Anda di halaman 1dari 17

1

KESENIAN SAMPYONG: PERMATA KHAS MAJALENGKA


YANG MULAI LANGKA

Oleh:

Wilman Muhamad Azidan / F1D020044

Jurusan Ilmu Politik FISIP Universitas Jenderal Soedirman

ABSTRAK
Artikel ini bertujuan untuk ikut andil dalam pelestarian kesenian
sampyong di Majalengka dan mengenalkan kepada generasi muda tentang
kesenian sampyong. Lebih dari itu, artikel ini diharapkan memantik seluruh
masyarakat Indonesia untuk menjaga kesenian lokal. Dengan menggunakan
metode penulisan deskriptif-argumentatif, artikel ini ingin mengungkapkan
bahwa saat ini, banyak generasi muda Majalengka yang bahkan tidak mengetahui
apa itu sampyong. Kesenian sampyong ini juga kurang mendapat perhatian dari
pemerintah dan masyarakat sendiri. Oleh karena itu, di dalam artikel ini akan
dibahas seluk-beluk kesenian sampyong, mulai dari sejarah, konsep-konsep, dan
nilai-nilai kearifan lokal kesenian sampyong. Selain itu, artikel ini akan
membahas bagaimana peran mahasiswa untuk turut serta dalam pelestarian
kesenian sampyong. Di bagian penutup juga dijelaskan saran-saran kepada
Pemerintah Daerah Majalengka dan mahasiswa Majalengka dalam melestarikan
kesenian sampyong.

Kata Kunci: Sampyong, Kesenian, Pelestarian

PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara yang sangat luas, terdiri dari berbagai macam
suku yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Dari keberagaman suku tersebut,
terciptalah pula bermacam-macam kebudayaan dan kesenian daerah. Kebudayaan
adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam
kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. 1
Kesenian merupakan keseluruhan sistem yang melibatkan proses penggunaan
imajinasi manusia secara krearif di dalam sebuah kelompok masyarakat dengan

1. Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009), 144.


2

kebudayaan tertentu.2 Lahirnya sebuah kesenian daerah dipengaruhi oleh berbagai


faktor, antara lain mata pencaharian, kepercayaan, pendidikan, dan letak
geografis. Jenis kesenian yang ada tersebut di antaranya adalah seni musik, seni
rupa, dan seni tari. Kesenian muncul karena adanya masyarakat itu sendiri,
sehingga perwujudan seni yang ada di suatu masyarakat merupakan cerminan
kepribadian dari masyarakat tersebut.

Hampir setiap daerah di Indonesia memiliki kesenian yang berbeda


pula. Kesenian tradisional adalah seni yang berakar atau diciptakan oleh suatu
masyarakat, serta telah dirasakan sebagai milik sendiri oleh masyarakat tersebut.
Sejalan dengan pertumbuhannya, kesenian tradisional diwariskan secara turun
temurun dari satu generasi ke generasi seterusnya. Kesenian tradisional adalah
kesenian yang sejak lama turun temurun hidup dan berkembang pada suatu daerah
masyarakat etnik tertentu yang perwujudannya mempunyai peranan tertentu
dalam masyarakat pendukungnya. Kesenian tradisional memiliki peran yang
sangat krusial dalam meningkatkan semangat nasionalisme, karena di dalamnya
mengandung nilai-nilai jati diri bangsa. Oleh karena itu, kesenian tradisional
merupakan salah satu kekayaan bangsa yang seharusnya dilestarikan dan
ditumbuh kembangkan secara terus agar nilai-nilai tersebut tetap utuh dan dan
tidak tergerus oleh hiburan lain yang dianggap lebih modern, seperti hip hop, jazz,
EDM, dan rock.

Pada kenyataannya, tidaklah mudah untuk mempertahankan kesenian


tradisional untuk tetap eksis dan berkembang di masyarakat. Hal ini disebabkan
oleh semakin kokoh berdirinya benteng besar bernama globalisasi. Banyak
pengaruh terhadap perkembangan kesenian tradisional yang disebabkan oleh
derasnya arus globalisasi. Kencangnya laju pertumbuhan teknologi informasi dan
komunikasi bagaikan dua mata pisau, menimbulkan dampak bagi kesenian
tradisional, baik itu yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif. Salah satu
dampak positifnya adalah kesenian tradisional kita bisa lebih mudah untuk dikenal

2. Rino Rizal Teguh Prasetya, “Pengertian dan Definisi Kesenian Menurut Para Ahli,”
diakses pada 6 Desember 2020, https://vioplace.wordpress.com/2013/01/23/9/.
3

oleh banyak orang, bahkan dari negara lain. Namun, bagaimana jika ternyata
kebudayaan tradisional dari negara lain yang masuk dan merusak keutuhan dan
menghancurkan jati diri bangsa kita? Itulah salah satu dampak negatifnya.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi tersebut telah menjadi media
difusi yang mujarab. Pilihan hiburan bagi masyarakat semakin banyak. Hal ini
menyebabkan masyarakat cenderung tidak tertarik lagi untuk menikmati kesenian
tradisional daerahnya sendiri. Kecenderungan untuk melestarikan budaya sendiri
juga semakin memudar, sehingga eksistensi kesenian tradisional pada zaman
sekarang relatif berkurang.

