Anda di halaman 1dari 13

Dhanang Respati Puguh (Melestarikan dan Mengembangkan Warisan Budaya: Kebijakan Budaya)

MELESTARIKAN DAN MENGEMBANGKAN WARISAN BUDAYA:


KEBIJAKAN BUDAYA SEMARANGAN DALAM
PERSPEKTIF SEJARAH
Dhanang Respati Puguh

Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya


Universitas Diponegoro

Alamat korespondensi: dhanang_puguh@yahoo.com

Diterima/ Received: 18 Januari 2017 ; Disetujui/ Accepted: 24 Februari 2017

Abstract
Semarang has developed as a diverse city. The communities who lived in Semarang history has produced
a hybrid culture patterned Semarang which in the next time become as "Semarangan culture". At that
time of Indonesia's independence there is awareness to preserve the cultural heritage of Semarangan
either by local governments and communities of Semarang. The preservation and development cultural
heritage of Semarangan continues which among other things aims to establish a cultural identity for the
community and theie city. However, such efforts have not been able to achieve the expected results,
because the Semarangan culture is less able to perform in a stage of cultural life in their own city and
national culture.

Keywords: Cultural heritage; Performing arts; Tradition ceremony; Cultural policy

Abstrak
Semarang telah tumbuh sebagai kota yang majemuk. Komunitas-komunitas sejarah yang tinggal di
Semarang telah menghasilkan kebudayaan Semarang yang bercorak hibrida yang pada masa kemudian
dikenal sebagai “budaya Semarangan”. Pada masa Indonesia merdeka terdapat kesadaran untuk
melestarikan warisan budaya Semarangan baik oleh pemerintah daerah maupun masyarakat Semarang.
Upaya-upaya untuk melestarikan dan mengembangkan warisan budaya Semarangan terus dilakukan
yang antara lain bertujuan untuk membentuk identitas budaya bagi masyarakat dan kotanya. Namun,
upaya-upaya itu belum mampu mencapai hasil yang diharapkan, karena budaya Semarangan kurang
dapat tampil dalam panggung kehidupan budaya di kotanya sendiri dan budaya nasional.

Kata Kunci: Warisan budaya; Seni pertunjukan; Upacara tradisi; Kebijakan budaya.

PENDAHULUAN berbagai pemikiran dan gerakan untuk mencari


format pembangunan kebudayaan Indonesia.
Seperti di sebagian besar negara yang sedang Dari berbagai wacana yang dikemukakan oleh
mengalami dekolonisasi, di Indonesia “negara para ahli dalam bidang kebudayaan pada saat itu,
bangsa dipandang sebagai pelindung dapat disimpulkan bahwa kebudayaan daerah
kebudayaan dan pembendung imperialisme merupakan sumber yang sangat kaya untuk
budaya” (Betts melalui Bogaerts, 2011: 256). membangun kebudayaan Indonesia (Puguh,
Seiring dengan terbentuknya negara bangsa 2015: 127).
Indonesia, pada awal kemerdekaan muncul
48
Jurnal Sejarah Citra Lekha, Vol. 2 , No. 1, 2017, hlm. 48-60

Pada awal kemerdekaan, pengelolaan kebudayaan Jawa Surakarta. Di antara studi-studi


warisan budaya merupakan salah satu isu yang telah dilakukan, belum ada satu pun yang
penting yang diperbincangkan dalam wacana menyinggung tentang kebijakan budaya
pembangunan kebudayaan Indonesia. Intinya, Semarangan.
para pemimpin negara harus mengadakan politik Sejalan dengan wacana pembangunan
kebudayaan yang merupakan perwujudan dari kebudayaan Indonesia pada awal kemerdekaan
pembinaan negara dan masyarakat Indonesia yang kemudian direalisasikan dalam kebijakan-
baru atas dasar-dasar kebudayaan baru yang kebijakan kebudayaan yang dilakukan oleh
antara lain mencakup kesenian, kesusastraan, Pemerintah Pusat, tulisan ini akan membahas
dan kesusilaan. Bangsa Indonesia tidak dapat tentang upaya-upaya yang dilakukan oleh
hanya kembali ke zaman lampau. Namun Pemerintah Daerah dan masyarakat Semarang
demikian, warisan budaya merupakan latar dalam melestarikan dan mengembangkan
belakang masyarakat Indonesia yang tidak dapat warisan budayanya. Untuk memperoleh
diabaikan. Oleh karena itu, pengelolaan warisan pembahasan yang utuh, dalam tulisan terlebih
budaya merupakan salah satu langkah yang perlu dahulu akan dibahas tentang jenis budaya
dilakukan sebagai sebuah politik kebudayaan Semarangan; dilanjutkan dengan pembahasan
(Puguh, 2015: 138). tentang upaya-upaya yang dilakukan untuk
Sejak Kongres Kebudayaan Indonesia melestarikan dan mengembang-kannya; dan
1948, dekolonisasi menambah tingkat diakhiri dengan pembahasan tentang pencapaian
kebutuhan bagi pengambilan keputusan praktis dari upaya-upaya yang telah dilakukan,
untuk mewujudkan kebudayaan Indonesia. khususnya dalam kaitan dengan posisi budaya
Sebagaimana klausul kebudayaan yang terdapat Semarangan dalam konstelasi budaya nasional.
pada Undang-Undang Dasar Sementara 1950,
pada awal 1950an pemerintah Indonesia akan WARISAN BUDAYA SEMARANGAN: SENI
melindungi kebebasan untuk mengusahakan TRADISI DAN UPACARA TRADISI
kebudayaan, kesenian, dan ilmu pengetahuan
(Jones, 2005: 95-96). Pemerintah melaksanakan Seni Tradisi Semarangan
pembangunan dalam bidang kebudayaan di Seni Pertunjukan
bawah kewenangan dan koordinasi Kementerian Ada empat jenis seni pertunjukan yang dapat
Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan yang dikategorikan sebagai seni tradisi Semarangan,
pada masa Orde Baru diubah menjadi yaitu Gambang Semarang, karawitan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Semarangan, macapat Semarangan, dan tembang
(Lindsay, 1995: 695). dolanan Semarang. Keterangan singkat tentang
Studi tentang politik kebudayaan dan keempat jenis seni pertunjukan itu adalah
kebijakan budaya di Indonesia telah dilakukan sebagai berikut.
oleh beberapa ahli baik dari dalam maupun luar
negeri, antara lain Jennifer Lindsay (1995), a. Gambang Semarang
Joergen Hellman (1999), Tod Jones (2005), Gambang Semarang berasal dari Gambang
Julianti Parani (2011), dan Dhanang Respati Kromong Jakarta. Gambang Kromong
Puguh (2015). Lindsay membahas tentang merupakan perpaduan antara unsur-unsur
kebijakan budaya di Asia Tenggara; Hellman kesenian masyarakat Tionghoa dan bumiputera.
membahas tentang revitalisasi teater tradisional Meskipun bukan kesenian asli Semarang,
yang memfokuskan pada Longser; Jones Gambang Semarang memiliki akar historis yang
membahas tentang kebijakan kebudayaan cukup kuat di kota Semarang. Sebelum
Indonesia selama periode 1950-2003; Parani kemunculannya, di kota ini telah ada kesenian
membahas tentang seni pertunjukan Indonesia yang mirip dengan Gambang Kromong, yaitu pat
sebagai suatu politik kebudayaan; Puguh iem, yan kim, dan orkes gambang yang didukung
membahas tentang kebijakan-kebijakan budaya oleh komunitas Tionghoa. Barangkali karena
untuk melestarikan dan mengembangkan kemiripan itu, maka ketika Lie Hoe Soen dan
49
Dhanang Respati Puguh (Melestarikan dan Mengembangkan Warisan Budaya: Kebijakan Budaya)

