Anda di halaman 1dari 18

BENTUK PENYAJIAN TARI TOPENG MALANG

DI KABUPATEN MALANG

Diajukan untuk memenuhi tugas

mata pelajaran seni budaya

Disusun oleh:

1. Ambar nadia (03)


2. Ananda aisyah (04)
3. Dega wahyu (08)
4. Lydya nur annisa (17)
5. M. zainur risky (18)
6. Tristia izzatunnisa (33)

SMA Negeri 12 Surabaya


Jl. Sememi Benowo Telp. (031)7406368
SURABAYA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat dan karunianya
makalah seni budaya ini dapat diselesaikan tepat waktu

Kami mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam proses
pembuatan makalah seni budaya yang berjudul bentuk penyajian tari topeng malang di
kabupaten malang . kami menyadari didalam makalah seni budaya ini jauh dari kata sempurna.

Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. kami mengharapkan
makalah seni budaya ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Bila dalam makalah ini terdapat
banyak kesalahan kami mohon maaf yang sebesar besarnya. Akhir kata kami ucapkan terima
kasih.

Surabaya, 10 oktober 2018

Penulis
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pelestarian kesenian budaya akan dihadapkan kepada keadaan


yang semakin menantang sekaligus membawa peluang untuk dapat
disikapi secara konsepsional. Pelestarian kesenian budaya
mempunyai andil yang sangat besar dalam membangun watak dan
bangsa yang berbudaya menuju perwujudan masyarakat madani.
Ketentuan dalam pelestarian kesenian akan adanya wujud budaya,
dimana artinya bahwa kesenian yang dilestarikan memang masih
ada dan diketahui, walaupun pada perkembangannya semakin
terkisis atau dilupakan serta dengan melalui kesenian budaya lokal
maka kemajemukan dapat terukur dengan banyaknya jenis
kesenian yang dimiliki oleh Indonesia. Mengenai pelestarian
budaya lokal, Jacobus Ranjabar (2006:114) mengemukakan bahwa
pelestarian norma lama bangsa (budaya lokal) adalah
mempertahankan nilai-nilai seni budaya, nilai tradisional dengan
mengembangkan perwujudan yang bersifat dinamis, luwes dan
selektif, serta menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang selalu
berubah dan berkembang. Maka pelestarian kesenian budaya ini
sangat berharga jika nilainilai budaya itu masih dipergunakan dan
dilestarikan, tidak menutup kemungkinan seni budaya lama itu
masih dibutuhkan sesuai aturan dan pemakaiannya. 2 Kesenian
yang maju dan dinamis menegaskan bahwa kesenian itu akan terus
berkembang dan senantiasa bergerak dinamis. Apabila dalam
kenyataan terdapat kesenian budaya yang terkesan kurang dinamis,
hal tersebut terjadi karena kesenian budaya sedang bergerak
spiralik melalui suatu proses evolusi mengitari para pelakunya.
Selain kesenian budaya yang maju dan dinamis, kesenian juga
selalu tumbuh berkembang mengikuti kebutuhan serta tuntunan 3
Blambangan (Pasuruan, Probolinggo, Situbondo, dan
Banyuwangi) sisa budaya Majapahit yang hidup di lereng gunung
Bromo-Semeru. Perpaduan beberapa budaya itu menyebabkan
akar gerakan tari ini dapat mengandung unsur kekayaan dinamis
dan musik dari etnik Jawa, Madura dan Bali yaitu (sitar Jawa)
seruling Madura (yang mirip dengan terompet Ponorogo) dan
karawitan model Blambangan. Tari Topeng diperkirakan muncul
pada masa awal abad ke - 20 dan berkembang luas semasa perang
kemerdekaan. Sampai saat ini Tari Topeng masih bertahan dan
memiliki sesepuh yaitu almarhum Mbah Karimun yang tidak
hanya memiliki keterampilan memainkan tari ini namun juga
menciptakan model - model topeng dan menceritakan kembali
hikayat yang sudah berumur ratusan tahun. 1 Adapun bukti
mengenai keberadaan tari topeng di masa kerajaan Singosari
adalah adanya relief di beberapa candi peninggalan kerajaan
