Anda di halaman 1dari 4

Jaipongan, Seni Tari Tradisional Jawa Barat

Indonesia sangat kaya akan khasanah budaya bangsa yang lahir dari Nenek Moyang. Begitu banyak
budaya maupun seni, hadir menyemarakkan kehidupan di nusantara tercinta, Indonesia. Salah satu jenis
budaya kesenian di Jawa Barat adalah Tari Jaipong.
Jaipongan adalah salah satu jenis seni tarian tradisional masyarakat Sunda, Jawa Barat, yang cukup
populer di Indonesia. Tari Jaipong diciptakan oleh seorang seniman asal Bandung, bernama Gugum
Gumbira, sekitar tahun 1960-an, dengan tujuan menciptakan suatu jenis musik dan tarian pergaulan
yang diangkat dari kekayaan seni tradisi rakyat Nusantara, khususnya Jawa Barat.
Awal kemunculan tari Jaipong sempat menjadi bahan perbincangan, karena menurut beberapa pihak,
gerakan tarian tersebut dinilai mengandung unsur erotis dan vulgar. Namun beberapa media cetak,
mulai mengekspos tarian tersebut sebagai tarian tradisional yang harus disikapi dengan bijak, sehingga
lambat laun kehadiran tari Jaipong mulai bisa diterima.
Apalagi setelah tari Jaipong, pada tahun 1980, dipentaskan di media elektronik, sehingga berdampak
lebih meningkatkan frekuensi pertunjukan, baik di media televisi, hajatan maupun perayaan-perayaan
yang diselenggarakan oleh pihak swasta maupun pemerintah.
Karya Jaipongan pertama mulai dikenal oleh masyarakat adalah tari "Daun Pulus Keser Bojong" dan
"Rendeng Bojong". keduanya merupakan jenis tari putri dan tari berpasangan (putra dan putri). Dari
tarian tersebut muncul beberapa nama penari Jaipongan handal seperti : Tati Saleh, Yeti Mamat, Eli
Somali dan Pepen Dedi Kurniadi.
Meskipun Jaipongan termasuk seni tari kreasi relatif baru namun tarian tersebut dikembangkan
berdasarkan kesenian rakyat yang sudah berkembang sebelumnya, seperti : Ketuk Tilu, Kliningan serta
Ronggeng. Kemunculan tarian karya Gugum Gumbira pada awalnya disebut Ketuk Tilu perkembangan,
yang memang karena dasar tarian itu merupakan pengembangan dari Ketuk Tilu.
Perhatian Gugum Gumbira pada kesenian masyarakat Sunda, Jawa Barat, yang salah satunya adalah
Ketuk Tilu, menjadikannya mengetahui dan mengenal betul pola-pola perbendaharan gerak tari tradisi
yang ada pada Kliningan atau Bajidoran atau Ketuk Tilu. Gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan
beberapa ragam gerak mincid dari beberapa kesenian menjadi inspirasi untuk mengembangkan
kesenian jaipongan.

Karya pertama Gugum Gumbira masih sangat kental dengan warna ibing Ketuk Tilu, baik dari segi
koreografi maupun iringannya, yang kemudian tarian itu menjadi populer dengan sebutan Jaipongan.
Perkembangan tari Jaipong terjadi pada tahun 1980 hingga tahun 1990-an, di mana Gugum Gumbira
menciptakan kreasi tari lainnya seperti : Toka-toka, Setra Sari, Sonteng, Pencug, Kuntul Mangut, Iringiring Daun Puring, Rawayan dan Tari Kawung Anten.
Dari tarian-tarian tersebut muncul beberapa penari Jaipongan handal lain seperti : Iceu Effendi, Yumiati
Mandiri, Miming Mintarsih, Nani, Erna, Mira Tejaningrum, Ine Dinar, Ega, Nuni, Cepy, Agah, Aa
Suryabrata dan Asep.
Kehadiran Jaipongan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap para seniman khususnya para
seniman tari untuk lebih aktif lagi menggali jenis tarian rakyat yang sebelumnya kurang mendapat
perhatian.
Lebih lanjut peluang usaha tersebut dibentuk oleh para penggiat tari sebagai usaha pemberdayaan
ekonomi dengan nama Sanggar Tari atau grup-grup di beberapa daerah wilayah Jawa Barat, misalnya di
Subang dengan Jaipongan gaya "kaleran" (utara).
Ciri khas Jaipongan gaya kaleran, yaitu : keceriaan, erotis, humoris, semangat, spontanitas dan
kesederhanaan, alami serta apa adanya. Hal itu tercermin dalam pola penyajian tari pada
pertunjukannya.
Pola penyajian tari meliputi :
Ibing Pola (diberi pola), seperti pada seni Jaipongan di Bandung
Ibing Saka (tidak diberi pola), seperti pada seni Jaipongan Subang dan Karawang
Istilah Ibing Saka dapat ditemui pada Jaipongan gaya kaleran, terutama di daerah Subang.
Dalam penyajiannya, Jaipongan gaya kaleran terbagi sebagai berikut :
Tatalu
Kembang Gadung
Buah Kawung Gopar