kawan-kawan pada 1930-an ingin menciptakan c. Macapat Semarangan


kesenian yang khas Semarang, mereka Macapat Semarangan adalah salah satu jenis seni
mendatangkan seperangkat peralatan dan pelatih resitasi yang tumbuh dan berkembang di
Gambang Kromong dan kemudian membentuk Semarang. Tidak diketahui titi mangsa
kelompok kesenian Gambang Semarang. Sejak kemunculan dan penciptanya. Oleh karena
saat itu pula Gambang Kromong di Semarang sistem pewarisannya yang menggunakan tradisi
oleh masyarakat Semarang disebut Gambang lisan, mengakibatkan khazanah seni ini tidak
Semarang. Gambang Semarang memiliki konsep banyak diketahui dan hampir punah, dan sastra
estetis dan pola penyajian yang berbeda dari pesisiran yang digunakan sebagai lirik dalam
Gambang Kromong atau kesenian lain. Konsep macapat Semarangan juga tidak dapat diketahui.
estetis Gambang Semarang meliputi musik, Walaupun demikian, keberadaannya telah diakui
nyanyian, tari, lawak, dan sastra (pantun). oleh kalangan seniman karawitan. Hal ini paling
Penyajiannya diawali dari intrumentalia sebagai tidak dapat dibuktikan dengan pencantuman
pembuka pertunjukan, dilanjutkan dengan lagu dhandhanggula Semarangan dalam buku
‘Gambang Semarang’ sebagai tanda perkenalan, berjudul Macapat yang ditulis oleh Gunawan Sri
lagu vokal intrumentalia untuk mengiringi tarian, Hastjarjo yang berisi tentang berbagai titilaras
lawak, lagu vokal intrumentalia untuk mengiringi macapat. Berdasar inventarisasi yang dilakukan
tarian, dan lagu penutup. Musik dan vokal oleh W. Sinung Hardjo, setidaknya ada 17
merupakan unsur utama dalam pertunjukan cengkok macapat Semarangan yaitu
Gambang Semarang, sehingga kedua unsur itu asmarandana tiga cengkok, sinom tiga cengkok,
ada dalam hampir seluruh penampilannya. pangkur tiga cengkok, durma dua cengkok, mijil
Instrumen musik dalam Gambang Semarang satu cengkok, kinanthi satu cengkok, dan
terdiri atas gambang, kromong (bonang), tiga dhandhanggula empat cengkok dengan
buah rebab Cina (kongahyan, tehyan, dan menggunakan laras slendro dan pelog (Utama
sukong), suling, gong, kempul, kendhang, dan Puguh, 2013: 377-379).
ketipung, kecrek, dan ningnong (Utama dan
Puguh, 2013: 372-373). d. Tembang Dolanan
Overbeck dalam bukunya berjudul Javaansche
b. Karawitan Semarangan Meisjessplen en Kinderliedjes menyebutkan
Di Semarang sebenarnya terdapat karawitan adanya beberapa tembang dolanan beserta
gaya Semarang yang dikenal dengan sebutan liriknya yang menyinggung tentang Semarang
karawitan gagrag Semarangan. Seni musik tradisi yaitu Jongjang Semarang I, Jongjang Semarang
ini menggunakan instrumen gamelan yang tidak II, Jumplo Kenthang II, Cumplo Kenalo, Cikar-
berbeda dari karawitan gaya Surakarta. Struktur cikar Goyang, Jongkang Kung, Ceplok Endhog,
gendhing-gendhing Semarangan juga sama Enting-enting Selawe, dan Suri-Suri Dablang.
dengan gendhing-gendhing gaya Surakarta. Lirik-lirik tembang dolanan itu tampaknya
Perbedaannya terletak pada pola permainan merefleksikan pengakuan terhadap kehadiran
instrumen kendhang, bonang, dan peking. kebudayaan lain dalam ruang kesadaran kolektif
Karawitan gagrag Semarangan memiliki masyarakat termasuk anak-anak. Sayang sekali,
repertoar khusus yang disebut melodi tembang-tembang dolanan yang
gendhing-gendhing Semarangan. Berdasar pada berkaitan dengan Semarang ini tidak diketahui
dokumentasi rekaman RRI Semarang dan dan khazanah tembang dolanan ini dapat
Lokananta Surakarta setidaknya ada sekitar 15 dikatakan mengalami kepunahan (Utama dan
repertoar gendhing Semarangan; yang terdiri Puguh, 2013: 380-382).
atas gendhing bonang Semarangan
(intrumentalia) dan gendhing Semarangan Seni Rupa: Batik Semarang
dengan menggunakan vokal (Utama dan Puguh, Salah satu khasanah seni rupa tradisi di kota
2013: 374-375). Semarang yang perlu mendapatkan perhatian
adalah batik Semarang. Menurut Dewi Yuliati
50
Jurnal Sejarah Citra Lekha, Vol. 2 , No. 1, 2017, hlm. 48-60

