Anda di halaman 1dari 20

EKSISTENSI TARIAN GLIPANG DI KOTA PROBOLINGGO

(Diajukan untuk memenuhi mata kuliah Sejarah Lisan)

Dosen pengampu:

Drs. Sumarjono, M.Si.

Drs. Marjono., M.Hum

HASIL WAWANCARA

Oleh

Rahardi Teguh Prakoso

NIM 180210302022

KELAS C

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JEMBER

2019
1. TEMA

Tema : Sosial Budaya / Sejarah Kebudayaan

2. LATAR BELAKANG

Kebudayaan merupakan sesuatu yang agung, karena tercipta dari hasil rasa, karya, karsa
dan cipta manusia. Menurut Menurut Koentjaraningrat ( dalam Pratiwi, 2018) budaya berasal
dari bahasa Sansekerta “Budhayah” yaitu bentuk jamak dari kata “Buddhi” yang berarti budi
atau akal. Kebudayaan merupakan hal yang berkaitan erat dengan akal dan budi manusia.
Kebudayaan lahir dari pengaruh kondisi alam dan lingkungan sekitar yang selalu memberi ide,
gagasan dan juga tantangan-tantangan terhadap manusia dalam rangka mengolah pola pikir dan
tingkah laku untuk membentuk jati diri atau identitas sebuah daerah. Konsep budaya yang
didefiniskan oleh Koentjaranongrat menujukkan bahwa pengaruh lingkungan dapat membentuk
budaya baru pada suatu wilayah. Terbentuknya suatu kebudayaan salah satunya melalui proses
akulturasi antar dua kebudayaan yang berbeda. Di wilayah Jawa Timur terdapat daerah yang
mempunyai kebudayaan baru yang merupakan hasil dari akulturasi antara kebudayaan Jawa dan
Madura. Daerah ini disebut dengan daerah Pandhalungan. Wilayah kebudayaan Pandhalungan
merujuk kepada suatu kawasan di wilayah pantai utara dan bagian timur Provinsi Jawa Timur
yang mayoritas penduduknya berlatar belakang budaya Madura.

Probolinggo adalah salah satu kota yang menjadi bagian dari masyarkat Pendhalungan.
Terletak di bagian Utara Pantai Utara Jawa. Letaknya yang stategis membuat wilayah ini begitu
mudah menerima budaya baru. Tari merupakan salah satu budaya yang memiliki tempat di
masyarakat. Tarian yang khas dengan budaya pendhalungan begitu kental dalam budaya dan
tradisi. Glipang merupakan tarian tradisional dari Probolinggo, Jawa Timur, yang
menggambarkan kehidupan masyarakat sehari – hari. Tarian ini merupakan tarian perpaduan
budaya Islam dan budaya Jawa yang di kemas menjadi sebuah tarian. Tarian ini merupakan salah
satu tarian yang terkenal di Jawa Timur dan menjadi kebanggaan masyarakat Probolinggo.

Menurut beberapa sumber sejarah yang ada, Tari Glipang ini pertama kali diciptakan oleh
Saritruno, seorang pemuda pendatang dari Madura yang tinggal di desa Pendil, kabupaten
Probolinggo. Seno Truno awalnya merupakan seorang mandor penebang tebu di pabrik gula
milik kolonial Belanda di Probolinggo. Karena sikap kolonial Belanda yang sewenang – wenang
membuat Seno Truno memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya. Kemudian dia menciptakan
sebuah tarian sebagai wujud perlawanan kepada penjajah Belanda.

Pertama kali tarian itu diperkenalkan ternyata kurang mendapat sambutan baik dari
masyarakat Pendil, yang merupakan masyarakat muslim taat dan menganggap musik gamelan
sebagai larangan disana. Dengan keadaan sosial yang seperti itu membuat Seno Truno
memasukan beberapa unsur budaya Islam dalam tariannya. Hal ini lah yang kemudian membuat
masyarakat menerima kesenian ini dan berkembang sebagai tradisi disana. Nama Tari Glipang
sendiri diambil dari bahasa Arab yaitu “Gholiban” yang berarti suatu kebiasaan. Tari Glipang
sendiri merupakan kesenian yang menjadi kebiasaan turun temurun masyarakat, hingga akhirnya
menjadi suatu tradisi.

3. RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut :

1. Bagaimana latarbelakang terciptanya tarian Glipang?


2. Bagaimana Tari Glipang berkembang di Kota Probolinggo?
3. Bagaimana eksistensi Tarian Glipang dimasyarakat Kota Probolinggo?

4. TUJUAN

Adapun tujuannya sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui latarbelakang terciptanya tarian Glipang


2. Untuk mengetahui perkembangan Tarian Glipang di Kota Probolinggo
3. Untuk mengetahui eksistensi Tarian Glipang dimasyarakat Kota Probolinggo

5. TOPIK WAWANCARA

“Eksistensi Kebudayaan Tari Glipang di Kota Probolinggo”

6. WAKTU DAN TEMPAT KEGIATAN

Wawancara ini dilaksanakan pada :

Hari/Tanggal : Sabtu, 11 Mei 2019


Pukul : 19.30 – 21. 30 WIB

Tempat : Rumah kediaman Bapak Khotib

7. LAPORAN HASIL WAWANCARA

Narasumber : Bapak Khotib

Pewawancara : Rahardi Teguh Prakoso

Juru Foto : Rayyan Ghinan

Juru Rekam : Rayyan Ghinan

Juru Tulis : Rahardi Teguh Prakoso

8. PEDOMAN WAWANCARA

Pertanyaan-pertanyaan :

1. Identitas Narasumber

 Siapa nama Bapak ?