Berkembangnya zaman tentu akan berpengaruh terhadap eksistensi


keberadaan kesenian secara perlahan. Selain adanya faktor pengaruh yang berasal
dari luar, perkembangan kesenian tradisional juga ditentukan oleh seniman dan
masyarakat pendukungnya. Kesenian tradisional ini bisa saja punah, tersingkir
oleh budaya asing, atau mampu bertahan dengan menyesuaikan perkembangan
zaman dengan cara merubah nilai-nilai sakral di dalamnya. Tidak sedikit kesenian
tradisional Indonesia yang dulu menjadi kebanggaan, sekarang sudah jarang
ditemui, atau sudah dimodifikasi mengikuti tren terkini.

Majalengka merupakan salah satu kabupaten yang berada di kawasan


Jawa Barat yang memiliki bermacam seni tradisional yang khas. Kabupaten
Majalengka berbatasan dengan Kabupaten Indramayu di utara, Kabupaten
Cirebon dan Kabupaten Kuningan di timur, Kabupaten Ciamis di selatan, dan
Kabupaten Sumedang di Barat. Sebagian besar seni tradisional yang ada di
Majalengka kurang lebih mirip dengan seni tradisional lain yang ada di Jawa
Barat. Akan tetapi, ada salah satu kesenian yang berasal asli dari daerah
Majalengka. Nama kesenian tersebut adalah Sampyong. Sam berarti tiga dan
pyong artinya pukulan. Sampyong merupakan permainan tradisional adu
ketangkasan dan kekuatan yang dilakukan oleh dua orang, dan satu orang sebagai
malandang atau wasit. Pada kesenian Sampyong, digunakan alat yang terbuat dari
rotan berukuran kurang lebih 60 cm yang digunakan untuk memukul betis dari
lawan. Kesenian Sampyong sudah mulai eksis di Cibodas, Kecamatan
4

Majalengka, pada tahun 1960, lalu mulai menyebar ke daerah lain di antaranya
Sindangkasih, Kulur, Simpeureum, dan Munjul. Semakin berkembangnya zaman,
eksistensi kesenian Sampyong ini mulai menurun. Bahkan, banyak generasi muda
Majalengka yang tidak mengetahui kesenian ini.

Berdasarkan hal tersebut, saya tertarik untuk membahas lebih jauh


mengenai kesenian Sampyong yang berasal dari daerah Kabupaten Majalengka
ini, dengan harapan bisa menarik minat generasi muda untuk terus melestarikan
dan menghidupkan kembali kesenian Sampyong ini.

SEJARAH SAMPYONG
Mengenai sejarah awal mula permainan ini, sebenarnya belum
diketahui secara pasti dan konkret. Sumber-sumber tertulis yang ada pun tidak
menjabarkan secara jelas dan rinci kapan tepatnya Sampyong mulai dimainkan.
Sampyong sudah dikenal sejak zaman Kesultanan Cirebon. Pada masa tersebut,
Sampyong dipergunakan untuk menyeleksi calon-calon prajurit kesultanan
tersebut.
Sementara itu, apabila ditinjau dari cerita mulut ke mulut, permainan
Sampyong berawal dari munculnya sebuah permainan yang bernama Ujungan.
Permainan ini mulai dimainkan sekitar dekade 1950 sampai 1960 oleh anak-anak
gembala di Desa Cibodas, sebuah desa di daerah Majalengka bagian selatan.
Ujungan dilakukan untuk mengisi waktu luang ketika anak-anak
menggembalakan ternaknya. Permainan saling pukul menggunakan rotan ini
memiliki tujuan awal untuk memilih pemimpin di antara mereka, dan untuk
menentukan pembagian wilayah gembala mereka.3
Seiring berjalannya waktu, permainan Ujungan ini mulai berkembang
menjadi permainan orang dewasa. Permainan Ujungan ini bisa dikatakan
permainan yang “bebas” karena membolehkan pemainnya untuk memukul seluruh
bagian tubuh. Seorang pemain juga dapat memukul atau dipukul sebanyak-