Singosari yang dalam relief tersebut digambarkan suasana di
dalam lokasi kerajaan yang di dalamnya dimainkan tarian
bertopeng. Dalam relief tersebut para penari topeng memakai
atribut endhong (sayap belakang), rapek (hiasan setengah
lingkaran di depan celana, lazim juga disebut pedangan), bara-bara
dan irah-irahan (mahkota) yang bentuknya sama dengan kostum
tari topeng di masa sekarang. Malang sebagai bagian dari kota
sejarah kerajaan Jawa (Singosari) semasa penjajahan Belanda
beberapa komunitas tersebut muncul kembali 1
http://www.infokepanjen.com/2011/03/profil-kerajinan-topeng-
malang.html 4 setelah sekian lama sejak kesejarahan mereka tidak
tercatat oleh pewarta hasil budaya. Tak kurang dari 11 komunitas
(Ta miajeng, Nduwet, Precet, Pucangsongo, Wangkal,
Gubuklakah, Jambesari, Jedungmonggo, Jabung, Glagahdowo dan
Karangpandan) dahulu pernah meramaikan kesenian budaya
tradisional Malang.2 Namun seperti yang telah disebutkan di atas
bahwa perguliran sejarah dari kebudayaan Hindu-Jawa menjadi
kebudayaan Islam menjadi salah satu penyebab kemunduran
eksistensi kesenian ini di tanah Jawa, tak terkecuali di wilayah
Malang. Sampai saat ini, di wilayah Malang Raya komunitas tari
topeng hanya bisa ditemui sedikitnya 4 komunitas yang aktif
berkesenian. Itupun yang terlihat masih eksis adalah kesenian di
kedungmonggo yang dikembangkan oleh sang maestro yaitu
Almarhum mbah Karimun. Eksistensi topeng Kedungmonggo
berlangsung turun temurun sejak akhir abad 18, sekitar tahun
1897. Ketika itu, almarhum Mbah Serun (kakek Mbah Mun)
berguru kepada Gurawan asal Bangelan. Ilmu Mbah Serun itu
kemudian diturunkan kepada Karimun kemudian diwariskan
kepada Taslan anak pertamanya hingga kepada putra pertama
Suroso dan putra ketiga Handoyo.3 Kini setelah Mbah Karimun
wafat, sesuai dengan cita - cita Mbah Karimun, Mas Handoyo
ingin melestarikan khasanah budaya di Indonesia khususnya di
Malang Raya melalui kerajinan dan tarian wayang topeng 2
http://topengmalangofmalang.blogspot.com/ diakses pada tanggal
14 september 2012 pada pukul 14.38 WIB. 3
http://travel.okezone.com/read/2011/08/02/407/487364/kerajinan-
tangan-mbah-karimun-buahtangan-dari-malang 5 Malang. Saat ini,
usaha kerajinan topeng ini dikelola oleh Mas Handoyo bersama 5
orang pegawainya yang juga sesama pengrajin topeng. Dikisahkan
oleh Mas Handoyo bahwa Mbah Karimun memperoleh ilmu
membuat topeng secara otodidak sewaktu dia berumur kurang
lebih 14 tahun. Dahulu, sebelum pemerintah peduli terhadap
kesenian budaya lokal perkumpulan topeng Malangan di desa-desa
tidak mewujudkan kelompokkelompok yang terorganisasi dengan
baik. Karena itu tingkat kehidupan serta perkembangan seni
mutunya tidak menunjukkan laju yang meningkat. Seni yang luhur
itu sudah tidak berfungsi lagi sebagaimana seni budaya. Karena itu
tidak mengherankan jika kesenian budaya topeng Malangan pada
waktu itu perkembangannya kurang mendapat perhatian,
pembinaan maupun fasilitas khusus. Akan tetapi, sekarang
mengalami peningkatan mutu karena perhatian dan pembinaan dari
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Malang dimasukan
program kerja tahunan kesenian budaya. Baru sampai disini saja
sudah dapat diketahui akan pentingnya unsur pembinaan dalam
bidang kesenian budaya topeng Malangan, yang diharapkan dapat
mendudukkan kesenian tersebut sebagaimana fungsinya. Sangatlah
disayangkan bila kesenian budaya daerah ini kemudian jadi
terlepas dari ide penciptannya. Sehingga kendala yang kini
dihadapi seiring berjalannya waktu dan ketertatihan eksisitensi
budaya tradisonal, kesenian ini perlahan-lahan tergusur oleh arus