 Berapa usia Bapak ?
 Apa pekerjaan Bapak ?
 dsb..
2. Eksistensi Kesenian Tari Glipang
 Bagaimana latarbelakang terciptanya tarian Glipang?
 Bagaimana Tari Glipang berkembang di Kota Probolinggo?
 Apakah ada tradisi lisan mengenai budaya ini? dan bagaimana kepercayaan masyrakat
mengenai hal tersebut?
 Bagaimana dampak dari budaya Pendhalungan pada tarian ini?
 Bagaimana syarat untuk mempelajari dan menjadi penari Glipang?
 Apa saja persiapan yang dilakukan untuk mengadakan pagelaran ini dan bagaimana
prosesnya?
 Bagaimana mengenai unsur dalam gerakannya?
 Bagaimana peran masyarakat dan pemerintah dalam pelestarian budaya ini?
 Bagaimana keeksisan budaya ini dalam masyarakat pada saat ini?
 Bagaimana pesan untuk generasi muda dalam pelestarian Tari Glipang untuk
kedepannya?

9. TRANSKIP WAWANCARA

Narasumber dan identitas : Bapak Khotib, Seniman Tari Glipang

Pewawancara : Bagaimana sejarah awal Tari Glipang? Bisa diceritakan pak?

Narasumber : Sebagai saksi sejarah sekaligus pelaku sejarah, saya dalam melestarikan budaya
ini, meminta izin terlebih dahulu pada empunya. Senimannya bernama Bapak Parmo, ketika saya
menanyakan mengenai sejarah awal tari Glipang ini beliau menceritakan. Bahwa Glipang sendiri
sebenarnya tari yang diciptakan oleh generasi penerus bangsa yang menjadi penebang tebu pada
zaman Belanda. Jadi, pada zaman dulu untuk melawan Belanda itu sulit, mereka datang
membawa senapan sedangkan orang kita hanya bermodal clurit sehingga sangat susah. Untuk
arti dari kata “Glipang” berasal dari bahasa Arab yaitu “Gholiban” yang memiliki arti kebiasaan.
Dalam Untuk sejarah awal tarian ini berasal dari wilayah Pendil kecamatan Gending kabupaten
Probolinggo dan diciptakan oleh Bapak Parmo. Tarian ini menceritakan mengenai rasa geram
masyarakat tani didaerah tersebut terhadap perilaku semena-mena Belanda. Karena penindasan
yang dilakukan Belanda sangat parah. Segala sesuatu dibatasi mulai dari komunikasi antar
masyar

akat, maupun kegiatan keagamaan disana. Sehingga bapak Parmo memiliki inisiatif untuk
menciptakan sebuah tarian untuk media komunikasi dalam perlawanan terhadap penjajah.

Pewawancara : Bagaimana filosofi dan proses perkembangan Tari Glipang?

Narasumber : Dengan pengaruh Islam yang begitu kental membuat kesan religus begitu jelas
dalam tarian ini. Organisasi Muhammadiyah yang begitu memiliki pengaruh besar menyumbang
beberapa tradisi yang mengurangi praktik penyimpangan dari syariat agama Islam seperti
penggunaan sesaji dan ritual mistis yang pada umumnya dilakukan seperti tari yang lain. Islam
yang memiliki pengaruh besar dapat dilihat dari salah satu nyanyian yang diselipkan yaitu
“awayaro” yang artinya Ya Allah yang Maha Esa. Perkembangannya mulai zaman Belanda
hingga sekarang ini,berjalan bertahap dalam prosesnya. Beberapa gerakan dihilangkan bukan
berarti dibuang untuk menambah kesan ekstetika dari tarian. Kemudian jika melihat gerakan
dalam tarian ini, kita dapat memahami latar belakang dari masyarakat. Menebang tebu yang
menjadi pekerjaaan sehari-hari begitu tampak saat melihat tarian ini. Gerakan Lugas menujukkan
bahwa masyarakat pada waktu itu walaupun orangnya lugu-lugu tetapi memiliki ketegasan
dalam tindakan. Sehingga gerakan-gerakan yang ada begitu melambangkan keadaan dan budaya
masyarakat perkebunan saat itu. Setelah dibawa ke kampus STKW Surabaya digarap namanya
menjadi Kiprah Glipang atau Shalawatan tergantung keperluannya. Jika melihat perkembangan
tarian Glipang sangat miris, beliau ditipu oleh anak buahnya sendiri yaitu para senimannya.
Sehingga para peminatnya mulai berkurang, namun saat ini saya berusaha membangkitkan
kembali. Dulu tarian ini pernah pentas diluar negeri, dibawakan oleh anaknya bernama Ribut
pada zaman pemerintahnya Budi Soeharto. Kemudian berkembang pesatnya tumbuhnya, malah
beberapa muridnya dibawa ke bisnis. Dengan hal demikian yang membuat kerusakan. Proyeknya
yang dulu dipegang Bapak Parmo kemudian diambil siswanya. Senimannya mati kutu waktu itu
generasi keberapa gitu, karena terlalu tua semuanya. Beberapa gerakan yang menunjukkan
kekesalan terhadap Belanda diihilangkan supaya menambah estetika dari tarian ini. Kelemahan
dari seniman-seniman tua itu, istrinya lebih dari satu. Sehingga susah mencari penerusnya,
beberapa anaknya justru tidak tertarik dengan budaya ini. Setelah sekian lama seniman tuanya ke
geser oleh seniman muda yang lebih membawa tarian ini ke bisnis. Jadi pekerjaan diambil
sendiri oleh mereka. Tapi sekarang mulai eksis karena mulai dari SD sudah dibuat untuk senam.

