PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cinta tanah air adalah mencintai bangsa sendiri, yakni munculnya perasaan
mencintai oleh warga negara untuk negaranya dengan sedia mengabdi, berkorban,
memelihara persatuan dan kesatuan, melindungi tanah airnya dari segala ancaman,
gangguan dan tantangan yang dihadapi oleh negaranya. Dalam definisi lain, cinta
tanah air adalah munculnya rasa kebanggaan, rasa kecintaan, rasa memiliki, rasa
menghargai, rasa menghormati, rasa kesetiaan dan kepatuhan yang dimiliki oleh
setiap warga negara terhadap negaranya atau tanah airnya.
Kita sebagai warga negara Indonesia dan Indonesia sebagai tanah air kita, maka
kita harus memiliki perasaan cinta tanah air dan mewujudkan kecintaan itu dalam
kehidupan sehari-hari. Menurut saya, wujud kecintaan warga negara kepada tanah
airnya dapat dimulai dari hal-hal yang sederhana yaitu mencintai dan melestarikan
akan budaya-buadaya Indonesia ini. Agar budaya-budaya yang telah lama melekat
pada masyarakat Indonesia tidak punah begitu saja.
Apa yang dimaksud dengan budaya? Secara umum, pengertian budaya adalah
suatu cara hidup yang terdapat pada sekelompok manusia, yang berkembang dan
diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi berikutnya.Ada juga yang
mengatakan bahwa arti budaya adalah suatu pola hidup yang tumbuh dan berkembang
pada sekelompok manusia yang mengatur agar setiap individu mengerti apa yang
harus dilakukan, dan untuk mengatur tingkah laku manusia dalam berinteraksi dengan
manusia lainnya.Secara bahasa, kata “budaya” berasal dari bahasa Sansekerta,
yaitu Buddhaya yang merupakan bentuk jamak dari kata Buddhi dimana artinya
adalah segala hal yang berhubungan dengan budi dan akal manusia. Dalam hal ini,
budaya sangat berkaitan dengan bahasa atau cara berkomunikasi, kebiasaan di suatu
daerah atau adat istiadat. Salah satu budaya yang terkenal di daerah Jawa Barat salah
satunya “Tari Jaipong”.
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Mengetahui definisi Tari Jaipong
2
BAB II
ISI
3
B. Filosofi Tari Jaipong
Tari Jaipongan adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari daerah Jawa
Barat. Menurut catatan sejarah kebudayaan Indonesia tarian ini diciptakan oleh
seorang seniman berdarah Sunda bernama Gugum Gumbira pada tahun 1960-an.
Awalnya sang pencentus tari ini berkeinginan mengangkat kesenian rakyat yang
memiliki nilai jual, di samping itu Gumbira juga ingin menciptakan sebuah kesenian
tradisional yang dapat dipadukan dengan tarian kontemporer. Jaipongan merupakan
tarian yang tercipta dari kolaborasi berbagai macam gerakan seperti gerakan Tari
Ketuk Tilu, Tari Ronggeng, dan juga beberapa gerakan seni bela diri Pencak Silat.
Namun, dari sumber lain disebutkan bahwa pencipta gerakan dalam tarian Jaipongan
adalah H Suanda dan Gugum Gumbira hanyalah salah satu tokoh yang
memperkenalkan tarian ini kepada masyarakat luas di Indonesia.
Meskipun populer dan sempat menjadi tren pentas seni, Tari Jaipong juga pernah
mengalami kontroversi di tengah masyarakat Indonesia. Pro-kontra Tari Jaipongan
berawal dari pendapat kritikus yang menganggap tarian tradisional ini sebagai sebuah
suguhan yang mengandung erotisme karena mengeksploitasi lekuk tubuh perempuan.
Terutama gerakan pinggul dalam Jaipongan yang disebut-sebut mengundang gairah
lelaki. Di mana hal tersebut sangat bertentangan dengan citra yang dimiliki
perempuan-perempuan Sunda. Masyarakat Sunda mempercayai jika sosok ideal
seorang perempuan sejak lama adalah yang keibuan, berwibawa, kalem, penyabar,
lembut, berkharisma, dan ke semuanya sama sekali tidak tercermin dalam Tari
Jaipongan yang menunjukkan gerakan-gerakan atraktif dan dinamis.