budaya modern. Ini lebih dikarenakan begitu banyaknya kesenian
tradisonal dari setiap sudut kecamatan di Kabupaten Malangan
tetapi 6 intensitasnya pertunjukkan mengalami penurunan dan
terbatasnya anggaran sehingga untuk pemberian bantuan itu tidak
bisa semaksimal mungkin. Lama kelamaan hal tersebut dirasakan
oleh pemerintah dan untuk menindak lanjutinya dengan diadakan
mengikuti even-even penting kesenian tradisional tingkat nasional
maupun internasional seperti halnya mengikuti pertunjukan tari
maupun wayang topeng Malangan di Thailand pada bulan Maret
2013 dan melakukan pertunjukan setiap bulan sekali pada hari
senin legi di padepokan asmoro bangun yang di pimpin oleh bapak
Handoyo dan di setiap bulan suro (bulan dalam kalender Jawa)
menyelengarakan pertunjukkan di padepokan yang ada di
Kabupaten Malang. Berkaitan dengan pelestarian kesenian budaya
lokal topeng Malangan maka perlu adanya pengembangan dan
pengelolaan sektor kebudayaan yang tidak mungkin dapat berdiri
sendiri karena baik secara langsung maupun tidak langsung akan
di pengaruhi oleh berbagai lingkup strategis peran pemerintah,
antara lain: Pertama, arus globalisasi, yang terjadi secara modial
dan bersifat multidimensi akan membawa dampak perubahan
terhadap kehidupan bangsa dan Negara Indonesia. Kedua,
reformasi yang timbul akibat ditekannya berbagai aspek kehidupan
oleh pemerintahan yang bersifat otoriter sehingga aspirasi rakyat
tidak dapat disalurkan secara utuh dan normal. Ketiga, adanya
perubahan sistem pemerintahan dan sistem sentralisasi ke sistem
desentralisasi. 4 4 Sedarmayanti., 2005, Membangun Kebudayaan
dan Pariwisata (Bunga Rampai Tulisan Pariwisata), Bandung 7
Hal ini terjadi dengan ditetapkannya UU Nomor 12 Tahun 2008
tentang Pemerintah Daerah dan Surat Keputusan Bupati Malang
No.180/696/KEP/421.013/2012 tentang penetapan penerimaan
belanja hibah bidang kesenian dan budaya tahun anggaran 2012
melakukan program pembinaan oleh pemerintah yang diberikan
kepada para pelaku kesenian yang eksis dan benar-benar
membutuhkan bantuan. Apabila kita cermati antara tugas Negara
yang tercantum dalam berbagai peraturan perundang-undangan
jelas tergambar bahwa Negara ini lahir untuk memberikan
pelayanan kepada rakyatnya. Sementara itu, keputusan kebijakan
(policy demands) didefinisikan sebagai keputusan – keputusan
yang di buat oleh pejabat-pejabat pemerintah yang mengesahkan
atau memberi arah dan substansi kepada tindakan-tindakan
kebijakan publik. Termasuk dalam kegiatan ini adalah menetapkan
undang-undang, memberikan perintah-perintah eksekutif atau
pernyataan-pernyataan resmi, mengumumkan peraturan
administrative atau membuat interprestasi yuridis terhadap
UndangUndang. Dengan adanya kebijakan tersebut, maka secara
otomatis mengalami peningkatan untuk melestarikan kesenian
budaya topeng Malangan. Untuk itu banyak cara-cara yang dapat
digunakan dalam melestarikan kesenian budaya lokal agar tidak
semena-mena diklaim bangsa lain. Hal inilah yang perlu dicermati
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Malang untuk dapat
melestarikan kesenian budaya lokal yaitu topeng Malangan. Hal
ini mungkin dapat diatasi dengan salah satu hal yang selama ini
masih dikembangkan 8 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kabupaten Malang dalam melestarikan kesenian budaya , yaitu
melakukan pengelolaan dan pembinaan dengan cara sedikit banyak
memberikan bantuan, melakukan pengembangan dengan
mengadakan pameran, festival, lomba, maupun pertunjukkan di
Malang raya antar daerah maupun keranah internasional. Namun
dewasa ini hanya tinggal beberapa kelompok wayang topeng yang
masih bertahan dan banyak diantaranya didesak mundur oleh