Pewawancara : Apakah ada tradisi lisan mengenai budaya ini? dan bagaimana kepercayaan
masyrakat mengenai hal tersebut?

Narasumber : Tidak ada tradisi mengenai tarian ini dek, kepercayaan mengenai tarian ini juga
tidak ada karena mayoritas penduduk disana adalah orang Muhammadiyah. Jadi setiap
,mengadakan pagelaran seni tidak menggunakan sesuatu yang terkesan mistis.

Pewawancara : Bagaimana dampak dari budaya Pendhalungan pada tarian ini?

Narasumber : Budaya pendhalungan dalam tarian ini lebih tampak dari penggunaan bahasanya.
Jika dilihat dari Barat mulai Solo,Magetan, Ngawi. Sehingga budaya pendhalungannya nampak
dalam tarian ini. Karena banyak pendatang baru yang ke Probolinggo, sehingga mau tidak mau
harus menghidupkan budaya sini. Terdapat beberapa bahasa khas yang digunakan untuk
berkomunikasi dengan penonton.

Pewawancara : Bagaimana syarat untuk mempelajari dan menjadi penari Glipang?

Narasumber : Jika syarat untuk mempelajari lebih ke panggilan jiwa sehingga tidak ada unsur
paksaan dalam hal ini.Ketika kita berpacu pada masa awal tarian ini berkembang, seperti halnya
tarian yang mengandung tradisi dalam masyarakat yang diyakini, seperti puasa. Puasa bermakna
melewati sepi perut, hal ini berlatar belakang dari penjajahan yang dihadapi waktu itu.

Pewawancara : Apa saja persiapan yang dilakukan untuk mengadakan pagelaran ini dan
bagaimana prosesnya?

Narasumber : Untuk persiapan pagelaran tarian ini sama seperti tarian pada umumnya. Namun
penyajiannya tergantung dari permintaan yang memesan. Jika menginginkan peralatan yang
digunakan lengkap atau menggunakan musik hidup maka tarifnya lebih mahal.

Pewawancara: Bagaimana mengenai unsur dalam gerakannya?

Narasumber : Gerakannya lugas yang dimaksud orangnya ini lugu-lugu tapi tegas. Gerakan yang
tampak menungkapkan kemarahan tapi yang tertata. Hal ini disebabkan ada lafal yang
disebutkan sebelumnya. Dari gerakan berbentuk nantang,ada bumi langit jadi saat menemui
musuh waktu itu tidak perlu lari. Ada gerakan yang seperti baris untuk saya modifikasi agar lebih
menarik karena waktu itu pamornya kalah oleh film India. Tari Glipang yang dilakukan oleh Pria
dan Wanita disebut gerak papakan

Pewawancara : Bagaimana peran masyarakat dan pemerintah dalam pelestarian budaya ini?

Narasumber : Pemerintah dalam hal ini memberi sumbangsih dengan pengadaan festival budaya
tiap agustus dengan tajuk “SEMIPRO”, sehingga penari memiliki wadah untuk menyalurkan
kemampuannya walaupun beberapa generasi muda masih acuh.

Pewawancara : Bagaimana keeksisan budaya ini dalam masyarakat pada saat ini?
Narasumber : Keeksikan budaya ini dapat dilihat dengan banyak festival budaya yang mulai
gencar dilakukan di Kota Probolinggo. Antusias warga Kota Probolinggo juga lumayan dalam
hal ini. Walaupun generasi muda masih seglintir yang mulai peduli terhadap keeksisan tarian ini.

Pewawancara : Bagaimana pesan untuk generasi muda dalam pelestarian Tari Glipang untuk
kedepannya?

Narasumber : Saya harapkan generasi muda, harus mulai bangga terhadap budayanya sehingga
dapat lestari. Karena tarian ini begitu banyak ingin menganggkat tarian ini karena keunikannya.
Ketika budaya ini mulai diakui negara lain, baru mulai mengakui budaya ini. Sehingga saya
harapkan sebagai generasi muda

10. HASIL WAWANCARA

Narasumber yang saya pilih adalah seorang pegiat kesenian Tari Glipang yang mahsyur di
Probolinggo. Namanya adalah Bapak Khotib. Pada tanggal 11 Mei 2019 pukul 19.30 – 21. 30
WIB, saya melakukan wawancara. Di kediaman Bapak Khotib yang penuh dengan ornamen
beragam jenis peralatan tari. Saya langsung bertemu dengan Bapak Khotib, karena kebetulan
sedang membaca di ruang tamu. Akhirnya setelah di persilahkan masuk kami pun memulai
wawancara

Dari penjelasan narasumber kami menemukan beberapa informasi…


Pertama, sebagai saksi sejarah sekaligus pelaku sejarah, saya dalam melestarikan budaya
ini, meminta izin terlebih dahulu pada empunya. Senimannya bernama Bapak Parmo, ketika saya
menanyakan mengenai sejarah awal tari Glipang ini beliau menceritakan. Bahwa Glipang sendiri
sebenarnya tari yang diciptakan oleh generasi penerus bangsa yang menjadi penebang tebu pada
zaman Belanda.