(2009), batik Semarang adalah batik yang dhugdheran (Rochwulaningsih, dkk., 2010;
diproduksi oleh orang atau warga kota Selayang Pandang Kota Semarang, 2008: 86) .
Semarang, di kota Semarang terutama dengan
motif atau icon-icon khas kota Semarang sebagai b. Upacara Pengantin Sunat
kota pesisir. Ciri-ciri motif batik Semarang tidak Upacara pengantin sunat menandai masa
berbeda jauh dengan motif batik di kota-kota peralihan anak laki-laki ke dalam usia akil balig.
pesisir utara Pulau Jawa. Ciri-ciri yang dapat Anak yang akan disunat/ dikhitan didandani
diidentifikasi adalah: bebas tidak terikat pada dengan busana a la Timur Tengah, yaitu
aturan-aturan tertentu, ragam hias flora dan mengenakan baju gamis, tutup kepala alfiyah,
fauna, ragam hias besar dan tidak terinci, serta dan sorban putih serta diarak keliling kampung
warna cerah mencolok. Namun demikian, ada dengan naik kuda yang berjalan perlahan. Arak-
yang membedakan antara motif batik Semarang arakan pengantin sunat selalu meriah, karena
dengan batik pesisir lainnya. diikuti oleh para pengiring yang terdiri atas
Selain batik Semarang, di Semarang juga rombongan pengendara sepeda motor yang
terdapat busana yang dianggap sebagai busana berjalan pelan-pelan untuk ‘membuka’ jalan. Di
Semarangan, yaitu busana pengantin haji, busana belakangnya adalah kelompok pemain musik
encik, busana denok dan kenang. rebana, kadang-kadang juga kelompok drum
band, kelompok pembawa hiasan dari kertas
Upacara Tradisi Semarangan beraneka warna yang diberi tangkai tongkat
sepanjang sekitar dua meter, dan kelompok
Ada tiga upacara tradisi yang dapat dianggap pencak silat yang memainkan atraksi memutar
sebagai upacara tradisi Semarangan, yaitu tongkat yang di kedua ujungnya dililit kain yang
upacara dhugdheran, upacara pengantin sunat, dinyalakan (Puguh dkk., 2009: 106-107).
dan upacara pengantin daya Semarangan.
c. Upacara Pengantin Gaya Semarangan
a. Upacara Dhugdheran Tata upacara pengantin gaya Semarangan
Penyelenggaraan dhugdheran bermula dari memiliki tahapan yang sederhana, yaitu proses
adanya perbedaan pendapat dalam menentukan pencarian dan pengenalan calon pengantin,
permulaan bulan puasa (Ramadhan). Perbedaan lamaran, dan upacara pernikahan. Upacara
itu mendorong Kangjeng Bupati R.M.T.A. pernikahan terdiri atas tiga tahap yaitu lek-lekan
Purbaningrat untuk menentukan awal puasa, dan ukupan, ijab kabul, dan ngarak pengantin.
yaitu dengan membunyikan bedhug masjid Setidaknya ada tiga versi urutan peserta ngarak
agung dan meriam di halaman kabupaten pengantin di Semarang, yaitu versi Kampung
sebanyak tiga kali. Bunyi ‘dhug’ dari bedhug dan Kauman, Kampung Begog, dan keluarga
‘dher’ dari meriam kemudian digunakan untuk Tasripin. Dalam acara ramah tamah disajikan
menyebut upacara ini sebagai dhugdheran. menu-menu makanan khas Semarang yaitu
Upacara dhugdheran yang kali pertama muncul Ganjel Rel, Jabika, Lumpia, Ketan Biru, Cucur,
pada 1881 ini, dalam perkembangan semakin Tahu Pong, Wedang Rondhe, dan lain-lain.
menarik perhatian masyarakat Semarang dan Dalam acara itu juga disuguhkan kesenian
sekitarnya. Hal ini menarik minat sejumlah seperti Rodat, Gambang Semarang, dan atau
pedagang dari berbagai daerah yang menjual Tari Ular (Tata Cara Upacara Pengantin Gaya
makanan, minuman, dan mainan anak-anak yang Semarangan, 2009; Rochwulaningsih, dkk.,
terbuat dari tanah liat (gerabah), mainan dari 2010).
bambu (seruling, gasing), dan mainan dari kertas
berbentuk hewan berkaki empat dengan kepala Upaya-upaya Pelestarian dan Pengembangan
mirip naga yang kemudian dikenal dengan nama Budaya Semarangan
warak ngendhog. Pada perkembangan
selanjutnya sampai dengan sekarang, warak Pada awal kemerdekaan (1949) sampai akhir
ngendhog dijadikan icon upacara tradisi dasawarsa 1970an telah muncul upaya-upaya
51
Dhanang Respati Puguh (Melestarikan dan Mengembangkan Warisan Budaya: Kebijakan Budaya)

untuk melestarikan dan mengembangkan Semarangan. Selain itu, perhatian pada macapat
Gambang Semarang dari masyarakat Semarang dan karawitan Semarangan juga diberikan oleh
(baik secara individu maupun berkelompok) dan seniman terkenal Ki Nartosabdho. Ia melakukan
Pemerintah Kotamadya Semarang. Pada masa penggalian, pelestarian, dan pengembangan
itu dapat dikatakan, bahwa orang-orang macapat Semarangan melalui karya-karya
Tionghoa Semarang menjadi motor penggerak macapat dan gendhing-nya. Dalam dunia
dalam upaya pelestarian dan pengembangan macapat Semarangan, Ki Nartosabdho
Gambang Semarang. Beberapa orang Tionghoa menambah variasi cengkok macapat
yang berkontribusi dalam pelestarian Gambang Semarangan. Ia juga menggubah dan menyusun
Semarang adalah The Lian Kian, Yauw Tia gendhing-gendhing yang digarap berdasar tradisi
Boen, dan Goh Kim Djoen dengan para pemain karawitan Semarangan. Pengembangan yang
yang terdiri atas orang-orang Tionghoa dan Jawa dilakukan oleh Ki Nartosabdho dilakukan
(Puguh, dkk., 1998/1999: 32-35). dengan menambahkan vokal pada karya-karya
Upaya-upaya untuk melestarikan gendhing Semarangan-nya. Pada masa kejayaan
Gambang Semarang terus berlanjut pada Ki Nartosabdho, karawitan dan macapat
dasawarsa berikutnya. Grup Aktivitas Seniman Semarangan memiliki kesempatan yang luas
Remaja (ASR) di Semarang di bawah pimpinan untuk dikenal publik, karena disajikan dalam
Burhanuddin membentuk “Gambang Remaja” pergelaran wayang kulitnya dan melalui pita
pada 1985. Pelatihnya adalah Jayadi dan Juri, rekaman kaset komersial. Selain itu, macapat dan
keduanya adalah seniman Gambang Semarang. gendhing-gendhing Semarangan juga sering
“Gambang Remaja” sering dipentaskan untuk diperdengarkan kepada publik melalui siaran-
menyambut wisatawan mancanegara di siaran karawitan Radio Republik Indonesia
pelabuhan Semarang. Selain itu, ASR juga (RRI) Semarang setidaknya sampai dengan
pernah mementaskan opera Andhe-andhe dasawarsa 1980an. Pada dasawarsa 1990an
Lumut dengan iringan musik Gambang siaran gendhing-gendhing Semarangan
Semarang di Gedung Olah Raga Simpang Lima mengalami penurunan frekuensi yang
Semarang. Penonton pertunjukan ini harus disebabkan oleh tokoh-tokoh karawitan RRI
membayar dengan membeli tiket, dan jumlah Semarang yang menguasai garap gendhing-
penontonnya cukup banyak. Penataan tari dan gendhing Semarangan pensiun dan meninggal
busana “Gambang Remaja” ditangani oleh Asri dunia. Gendhing-gendhing Semarangan sama
Meiati, pemimpin Sanggar Asri Budaya. sekali tidak lagi dapat kita dengarkan ketika RRI
Penataan tersebut dibuat atas persetujuan Iman Semarang membekukan korps musik yang
Prakosa, Kepala Bidang Kebudayaan Kotamadya dimilikinya dan menjadikan tenaga-tenaga
Semarang pada saat itu. Pada 1986 sejarawan senimannya sebagai tenaga-tenaga administrasi
dan budayawan Semarang Amen Budiman pada 2000 seiring dengan posisinya sebagai
mendirikan perkumpulan Gambang Semarang lembaga penyiaran publik (LPP).
“Kembang Goyang”. Perkumpulan ini sering Dalam bidang seni rupa, sampai dengan
tampil di berbagai acara antara lain pameran dasawarsa 1970an masih ada beberapa
masakan Semarang, pesta perkawinan, pesta perusahaan yang meneruskan usaha batik di
ulang tahun, penyambutan tahun baru Masehi Kampung Batik. Pada 1980 usaha batik tidak
(Puguh, dkk., 1998/1999: 35-36). hanya terbatas di Kampung Batik, tetapi juga di
Pada dasawarsa 1980an, selain muncul tempat lain yang ditandai oleh kemunculan
perhatian terhadap Gambang Semarang juga perusahaan batik “Sri Retno” di Jatingaleh.
terdapat upaya-upaya untuk melestarikan dan Perusahaan ini memproduksi batik dengan motif
mengembangkan karawitan dan macapat yang bervariasi termasuk motif icon Kota
Semarangan. Pada waktu itu, upaya-upaya untuk Semarang, seperti Tugu Muda (Yuliati, 2009).
melestarikan macapat Semarangan dilakukan Pada dasawarsa 1990an muncul perhatian
oleh Pemerintah Kotamadya Semarang dengan yang cukup luas dari masyarakat Semarang
menginventarisasi berbagai jenis macapat untuk melestarikan dan mengembangkan
52
Jurnal Sejarah Citra Lekha, Vol. 2 , No. 1, 2017, hlm. 48-60