tontonan - tontonan baru yang lebih digemari oleh masyarakat
setempat. Beberapa pecinta budaya muncul kekawatiran akan
kepunahan wayang topeng ini. Oleh karena itu penulis juga
berusaha ikut mengambil peran dalam pelestarian kesenian topeng
Malang-an dengan mengambil salah satu gaya wayang topeng
Malang -an yang masih dipertahankan secara turun temurun yakni
wayang topeng Karangpandan untuk dijadikan obyek penelitian.
Dengan demikian dalam penelitian ini, fokus penelitiannya adalah
pada Kebijakan Pemerintah Kabupten Malang terhadap pelaku
kesenian budaya topeng Malangan. Sehingga penulis tertarik untuk
lebih jauh meneliti dan mencoba untuk melihat dari dekat
mengetahui dan menganalisa secara cermat problem tersebut,
sehingga peneliti dapat mengangkat pemasalahan tersebut tentang
“Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Malang dalam
Pelestarian Kesenian Budaya Lokal Topeng Malangan”. B.
Rumusan Masalah Perumusan masalah merupakan hal yang sangat
penting dalam suatu penelitian maka dalam penelitian ini dapat
penulis rumuskan sebagai berikut : 9 1. Bagaimana Kebijakan
Pemerintah Kabupaten Malang dalam pelestarian kesenian budaya
lokal topeng malangan? 2. Faktor pendukung dan penghambat apa
sajakah yang mempengaruhi kebijakan pemerintah dalam
pelestarian kesenian budaya lokal topeng malangan? C. Tujuan
Penelitian Dilakukannya suatu penelitian adalah untuk mencapai
tujuan – tujuan tertentu, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut: 1. Untuk mengidentifikasi kebijakan Pemerintah Daerah
Kabupaten Malang dalam pelestarian kesenian budaya lokal
topeng Malangan. 2. Untuk mengidentifikasi faktor pendukung
dan penghambat apa sajakah yang mempengaruhi kebijakan
Pemerintah Daerah dalam pelestarian kesenian budaya lokal
topeng Malangan. D. Manfaat penelitian Setelah mengetahui
rumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah diuraikan di
atas, juga diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut : 1.
Secara Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan
ataupun bahan referensi dalam konsep perumusan kebijakan
Pemerintah Kabupaten Malang dalam pelestarian kesenian budaya
lokal topeng Malangan, sekaligus juga sebagai bahan informasi
dalam rangka menambah wawasan bagi Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Kabupaten Malang. 10 2. Manfaat Praktis Penelitian
ini dapat memberikan informasi dan masukan kepada Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Kabupten Malang yang bisa dijadikan
pijakan dalam menentukan suatu pendapat dan peran sertanya
dalam mengembangkan kesenian budaya lokal topeng Malangan.
Selain itu dapat dimanfaatkan sebagai sumbangan pemikiran
dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah dengan
menetapkan surat keputusan bahwa wayang topeng Malangan
sebagai semboyan Malang Raya. E. Definisi Konseptual Definisi
konseptual bersandar pada tema penelitian dan latar belakang
masalah, maka dapat ditemukan konsep yang perlu didefinisikan
dengan tujuan agar peneliti dan pembaca memiliki kesamaan
persepsi dan pemahaman. Dalam penelitian ini ada beberapa
konsep yang perlu untuk didefinisikan antara lain adalah : 1.
Kebijakan Pengertian kebijakan yang dikemukakan oleh Anderson
dalam Nugroho mendefinisikan kebijakan sebagai “A relative
stable, purposive course of action followed by an actor or set of
actor in dealing with a problem or matter of concern.” Kebijakan
merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang
ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi
suatu masalah atau persoalan.5 Senada dengan hal di atas Dye 5