Kedua, jadi, pada zaman dulu untuk melawan Belanda itu sulit, mereka datang membawa
senapan sedangkan orang kita hanya bermodal clurit sehingga sangat susah. Untuk arti dari kata
“Glipang” berasal dari bahasa Arab yaitu “Gholiban” yang memiliki arti kebiasaan. Dalam
Untuk sejarah awal tarian ini berasal dari wilayah Pendil kecamatan Gending kabupaten
Probolinggo dan diciptakan oleh Bapak Parmo. Tarian ini menceritakan mengenai rasa geram
masyarakat tani didaerah tersebut terhadap perilaku semena-mena Belanda. Karena penindasan
yang dilakukan Belanda sangat parah. Segala sesuatu dibatasi mulai dari komunikasi antar
masyarakat, maupun kegiatan keagamaan disana. Sehingga bapak Parmo memiliki inisiatif untuk
menciptakan sebuah tarian untuk media komunikasi dalam perlawanan terhadap penjajah.

Ketiga, dengan pengaruh Islam yang begitu kental membuat kesan religus begitu jelas
dalam tarian ini. Organisasi Muhammadiyah yang begitu memiliki pengaruh besar menyumbang
beberapa tradisi yang mengurangi praktik penyimpangan dari syariat agama Islam seperti
penggunaan sesaji dan ritual mistis yang pada umumnya dilakukan seperti tari yang lain. Islam
yang memiliki pengaruh besar dapat dilihat dari salah satu nyanyian yang diselipkan yaitu
“awayaro” yang artinya Ya Allah yang Maha Esa. Perkembangannya mulai zaman Belanda
hingga sekarang ini,berjalan bertahap dalam prosesnya. Beberapa gerakan dihilangkan bukan
berarti dibuang untuk menambah kesan ekstetika dari tarian. Kemudian jika melihat gerakan
dalam tarian ini, kita dapat memahami latar belakang dari masyarakat. Menebang tebu yang
menjadi pekerjaaan sehari-hari begitu tampak saat melihat tarian ini. Gerakan Lugas menujukkan
bahwa masyarakat pada waktu itu walaupun orangnya lugu-lugu tetapi memiliki ketegasan
dalam tindakan. Sehingga gerakan-gerakan yang ada begitu melambangkan keadaan dan budaya
masyarakat perkebunan saat itu. Setelah dibawa ke kampus STKW Surabaya digarap namanya
menjadi Kiprah Glipang atau Shalawatan tergantung keperluannya.

Keempat, jika melihat perkembangan tarian Glipang sangat miris, beliau ditipu oleh
anak buahnya sendiri yaitu para senimannya. Sehingga para peminatnya mulai berkurang, namun
saat ini saya berusaha membangkitkan kembali. Dulu tarian ini pernah pentas diluar negeri,
dibawakan oleh anaknya bernama Ribut pada zaman pemerintahnya Budi Soeharto. Kemudian
berkembang pesatnya tumbuhnya, malah beberapa muridnya dibawa ke bisnis. Dengan hal
demikian yang membuat kerusakan. Proyeknya yang dulu dipegang Bapak Parmo kemudian
diambil siswanya. Senimannya mati kutu waktu itu generasi keberapa gitu, karena terlalu tua
semuanya. Beberapa gerakan yang menunjukkan kekesalan terhadap Belanda diihilangkan
supaya menambah estetika dari tarian ini. Kelemahan dari seniman-seniman tua itu, istrinya
lebih dari satu. Sehingga susah mencari penerusnya, beberapa anaknya justru tidak tertarik
dengan budaya ini. Setelah sekian lama seniman tuanya ke geser oleh seniman muda yang lebih
membawa tarian ini ke bisnis. Jadi pekerjaan diambil sendiri oleh mereka. Tapi sekarang mulai
eksis karena mulai dari SD sudah dibuat untuk senam.
Kelima, tidak ada tradisi mengenai tarian ini dek, kepercayaan mengenai tarian ini juga
tidak ada karena mayoritas penduduk disana adalah orang Muhammadiyah. Jadi setiap
,mengadakan pagelaran seni tidak menggunakan sesuatu yang terkesan mistis.

Keenam, Budaya pendhalungan dalam tarian ini lebih tampak dari penggunaan
bahasanya. Jika dilihat dari Barat mulai Solo,Magetan, Ngawi. Sehingga budaya
pendhalungannya nampak dalam tarian ini. Karena banyak pendatang baru yang ke Probolinggo,
sehingga mau tidak mau harus menghidupkan budaya sini. Terdapat beberapa bahasa khas yang
digunakan untuk berkomunikasi dengan penonton.

Ketujuh, jika syarat untuk mempelajari lebih ke panggilan jiwa sehingga tidak ada unsur
paksaan dalam hal ini.Ketika kita berpacu pada masa awal tarian ini berkembang, seperti halnya
tarian yang mengandung tradisi dalam masyarakat yang diyakini, seperti puasa. Puasa bermakna
melewati sepi perut, hal ini berlatar belakang dari penjajahan yang dihadapi waktu itu.

Kedelapan, untuk persiapan pagelaran tarian ini sama seperti tarian pada umumnya.
Namun penyajiannya tergantung dari permintaan yang memesan. Jika menginginkan peralatan
yang digunakan lengkap atau menggunakan musik hidup maka tarifnya lebih mahal.

Kesembilan, gerakannya lugas yang dimaksud orangnya ini lugu-lugu tapi tegas.
Gerakan yang tampak menungkapkan kemarahan tapi yang tertata. Hal ini disebabkan ada lafal
yang disebutkan sebelumnya. Dari gerakan berbentuk nantang,ada bumi langit jadi saat menemui
musuh waktu itu tidak perlu lari. Ada gerakan yang seperti baris untuk saya modifikasi agar lebih
menarik karena waktu itu pamornya kalah oleh film India. Tari Glipang yang dilakukan oleh Pria
dan Wanita disebut gerak papakan

Kesepuluh, pemerintah dalam hal ini memberi sumbangsih dengan pengadaan festival
budaya tiap agustus dengan tajuk “SEMIPRO”, sehingga penari memiliki wadah untuk
menyalurkan kemampuannya walaupun beberapa generasi muda masih acuh.