3. Nurul Diva Kautsar, “Mengenal Sampyong, Tradisi Unik Memukul Betis Khas
Majalengka,” diakses pada 6 Desember 2020, https://m.merdeka.com/jabar/mengenal-sampyong-
tradisi-memukul-betis-unik-khas-majalengka.html?page=all
5

banyaknya tanpa ditangkis, sampai pemain tidak kuat lagi menahan rasa sakitnya
dan dinyatakan kalah. Untuk menghindari luka di bagian kepala, para pemain
menggunakan semacam alat pengaman di kepala, alat ini dinamakan balakutak.
Dianggap terlalu berbahaya karena diperbolehkan memukul seluruh anggota
tubuh, lalu banyak sekali korban akibat mengikuti permainan ini, maka para tokoh
permainan Ujungan menyederhanakan dan membuat peraturan permainan.4
Kemudian, muncullah permainan Sampyong, yaitu bentuk sederhana
dari permainan Ujungan. Kata Sampyong ini terdiri dari dua kata yang berasal
dari bahasa Cina, dengan “Sam” yang berarti tiga, dan “Pyong” artinya pukulan.
Banyak pedagang dari Negeri Cina yang sedang singgah di Kota Majalengka pada
saat itu, dan sering menyaksikan bahkan menyukai permainan ini. Sejak berubah
menjadi Sampyong, kesenian ini bentuknya bukan lagi permainan adu kekuatan
dan ketangkasan, melainkan cenderung menyerupai seni pertunjukkan karena
selama berlangsung, Sampyong diiringi waditra atau alat musik. Dengan
penyederhanaan dari para tokoh, Sampyong setidaknya memiliki tiga peraturan
pokok, yaitu:
1. Seorang pemain hanya diperbolehkan memukul sebanyak tiga kali.
2. Sasaran pukulan hanya pada betis bagian belakang.
3. Pemain dapat bermain pada kelas yang ditentukan menurut usia,
misalnya golongan anak-anak, dewasa, dan tua.

Sebagai sebuah seni tradisional, Sampyong acap kali disuguhkan pada


acara-acara tertentu, misalnya acara hajatan. Sampyong juga kerap disajikan
bersamaan dengan kesenian lain, yaitu adu domba. Banyak tokoh yang berjasa
dalam upaya pengembangan Sampyong, antara lain Abah Lewo, Abah Sanen,
Mang Karta, dan K. Almawi. Kelompok Sampyong pimpinan K. Almawi yang

4. Bagus Ramadhan, “Sampyong, Seni Pertarungan Tradisional dari Majalengka,” diakses


pada 7 Desember 2020, https://www.goodnewsfromindonesia.id/2015/09/04/sampyong-seni-
pertarungan-tradisional-dari-majalengka.
6

bernama Mekar Padesan bahkan pernah melakukan pentas di Taman Mini


Indonesia Indah, Taman Budaya Bandung, dan di Pulau Bali.5

KONSEP-KONSEP KESENIAN SAMPYONG


Majalengka, kota yang kerap dijuluki Kota Angin ini ternyata
menyimpan bermacam kesenian yang unik, salah satunya adalah Sampyong.
Sampyong merupakan kesenian tradisional yang berasal dari Kabupaten
Majalengka, Jawa Barat. Sampyong ini merupakan bentuk penyederhanaan dan
penyempurnaan dari kesenian Ujungan. Kesenian ini merupakan sebuah
permainan adu ketangkasan dan kekuatan, memukul atau dipukul dengan
menggunakan alat yang terbuat dari rotan berukuran kurang lebih 60 cm. Selama
permainan berlangsung, turut pula dimainkan musik-musik khas Sunda, dan tentu
alat musik yang digunakan pun merupakan alat musik tradisional Sunda.
Sampyong ini juga eksis dimainkan di wilayah-wilayah lain sekitar Majalengka,
seperti Indramayu dan Cirebon.
Sampyong mempunyai lima komponen pendukung, yaitu:

1. Pemain atau partisipan yang terdiri dari 12 orang, yaitu 2 orang


sebagai pemain, 1 orang wasit, dan 9 orang sebagai pemain alat
musik.
2. Alat, yaitu dua buah rotan berukuran 60 cm.
3. Alat musik pengiring, terdiri dari gamelan, kendang, terompet,
sepasang kecrek, dua pasang gong, boning, saron, dan rebab.
4. Busana, menggunakan pakaian Sunda Buhun (khas leluhur) yang
berwarna hitam-hitam, juga ditambah ikat kepala yang disebut
balakutak.
5. Musik-musik yang dibawakan, biasanya berbahasa Sunda, dan ada
pula lagu-lagu buhun seperti Kembang Gadung, terkadang juga
diselipkan lagu dangdut.6

5. Asikin Hidayat, “KESENIAN SAMPYONG MAJALENGKA,” diakses pada 7 Desember


2020, http://sanggarsenipanghegar.blogspot.com/2016/02/kesenian-sampyong-
majalengka.html?m=1
7

Sampyong setidaknya memiliki tiga aturan baku, yakni:

• Seorang pemain hanya boleh memukul lawannya sebanyak tiga


kali.
• Sasaran pukul hanya sebatas betis bagian belakang.
• Pemain bermain berdasarkan kelas yang ditentukan, yaitu mengacu
pada usia pemain.7

Kesenian ini merupakan sebuah bentuk seni ketangkasan yang


memadukan seni bela diri, seni tari, dan seni musik. Seni bela diri terlihat dari
cara bermain yaitu memukul dan dipukul. Pada praktiknya, pemain
mempertontonkan jurus-jurus pencak silat dan menunjukkan kepiawaiannya
dalam ibing pencak (pencak tari). Tak hanya itu, malandang juga melakukan
gerak-gerak ibing pencak pada saat memimpin jalannya permainan. Oleh karena
itu, terdapat unsur seni tari pada Sampyong ini. Berbagai alat musik tradisional
Sunda juga turut mengiringi jalannya permainan ini, itulah sebabnya pada
Sampyong terdapat unsur seni musik.
Salah satu hal menarik dari Sampyong adalah ketika hendak memukul
betis lawan, seorang pemain harus mengikuti pola ketukan irama yang dialunkan
oleh para pemain alat musik. Pada saat memimpin jalannya pertandingan,
malandang meneriakkan kata “Biluuuk!” kepada para pemain. Setelah mendengar
itu, barulah para pemain bersiap untuk memukul dan siap juga untuk dipukul,
sesuai giliran masing-masing. Sampyong ini sering dihidangkan pada acara-acara
adat, seperti acara hajatan, upacara adat, dan syukuran panen. Berikut adalah
urutan pertunjukan kesenian Sampyong:
1. Seluruh peserta memasuki arena, dipimpin oleh seorang wasit
(malandang), melakukan penghormatan kepada penonton dengan
iringan lagu Golempang.
2. Pertunjukan eksibisi, dimainkan oleh dua orang tokoh sampyong,
sebagai pertunjukan pembuka.

6. Kemendikbud, “Permainan Sampyong,” diakses pada 7 Desember 2020,


https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailCatat=460.
7. Ibid.
8

3. Pertunjukan utama, pemain saling berhadapan menurut gilirannya


masing-masing.8

Di daerah selain Majalengka, terdapat beberapa perbedaan bahasa dan


lagu-lagu yang dimainkan. Agar kesenian ini tetap eksis, para tokoh Sampyong
memadukan kesenian ini dengan kesenian lainnya, seperti kesenian adu domba.

NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL KESENIAN SAMPYONG


Pada umumnya, kesenian memiliki nilai-nilai kearifan daerah asalnya.
Nilai-nilai kearifan ini mencerminkan sifat-sifat masyarakat daerah tersebut.
Begitu pula dengan kesenian Sampyong yang memiliki nilai kearifan lokal.
Adapun kesenian Sampyong memiliki fungsi tersendiri yang meliputi empat
unsur. Pertama, kesenian sampyong memiliki nilai-nilai lokal setempat yang
fungsinya sebagai pengiring dalam tradisi upacara-upacara tertentu. Kedua,
sebagai media silaturahmi dan hiburan. Hal ini terlihat dari pementasannya, di
mana tidak terdapat pemisah antara pemain, penonton, dan masyarakat, semuanya
bercampur baur. Ketiga, media pendidikan yang bisa disampaikan dengan
meyelipkan informasi dan masalah-masalah yang berkaitan dengan kebutuhan
hidup masyarakat. Keempat, Sampyong sebagai media hiburan bagi masyarakat.9
Apabila dicermati dari segi ketangkasan, terdapat pula nilai positif. Sampyong
dapat dijadikan sebagai sarana kegiatan yang menjunjung tinggi nilai sportivitas,
persaudaraan, dan membangun rasa nasionalisme dan patriotisme. Kesenian
Sampyong juga memiliki nilai-nilai religius yang dapat terlihat dari filosofi tradisi
Sampyong itu sendiri, yaitu pada awalnya sampyong dilakukan untuk memilih
pemimpin di antara para penggembala, maka orang yang paling kuat dan
tangkaslah yang akan menang. Untuk mendapatkan kekuatan tersebut, tentunya
bisa didapatkan bukan hanya dari ketahanan fisik semata, tetapi disertai dengan
doa kepada Tuhan, atau mungkin pula doa-doa untuk para leluhur yang biasanya
dilakukan di tempat-tempat keramat guna mendapatkan kekuatan. Dengan