Gambang Semarang. Atas dorongan dari Iman untuk mengadakan pelatihan guna melestarikan
Prakosa, Agus Supriyanto, staf Seksi Kebudayaan dan mengembangkan Gambang Semarang.
Kota Semarang menyusun tari Gado-gado Pelatihan Gambang Semarang di Fakultas
Semarang dengan iringan musik Gambang Sastra UNDIP diikuti oleh mahasiswa, dosen,
Semarang dan menggunakan lagu Gado-gado dan karyawan yang memiliki minat terhadap
Semarang karya Kelli Puspito yang dibuat atas kesenian. Pelatihan menggunakan peralatan
permintaan Hadiyanto, walikota Semarang pada yang dibeli dari Jayadi. Jayadi dan Juri menjadi
periode 1970an. Departemen Pendidikan dan pelatih musik Gambang Semarang. Pada saat itu
Kebudayaan Kotamadya Semarang kemudian pelatihan dilakukan terhadap semua unsur seni
memasyarakatkan tari Gado-gado Semarang yang membentuk seni pertunjukan Gambang
melalui jalur pendidikan formal. Guru-guru tari Semarang yang meliputi musik, vokal, tari, dan
di kota Semarang mendapatkan penataran lawak. Penyelenggaraan pelatihan di bawah
dengan materi tarian tersebut. Selanjutnya tarian pimpinan Dra. Dewi Yuliati, M.A. itu juga telah
itu diajarkan di beberapa SMP dan SMU di berhasil menyusun komposisi tari berjudul
Kotamadya Semarang. Pada awal 1990an Gambang Semarang. Hasil pelatihan ini untuk
Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) kali pertama disajikan dalam Lokakarya
Negeri Semarang (sekarang Universitas Negeri Kesenian Gambang Semarang dalam rangka
Semarang, UNNES) juga muncul dalam wacana kegiatan pengabdian kepada masyarakat pada 14
pengembangan Gambang Semarang. Bintang November 1995 di Hotel Graha Santika
Hanggoro Putra, S.Sn. dosen pada institusi Semarang (Puguh, 1995). Gambang Semarang
tersebut menciptakan tari Denok dengan iringan Fakultas Sastra UNDIP telah berkesempatan
musik dan lagu Gambang Semarang. Tarian itu untuk mengisi berbagai acara di kota Semarang.
juga diajarkan di kalangan mahasiswa Jurusan Pada 1998-2000 Tim Peneliti Fakultas
Seni Drama Tari Musik IKIP Semarang dan Sastra UNDIP memenangkan Program
sanggar tari yang dibinanya (Puguh dkk., Penelitian Hibah Bersaing dari Direktorat
1998/1999: 36-37). Untuk menggairahkan Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen
kehidupan Gambang Semarang pada dasawarsa Pendidikan dan Kebudayaan. Selain menyusun
1990an juga diadakan lomba tari Semarangan naskah akademis yang berisi tentang sejarah,
antarsiswa-siswi SMP dan SMU di kota fungsi, unsur-unsur seni Gambang Semarang
Semarang. Keikutsertaan generasi muda pada dan budaya Semarang yang dapat mendukung
kegiatan yang dilakukan oleh Departemen pengembangannya, Tim Peneliti juga menyusun
Pendidikan dan Kebudayaan Kotamadya komposisi pertunjukan Gambang Semarang
Semarang dan IKIP Semarang masih terbatas sebagai identitas budaya Semarang, yang
pada bidang tari. mencakup seni musik, vokal, tari, dan lawak.
Pada 1993 muncul perhatian dari Fakultas Pelatihan dilakukan dengan melibatkan
Sastra Universitas Diponegoro (UNDIP) mahasiswa, dosen, dan karyawan UNDIP dalam
terhadap Gambang Semarang. Berawal dari rentang waktu hampir satu tahun. Hasil
penyelenggaraan pameran budaya Semarangan penataan dipentaskan pertama kali dalam
dalam rangka Dies Natalis UNDIP yang Lokakarya Penataan Kesenian Gambang
menampilkan peralatan musik Gambang Semarang sebagai Identitas Budaya di Hotel
Semarang dan masakan khas Semarang, kegiatan Patra Jasa pada 8 Desember 1999 (Puguh, dkk.,
ini terus berlanjut dengan penyelenggaraan 1999/2000). Hasil penataan ini juga sering
sarasehan bertajuk “Pelestarian dan dipentaskan dalam berbagai acara yang
Pengembangan Gambang Semarang” pada 20 diselenggarakan oleh UNDIP.
Januari 1994 yang ditindaklanjuti dengan Pada dasawarsa pertama sampai
Lokakarya Pengembangan Gambang Semarang pertengahan dasawarsa kedua 2000an terdapat
pada 25 Juli 1994 (Puguh dkk., 1998/1999: 38). upaya-upaya yang semakin giat yang dilakukan
Dari kedua kegiatan itu memunculkan gagasan oleh pemerintah dan masyarakat kota Semarang
dalam melestarikan dan mengembangkan
53
Dhanang Respati Puguh (Melestarikan dan Mengembangkan Warisan Budaya: Kebijakan Budaya)