Kesebelas, keeksikan budaya ini dapat dilihat dengan banyak festival budaya yang mulai
gencar dilakukan di Kota Probolinggo. Antusias warga Kota Probolinggo juga lumayan dalam
hal ini. Walaupun generasi muda masih seglintir yang mulai peduli terhadap keeksisan tarian ini.
Keduabelas, saya harapkan generasi muda, harus mulai bangga terhadap budayanya
sehingga dapat lestari. Karena tarian ini begitu banyak ingin menganggkat tarian ini karena
keunikannya. Ketika budaya ini mulai diakui negara lain, baru mulai mengakui budaya ini.
Sehingga saya harapkan sebagai generasi muda lebih peduli terhadap budaya ini.
11. CERITA SEJARAH / HASIL WAWANCARA
EKSISTENSI TARIAN GLIPANG DI KOTA PROBOLINGGO
Kebudayaan merupakan sesuatu yang agung, karena tercipta dari hasil rasa, karya, karsa
dan cipta manusia. Menurut Koentjaraningrat ( dalam Pratiwi, 2018) budaya berasal dari bahasa
Sansekerta “Budhayah” yaitu bentuk jamak dari kata “Buddhi” yang berarti budi atau akal.
Kebudayaan merupakan hal yang berkaitan erat dengan akal dan budi manusia. Kebudayaan
lahir dari pengaruh kondisi alam dan lingkungan sekitar yang selalu memberi ide, gagasan dan
juga tantangan-tantangan terhadap manusia dalam rangka mengolah pola pikir dan tingkah laku
untuk membentuk jati diri atau identitas sebuah daerah. Dari kebudayaan ini muncul berbagai hal
seperti Seni, Politik, Norma dan lain-lain. Kebudayaan yang pegang oleh suatu masyarakat
biasanya memiliki corak yang berbeda satu sama lain. Kesenian adalah salah satu bagian yang
begitu akrab dengan masyarakat. Kesenian ini sendiri dibagi menjadi dua yaitu kesenian
tradisional dan kesenian modern. Tarian Glipang sendiri merupakan salah satu tarian yang
termasuk dalam kesenian tradisonal. Sebelum membahas mengenai Tarian Glipang, mengetahui
definisi dari kesenian tradisonal itu sendiri.

Kesenian tradisional ini adalah karya yang dihasilkan oleh suatu kelompok masyarakat
yang diwarisi secara turun-menurun ke generasi berikutnya, dan generasi yang selanjutnya harus
menjaga dan melestarikan agar suatu identitas suku bangsa tetap dihargai oleh kelompok
masyarakat lain (Muhammad, 2012). Dengan mengetahui definisi kesenian tradisonal, sehingga
dapat ditarik kesimpulan bahwa kesenian tradisonal itu sendiri memiliki andil besar dalam
kehidupan bermasyarakat. Dari kesenian tradisonal itu sendiri dapat dilihat identitas suatu
masyarakat. Sehingga hal ini cukup memudahkan untuk memahami suatu hasil rasa, karya dan
cipta manusia.

Probolinggo adalah salah satu kota yang menjadi bagian dari masyarkat Pendhalungan.
Terletak di bagian Utara Pantai Utara Jawa. Letaknya yang stategis membuat wilayah ini begitu
mudah menerima budaya baru. Budaya yang begitu melekat bagi masyarakat Probolinggo itu
sendiri yaitu tarian. Tarian yang khas dengan budaya pendhalungan begitu kental dalam budaya
dan tradisi. Terdapat berbagai macam tarian yang dimiliki oleh Kota Probolinggo. Namun tarian
Glipang adalah salah satu tarian yang sangat terkenal dan menjadi ikon kebudayaan yang dapat
mewakili masyarakat. Glipang merupakan tarian tradisional dari Probolinggo, Jawa Timur, yang
menggambarkan kehidupan masyarakat sehari – hari. Tarian ini merupakan tarian perpaduan
budaya Islam dan budaya Jawa yang dikemas menjadi sebuah tarian. Tarian ini merupakan salah
satu tarian yang terkenal di Jawa Timur dan menjadi kebanggaan masyarakat Probolinggo.
Kesenian Glipang ialah salah satu seni pertunjukkan yang membawakan lakon tertentu. Pada
umumnya pagelaran seni ini berlangsung semalam suntuk. Dalam beberapa pendapat tarian ini
berbentuk “Folk Dance” atau tarian Rakyat. Berisi gerakan pencak silat sehingga begitu menarik
untuk dipertunjukkan.