8. Ibid.
9. Ibid.
9

demikian, dalam seni sampyong terdapat unsur mistis atau religius. Kesenian
Sampyong juga mengandung visi misi yang membangun, karena dalam
pertunjukannya dihidangkan gambaran mengenai kegagahan, ketangkasan,
kekuatan, dan keberanian yang dapat dijadikan sebagai jati diri masyarakat
Majalengka.
Sampyong, sebagai salah satu seni yang tumbuh di tengah masyarakat
Majalengka, Jawa Barat, adalah salah satu aset yang teramat berharga, dan tak
akan bisa dinilai dengan rupiah. Sampyong menjadi kebanggaan masyarat
Majalengka khususnya, dan Jawa Barat umumnya. Seni tersebut lahir dengan
beribu filosofi, yang tentunya relevan dengan kehidupan masyarakat Majalengka.
Teramat disayangkan apabila kesenian tersebut lenyap tak bersisa begitu saja,
walaupun boleh dikata Indonesia memang mempunyai ragam seni dan budaya
yang lebih dari sekedar itu, tetapi tetap saja sebanyak apapun walaupun harus
lenyap satu persatu nantinya akan habis juga. Dengan demikian perlu kita
perhatikan betul, dan patut dilestarikan salah satu kesenian yang ada di Indonesia
ini, Sampyong bukan hanya milik Majalengka, bukan hanya milik Jawa Barat,
tetapi milik Indonesia, negeri kita tercinta.10
Selain itu, terdapat pula pesan komunikasi dalam kesenian sampyong
Majalengka. Pesan-pesan tersebut disampaikan dengan berbagai macam gerakan
maupun ujaran yang ditunjukkan oleh para pemain pertunjukkan. Keterkaitan
antara bahasa, komunikasi, dan juga kebudayaan dapat dilihat bahwa sampyong
sebagai sebuah pertunjukkan kebudayaan tidak terlepas dari adanya simbol bahasa
yang dikomunikasikan pada saat pertunjukkan berlangsung. Gerakan maupun
ujaran yang ada dalam pertunjukkan sampyong merupakan simbol bagi mereka
untuk berinteraksi dengan khalayak yang menonton pertunjukkan. Cara mereka
menyalurkan stimulus dengan melalui ujaran dan gerakan itulah cara mereka
berkomunikasi dalam suatu konteks kebudayaan yang dilihat dari sebuah
pertunjukkan kesenian. Bentuk komunikasi ini terbagi ke dalam empat bentuk,

10. Muhammad Bahrun Najah, “Sampyong Sebagai Kearifan Lokal Kota Angin
(MAjalengka),” diakses pada 7 Desember 2020, https://budaya-indonesia.org/Sampyong-Sebagai-
Kearifan-Lokal-Kota-Angin-Majalengka.
10

yaitu situasi komunikatif, peristiwa komunikatif, tindak komunikatif, dan aktivitas


komunikatif.11
Situasi komunikatif, situasi komunikatif dalam pertunjukkan sampyong di
Kabupaten Majalengka terjadi pada saat para pemain saling memukul dengan
menggunakan sebuah tongkat yang terbuat dari bambu. Situasi pertunjukkan
dimulai saat malandang atau wasit mulai memasuki ruang yang telah disediakan
disusul dengan para pemain. Pertunjukkan berakhir dengan salam yang dilakukan
oleh para pemain sampyong kepada penonton.

Peristiwa komunikatif, peristiwa komunikatif dalam pertunjukkan


sampyong di Kabupaten Majalengka terdapat beberapa komponen yang ada, yaitu
speaking, yang terdiri dari: setting/scene yang lebih sering pada acara-acara
hajatan, dan acara memperingati ulang tahun Kabupaten Majalengka. Participants
terdiri dari malandang dan juga pemain utama pertunjukkan, selain itu dalam
sampyong dilengkapi oleh pemain gamelan sebagai pengiring pertunjukkan. Ends
pada pertunjukkan sebagai hiburan rakyat semata, juga mengingatkan kepada
masyarakat bahwa Majalengka memiliki kesenian yang harus dilestarikan. Act
sequence terdiri dari situasi persiapan yang berupa latihan, lamaran, dan persiapan
perlengkapan pertunjukkan, juga situasi pertunjukkan. Keys dalam pertunjukkan
dimulai dengan karawitan lalu malandang memasuki arena disusul oleh para
pemain. Instrumentalities yang ada komunikasi lebih dominan pada bentuk
nonverbal, pemain mengibaratkan dirinya adalah seorang jawara yang akan saling
beradu kekuatan. Norms of interactions pada pertunjukkan berasal dari malandang
yang menyebutkan aturan-aturan permainan. Genre, yaitu pada situasi jaman
dahulu para pemain menggunakan irama musik dan sesajen persembahan untuk
karuhun dan juga ilmu-ilmu kekebalan tubuh yang mereka miliki.