Riant Nugroho. 2009. Public Policy, Jakarta : Elex Media
Komputindo. Hlm: 83. 11 dalam Widodo mengemukakan bahwa
dalam sistem kebijakan terdapat tiga elemen yaitu “(a)
stakeholders kebijakan, (b) pelaku kebijakan (policy contents), dan
(c) lingkungan kebijakan (policy environment)”.6 Berdasarkan
teori tersebut dapat disimpulkan bahwasannya suatu kebijakan di
buat oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu yang
didalamnya terdapat pelaku pelaku yang terlibat dalam mengatasi
masalah yang timbul dari lingkungannya. Proses lengkapnya dapat
dilihat sepeperti gambar dibawah ini: Bagan 1 Konsep sistem
Kebijakan Sumber: Kesimpulan penulis menurut Dye dalam
widodo (2008) 2. Pemerintah Daerah Dalam Undang-undang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah dan Surat
Keputusan Bupati Malang No.180/696/KEP/421.013/2012 tentang
penetapan penerimaan belanja hibah bidang kesenian dan budaya
tahun anggaran 2012. Bahwasanya Kepala Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kabupaten Malang bertanggung jawab dalam
melakukan pengawasan secara administratif maupun teknis atas
pemberian belanja hibah yang diberikan 6 Joko Widodo. 2008.
Analisis Kebijakan Publik. Jakarta: Bayumedia. Hlm: 13.
KEBIJAKAN (isi) AKTOR (Pelaku kesenian dan Pemerintahan)
KONDISI EKONOMI, POLITIK, AGAMA, PENDIDIKAN
CAPAIAN (Hasil) 12 kepada organisasi kelompok kesenian dan
budaya di wilayah Kabupaten Malang yang eksis dan benar-benar
membutuhkan bantuan. 3. Pelestarian Kesenian Topeng Malangan
Budaya Lokal a. Definisi Pelestarian Budaya Lokal Mengenai
pelestarian budaya lokal, Jacobus Ranjabar (2006:114)
mengemukakan bahwa pelestarian norma lama bangsa (budaya
lokal) adalah mempertahankan nilai-nilai seni budaya, nilai
tradisional dengan mengembangkan perwujudan yang bersifat
dinamis, luwes dan selektif, serta menyesuaikan dengan situasi dan
kondisi yang selalu berubah dan berkembang. Upaya pelestarian
kesenian budaya sebagai aset jati diri dan identitas sebuah
masyarakat di dalam suatu komunitas seni budaya menjadi bagian
yang penting ketika mulai dirasakan semakin kuatnya arus
globalisasi yang berwajah modernisasi ini. Pembangunan sektor
kesenian budaya selanjutnya juga akan menjadi bagian yang
integral dengan sektor lain untuk mewujudkan kondisi yang
kondusif di tengah masyarakat.7 b. Kesenian Budaya Dalam kajian
kebudayaan, kesenian dapat dijadikan pokok perhatian khusus
yang didalamnya pun dipilah satuan-satuan permasalahan yang
lebih khusus lagi. Filsafat seni atau “teori keindahan”, adalah
bagian saja,meskipun 7 Joharnoto, Puji. 2005. Museum dalam
Pelestarian Budaya. Dalam Makalah Lokakarya perseuman di
Kabupaten Kendal Tanggal 15-17 Juni 2005. Diterbitkan di
website http://larantuka.com/blog/melestarikan-kebudayaan-
lokal.html 13 bagian yang teramat penting, dari keseluruhan
pranata kesenian, dan pranata tersebut dapat dilihat sebagai suatu
keterpanduan sistemik. Dalam hal ini, kesenian wayang topeng
mengalami perkembangan seirama dengan perkembangan alam
pikiran manusia pendukungnya. Perkembangan ini tampak dalam
wujud bentuk, teknik pakeliran dan peranannya dalam kehidupan
manusia. Sementara manusia hidup dalam alam pikiran animis,
kesenian wayang topeng umumnya selalu dikaitkan dengan ritus
yakni dimanfaatkan sebagai media pemujaan terhadap roh leluhur.
Oleh sebab itu topeng malang-an ini mempunyai sifat yang sakral.
c. Definisi Topeng Topeng adalah benda dari kertas, kayu, plastik,
kain, atau logam yang dipakai menutup wajah seseorang. Topeng
telah menjadi salah satu bentuk ekspresi paling tua yang pernah
diciptakan manusia. Pada sebagian besar masyarakat dunia, topeng