Menurut penjelasan dari beberapa sumber mengenai tarian ini. Istilah Glipang berasal dari
bahasa Arab yaitu “Gholiban” yang memiliki arti kebiasaan. Makna dari kebiasaan ini, suatu
kebiasaan kegiatan yang dilakukan oleh para santri di pondok pada masa penjajahan Belanda.
Berbeda dengan catatan yang dimiliki oleh Sutomo bahwa Glipang berasal dari kata Kalipang
yang diambil dari nama sebuah desa di Kabupaten Pasuruan. Desa yang menjadi tempat
diselenggarakannya lomba Zikir Mulud. Nama desa tersebut kemudian digunakan sebagai nama
sebuah kelompok kesenian Zikir Mulud yang berasal dari Kabupaten Lumajang. Dua kata
tersebut yaitu kata Ghaliban dan Kalipang memiliki kendala yang sama bagi lidah orang Jawa
yaitu dalam hal pengucapannya. Lidah orang Jawa mengalami kesulitan untuk melafalkan dua
kata tersebut. Orang Jawa pada umumnya dalam mengatakan sesuatu mencari pengucapan yang
mudah, maka pada akhirnya kata Ghaliban dan Kalipang ketika diucapkan oleh lidah orang Jawa
menjadi Glipang. Pelafalan Glipang tersebut kemudian familier hingga sekarang (Wuryansari &
Purwaningsih Ernawati, 2017).

Untuk sejarah awal tarian ini berasal dari wilayah Pendil kecamatan Gending kabupaten
Probolinggo dan betujuan mengenang jasa dari Saritruno. Tarian ini menceritakan mengenai rasa
geram masyarakat tani didaerah tersebut terhadap perilaku semena-mena sinder-sinder Belanda.
Sinder Belanda tersebut pada saat itu bekerja di Pabrik Gula di wilayah Gending, Kabupaten
Probolinggo.

Menurut beberapa sumber sejarah yang ada, Tari Glipang ini pertama kali diciptakan oleh
Saritruno, seorang pemuda pendatang dari Madura yang tinggal di desa Pendil, kabupaten
Probolinggo. Saritruno awalnya merupakan seorang mandor penebang tebu di pabrik gula milik
kolonial Belanda di Probolinggo. Bekerja cukup lama yaitu sekitar dua puluh tahunan.
Pekerjaannya sebagai mandor di pabrik gula tersebut, sering menimbulkan konflik dengan
sinder-sinder dari Belanda tersebut. Karena sikap kolonial Belanda yang sewenang – wenang
membuat Saritruno memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya. Segala sesuatu dibatasi mulai
dari komunikasi antar masyarakat, maupun kegiatan keagamaan disana. Konflik yang
berkepanjangan yang terjadi, mengugah hati para pribumi untuk membuat sebuah paguyuban.
Nama “Gholiban” dipilih sebagai paguyuban yang pada saat berfokus mengembangkan ilmu
beladiri. Dengan berdirinya paguyuban tersebut, masyarakat pribumi dapat mengatasi tindakan
semena-mena dari Sinder- sinder Belanda.

Atas jasa dari Saritruno dan bentuk mengenang kehebatannya, kemudian diciptakan
sebuah tarian sebagai wujud perlawanan kepada penjajah Belanda oleh Soeparmo pencipta dari
tarian ini. Istilah Gholiban yang pada awalnya menjadi nama dari paguyuban tersebut setelah itu
berparafrasa menjadi Glipang. Tari yang diciptakannya juga memiliki nama lain seperti: Tari
Kiprah Glipang, Tari Baris Glipang, Tari Pertemuan Glipang, Terbang Gending dan Samroh.

Pertama kali tarian diperkenalkan skitar tahun 1935, ternyata kurang mendapat sambutan
baik dari masyarakat Pendil, yang merupakan masyarakat muslim taat dan menganggap musik
gamelan sebagai larangan disana. Dengan keadaan sosial yang seperti itu membuat Soeparmo
memasukan beberapa unsur budaya Islam dan Madura dalam tariannya. Hal ini lah yang
kemudian membuat masyarakat menerima kesenian ini dan berkembang sebagai tradisi disana.
Tari Glipang sendiri merupakan kesenian yang menjadi kebiasaan turun temurun masyarakat,
hingga akhirnya menjadi suatu tradisi.

Pengaruh Islam yang begitu kental membuat kesan religus begitu jelas dalam tarian ini.
Organisasi Muhammadiyah yang begitu memiliki pengaruh besar menyumbang beberapa tradisi
yang mengurangi praktik penyimpangan dari syariat agama Islam seperti penggunaan sesaji dan
ritual mistis yang pada umumnya dilakukan seperti tari yang lain. Hal ini tergambar dari fungsi
utama dari tari ini sendiri yaitu sebagai media dakwah agama islam yang tergambarkan dari lirik
yang mengisi tarian tersebut. Islam yang memiliki pengaruh besar dapat dilihat dari salah satu
nyanyian yang diselipkan yaitu “Awayaro Esa” yang artinya Ya Allah yang Maha Esa. Lagu-
lagu yang mengiringi tarian ini cenderung menampakkan irama seakan mempertunjukkan
kesenian pencak silat dan beberapa lirik juga berisi syiar dakwah islam. Namun lagu- lagu yang
didendangkan bersifat kondisional sesuai tempat pertunjukkan tarian ini. apabila berlangsung
saat acara adat pernikahan maka lagu lebih menceritakan mengenai nasehat bagi calon mempelai
yang mempunyai hajat saat itu. Bentuk Tarian yang menggambarkan sosio drama dapat
dijadikan media dalam mengkomunikasikan syiar dakwah dan nasehat yang akan disampaikan
sehingga begitu mudah diterima masyarakat. Walaupun kesenian tarian ini telah menjadi tradisi
dalam masyarakat. Namun tidak terdapat satu tradisi lisan pun mengenai tarian ini. Budaya
pendhalungan dalam tarian ini lebih tampak dari penggunaan bahasanya.