budaya Semarangan. Hal ini antara lain cukup luas dari masyarakat Semarang dan
ditunjukkan dengan adanya berbagai kegiatan menjadi pementasan Gambang Semarang yang
untuk mempertahankan eksistensi dan monumental dari UKMKJ UNDIP. UKMKJ
mengekspos budaya Semarangan kepada UNDIP bekerja sama dengan Radio Republik
masyarakat secara lebih luas. Indonesia Semarang juga merekam lagu-lagu dan
Pada 2003 Tim Peneliti Fakultas Sastra musik iringan tari hasil penataan Fakultas Sastra
UNDIP mengadakan kegiatan sosialisasi dan UNDIP.
pelatihan Gambang Semarang kepada Lulus dari UNDIP ternyata tidak
Mahasiswa Unit Kegiatan Mahasiswa Kesenian menghentikan alumni-alumni UKMKJ UNDIP
Jawa Universitas Diponegoro (UKMKJ untuk berkiprah dalam jagad seni Gambang
UNDIP). Mereka dilatih untuk memainkan Semarang. Mereka kemudian berinisiatif untuk
seluruh intrumen musik dan menyajikan membentuk organisasi sebagai wadah untuk
repertoar-repertoar lagu Gambang Semarang, berekspresi seni dengan nama Gambang
menyanyikan repertoar-repertoar lagu Gambang Semarang Art Company (GSAC) yang diketuai
Semarang, menarikan komposisi tari Gambang oleh Tri Subekso, S.S. mantan Ketua UKMKJ
Semarang dan Goyang Semarang, serta UNDIP. Pembentukan organisasi ini
menyajikan lawak Gambang Semarang. Dari dilatarbelakangi oleh adanya keinginan untuk
pelatihan itu telah berhasil dibentuk kelompok turut serta dalam pelestarian Gambang
seni Gambang Semarang yang semua peraganya Semarang. Dengan lembaga itu mereka dapat
terdiri atas mahasiswa yang tergabung dalam menyalurkan dan mewujudkan ide kreatifnya
UKMKJ UNDIP (Puguh, dkk., 2003). untuk melestarikan Gambang Semarang.
Kelompok ini juga sering mendapatkan GSAC secara resmi dibentuk pada 21
kesempatan untuk mengisi berbagai kegiatan November 2012. Pemilihan nama tersebut tidak
baik dari kalangan pemerintah, perguruan tinggi, lepas dari visi dan misi yang ingin dicapai yaitu
alumni UNDIP, dan swasta; salah satu di pelestarian Gambang Semarang. Adapun visinya
antaranya adalah pertunjukan dalam acara Pasar adalah “Gambang Semarang sebagai bentuk
Semawis. Suatu hal yang menarik untuk kesenian pertunjukan akulturatif yang
mendapatkan perhatian adalah ternyata ada menonjolkan kreativitas berkarya dalam
kegairahan yang besar dari mahasiswa UKMKJ kandungan nilai estetika dan tradisional.” Visi itu
UNDIP untuk berlatih Gambang Semarang. dijabarkan ke dalam tiga misi, yaitu: 1).
Para pemain dengan inisiatif sendiri dan melakukan upaya pelestarian, pengembangan,
kemampuan yang dimilikinya mencoba untuk dan penciptaan karya seni melalui aspek tari,
“menularkan” pengetahuan dan ketrampilan musik, vokal, lawak serta artistik pertunjukan
bermain seni Gambang Semarang pada anggota- yang didasarkan pada penggalian kembali akar
anggota dari angkatan yang lebih muda. Dengan historis kesenian Gambang Semarang; 2)
demikian, terjadi regenerasi pemain-pemain memperkuat eksistensi kesenian Gambang
Gambang Semarang di tubuh UKMKJ UNDIP Semarang sebagai icon Semarang yang
tanpa banyak campur tangan dari para mengandung nilai-nilai estetika dan tradisional
pembinanya yang telah disibukkan dengan dalam semangat keberagaman dan kemajuan;
kegiatan Tridharma Perguruan Tinggi. dan 3) melakukan terobosan pengenalan
Kemudian, suatu hal yang sangat kesenian Gambang Semarang ke dalam berbagai
membanggakan adalah setelah melakukan media baik secara visual maupun audiovisual.
pelatihan dan persiapan yang panjang UKM KJ Seiring dengan perkembangannya, GSAC
UNDIP yang didukung oleh dosen-dosen tidak sekadar untuk mewadahi ide kreatif dari
Fakultas Ilmu Budaya UNDIP berhasil anggotanya saja, tetapi juga mewadahi
menggelar acara bertajuk “Titiwanci Gambang masyarakat pecinta Gambang Semarang baik
Semarang” di Balai Prajurit, bekas rumah dari kalangan media, seniman, umum,
kediaman Oei Tiong Ham di Gergaji pada 2009. profesional, komunitas seni maupun budayawan.
Pergelaran ini mendapatkan perhatian yang Pada pertengahan 2013, GSAC memantapkan
54
Jurnal Sejarah Citra Lekha, Vol. 2 , No. 1, 2017, hlm. 48-60

diri dengan mengusung tagline “New Spirit of 2006 berganti nama menjadi “Sanggar batik
The Hybrid Folklore”. Penentuan tagline ini Semarang 16”. Perusahaan ini memproduksi
tidak terlepas dari faktor sejarah, pesan, dan batik dengan motif-motif Semarang dari abad
semangat akulturasi budaya yang membentuk XX dan motif icon Kota Semarang. Pada 2006
Gambang Semarang pada awalnya. muncul dua usaha kerajinan, yaitu “Batik
Dalam usianya yang belum genap satu Kinanti” yang dikelola oleh Siti Kholifah dan
tahun, GSAC telah berhasil menggelar belasan usaha batik di Jalan Borobudur yang dikelola
acara. Kiprah GSAC mendapat perhatian dari oleh Suci Yulianti. Setahun kemudian pada 2007
media cetak dan elektronik. Setidaknya telah ada didirikan usaha batik “Semarang Indah” di
15 tulisan di berbagai media cetak dan enam di Kampung Batik yang merupakan salah satu hasil
media elektronik televisi yang memberitakan kegiatan Pelatihan Membatik yang
kegiatan-kegiatan GSAC. Sampai dengan diselenggarakan oleh Dewan Kerajinan Daerah
usianya yang ketiga GSAC masih menggelar Kota Semarang pada Juni-Juli 2006. Motif-motif
pertunjukan Gambang Semarang. Aktivitas- yang dihasilkan terutama motif-motif Semarang
aktivitas GSAC telah memberikan makna baik yang tradisional maupun yang kontemporer
tersendiri dalam pelestarian, pengembangan, dan (Yuliati, 2009).
pemasyarakatan Gambang Semarang kepada Dalam aspek upacara tradisi setiap tahun
khalayak luas khususnya generasi muda. Pemerintah Kota Semarang juga menggelar
Semangat GSAC tampaknya menjadi tradisi Dhugdheran yang dalam
inspirasi bagi sebagian mahasiswa Fakultas Ilmu perkembangannya juga mendapatkan sentuhan
Budaya UNDIP untuk membentuk Kelompok untuk dijadikan sebagai salah satu atraksi wisata
Gambang Semarang (KGS FIB UNDIP). di Kota Semarang. Pemerintah Kota Semarang
Mereka giat berlatih musik dan tari Gambang juga menggelar acara Sarasehan dan Ekspos
Semarang dan telah berpentas dengan tajuk Pengantin Semarangan Tradisional pada 2009.
“Srawung Kampung: Nggambang Neng Dari kegiatan itu kemudian terbit buku Tata
Rowosari” pada 12 Oktober 2013 dan mengisi Cara Upacara Pengantin Gaya Semarangan
acara seminar yang diselenggarakan oleh FIB (2009).
UNDIP (Puguh, 2013). Upaya-upaya yang dilakukan oleh
Setiap tahun Pemerintah Kota Semarang pemerintah dan masyarakat kota Semarang itu
menggelar Festival Warak (2001-2006) untuk juga mendapatkan dukungan dari beberapa
mengawali upacara tradisi Dhugdheran. Setiap lembaga penyiaran seperti RRI Stasiun
kecamatan diwajibkan untuk mengirimkan satu Semarang, TVKu, Cakra Semarang TV, dan
kontingen seni untuk tampil dalam Festival SCTV melalui program-program siaran seni dan
Warak tersebut. Dalam festival ini berbagai budaya tradisi yang antara lain mengangkat
koreografi yang memanfaatkan warak eksistensi Gambang Semarang, batik Semarang,
ditampilkan. Selain itu, Pemerintah Kota dan upacara tradisi Semarang. Pada acara-acara
Semarang juga menggelar Festival Musik siaran itu penulis pernah bertindak sebagai
Gambang Semarang (2004), Festival Tari narasumber. Bahkan, didasari oleh keprihatinan
Semarangan (2011-2012) dalam berbagai terhadap eksistensi Gambang Semarang,
format, dan selama dua tahun berturut-turut mahasiswa Jurusan Komunikasi UNDIP juga
menyelenggarakan Sarasehan Seni Kota menyusun film dokumenter tentang Gambang
Semarang untuk menyosialisasikan dan Semarang untuk tugas akhirnya yang juga
mendekatkan Gambang Semarang kepada ditayangkan pada acara Sluman-Slumun
generasi muda. Semarangan Cakra Semarang TV (2013).
Dalam bidang seni batik juga terdapat Keseriusan Pemerintah Kota Semarang
kegairahan dari masyarakat Semarang untuk untuk melestarikan, mengembangkan, dan
mengembangkan batik Semarang. Pada 2000 memanfaatkan seni dan upacara tradisi di Kota
tumbuh dan berkembang perusahaan batik Semarang ditunjukkan dengan penyusunan
“Umizie” di Tembalang yang pada pertengahan Naskah Akademik tentang Pelestarian,
55
Dhanang Respati Puguh (Melestarikan dan Mengembangkan Warisan Budaya: Kebijakan Budaya)