Tindak komunikatif, tindak komunikatif dalam pertunjukkan sampyong di


Kabupaten Majalengka masih didominasi oleh komunikasi nonverbal dimana
bentuk komunikasi ini secara jelas tampak pada gerakan-gerakan yang dibuat oleh

11. Anggy Giri Prawiyogi, Jaeni, Wanda Listiani, “Komunikasi dalam Kesenian Sampyong di
Majalengka,” Buana Ilmu 5, no. 2 (2021): 21-31 diakses pada 8 Juli 2021,
http://journal.ubpkarawang.ac.id/index.php/BuanaIlmu/a rticle/view/1500
11

para pemain sampyong selama melakukan pertunjukkan. Bentuk komunikasi


verbal yang ada hanyalah ucapan dari malandang yang mengisyaratkan kepada
pemain untuk bersiap-siap melakukan pukulan kepada lawan main. Gerakan yang
ditimbulkan oleh para pemain sampyong ialah gerakan yang luwes mengikuti alur
irama musik gamelan. Para pemain dalam pertunjukkan sampyong dilengkapi
oleh baju daerah dengan warna hitam yang biasa disebut dengan acuk toro dan
ikat kepala serta membawa sebuah tongkat bambu. Selain itu pada pertunjukkan
dilengkapi dengan adanya gamelan sebagai musik pengiring dalam pertunjukkan.

Aktivitas komunikatif, aktivitas komunikasi dalam pertunjukkan sampyong


di Kabupaten Majalengka memunculkan aktivitas pada persiapan yang berupa
proses latihan dan pertunjukkan dengan inti penampilan ketika pemain saling
bergantian memukul dan dipukul namun dengan aturan-aturan yang sudah
disepakati. Pertunjukkan sampyong dimainkan oleh dua pemain inti beserta satu
malandang. Pertunjukkan sampyong didominasi oleh unsur-unsur nonverbal yang
ada dalam unsur tari dan aksi memukul dimana dalam pertunjukkan pemain harus
mampu membawa irama tubuh dan ekspresi wajah dengan santai mengikuti irama
musik. Sampyong sebagai kesenian hiburan rakyat memunculkan gambaran
kesenian ini berawal dari sebuah pertunjukkan adu ketangkasan yang menentukan
kejawaraan seseorang.

Kesenian sampyong memiliki berbagai macam pesan yang ada pada saat
pertunjukkan berlangsung. Pesan-pesan tersebut disampaikan dengan berbagai
macam gerakan maupun ujaran yang ditunjukkan oleh para pemain pertunjukkan.
Gerakan maupun ujaran yang ada dalam pertunjukkan sampyong merupakan
simbol bagi mereka untuk berinteraksi dengan khalayak yang menonton
pertunjukkan. Cara mereka menyalurkan stimulus dengan melalui ujaran dan
gerakan itulah cara mereka berkomunikasi dalam suatu konteks kebudayaan yang
dilihat dari sebuah pertunjukkan kesenian.

Berdasarkan tradisi lisan atau dari dongeng yang berkembang di tengah


masyarakat, disebutkan bahwa Sampyong berasal dari permainan anak-anak
12

gembala untuk mengisi luang saat mengembalakan ternaknya, yaitu melalui


permainan saling pukul menggunakan rotan yang tujuannya untuk memilih
pemimpin di antara mereka.

Komunikasi dalam kesenian Sampyong bisa dilihat dari mulai pertunjukan


yang ditandai dengan malandang atau wasit mulai memasuki ruang yang telah
disediakan disusul dengan para pemain sampai dengan pertunjukkan berakhir
dengan salam yang dilakukan oleh para pemain sampyong kepada penonton. Pada
pelaksanaannya komunikasi yang dilakukan adalah komunikasi non verbal
melalui gerak tubuh, kecuali ucapan dari malandang yang mengisyaratkan kepada
pemain untuk bersiap-siap melakukan pukulan kepada lawan main. Gerakan
pemain dalam pertunjukan ini gerakan yang luwes mengikuti alur irama musik
gamelan.

Gerakan tari yang mengikuti irama musik gamelan dari para pemain,
memberikan gambaran bahwa dalam persaingan untuk mendapatkan sesuatu, kita
sebagai manusia tidak perlu saling bersitegang dengan pesaing. Tetapi bisa
bersaing secara sehat dengan menjunjung tinggi nilai persahabatan/persaudaraan
dengan sesama.

Para pemain berkomunikasi mengikuti isyarat dari malandang.


Penggunaan komunikasi pada pertunjukkan sampyong menjadikan sebuah
interaksi yang rutin dan memang telah menjadi kebiasaan yang selalu ditampilkan
pada setiap pertunjukkan. Selain interaksi antara malandang dan pemain, atau
antar pemain, ada pula interaksi anatara pemain dan penonton. Interaksi ini
menggambarkan bahwa kesenian Sampyong bisa menjadi media silaturahmi dan
hiburan. Hal ini terlihat dari pementasannya, di mana tidak didapati pemisah
antara pemain, penonton, dan masyarakat. Gambaran tersebut bisa diartikan
bahwa pentingnya kebersamaan dan kesetaraan dalam kehidupan.