Tari Pembukaan (Ibing Pola), biasanya dibawakan oleh penari tunggal atau Sinden Tatandakan
(serang sinden tapi tidak bisa nyanyi melainkan menarikan lagu sinden/juru kawih)
Jeblokan dan Jabanan, merupakan bagian pertunjukan ketika para penonton (bajidor) sawer
uang (jabanan) sambil salam tempel. Istilah jeblokan diartikan sebagai pasangan yang menetap
antara sinden dan penonton (bajidor)
Sejarah Tari Jaipong

Sebelum bentuk seni pertunjukan muncul, ada beberapa pengaruh yang melatarbelakangi pembentukan
tarian pergaulan tersebut. Di kawasan perkotaan Priangan misalnya, pada masyarakat tingkat elite, tari
pergaulan dipengaruhi dansa Ball Room dari Barat, sementara pada kesenian rakyat, tari pergaulan
dipengaruhi tradisi lokal.
Pertunjukan tari-tari pergaulan tradisional tidak lepas dari keberadaan ronggeng dan pamogoran.
Pamogoran adalah penonton yang berperan aktif dalam seni pertunjukan Ketuk Tilu atau Doger atau
Tayub.
Keberadaan ronggeng dalam seni pertunjukan memiliki daya tarik yang mengundang simpati kaum
pamogoran. Misalnya pada tari Ketuk Tilu yang begitu dikenal oleh masyarakat Sunda, diperkirakan
kesenian tersebut populer sekitar tahun 1916.
Sebagai seni pertunjukan rakyat, kesenian tersebut didukung oleh unsur-unsur sederhana, seperti :

Waditra yang meliputi rebab


Kendang
Kulanter dua buah
Ketuk tiga buah
Gong

Demikian pula dengan gerakan tariannya tidak memiliki pola gerak yang baku, kostum penari yang
sederhana adalah sebagai cerminan kerakyatan.
Seiring memudarnya jenis kesenian tersebut di atas, mantan penonton yang berperan aktif dalam seni
pertunjukan Ketuk Tilu atau Doger atau Tayub, beralih perhatian pada seni pertunjukan Kliningan, yang
berada di daerah Pantai Utara Jawa Barat, seperti : Karawang, Bekasi, Purwakarta, Indramayu dan
Subang.

Secara koreografis tarian tersebut masih mencirikan pola-pola tradisi Ketuk Tilu yang mengandung unsur
gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid hingga pada akhirnya
menjadi dasar penciptaan tari Jaipongan.
Beberapa gerak-gerak dasar tari Jaipongan selain dari Ketuk Tilu, Ibing Bajidor serta Topeng Banjet
adalah Tayuban dan Pencak Silat.
Pengertian Tari Jaipong
Jaipongan adalah sebuah aliran seni tari yang lahir dari kreativitas seorang seniman Berasal dari
Bandung, bernama Gugum Gumbira. Perhatiannya pada kesenian rakyat dimana salah satunya adalah
Ketuk Tilu menjadikan Gugum mengetahui dan mengenal betul pola-pola perbendaharan gerak tari
tradisi yang ada pada Kliningan atau Bajidoran atau Ketuk Tilu.
Menyebutan nama Jaipongan sebenarnya tak hanya akan mengingatkan pada sejenis tari tradisi Sunda
yang atraktif dengan gerak yang dinamis. Tangan, bahu, dan pinggul selalu menjadi bagian dominan
dalam pola gerak yang lincah, diiringi oleh pukulan kendang.
Terutama pada penari perempuan, seluruhnya gerak tari selalu dibarengi dengan senyuman dan
kerlingan mata. Inilah sejenis tarian pergaulan dalam tradisi tari Sunda yang muncul pada akhir tahun
1970-an yang sampai saat ini popularitasnya masih tetap hidup di tengah masyarakat.
Akhir-akhir ini tari Jaipong bisa dikategorikan sebagai salah satu identitas keseniaan Jawa Barat. Hal
tersebut nampak pada beberapa acara-acara penting yang berkenaan dengan tamu-tamu dari negara
asing yang datang ke Jawa Barat, akan disambut dengan pertunjukan tari Jaipongan.
Demikian pula dengan misi-misi kesenian ke manca negara senantiasa dilengkapi dengan tari Jaipongan.
Tari Jaipongan banyak memengaruhi kesenian-kesenian lain yang ada di masyarakat Jawa Barat, baik
pada seni pertunjukan wayang, degung, genjring atau terbangan, kacapi jaipong dan hampir semua
pertunjukan rakyat maupun pada musik dangdut modern yang dikolaborasikan dengan Jaipong.
Lestarilah budaya dan seni tradisional Indonesia. Jadikan sebagai ajang agar Indonesia semakin dikenal
sebagai pemilik budaya maupun seni tradisional yang beraneka ragam.
Nara Sumber : Wikipedia, Lingkar Jabar Online
Penulis : Nunik Sumasni, Ardiatmiko, Fedry Andria dan Tangguh Sutjaksono

Anda mungkin juga menyukai