Pengembangan, dan Pemanfaatan Seni dan Gambang Semarang dapat dikatakan


Upacara Tradisi di Kota Semarang yang hanya hidup di perkumpulan seni dan pada masa
dijadikan landasan untuk menyusun Rancangan kemudian di kampus. Kehidupan Gambang
Peraturan Daerah (Raperda). Namun, sampai Semarang mengalami pasang surut, tetapi lebih
saat ini penulis tidak mengetahui tentang banyak surut daripada pasangnya. Saat ini secara
perjalanan Raperda tersebut; apakah telah kuantitatif setidaknya ada tiga institusi yang
berhasil disahkan menjadi Peraturan Daerah masih mengadakan pelatihan Gambang
yang pada gilirannya dapat digunakan sebagai Semarang, yaitu GSAC, KGS, dan sanggar seni
payung hukum dalam upaya-upaya pelestarian, yang dikelola oleh keluarga Bintang Hanggoro
pengembangan, dan pemanfaatan seni dan Putro. GSAC dan KGS menyelenggarakan
upacara tradisi di Semarang atau belum. latihan secara insidental di kalangan anggotanya.
Walaupun Pemerintah Kota Semarang Dari segi kualitas baik kemampuan para
telah melakukan berbagai upaya untuk pemainnya maupun penggarapannya belum
melestarikan dan mengembangkan budaya terjadi perubahan yang signifikan mengingat
Semarangan, berbagai kalangan (para praktisi kegiatan ini merupakan ekstrakurikuler bagi
dan pegiat seni) menganggap bahwa upaya- mahasiswa dan merupakan kegiatan sampingan
upaya itu tampak kurang sistematis dan kurang dari para anggota GSAC. Dari segi vokabuler
memiliki visi yang jelas terhadap arah belum ada perubahan atau penambahan
pengembangan budaya Semarangan. Hal ini vokabuler lagu dan peningkatan kualitas
diduga merupakan akibat dari pergantian penggarapannya. Ketiga kelompok itu kadang-
pimpinan Pemerintah Daerah Semarang kadang tampil di berbagai acara yang
khususnya para birokrat kebudayaannya yang diselenggarakan oleh berbagai pihak dan festival
memiliki “selera” yang berbeda dan keterbatasan yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan
anggaran untuk menopang kegiatan bidang dan Pariwisata Kota Semarang. Saat ini sangat
kebudayaan. Dengan demikian, program- jarang dijumpai acara-acara di kampung-
program lebih berkesan sporadis dan kurang kampung perkotaan yang menjadikan Gambang
menunjukkan adanya kontinuitasnya. Semarang sebagai salah satu hiburan, walaupun
GSAC dalam bebarapa tahun terakhir ini telah
melakukan terobosan untuk pentas di kampung-
PENCAPAIAN: BUDAYA SEMARANGAN kampung untuk mendekatkan Gambang
DALAM KONSTELASI BUDAYA NASIONAL Semarang kepada masyarakat Semarang dan
dikenal oleh masyarakat luas.
Sebagai warga Semarang yang selama hidup Pada akhir dasawarsa 1970an dan
tinggal di Semarang, memiliki minat terhadap dasawarsa 1980an karawitan dan macapat
studi sejarah kebudayaan Indonesia, dan terlibat Semarangan pernah populer melalui RRI
dalam aktivitas-aktivitas pelestarian dan Semarang dan Paguyuban Karawitan Condhong
pengembangan budaya Semarangan, penulis Raos di bawah pimpinan KI Nartosabdho. Saat
merasakan dan mendapat kesan bahwa ini karawitan dan macapat Semarangan mungkin
keberadaan budaya Semarangan kurang sudah tidak dikenal oleh masyarakat Semarang
mendapatkan tempat di kalangan warga dan sangat jarang muncul dalam panggung-
masyarakatnya sendiri. Budaya Semarangan yang panggung seni karawitan. Gendhing-gendhing
berupa seni dan upacara tradisi tampak kurang Semarangan paling hanya sesekali tampil dalam
dapat tampil dalam panggung kehidupan budaya klenengan di pesta perkawinan yang
di kotanya sendiri. Seni pertunjukan tradisinya menggunakan seni karawitan Jawa sebagai salah
kurang mendapatkan tempat di hati masyarakat, satu hiburannya yang sekarang pun juga semakin
bahkan termarginalisasi oleh keberadaan seni jarang yang menggunakannya.
pertunjukan tradisi lain dan seni budaya Batik Semarang yang masih terus
moderen yang berkembang di Semarang. dikembangkan, sampai saat ini masih kalah
pamor dan populer dibandingkan dengan batik-
56
Jurnal Sejarah Citra Lekha, Vol. 2 , No. 1, 2017, hlm. 48-60