Syarat untuk mempelajari lebih ke panggilan jiwa sehingga tidak ada unsur paksaan
dalam hal ini. Ketika berpacu pada masa awal tarian ini berkembang, seperti halnya tarian yang
mengandung tradisi dalam masyarakat yang diyakini, seperti puasa. Puasa bermakna melewati
sepi perut, hal ini berlatar belakang dari penjajahan yang dihadapi waktu itu. Kesan mistis seperti
penggunaan sesajen dan dupa tidak digunakan karena dinilai bertentangan dengan syariat Islam.

Untuk mengadakan pagelaran tarian ini yang diperlukan hampir sama layaknya kesenian
tari yang lainnya. Misalnya dari penggunaan alat music yang berfungsi sebagai pengiring dari
kesenian tari Glipang terdiri dari lima alat music yang berbeda yakni Terbang Hadrah, Serepoh,
Tongtongan, Ketipung, dan Jidor. Beberapa alat music tersebut memiliki makna tersendiri dalam
penggunaannya. (1) Terbang hadrah yang jumlahnya antara tiga sampai lima terbang hadarah,
dengan berbentuk lingkaran dengan diameter 30 cm. Makna dari jumlah terbang yang dipakai
yaitu menandakan bahwa rukun islam ada lima, dan jumlah tiga maksudnya adalah rukun islam,
rukun iman, dan rukun ikhsan. (2) Serepoh yang menyerupai terompet, yang berfungsi sebagai
pengiring irama nada syair yang dibawakan oleh penembang. Makna dari serepoh ini adalah
ketika teropmet sangkakala ditiup oleh malaikat, maka dunia ini akan berakhir atau kiamat. Dan
tiupan yang kedua bahwa manusia yang ada di alam kubur akan dihidupkan kembali untuk
dimintai pertanggungjawabannya selama hidup di dunia. (3) Tongtongan biasanya digunakan
oleh banyak orang untuk kegiatan siskamling di desa. Ide muncul dari benak pencipta bahwa
tongtongan ini bisa dijadikan alat musik Glipang. Makna alat ini adalah pemberitahuan kepada
warga untuk berkumpul. (4) Ketipung berfungsi untuk penanda setiap gerakan dan terdiri dari
dua jenis yaitu ketipung laki, dan perempuan. Makna dari alat ini adalah bahwa di dunia ini ada
dua hal yang saling berlawanan, misal ada siang dan malam, laki perempuan, ada buruk dan
baik. Dan makna yang lain bahwa seorang perempuan harus taaat kepada suami, dan perempuan
tidak boleh menjadi imam. Jumlah pemain ketipung ini ada dua, yaitu penabuh ketipung
perempuan dan penabung ketipung laki. (5) Jidor berfungsi sebagai penggema suara pada
kesenian Glipang karena suaranya yang menggema. Maknanya adalah melambangkan bahwa
tuhan itu ahad, dan agung, sehingga Jidor diletakkan paling atas daripada alat musik yang lain
(Muhammad, 2012).

Lagu - lagu yang dibawakan juga terdapat pembagian dalam pagelaran tarian ini. Yang
pertama yaitu Lagu Awayaro, sebagai lagu pembuka menjelang penyajian tari kiprah Glipang.
Kedua, pantun berlagu bebas, dibawakan secara bergantian pada penyajiannya saat tari
pertemuan. Dalam penyajian kesenian tari Glipang terdapat beberapa tahap – tahap:

1. Tahap I : Tari Ngeremo Glipang atau dikenal dengan Tari Kiprah Glipang, tari ini
merupakan bagian pembukaan dalam pertunjukkan seni Glipang.
2. Tahap II : Tari Baris, tari ini dibawakan oleh para penari pria, biasanya disertai
penampilan pelawak yang mendampinginya.
3. Tahap III : Tari Pertemuan, tari ini dibawakan oleh penari pria dan wanita dalam
komposisi berpasangan, disertai dua orang pelawak pria dan wanita. Namun
penari wanita dalam tarian ini justru diperagakan oleh penari pria. Kemudian
menjadi bahan lawakan dari pelawak yang mendampinginya.
4. Tahap IV : Sandiwara atau Drama, dalam tahap ini ceritera dibawakan sesuai
tema yang diusung oleh yang punya hajat namun tetap bernilai dakwah agama
islam (Maryati, 1986).

Kostum dan Tata Rias dari penari dan pengiring juga menjadi perhatian dalam kesenian
tari. Tata rias pada tarian ini membedakan dengan tarian lainnya, yaitu dengan karakter wajah
sangar dan berkumis, dan godek. Untuk pemain musik tidak dirias, tetapi hanya memakai kostum
dan odeng. Instrumen pada riasan ini terdiri dari celak, sedo, dan bedak. Busana Penari Glipang.
Warna pada busana penari Glipang ini merah dan hitam. Merah yang melambangkan orang
Madura yang berani dan tidak takut mati. Sedangkan warna hitam melambangkan kegelapan
pikiran yang pada akhirnya tidak bisa mengontrol hawa nafsu. Busana Kiprah. Busana yang
dipakai saat ini berwarna merah dan biru, ada juga busana warna kuning dan hijau. Aksesoris
yang dipakai yaitu rompi, sabuk blandang, sampur, lancor, celana, jarit, keris, gungseng. Busana
Baris Glipang. Busana baris terdiri dari ikat kepala (sorban), plat bahu, simbar, baju piyama,
samper, dan celana panjang merah. Busana Papakan Glipang. Untuk penari laki, merupakan
perpadu\an dari busana Kiprah dan Baris, yaitu baju piyama, celana panjang, dan samper.
Aksesoris yang dipakai yaitu odeng dan sabuk blandang. Busana perempuan yaitu baju kebaya,
stagen, samper, dan aksesoris sunggar bunga, dan gungseng. Busana Pemain Musik. Busana
yang dipakai pemain musik ini terdiri dari celana panjang hitam, dengan baju piyama kuning,
serta memakai odeng dan sabuk blangdang (Muhammad, 2012).