4
C. SEJARAH JAIPONG
Jaipongan terlahir melalui proses kreatif dari tangan dingin H. Suanda sekitar
tahun 1976 di Karawang, jaipongan merupakan garapan yang menggabungkan
beberapa elemen seni tradisi karawang seperti pencak silat, wayang golek, topeng
banjet, ketuk tilu dan lain-lain. Jaipongan di karawang pesat pertumbuhannya di mulai
tahun 1976, di tandai dengan munculnya rekaman jaipongan SUANDA GROUP
dengan instrument sederhana yang terdiri dari gendang, ketuk, kecrek, goong, rebab
dan sinden atau juru kawih. Dengan media kaset rekaman tanpa label tersebut (indie
label) jaipongan mulai didistribusikan secara swadaya oleh H Suanda di wilayah
karawang dan sekitarnya. Tak disangka Jaipongan mendapat sambutan hangat,
selanjutnya jaipongan menjadi sarana hiburan masyarakat karawang dan mendapatkan
apresiasi yang cukup besar dari segenap masyarakat karawang dan menjadi fenomena
baru dalam ruang seni budaya karawang, khususnya seni pertunjukan hiburan rakyat.
Posisi Jaipongan pada saat itu menjadi seni pertunjukan hiburan alternative dari seni
tradisi yang sudah tumbuh dan berkembang lebih dulu di karawang seperti penca silat,
topeng banjet, ketuk tilu, tarling dan wayang golek. Keberadaan jaipong memberikan
warna dan corak yang baru dan berbeda dalam bentuk pengkemasannya, mulai dari
penataan pada komposisi musikalnya hingga dalam bentuk komposisi tariannya.
Mungkin di antara kita hanya tahu asal tari jaipong dari Bandung ataupun malah
belum mengetahui dari mana asalnya. Dikutip dari ucapan kepala Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata ( Disbudpar ) Karawang, Acep Jamhuri “Jaipong itu asli Karawang.
Lahir sejak tahun 1979 yang berasal dari tepak Topeng. Kemudian dibawa ke
Bandung oleh seniman di sana, Gugum Gumilar. Akhirnya dikemas dengan membuat
rekaman. Seniman-seniman Karawang dibawa bersama Suwanda. Ketika sukses, yang
bagus malah Bandung. Karawang hanya dikenal gendangnya atau nayaga (pemain
musik). Makanya sekarang kami di Disbudpar akan mencoba menggali kembali seni
tari Jaipong bahwa ini seni yang sesungguhnya berasal dari Karawang”. Tari ini
dibawa ke kota Bandung oleh Gugum Gumbira, sekitar tahun 1960-an, dengan tujuan
untuk mengembangkan tarian asal karawang dikota bandung yang menciptakan suatu
jenis musik dan tarian pergaulan yang digali dari kekayaan seni tradisi rakyat
Nusantara, khususnya Jawa Barat. Meskipun termasuk seni tari kreasi yang relatif
baru, jaipongan dikembangkan berdasarkan kesenian rakyat yang sudah berkembang
sebelumnya, seperti Ketuk Tilu, Kliningan, serta Ronggeng. Perhatian Gumbira pada
kesenian rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan
mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada
Kliningan/Bajidoran atau Ketuk Tilu. Gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan
beberapa ragam gerak mincid dari beberapa kesenian menjadi inspirasi untuk
mengembangkan kesenian jaipongan.
5
Sebelum bentuk seni pertunjukan ini muncul, ada beberapa pengaruh yang
melatarbelakangi terbentuknya tari pergaulan ini. Di kawasan perkotaan Priangan
misalnya, pada masyarakat elite, tari pergaulan dipengaruhi dansa Ball Room dari
Barat. Sementara pada kesenian rakyat, tari pergaulan dipengaruhi tradisi lokal.
Pertunjukan tari-tari pergaulan tradisional tak lepas dari keberadaan ronggeng dan
pamogoran. Ronggeng dalam tari pergaulan tidak lagi berfungsi untuk kegiatan
upacara, tetapi untuk hiburan atau cara bergaul. Keberadaan ronggeng dalam seni
pertunjukan memiliki daya tarik yang mengundang simpati kaum pamogoran.