batik yang dikembangkan oleh kota-kota lain di didukung dan dikembangkan oleh para
Jawa Tengah, seperti batik Surakarta, pengrawit RRI Semarang dan Paguyuban
Yogyakarta, termasuk batik-batik pesisiran Karawitan Condhong Raos pimpinan Ki
lainnya seperti batik Lasem dan batik Nartosabdho yang notabene bukanlah warga
Pekalongan. Sepengetahuan penulis, “asli” Semarang. Para pengrawit RRI Semarang
dibandingkan dengan tradisi batik-batik yang dan Condhong Raos mayoritas berasal dari
telah disebutkan, produk batik Semarang juga beberapa daerah yang secara kultural menjadi
masih jarang digunakan oleh warganya sendiri. bagian dari wilayah kebudayaan Jawa Surakarta
Demikian juga dengan upacara tradisi dan Yogyakarta. Pada masa yang lebih kemudian
yang berupa upacara pengantin Semarang dan sebagian para pengrawit RRI Semarang adalah
upacara pengantin sunat. Sejak kecil sampai alumni-alumi Sekolah Menengah Karawitan
dengan saat ini penulis sangat jarang menjumpai Indonesia (SMKI) Surakarta yang kurikulumnya
praktik-praktik upacara pengantin tradisi juga tidak mengajarkan karawitan tradisi
Semarangan. Dari waktu ke waktu upacara Semarangan. Mereka lebih banyak bergaul
pengantin Semarangan semakin jarang dengan karawitan tradisi Surakarta atau
digunakan oleh masyarakat Semarang sebagai Yogyakarta. Selain itu, saat ini Semarang tidak
pemilik dari kebudayaan itu. Dengan demikian, memiliki seniman karawitan yang andal, kreatif,
busana Semarangan-nya pun jarang digunakan dan produktif dalam menghasilkan atau
oleh masyarakat Semarang. Mungkin satu- mengembangkan gendhing-gendhing
satunya upacara tradisi yang eksis dan mendapat Semarangan.
tempat di hati warga masyarakat Semarang Dalam konstelasi yang lebih luas,
sampai saat ini adalah upacara tradisi dhugderan tampaknya budaya Semarangan juga belum
dengan warak sebagai penandanya. Walaupun mampu tampil dalam panggung budaya nasional.
masih terdapat kontroversi tentang bentuknya, Sebagai salah satu varian dari kebudayaan Jawa,
warak tampaknya relatif telah menjadi salah satu budaya Semarangan tampak kalah pamor untuk
identitas budaya Semarang daripada unsur tampil dalam panggung budaya nasional
budaya Semarangan lainnya, walaupun belum dibandingkan dengan budaya Jawa Surakarta
mampu tampil sebagai identitas budaya yang atau budaya Jawa Yogyakarta yang merupakan
‘menasional’. dua varian budaya Jawa yang dominan. Tanpa
Budaya Semarangan kurang berkembang mengurangi rasa hormat kepada para seniman
dan diapresiasi oleh masyarakat Semarang saat dan budayawan yang telah memperjuangkan
ini. Hal ini diduga karena masyarakat yang kemajuan budaya Semarang, penulis
tinggal di kota Semarang secara kultural berpendapat bahwa budaya Semarangan belum
bukanlah pendukung budaya Semarangan, mampu tampil dalam panggung budaya nasional.
karena mereka bukanlah warga “asli” Semarang. Memang telah banyak upaya untuk
Mereka kebanyakan adalah warga pendatang mengembangkan tari Semarangan dan tampil
yang menjadi pendukung dari kebudayaan asal dalam acara-acara pesta seni yang
mereka masing-masing. Warga “asli’ Semarang diselenggarakan di Jakarta atau luar negeri,
yang masih bertempat tinggal di Semarang namun hal itu belum mampu mengatrol posisi
diduga juga telah “meninggalkan” budayanya budaya Semarangan dalam panggung budaya
sendiri; berorientasi ke budaya lain. Selain itu, nasional.
dalam kasus Gambang Semarang – kesenian ini Dalam bidang budaya khususnya seni tradisi
dianggap sebagai budaya yang “diimpor” dari tampaknya Semarang belum memiliki suatu yang
masyarakat Betawi yang dikembangkan oleh diperhitungkan dalam budaya nasional. Hal ini
masyarakat Tionghoa di Semarang. Sementara terjadi antara lain karena sejak awal
itu, kehidupan seni karawitan dan macapat kemerdekaan Pemerintah Republik Indonesia
Semarangan sebenarnya berada di bawah (Pemerintah Pusat) tidak pernah
bayang-bayang dominasi seni karawitan gaya memprioritaskan Semarang menjadi pusat
Surakarta. Karawitan dan macapat Semarangan kebudayaan walaupun memiliki kedudukan
57
Dhanang Respati Puguh (Melestarikan dan Mengembangkan Warisan Budaya: Kebijakan Budaya)

sebagai ibu kota provinsi atau pusat Budaya Jawa Tengah, 1980) yang memiliki tugas
pemerintahan Jawa Tengah. Hal ini berbeda dari membina kesenian-kesenian yang tumbuh dan
Bandung sebagai ibu kota Provinsi Jawa Barat berkembang di daerah Jawa Tengah (Puguh,
yang sekaligus dijadikan sebagai pusat 2015: Bab III). Celakanya, budaya Semarangan
pengembangan budaya Sunda yang ditunjukkan luput atau tidak menjadi prioritas dalam
dengan pendirian Sekolah Menengah Karawitan program-program pembinaan seni yang
Indonesia (SMKI) dan Akademi Seni Tari dilakukan oleh PKJT.
(ASTI) di Bandung. Prioritas pengembangan Fakta-fakta itu memberikan bukti, bahwa
kebudayaan Jawa diberikan kepada Surakarta Semarang tidak pernah menjadi prioritas dalam
dan Yogyakarta yang secara kultural dianggap pengembangan bidang kebudayaan. Pemerintah
memiliki kekayaan warisan budaya adiluhung, Republik Indonesia menganggap, bahwa
karena di dua kota itu masing-masing terdapat Semarang tidak memiliki basis kultural yang kuat
dua keraton yang merupakan pusat kebudayaan untuk pendirian sekolah seni atau pusat
Jawa, yaitu Kasunanan dan Mangkunagaran kesenian. Dengan demikian, dapat dipahami
(Surakarta) dan Kasultanan dan Pakualaman bahwa budaya Jawa Surakarta dan Yogyakarta
(Yogyakarta). Oleh karena itu, ketika tampil lebih dominan daripada budaya
Pemerintah Republik Indonesia merealisasikan Semarangan dalam panggung budaya nasional,
pembangunan dalam bidang kebudayaan yang karena sejak awal kemerdekaan telah menjadi
antara lain dilakukan dengan pendirian sekolah- salah satu fokus perhatian Pemerintah Republik
sekolah seni, untuk wilayah kebudayaan Jawa Indonesia untuk dikembangkan. Budaya
pilihan dijatuhkan pada Surakarta dan Banyumas juga tampak lebih mampu tampil dan
Yogyakarta, dengan pendirian Konservatori menjadi identitas budaya warga se-eks
Karawitan Surakarta (Kokar 1950, kemudian Keresidenan Banyumas. Kesenian gagrag
menjadi SMKI, dan sekarang SMKN 8) dan banyumasan relatif lebih dikenal masyarakat luas
Konservatori Tari (Konri 1961, kemudian daripada kesenian gagrag Semarangan. Dengan
menjadi SMKI Yogyakarta, dan sekarang SMKN kata lain, pada masa kemerdekaan Pemerintah
1). Kemudian, ketika Pemerintah Republik Daerah (Kotapraja, Kotamadya, dan Kota)
Indonesia akan mengembangkan sekolah Semarang dan masyarakat Semarang harus
menengah seni di beberapa kota di Jawa pada “berjuang sendiri” untuk mengembangkan
dasawarsa 1970an, di Jawa Tengah pilihan kebudayaannnya tanpa campur tangan dari
dijatuhkan pada Banyumas dengan mendirikan Pemerintah Republik Indonesia dalam bentuk
SMKI (1978) yang dimaksudkan untuk pendirian sekolah/ akademi seni atau pusat
mengembangkan kesenian Banyumas. Ketika kesenian. Itulah salah satu sebab mengapa
Pemerintah Republik Indonesia sampai saat ini budaya Semarangan belum dapat
mengembangkan pendidikan formal seni pada tampil dalam panggung budaya nasional.
level akademi, untuk wilayah kebudayaan Jawa
pilihan juga dijatuhkan pada Yogyakarta dan SIMPULAN
Surakarta dengan pendirian Akademi Seni Rupa
Indonesia (ASRI, 1950), Akademi Seni Tari Berdasar uraian di atas dapat disampaikan bahwa
Indonesia (ASTI, 1963), dan Akademi Seni Kota Semarang memiliki warisan budaya
Karawitan Indonesia (ASKI, 1964). Sementara Semarangan yang berupa seni (rupa dan
itu, ketika Pemerintah Orde Baru ingin pertunjukan) dan upacara tradisi. Keberadaan
mengembangkan kebudayaan melalui proyek seni dan upacara tradisi itu mengalami pasang
Pembangunan Lima Tahun (Pelita) yang surut. Pemerintah dan masyarakat Semarang
direalisasikan dengan pendirian pusat-pusat telah melakukan upaya-upaya untuk
kesenian di beberapa ibu kota provinsi, untuk melestarikan dan mengembangkan khazanah
provinsi Jawa Tengah pilihan dijatuhkan pada budaya yang dimilikinya. Dalam perjalanan
Surakarta dengan mendirikan Pusat Kesenian sejarah itu, tampak bahwa budaya Semarangan
Jawa Tengah (PKJT, 1970) (menjadi Taman belum mampu mencapai puncak
58
Jurnal Sejarah Citra Lekha, Vol. 2 , No. 1, 2017, hlm. 48-60