Gerakannya lugas yang dimaksud orangnya ini lugu-lugu tapi tegas. Gerakan yang
tampak menungkapkan kemarahan tapi yang tertata. Hal ini disebabkan ada lafal yang
disebutkan sebelumnya. Dari gerakan berbentuk nantang,ada bumi langit jadi saat menemui
musuh waktu itu tidak perlu lari. Ada gerakan yang seperti baris untuk saya modifikasi agar lebih
menarik karena waktu itu pamornya kalah oleh film India. Tari Glipang yang dilakukan oleh Pria
dan Wanita disebut gerak papakan.

Selain unsur fisik yang dimiliki tari, unsur filosofis juga tidak luput dari sebuah
kesenian. Dalam tari Glipang unsur ini begitu dipengaruhi oleh budaya islam yang digunakan
sebagai media dakwah kepada masyarakat melalui seni tari ini. Dengan memperhatikan gerakan
dan semua perlengkapan yang menunjang kesenian tersebut ternyata banyak yang memiliki
pesan simbolik. Sehingga hal ini sesuai dengan tujuan penciptaan tari oleh Bapak Parmo.

Jika melihat gerakan yang dipertunjukkan pada tarian ini, unsur ketegasan begitu nampak
karena pada dasarnya gerakan lugas dari tarian ini menceritakan perlawanan yang dilakukan
masyarakat kepada sinder - sinder Belanda pada saat itu. Selain itu, ketegasan dalam gerakan ini
menunjukkan latar belakang sosial dari masyarakat yang mayoritas hidup sebgai petani dan
buruh perkebunan pabrik gula. Kemudian gerakan bela diri yang terselip menunjukkan
perjuangan yang dilakukan dalam menentang kesewenang- wenangan sinder Belanda yang
berkuasa. Lagu- lagu yang mengiringi kesenian ini juga memiliki makna dalam perkembangan
agama islam di wilayah tersebut. Peralatan yang digunakan dalam mengiringi tarian ini juga
memiliki makna diantara sebagai berikut :

 Settong Jedhor “ paneka andhi “: Jumlah alat music jedhor yang hanya satu
menyimbolkan keesaan dari Tuhan. Dengan ukuran Jedhor atau biasa dikenal
sebagai Jidhor yang berukuran besar, ternyata melambangkan ke Maha Besaran
dari Allah SWT.
 Dhuwa’ ketepung, “ paneka lambing dhuwa’: Jumlah rebana yang hanya dua juga
melambangkan kalimat Syahadat, dalam hal ini menujukan rukun islam yang
diajarkan sebagai syarat awal memeluk agama Islam.
 Kecrek tello’, meggi’, artosepun: Menyimbolkan Iman, Islam dan Ikhsan, artinya
tiga buah kecrek menggambarkan tiga hal yang saling berkaitan dalam Bergama
Islam (Maryati, 1986).

Dengan berbagai makna filosofis yang dimiliki kesenian ini, begitu berpengaruh terhadap
kepribadian masyarakat Probolinggo. Sehinga pelestarian perlu dilakukan agar budaya ini tetap
terjaga. Peran beberapa pihak sangat diperlukan guna melestarikan kesenian ini. Pemerintah
dalam hal ini memberi sumbangsih dengan pengadaan festival budaya tiap agustus dengan tajuk
“SEMIPRO”, sehingga penari memiliki wadah untuk menyalurkan kemampuannya. Keeksikan
budaya ini dapat dilihat dengan banyak festival budaya yang mulai gencar dilakukan di Kota
Probolinggo. Antusias warga Kota Probolinggo juga lumayan dalam hal ini. Walaupun demikian,
permasalahan terberat dalam pelestarian tarian ini adalah peran generasi muda. Generasi muda
masih seglintir yang mulai peduli terhadap keeksisan tarian ini. Penanaman sejak dini pun sering
dilakukan namun kesadaran dari Orang tua juga diperlukan untuk menjaga kelestarian dari tarian
ini.
12. LAMPIRAN
NARASUMBER

NAMA : Bapak Khotib


ALAMAT : Jl. Brantas, Kelurahan Kanigaran ,Kecamatan Kanigaran, Kota Probolinggo
AKTIVITAS : Penggiat Kesenian Segala Macam Tarian Khas Probolinggo
DAFTAR PUSTAKA

Maryati. (1986). KIPRAH GLIPANG SUATU TINJAUAN SENI TRADISI DALAM


HUBUNGANNYA DENGAN PERKEMBANGAN PSIKHOLOGI
PEMUDA.Skripsi.Surabaya: Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta
Muhammad, R. (2012). Seni Tari Glipang di Kabupaten Probolinggo (Studi Deskriptif Makna
Simbolik Tari Glipang dari Sudut Pandang Pelaku). 1(1), 35–40.
Pratiwi, L. N. (2018). Perkembangan Kesenian Glipang Di Desa Tegalrandu Kecamatan Klakah
Kabupaten Lumajang Tahun 1944-1992. 6(1).
Wuryansari, E., & Purwaningsih Ernawati. (2017). KESENIAN GLIPANG LUMAJANG (Bentuk
Pertunjukan Dan Eksistensi Grup Bintang Budaya).

Anda mungkin juga menyukai