memegang peranan penting dalam berbagai sisi kehidupan, karena
menyimpan nilai-nilai magis dan juga religis. Peranan topeng yang
besar sebagai simbol-simbol khusus dalam berbagai uparaca dan
kegiatan adat. Topeng di berbagai daerah umumnya dapat berupa
aktifitas penghormatan berupa adegan sesembahan (pemujaan)
atau memperjelas watak (karakter) tertentu dalam sajian seni
pertunjukan. Bentuk topeng bermacam-macam, hal ini disebabkan
oleh prilaku adaptif dari manusia yang mengimitasi berbagai
objek, misalnya menggambarkan binatang dalam bentuk atraksi
ritual ‘perburuan’, menggambarkan roh-roh atau mahluk- 14
mahluk mitolisi tertentu. Pada perkembangannya, topeng lebih
sepesifik juga menggambarkan watak manusia, dan tempramental
emosionalnya, seperti: marah, ada yang lembut, dan adapula yang
kebijaksanaan. d. Topeng Malangan Topeng Malangan di lihat dari
konsep tersebut menunjukan bahwa bagaimana sebuah daerah
yang mempunyai sebuah Budaya khas di Indonesia. Sebagai ciri
khas atau budaya, seharusnya daerah tersebut bisa memberdayakan
sesuai dengan peraturan budaya lokal yang ada di daerahnya.
Malang sebagai daerah yang menjadi objek kita dalam meneliti
adalah salah satu dari banyak daerah yang mempunyai ciri khas
yang dimana di segani oleh daerah lain di Indonesia, yaitu
“Topeng Malangan”. Topeng malangan pun biasanya di
pertunjukan dalam acara- acara yang di selenggarakan oleh
pemerintah daerah Malang, akan tetapi hanya beberapa kali,
sehingga warga Malang seharusnya bisa mempertahankan budaya
tersebut. Topeng Malangan di daerah Malang sekarang cukup
langka, karena budaya di daerah Malang belum bisa
membudayakan bagaimana supaya seni “Topeng Malangan“ ini
bisa menjadi objek utama di Malang, sekarang Malang menjadi
area pendidikan dan wisata, dimana banyak perantauan yang
singgah di kota ini , sehingga disini budaya topeng Malangan ini
bisa popular lagi dan menjadi objek inti dalam suatu acara atau
perkumpulan budaya dalam festifal – festifal di Malang. 15 F.
Definisi Operasional Definisi Operasional merupakan suatu unsur
yang memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variable.
Untuk menilai variable dapat dilihat melalui indikator yang ada.
Adapun indikator penelitian ini adalah: 1. Kebijakan Pemerintahan
Dearah Kabupaten Malang dalam pelestarian budaya lokal topeng
Malangan a. Isi Kebijakan b. Strategi pelestarian budaya lokal
topeng Malangan c. Kondisi Budaya Lokal Topeng Malangan di
Kabupaten Malang dalam keterkaitan fungsionalnya dapat ditinjau
dari berbagai segi kehidupan lain seperti ekonomi, agama, politik,
dan pendidikan d. Faktor yang menjadi pendukung dan
penghambat dalam penerapan kebijakan G. Metode Penelitian
Metode yang bersifat ilmiah diperlukan dalam melakukan
penelitian ilmiah yang bertujuan untuk mencari data mengenai
suatu masalah. Metode yang bersifat ilmiah adalah suatu metode
penelitian yang sesuai dengan permasalahan yang diteliti sehingga
data-data yang dikumpulkan dapat menjawab permasalahan yang
teliti. Istilah “metodologi” berasal dari kata “metode” yang berarti
“jalan ke”, namun demikian menurut kebiasaan metode
dirumuskan, dengan kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut :
1. Suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan
penilaian. 2. Suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam
penelitian dan penilaian. 3. Suatu teknik yang umum bagi ilmu
pengetahuan 16 4. Cara tertentu untuk melaksanakan suatu
prosedur8 Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif
kualitatif yang berusaha memberikan gambaran sekaligus
menerangkan fenomena-fenomena yang ada sebagai prosedur