perkembangannya, sehingga dapat tampil dalam Parani, Julianti (2011). Seni Pertunjukan
panggung kehidupan budaya nasional. Indonesia: Suatu Politik Budaya. Jakarta:
Keberadaan sebagian budaya Semarangan yaitu Penerbit Nalar-Kajian Seni Pertunjukan
karawitan dan macapat Semarangan, serta Institut Kesenian-Kelola.
upacara tradisi pengantin Semarang Puguh, Dhanang Respati, dkk. (2009). “Laporan
termarjinalisasi oleh kebudayaan Jawa yang lebih Akhir Naskah Akademik tentang
dominan berkembang di Kota Semarang yaitu Pelestarian, Pengembangan, dan
kebudayaan Jawa Surakarta. Apabila terdapat Pemanfaatan Seni dan Upacara Tradisi di
keinginan untuk menampilkan budaya Semarang Kota Semarang”. Dinas Kebudayaan dan
dalam konstelasi budaya nasional tentu Pariwisata Kota Semarang.
Pemerintah Kota dan masyarakat Semarang Puguh, Dhanang Respati dkk. (1998/1999).
perlu melakukan suatu politik kebudayaan yang “Penataan Kesenian Gambang Semarang
berupa langkah-langkah strategis untuk sebagai Identitas Budaya Semarang”.
melestarikan dan mengembangkan kebudayaan Laporan Akhir Penelitian Hibah Bersaing
Semarangan. Hal ini dilakukan dengan membuat Perguruan Tinggi Direktorat Denderal
kebijakan budaya dan mengimplementasikannya Pendidikan Tinggi Departemen
secara konsisten dan berkelanjutan. Tanpa Pendidikan dan Kebudayaan, Tahun I.
adanya suatu politik kebudayaan yang ______________ (1999/2000). “Penataan
menempatkan aspek budaya pada posisi yang Kesenian Gambang Semarang sebagai
setara dengan aspek-aspek kehidupan lainnya Identitas Budaya Semarang”. Laporan
dalam proses pembangunan, mustahil Semarang Akhir Penelitian Hibah Bersaing
akan tampil dalam panggung budaya nasional. Perguruan Tinggi Direktorat Denderal
Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Tahun II.
REFERENSI Puguh, Dhanang Respati, dkk. (2003).
“Sosialisasi dan Pelatihan Hasil Penataan
Bogaerts, Els (2011). “’Kemana Arah Kesenian Gambang Semarang sebagai
Kebudajaan Kita’, Menggagas Kembali Identitas Budaya untuk Menunjang
Kebudayaan di Indonesia pada Masa Pariwisata di Kota Semarang”. Laporan
Dekolonisasi”, dalam Jennifer Lindsay dan Kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat
Maya H.T. Liem, ed. Ahli Waris Budaya Program IPTEKS Direktorat Pembinaan
Dunia: Menjadi Indonesia, 1950-1965. dan Pengabdian kepada Masyarakat
Denpasar-Jakarta: Pustaka Larasan dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
KITLV. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Hellman, Joergen (1999). “Longser Antar Puguh, Dhanang Respati (1995). “Seni
Pulau: Indonesian Cultural Politics and Pertunjukan Gambang Semarang: Sebuah
the Revitalisation of Traditional Theatre”. Rekonstruksi oleh Tim Fakultas Sastra
Department of Social Anthropology Universitas Diponegoro”. Makalah
University Goteborg, Sweden. Lokakarya Kesenian Gambang Semarang
Jones, Tod (2005). “Indonesian Cultural Policy, yang diselenggarakan atas kerja sama
1950-2003: Culture, Institutions, antara Fakultas Sastra Undip – Dewan
Government”. Thesis is presented for the Kesenian Jawa Tengah – Akademi
Degree of Doctorate of Philosophy of Pariwisata, 14 November 1995.
Curtin University of Technology Perth. ______________ (2013). “Generasi Muda
Lindsay, Jennifer (1995). “Cultural Policy and dan Gambang Semarang”. Makalah
the Performing Art in Southeast Asia”, Sarasehan Seni Kota Semarang yang
Bijdragen Toot de Taal-, Land-en diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan
Volkenkunde, Deel 151, 4e Aflevering. dan Pariwisata Kota Semarang di

59
Dhanang Respati Puguh (Melestarikan dan Mengembangkan Warisan Budaya: Kebijakan Budaya)

Balaikota Semarang pada 6 November


2013.
______________ (2015). “Mengagungkan
Kembali Seni Pertunjukan Tradisi
Keraton: Politik Kebudayaan Jawa
Surakarta 1950an-1990an”. Disertasi pada
Program Pascasarjana Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Gadjah Mada.
Rochwulaningsih, Yety, Dhanang Respati
Puguh, Mahendra Pudji Utama (2010).
“Penulisan dan Pengkajian Upacara
Tradisional di Kota Semarang”. Seksi Nilai
Budaya Bidang Nilai Budaya Seni dan
Film Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Provinsi Jawa Tengah.
Selayang Pandang Kota Semarang (Glance of
Semarang City) (2008). Semarang:
Kantor Informasi dan Komunikasi Kota
Semarang.
Tata Cara Upacara Pengantin Gaya Semarangan.
(2009). Semarang: Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Kota Semarang.
Utama, Mahendra Pudji dan Dhanang Respati
Puguh (2013). “Bertahan di Tengah
Badai: Seni Pertunjukan Tradisi
Semarangan”, dalam Dhanang Respati
Puguh, dkk., Membedah Sejarah dan
Budaya Maritim, Merajut Keindonesiaan.
Semarang: Program Magister Ilmu Sejarah
Fakultas Ilmu Budaya Program
Pascasarjana Universitas Diponegoro,
Masyarakat Sejarawan Indonesia Jawa
Tengah, UPT Undip Press.
Yuliati, Dewi (2009). Mengungkap Sejarah dan
Pesona Motif Batik Semarang. Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

60

Anda mungkin juga menyukai