Misalnya pada tari Ketuk Tilu yang begitu dikenal oleh masyarakat Sunda,
diperkirakan kesenian ini populer sekitar tahun 1916. Sebagai seni pertunjukan rakyat,
kesenian ini hanya didukung oleh unsur-unsur sederhana, seperti waditra yang
meliputi rebab, kendang, dua buah kulanter, tiga buah ketuk, dan gong. Demikian
pula dengan gerak-gerak tarinya yang tidak memiliki pola gerak yang baku, kostum
penari yang sederhana sebagai cerminan kerakyatan.
Tarian ini mulai dikenal luas sejak 1970-an. Kemunculan tarian karya Gugum
Gumbira pada awalnya disebut Ketuk Tilu perkembangan, yang memang karena dasar
tarian itu merupakan pengembangan dari Ketuk Tilu. Karya pertama Gugum Gumbira
masih sangat kental dengan warna ibing Ketuk Tilu, baik dari segi koreografi maupun
iringannya, yang kemudian tarian itu menjadi populer dengan sebutan Jaipongan.
6
D. PERKEMBANGAN JAIPONG
Karya Jaipongan pertama yang mulai dikenal oleh masyarakat adalah tari "Daun
Pulus Keser Bojong" dan "Rendeng Bojong" yang keduanya merupakan jenis tari
putri dan tari berpasangan (putra dan putri). Dari tarian itu muncul beberapa nama
penari Jaipongan yang handal seperti Tati Saleh, Yeti Mamat, Eli Somali, dan Pepen
Dedi Kurniadi. Awal kemunculan tarian tersebut sempat menjadi perbincangan, ulgar.
Namun dari ekspos beberapa media cetak, nama Gugum Gumbira mulai dikenal
masyarakat, apa lagi setelah tari Jaipongan pada tahun 1980 dipentaskan di TVRI
stasiun pusat Jakarta. Dampak dari kepopuleran tersebut lebih meningkatkan
frekuensi pertunjukan, baik di media televisi, hajatan maupun perayaan-perayaan
yang diselenggarakan oleh pihak swasta dan pemerintah.
Kehadiran Jaipongan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap para
penggiat seni tari untuk lebih aktif lagi menggali jenis tarian rakyat yang sebelumnya
kurang perhatian. Dengan munculnya tari Jaipongan, dimanfaatkan oleh para penggiat
seni tari untuk menyelenggarakan kursus-kursus tari Jaipongan, dimanfaatkan pula
oleh pengusaha pub-pub malam sebagai pemikat tamu undangan, dimana
perkembangan lebih lanjut peluang usaha semacam ini dibentuk oleh para penggiat
tari sebagai usaha pemberdayaan ekonomi dengan nama Sanggar Tari atau grup-grup
di beberapa daerah wilayah Jawa Barat, misalnya di Subang dengan Jaipongan gaya
"kaleran" (utara).
Ciri khas Jaipongan gaya kaleran, yakni keceriaan, erotis, humoris, semangat,
spontanitas, dan kesederhanaan (alami, apa adanya). Hal itu tercermin dalam pola
penyajian tari pada pertunjukannya, ada yang diberi pola (Ibing Pola) seperti pada
seni Jaipongan yang ada di Bandung, juga ada pula tarian yang tidak dipola (Ibing
Saka), misalnya pada seni Jaipongan Subang dan Karawang. Istilah ini dapat kita
temui pada Jaipongan gaya kaleran, terutama di daerah Subang. Dalam penyajiannya,
Jaipongan gaya kaleran ini, sebagai berikut: 1) Tatalu; 2) Kembang Gadung; 3) Buah
Kawung Gopar; 4) Tari Pembukaan (Ibing Pola), biasanya dibawakan oleh penari
tunggal atau Sinden Tatandakan (serang sinden tetapi tidak bisa nyanyi melainkan
menarikan lagu sinden/juru kawih); 5) Jeblokan dan Jabanan, merupakan bagian
pertunjukan ketika para penonton (bajidor) sawer uang (jabanan) sambil salam tempel.