pemecahan masalah yang diselidiki dari keadaan yang ada di
masyarakat pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang
tampak atau sebagaimana mestinya sesuai dengan permasalahan
penelitian. Menurut Soerjono Soekanto, jenis penelitian ini
deskriptif kualitatif, yaitu suatu penelitian yang dimaksudkan
untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang budaya,
keadaan atau gejalagejalannya. Maksudnya adalah mempertegas
hipotesis agar dapat membantu di dalam memperkuat teori-teori
lama atau di dalam kerangka menyusun teori-teori baru.9 2.
Sumber Data Sumber data merupakan tempat data diperoleh.
Sumber data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah :
a. Data Primer Data Primer yaitu data yang diperoleh secara
langsung dari narasumber penelitian. Sumber datanya dengan
melakukan teknik 8 Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian
Hukum. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UIPress). 1986.
Hlm:5 9 Ibid. (Soerjono Soekanto,1986:10).Hlm:17 17 wawancara
langsung kepada orang-orang yang dianggap tahu dan dapat
dipercaya untuk menjadi sumber data atau informasi yang dapat
memberikan sejumlah informasi yang dibutuhkan sebagai data
pelengkap penelitian ini. Dalam hal ini penulis sengaja
menentukan orang-orang yang memberikan informasi dengan
pertimbangan narasumber yang dipilih tersebut berkualitas dan
benar-benar kenyataan dalam memberikan informasi yang
dibutuhkan. Data primer juga bisa digunakan sebagai bahan
pertimbangan data sekunder. b. Sumber Data Sekunder Sumber
data sekunder dalam penelitian ini yaitu dengan teknik mencari
data melalui sumber informasi yang ada seperti, buku-buku,
internet, arsip, majalah, dan berkas-berkas benda topeng Malangan
hasil karyanya yang dipotret dan sumber data lainnya yang terkait
dengan permasalahan penelitian. 3. Teknik Pengumpulan Data
Sebagai upaya untuk mengumpulkan data-data dari berbagai
sumber data di atas, penulis menggunakan teknik pengumpulan
data yang meliputi : a. Observasi Observasi adalah teknik
pengumpulan data dengan menggunakan kegiatan pengamatan
tanya jawab/wawancara dan pencatatan secara sistematis yang
langsung terhadap gejala-gejala dan peristiwa yang 18 diteliti.
Data yang diperoleh dari metode observasi dengan cara mengamati
pelaksanaan kebijakan tentang pelestarian budaya lokal yang ada
di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Malang. b.
Interview (Wawancara) Wawancara adalah suatu cara untuk
mendapatkan data dengan mengandalkan hubungan secara lisan
atau tanya jawab yang tidak beraturan. Percakapan tersebut
dilakukan dengan dua orang pihak, yaitu wawancara (interviewer)
yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancara (interviewer)
yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.10 Interviewer
dalam mengumpulkan data ini bertujuan untuk mengumpulkan
keterangan yang dikumpulkan melalui sumber data yang tersedia.
Dalam penelitian ini peneliti akan melakukan wawancara dalam
bentuk wawancara terstruktur, yaitu wawancara yang disusun
secara terperinci atau jelasnya menggunakan draft pertanyaan
dengan pihakpihak yang dapat memberikan penjelasan yang
berkaitan dengan penelitian yang akan diteliti. Dengan maksud
wawancara yang dilakukan peneliti akan tetap dalam lingkup
peneliti dan tidak meluas pada masalah-masalah lain. 10 Lexy J.
Moleong. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT.
Remaja Resdarya. Hlm:135 19 c. Teknik Dokumentasi Metode
Dokumentasi adalah suatu cara pengumpulan data melalui arsip,
buku-buku, pendapat/delik, dan lain-lain yang berhubungan
dengan masalah penelitian yang diambil. Data yang didapat dari