Komunikasi dalam kesenian Sampyong ini bisa juga dilihat dari aturan
permainannya, dimana setiap pemain hanya boleh memukul sampai 3 kali dan
13

hanya di daerah betis. Hal ini menunjukan bahwa terhadap sesama, meskipun kita
sedang bersaing, tidak boleh saling menyakiti dan juga harus saling menghargai.

Komunikasi dalam kesenian Sampyong terlihat dari bagaimana


pertunjukan ini bisa dilihat dari mulai pertunjukan sampai akhir pertunjukan,
dimana terdapat proses komunikasi verbal dan non verbal dalam pelaksanaannya.
Komunikasi tersebut tentunya melibatkan banyak pihak, diantaranya pemain,
penabuh gamelan, malandang, penonton, dan masyarakat. Hal ini tentu bisa
menggambarkan pentingnya bekerjasama dengan orang lain dalam hal apapun,
tentunya dengan menyadari bahwa kita adalah makhluk sosial yang pasti
membutuhkan orang lain.

PERAN MAHASISWA DALAM MELESTARIKAN KESENIAN


SAMPYONG
Sebagai komponen perguruan tinggi, mahasiswa hendaknya
mengimplementasikan dan mewujudkan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Salah satu
poin yang ada pada Tri Dharma Perguruan Tinggi adalah pengabdian kepada
masyarakat. Pengabdian ini bisa dilakukan dalam berbagai macam bentuk, salah
satunya turut berpartisipasi dalam pelestarian kesenian. Kesenian sampyong saat
ini sudah mulai terlupakan di kalangan masyarakat. Banyak generasi muda yang
bahkan tidak mengetahui kesenian sampyong, padahal kesenian itu merupakan
warisan dari nenek moyang mereka sendiri. Tentu para tetua di Majalengka tidak
ingin apabila kesenian ciptaannya dilupakan begitu saja oleh generasi muda.
Mahasiswa harus turut berperan dalam melestarikan kesenian ini. Peran
mahasiswa untuk melestarikan sampyong bisa dilakukan dengan berbagai cara,
misalnya:
1. Memberi pengetahuan kepada sesama generasi muda, baik itu
kepada tingkat perguruan tinggi, SMA, SMP, maupun SD,
mengenai segala macam hal yang berbau Sampyong, seperti
sejarahnya, mekanisme pertunjukannya, perlengkapannya, dan
aturan-aturannya.
14

2. Terjun langsung ke sanggar kesenian atau grup-grup kesenian yang


ada untuk mempelajari Sampyong ini secara langsung, lalu tentu
membagikan kembali ilmu yang telah didapatnya.
3. Mempublikasikan dan mengenalkan kepada dunia melalui berbagai
media dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi,
seperti sosial media.
4. Bekerja sama dengan pemerintah terutama dinas terkait agar upaya
pelestarian kesenian ini lebih terstruktur dan menimbulkan dampak
yang lebih besar.
5. Dalam berbagai event/acara yang diadakan oleh mahasiswa, seperti
seminar, lomba, dll., disuntikkan nyawa-nyawa kesenian
sampyong.
6. Memadukan kesenian sampyong dengan hal-hal yang lebih modern
agar kesenian sampyong dapat lebih mudah diterima oleh generasi
muda.
7. Pihak kampus dapat memasukkan kesenian sampyong ke dalam
materi perkuliahan, sehingga mahasiswa bisa secara langsung dan
konkret mempelajari kesenian sampyong di kampus.
8. Pihak kampus dapat membuat Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM)
kesenian daerah, sehingga mahasiswa diberikan wadah untuk terus
melestarikan kesenian sampyong di dalam lembaga resmi.

PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan, maka kesimpulan yg dapat disampaikan
adalah Sampyong merupakan kesenian adu ketangkasan yang memadukan antara
seni tari, seni musik, dan seni beladiri yang berasal dari Majalengka. Awal mula
lahirnya kesenian ini masih belum dapat dipastikan, ada yang mengatakan sebagai
media penyeleksian prajurit, ada juga yang mengatakan sebagai permainan anak-
anak gembala pada zaman dahulu. Kesenian ini merupakan bentuk
penyederhanaan dan penyempuraan dari permainan terdahulunya, yaitu permainan
15

Ujungan. Kesenian sampyong memiliki nilai-nilai kearifan yang sangat filosofis,


diantaranya sebagai pengiring dalam kegiatan upacara tertentu, lalu sebagai media
silaturahmi antar pemangku kepentingan (adanya interaksi antara pemain dan
penonton), selanjutnya merupakan media pendidikan dan juga merupakan sarana
hiburan umum. Kesenian ini juga memiliki nilai mistis dan religius, kegagahan
dan keberanian, serta memiliki visi yang bersifat membangun yang ditunjukan
dengan terkandungnya sifat nasionalisme dan patriotisme. Semakin
berkembangnya zaman, dan globalisasi semakin merajalela yang diiringi dengan
teknologi informasi dan komunikasi yang semakin canggih, kesenian sampyong
semakin terlupakan. Banyak generasi muda tidak mengenal kesenian ini.
Hendaknya kesenian ini harus terus dilestarikan agar tidak mengalami kepunahan.
Mahasiswa yang didampingi dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi seyogianya
turut berperan dalam upaya pelestarian kesenian ini.