Istilah jeblokan diartikan sebagai pasangan yang menetap antara sinden dan penonton
(bajidor).
Perkembangan selanjutnya tari Jaipongan terjadi pada taahun 1980-1990-an, di
mana Gugum Gumbira menciptakan tari lainnya seperti Toka-toka, Setra Sari,
Sonteng, Pencug, Kuntul Mangut, Iring-iring Daun Puring, Rawayan, dan Tari
Kawung Anten. Dari tarian-tarian tersebut muncul beberapa penari Jaipongan yang
handal antara lain Iceu Effendi, Yumiati Mandiri, Miming Mintarsih, Nani, Erna,
Mira Tejaningrum, Ine Dinar, Ega, Nuni, Cepy, Agah, Aa Suryabrata, dan Asep.
Dewasa ini tari Jaipongan boleh disebut sebagai salah satu identitas keseniaan
Jawa Barat, hal ini tampak pada beberapa acara-acara penting yang berkenaan dengan
tamu dari negara asing yang datang ke Jawa Barat, maka disambut dengan
pertunjukan tari Jaipongan. Demikian pula dengan misi-misi kesenian ke manca
negara senantiasa dilengkapi dengan tari Jaipongan. Tari Jaipongan banyak
memengaruhi kesenian-kesenian lain yang ada di masyarakat Jawa Barat, baik pada
seni pertunjukan wayang, degung, genjring/terbangan, kacapi jaipong, dan hampir
7
semua pertunjukan rakyat maupun pada musik dangdut modern yang dikolaborasikan
dengan Jaipong menjadi kesenian Pong-Dut.Jaipongan yang telah diplopori oleh Mr.
Nur & Leni.
4. Mincit
Gerakan ini adalah perpindahan dari satu ragam gerakan ke ragam gerakan lain.
Saat menari, gerakan ini dilakukan setelah ada gerakan ngala. Jika anda pernah
menonton tarian ini, entah itu langsung atau hanya lewat televisi, maka anda akan
paham ragam gerakan ini.
8
3. Apok
Apok merupakan baju atasan para penari. Busana ini juga memiliki kancing
sepeti pakaian pada umumnya. Apok dihiasi dengan bordiran bunga – bunga yang
terdapat pada sudut – sudut pakaian.
5. Kecapi
Sama halnya dengan tarian ini, kecapi merupakan alat musik yang berasal dari
Sunda. Alat musik ini dimainkan dengan cara dipetik. Sumber suara yang diperoleh
berasal dari dawai.
9
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Saya memilih tarian jaipong karena tarian ini merupakan salah satu warisan
nenek moyang yang berasal dari daerah Jawa Barat tepatnya di Karawang. Tarian ini
juga membuktikan pada masyarakat Jawa Barat, bahwa tarian jaipong tidak ada yang
menyamai dari segi tata rias atau gerakan dan musiknya dan satu-satunya tarian unik
masyarakat sunda. Dan juga memiki dampak baik bagi kesehatan yakni tarian jaipong
ini dapat membakar lemak, mengurangi resiko terjadinya penggumpalan gula dalam
darah dan dapat menyehatkan jantung.
B. SARAN
Kita sebagai warga negara Indonesia khususnya daerah Jawa Barat harus
melestarikan budaya-budaya dalam negeri, contohnya Tarian Jaipong. Kita sebagai
generasi milenial bisa melestarikannya dengan cara mengenal terlebih dahulu seluk
beluk yang berkaitan dengan Tarian Jaipong ini dan memperkenalkannya ke
masyarakat luas. Agar tarian ini tidak punah begitu saja serta agar tarian ini tidak di
akui oleh negara tetangga karena kurangnya kesadaran arti cinta tanah air yang
sesungguhnya.
10
DAFTAR PUSTAKA
https://www.kompasiana.com/idriskamisopa/5929804f8e7e61c67214ba46/cinta-tanah
-air
https://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/detail/tari-jaipong
https://www.infobudaya.net/2019/02/nilai-filosofi-di-balik-tari-jaipongan/
https://id.wikipedia.org/wiki/Budaya
https://www.cintaindonesia.web.id/2018/02/sejarah-dan-perkembangan-tari-jaipong.ht
ml
11