hasil penelitian melalui dokumen ini adalah data pelengkap dan
cara pencatatan, pengutipan, dan pengambilan foto dokumentasi
dari kegiatan pelaksanaan pameran maupun pementasan untuk
melestarikan kesenian budaya topeng Malangan, dan sumber
lainnya untuk melengkapi data yang diperoleh langsung dari
responden yang terkait dengan kepentingan penelitian. 4. Subyek
Penelitian Subyek penelitian berkaitan dengan sumber informasi
berupa orang yang bisa memberikan informasi secara lengkap
terkait dengan masalah penelitian. Dalam hal ini, subjek penelitian
yang kami gunakan adalah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kabupaten Malang, Badan Pusat Statistik Kabupaten Malang, dan
penerus kesenian topeng Malangan di sanggar seni topeng asmoro
bangun oleh bapak Handoyo. 5. Lokasi Penelitian Tempat lokasi
penelitian merupakan tempat dimana wilayah yang akan menjadi
tempat peneliti sebagai objek lapangan dimana peneliti
mendapatkan informasi, gambaran, data-data yang diteliti dari
tempat 20 tersebut. Tempat penelitian yang di maksud adalah
Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Malang. 6.
Teknik Analisis Data Teknik analisis data merupakan langkah
yang harus dilakukan setelah data-data terkumpul sehingga dalam
penelitian teknik analisis data merupakan hal yang sangat penting
agar data-data yang sudah terkumpul yang diperoleh dapat
diinterprestasikan kemudian ditarik kesimpulan logis secara
induktif sebagai hasil penelitian yang dapat
dipertanggungjawabkan dan memberikan jawaban dari
permasalahan yang diteliti. Dalam proses analisis terdapat 3 (tiga)
komponen utama, yaitu: a. Reduksi Data Reduksi data merupakan
komponen pertama dalam analisis yang merupakan proses seleksi,
pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data dari fieldnote.
Dalam penelitian ini data di analisis secara normative melalui studi
literature dan hasil analisis bersifat kualitatif dalam bentuk
deskripsi atau uraian.11 Maksudnya diatas, dimana peneliti
merangkum hal-hal yang penting agar bisa mendapatkan gambaran
yang lebih jelas dan memudahkan peneliti untuk mengumpulkan
data selanjutnya. 11 Ibid. (Lexy J. Moleong, 2000:135). Hlm:20.
21 b. Sajian Data Sajian data merupakan suatu rakitan organisasi
informasi deskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan
simpulan penelitian dapat dilakukan. Sajian data selain dalam
bentuk narasi kalimat juga dapat meliputi berbagai gambar, atau
skema, jaringan kerja berkaitan dengan kegiatan sebagai
pendukung narasinya. Maksud dari penjelasan diatas, dimana
peneliti menyajikan data-data yang telah diperoleh dari proses
pengumpulan data. c. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi
Kesimpulan akhir tidak akan terjadi sampai pada waktu proses
pengumpulan data berakhir. Kesimpulan tersebut perlu diverifikasi
agar mantap dan benar-benar bisa dipertanggungjawabkan. Pada
waktu pengumpulan data sudah berakhir, peneliti mulai melakukan
usaha untuk menarik kesimpulan dan verifikasinya berdasarkan
pada semua hal yang terdapat dalam reduksi maupun sajian
datanya. Jika kesimpulan dirasa kurang mantap karena kurangnya
rumusan dalam reduksi maupun sajian datanya, maka peneliti
dapat kembali melakukan kegiatan pengumpulan data yang sudah
terfokus untuk mencari pendukung kesimpulan yang ada dan juga
bagi pendalaman data. 12 Sehingga peneliti dapat menarik
kesimpulan bahwa adanya kesimpulan yang menjadi titik temu
dari data-data yang terkumpul agar bisa menemukan jawaban
dalam penelitian tersebut. 12 HB. Sutopo. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Surakarta:UNS Press. 2002. Hlm : 96. 22

Anda mungkin juga menyukai