SARAN
Dari hasil pembahasan yang telah dikemukakan, penulis memberikan
saran kepada: pertama, lembaga-lembaga yang terkait, agar lebih memperhatikan
organisasi-organisasi kesenian dan memberikan bantuan baik secara moral
maupun material dalam membina wadah-wadah kesenian Sampyong, baik dari
segi pembinaan untuk memperkaya bentuk pertunjukan maupun dari segi
pengelolaan wadah-wadah agar lebih dapat bersaing dan berdaya guna dalam
perubahan arus global. Juga memberikan dan mengusahakan motivasi
pengkaderan kepada generasi muda dalam rangka menjaga kesenian Sampyong
agaar tidak mengalami kepunahan. Pengembangan dan pelestarian kesenian
Sampyong saat ini perlu dilakukan dengan mensosialisasikan kepada masyarakat
luas khususnya generasi muda dengan cara memasukkan pengetahuan kesenian
tradisional khas Majalengka kepada kurikulum sekolah. Pemerintah juga harus
mengupayakan untuk mengadakan pementasan dan apresiasi melalui media
massa. Selain itu, harus mengadakan pendokumentasian atau pendataan terhadap
kesenian Sampyong di Majalengka secara periodik dan teliti agar hasil
pendokumentasian tersebut dapat dibaca dan dipelajari oleh generasi selanjutnya.
16

Kedua, elemen mahasiswa Majalengka, agar membantu dan bekerja sama dengan
pemerintah dalam upaya pelestarian dan pengembangan kesenian Sampyong ini.
Tak lupa, harus mempelajari kesenian Sampyong dengan harapan agar tali
warisan kesenian ini tidak berhenti di generasinya, tetapi tetap dilanjutkan kepada
generasi selanjutnya. Dan dengan tidak bosan-bosannya untuk mengenalkan
kesenian Sampyong kepada dunia melalui berbagai media. Juga harus memberi
pengetahuan kepada sesama generasi muda, baik itu kepada tingkat perguruan
tinggi, SMA, SMP, maupun SD, mengenai segala macam hal yang berbau
Sampyong, seperti sejarahnya, mekanisme pertunjukannya, perlengkapannya, dan
aturan-aturannya.

DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, A. “KESENIAN SAMPYONG MAJALENGKA”. Sanggar Seni
Panghegar. Diakses 7 Desember 2020.
http://sanggarsenipanghegar.blogspot.com/2016/02/kesenian-
sampyong-majalengka.html?m=1

Kautsar, N. “Mengenal Sampyong, Tradisi Unik Memukul Betis Khas


Majalengka”. Merdeka.com. Diakses 6 Desember 2020.
https://m.merdeka.com/jabar/mengenal-sampyong-tradisi-memukul-
betis-unik-khas-majalengka.html?page=all

Kemendikbud. “Permainan Sampyong”. Kemdikbud.go.id.


https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailCatat=460

Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009.

Najah, M.B. “Sampyong sebagai Kearifan Lokal Kota Angin (Majalengka)”.


Warisan Budaya. Diakses 7 Desember 2020. https://budaya-
indonesia.org/Sampyong-Sebagai-Kearifan-Lokal-Kota-Angin-
Majalengka

Prasetya, R.R. “Pengertian dan Definisi Kebudayaan Menurut Para Ahli”. Merajut
Lelaku. Diakses 7 Desember 2020.
https://vioplace.wordpress.com/2013/01/23/9/

Prawiyogi, A.G., Jaeni, & Listiani, W. “Komunikasi dalam Kesenian Sampyong


di Majalengka”. Buana Ilmu UBP Karawang 5, no. 2 (2021). Diakses
17

pada 8 Juli 2021.


http://journal.ubpkarawang.ac.id/index.php/BuanaIlmu/article/view/150
0

Ramadhan, B. “Sampyong, Seni Pertarungan Tradisional dari Majalengka”. Good


News From Indonesia. Diakses 7 Desember 2020.
https://www.goodnewsfromindonesia.id/2015/09/04/sampyong-seni-
pertarungan-tradisional-dari-majalengka

Anda mungkin juga menyukai