian tradisi Gaok ini.
masuknya budaya lain, terutama budaya barat, yang saat ini nampaknya mudah
diterima kaum muda negara kita secara perlahan mulai mengesampingkan minat
masyarakat terhadap kebudayaan lokal. Globalisasi ini membuat perubahan pola
pikir masyarakat hingga terkesan bahwa orang yang meminati budaya barat
dianggap lebih maju. Terlebih dengan berkembangnya teknologi, transfer budaya
akan lebih cepat menyebar. Berkembangnya kreatifitas kesenian manusia dimana
semakin lama manusia semakin kreatif. Hal ini pun turut menggeser kebudayaan
lama semakin terkesan monoton dan perlahan mulai ditinggalkan.
Jika dikaji lebih mendalam, kesenian Gaok sebagai warisan budaya,
memiliki nilai luhur yang dapat dijadikan pembelajaran bagi penikmatnya. Inilah
yang seharusnya menjadi poin penting sehingga kesenian Gaok ini perlu
dilestarikan dengan cara terus menjaga eksistensi dari kebudayaan ini sendiri.
Adapun, nilai-nilai yang terkandung dalam kesenian Gaok antara lain:
1. Nilai Keagamaan
Kesenian Gaok berperan dalam penyebaran agama Islam di Majalengka.
Dalam pertunjukannya, gaok dilakukan dengan cara diteriakan, sehingga dalam
hal ini hampir terdengar seperti adzan sehingga Gaok juga
berfungsi untuk
memperkenalkan adzan kepada masyarakat Majalengka yang pada saat itu masih
beragama Hindu dan animisme. Pembukaan dalam kesenian gaok diawali
basmallah, hadoroh dan doa-doa, menandakan dalam setiap aktifitas haruslah
diawali dengan doa dan mengingat kepada Allah agar semua yang dilakanakan
mendapat ridho Allah SWT. Pemain Gaok pun memakai pakaian yang menutupi
aurat. Pada jaman permulaan adanya Gaok, penonton pun dianjurkan untuk
memakai pakaian tertutup.
2. Nilai Pendidikan
Unsur Bahasa
Gaok dibawakan degan menggunakan Bahasa Sunda. Bahasa sunda
memiliki ciri kehalusan dan memiliki aturan dalam penggunaannya untuk
diikat,
sehingga
antara
satu
dengan
lainnya
tidak
ada
yang
melecehkan/merendahkan.
e) Cara beureum cara bodas: surabi kecil melambangkan yang keluar dari
rahim perempuan dan laki-laki, seagai simbolis pentingnya memiliki
dianggap
kesukaan
karuhun.
Hal
ini
sebagai
simbolis
n) Jawer kotok: perlambang hasil pertanian yang bagus karena jawer kotok
akan
berpikiran
(Memberikan makna bahwa kita selalu tak lepas dari bantuan Allah SWT
yang maha Pengasih dan Maha Penyayang, sehingga dalam mengadakan
suatu acara apapun harus didahului dengan doa).
sistem organisasi
Dalam wawacan Nyi Rambut Kasih pun, terdapat beberapa sebutan
khusus yang diberikan kepada Tuhan dan orang-orang tertentu.
Beberapa syair menyebut Allah SWT dengan Gustiyang menunjukan
sebutan kehormatan tertiggi, hal ini menunjukan betapa masyarakat
sangat menjunjung tinggi Allah SWT yang tiada bandingannya, seperti
pada syair berikut:
Ka Gusti anu ngawasa
Alam raya miwah gaib
Ka Gusti anu MahaAgung
Anu sipat rahman rahim
Mugi Gusti nangtayungan
Ada pula sebutan patih yang merupakan sebutan bagi seseorang yang
sekarang ditafsirkan sebagai seseorang yang memiliki pangkat di
kabupaten Majalengka dibawah naungan bupati.
dalam
bekerjasama.
Misalnya
disekolah
ketika
belajar
berkelompok, setiap siswa anggota kelompok turut ambil bagian sama rata,
tidak membebankan ketua (misalnya) atau membebankan yang dianggap
lebih berkemampuan/pintar.
3. Nilai Sosial
Kesenian Gaok yang dilakukan bersama-sama bisa merekatkan hubungan
sosial sesama masyarakat. Dengan kesenian, seluruh aspek masyarakat dapat
berbaur, tanpa memandang gelar jabatan atau kekuasaan karena kesenian bisa
dinikmati seluruh lapisan masyarakat.
Kesenian yang dilakukan dalam acara tertentu dapat dijadikan sarana berbagi
kepada masyarakat sekitar, termasuk masyarakat yang kurang mampu. Karena
biasanya pertunjukan ini digelar bersama perayaan kegiatan tertentu (hajatan)
yang selalu diadakan makan bersama.
4. Nilai ekonomi
Dimana ada keramaian, interaksi ekonomi terjadi. Dalam kesenian gaok
melibatkan atribut-atribut yang harus disiapkan, sehingga akan terjadi aktifitas
ekonomi di daerah tersebut. Adanya acara-acara keramaian seperti ini bisa
menghidupkan perekonomian masyarakat daerah sekitar dengan adanya penjualpenjual makanan atau barang selama acara berlangsung. Jika dikembangkan dan
mendatangkan penonton dari luar daerah, akan menjadi pemasukan bagi
pemerintah daerah.
5. Nilai Kebudayaan dan Estetika
Waditra yang digunakan merupakan alat kesenian khas sunda, seperti gong,
kecrek, teropmpet, kendang dan kempul dimana alat kesenian ini sangat khas dan
memiliki bentuk yang unik. Baik dari suara atau tampilan instrumen waditra,
beserta baju yang dikenakan saat pertunjukan, sangat mencirikan budaya sunda.
Selain itu, dalam Kesenian Gaok dibacakan wawacan yang merupakan kumpulan pupuhpupuh sunda.
Daftar Pustaka
Aridah, Ida. (2013). Ajen Budaya Sunda Dina Kasenian Gaok di Desa Kulur
Kabupaten Majalengka.Skripsi Sarjana pada UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Disbudpar Kabupaten Majalengka (2012). Kesenian
www.disparbud.jabarprov.go.id [10 september, 2015]
Beluk.
Retrived:
Hamid , Ismail (1986). Sastra Rakya: Suatu Warisan. Penerbit Fajar Bakthi SDN:
Kuala Lumpur.
Kurnianingsih, L. (2013). Kesenian Gaok di Desa Kulur Kecamatan Majalengka
pada upacara Babarit Pare. Skripsi Sarjana pada UPI Bandung: tidak
diterbitkan.
Pikiran Rakyat, edisi 1 Maret 2009. 45 Keseinian Tradisional nyaris Punah.
Retrived: http://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/2009/03/02/85590/
45-jenis-kesenian-tradisional-nyaris-punah [September, 2015]
Rosidi, Ajip. (1995). Dur Pandjak! Bandung: Pustaka Sunda.
Sudarmono, Nono. (2009). Struktur dan Fungsi Seni Tradisi Gaok serta Model
Pelestariannya melalui Pembelajaran Apresiasi sastra di SMA.Tesis Magister
pada UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Supardan, Dadang. (2010). Seni Tradisi Gaok di Majalengka: Kajian Sosial
Budaya tahun 1963-1996. Skripsi Sarjana pada UPI Bandung: tidak
diterbitkan.