Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH TARI TRADISIONAL JAWA BARAT

MTsN 09 PESSEL
Di susun:
-Sherly valentine
Pengertian Tari Tradisional

Tari tradisional adalah tarian yang berkembang dan dilestarikan secara turun-
temurun di suatu daerah tertentu. Tarian ini biasanya memiliki berbagai ciri
khas yang menonjolkan falsafah, budaya dan kearifan lokal setempat di mana
tarian tersebut berkembang. Sehingga dapat ditebak bahwa masing-masing
daerah akan memiliki keunikan tersendiri. Terutama di negeri ini, di mana
keberagaman masyarakatnya seakan tak terbatas.Meskipun demikian,
sejatinya setiap perbedaan antardaerah tersebut adalah milik kita juga. Seperti
dalam pendapat Alwi yang menyebutkan bahwa kesenian tradisional adalah
kesenian yang diciptakan oleh masyarakat banyak yang mengandung unsur
keindahan yang hasilnya menjadi milik bersama

Indonesia kaya akan kebudayaan, dan kesenian tradisional yang beragam.


Salah satu kesenian yang menarik untuk kita bahas adalah tarian, seperti tari
merak misalnya. Tari yang satu ini, cukup terkenal di Indonesia bahkan dunia

17 Tarian Tradisional Daerah Jawa Barat

Mengenal tarian tradisional daerah Jawa Barat merupakan kewajiban sebagai warga negara yang
tidak bisa ditawar-tawar lagi. Hal ini adalah cerminan dari rasa nasionalisme kita dalam
berbangsa dan bernegara. Gempuran budaya asing hendaknya jangan sampai menggeser selera
kita dalam berbudaya. Meski saat ini sudah banyak gaya hidup asing yang masuk, budaya
nusantara dalam bentul tari/tarian harus tetap ada dan jangan pernah punah sampai kapan pun
jua.

Banyak nilai yang terkandung pada tarian tradisional daerah Jawa Barat, ada nilai sosial budaya
dan ada juga nila filosofis. Tidak jarang sebuah seni tari mencerminkan potret kehidupan yang
terjadi dimasyarakat setempat.

1. Tari Jaipong

Tari Jaipong Jawa Barat via


Senitari.com

Tari Jaipong yang merupakan tarian yang berasal dari Bandung provinsi Jawa Barat.

Nama lain dalam tari ini adalah Jaipongan yaitu sebuah genre seni tari yang lahir dari kreativitas
seorang seniman asal Bandung, Gugum Gumbira. Perhatiannya pada kesenian rakyat
menjadikannya mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi yang
ada pada Kliningan/Bajidoran atau Ketuk Tilu.

Gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid dari beberapa
kesenian di atas cukup memiliki inspirasi untuk mengembangkan tari atau kesenian yang kini
dikenal dengan nama Jaipongan.

Asal Usul Tari Jaipong


Menurut sejarah, tari Jaipong ini mulai ada sekitar tahun 1960. Penciptanya sendiri
yaitu seorang seniman asal Sunda bernama Gugum Gumbira. Kala itu, Gugum
Gumbira menaruh perhatian yang amat besar terhadap kesenian rakyat. Salah satu
contohnya yaitu tari pergaulan Ketuk Tilu. Gugum Gumbira pun akhirnya berkeinginan
untuk dapat menciptakan sendiri tarian pergaulan yang dikembangkan dari kekayaan
seni tradisional rakyat.
Pada tahun 1970, tari Jaipong mulai dikenal oleh masyarakat. Namun, pada mulanya
tarian ini disebut dengan tari Ketuk Tilu karena gerakan tarian ini memang
dikembangkan dari tari Ketuk Tilu. Bahkan, karya perdana Gugum Gumbira ini masing
sangat kental dengan tari Ketuk Tilu, baik dari segi iringan musik maupun
koreografinya.
Adapun karya pertama dari Gugum yang dikenalkan ke masyarakat yaitu tari Jaipong
Rendeng Bojong dan tari Jaipong Daun Pulus Kejer Bojong. Tarian tersebut merupakan
jenis tari berpasangan dan juga tari putri. Berkat karya pertama dari Gugum Gumbira,
kemudian muncullah sejumlah nama penari Jaipong yang terkenal. Sebagai contoh, Eli
Somali, Pepen Dedi Kurniadi, Tati Saleh, dan juga Yeti Mama.
Namun sayang, kemunculan tari ini pada mulanya ditentang karena gerakan-
gerakannya dianggap erotis dan vulgar. Meski begitu, justru hal tersebut yang
kemudian menjadi perhatian media. Bahkan, tarian ini pernah ditayangkan oleh TVRI
pusat Jakarta pada tahun 1980. Semenjak itulah frekuensi pertunjukkan tari Jaipong,
baik di perayaan, hajatan, maupun media televisi semakin meningkat. Masyarakat pun
kemudian memanfaatkan hal tersebut untuk mendirikan grup Jaipongan dan juga
sanggar tari.
Tari Jaipong ini menjadi inspirasi para seniman tari tradisional untuk lebih aktif dan
kreatif dalam menggali tarian rakyat yang mungkin kurang memperoleh perhatian.
Setelah tari Jaipong mulai banyak dikenal masyarakat, Gugum Gumbira pun
menciptakan kreasi tari lain, seperti Sonteng, Toka-toka, Pencug, dan Setra Sari.
Makna dan Fungsi Tari Jaipong
Secara umum, gerakan-gerakan yang ditampilkan pada tari Jaipong ini
menggambarkan seorang perempuan Sunda yang ramah, energik, dan pantang
menyerah. Perempuan pada tari Jaipong ini juga digambarkan sebagai perempuan
yang lincah, mandiri, bertanggung jawab, santun, dan berani. Dengan begitu, tentu
stereotip perempuan Sunda yang terkenal cantik dan malas sedikit berubah. Tari
Jaipong juga mengisyaratkan bahwa kecantikan dan lekuk tubuh yang indah menjadi
aset yang sangat berharga dan menjadi daya tarik setiap penari Jaipong.
Namun, dibalik kelembutan dan keanggunan seorang perempuan, di situ juga terdapat
keinginan mereka untuk menjadi diri mereka sendiri tanpa harus terhambat dengan
pemikiran orang lain. Tari Jaipong juga banyak dimanfaatkan untuk berbagai hal karena
fungsi tarian ini yang bermacam-macam yaitu:
Menjadi Salah Satu Seni Tradisional yang Diandalkan
Sebagai daerah asal tarian ini, Jawa Barat sangat mengandalkan tari Jaipong dan
menjadikannya sebagai ikon untuk promosi. Baik itu promosi kekayaan daerah secara
nasional maupun internasional. Salah satu daerah yang sudah memperoleh banyak
keuntungan dari tarian ini yaitu Bandung.
Bandung memang menjadi tempat pengembangan seni Jaipong. Maka dari itu, tidak
mengherankan jika atraksi wisata yang ada di Bandung sejak tahun 90-an perlahan
mulai meningkat. Hal tersebut banyak disebabkan karena masyarakat luar ingin lebih
mengetahui Bandung sebagai daerah pengiring dari tari Jaipong.
 Sebagai Hiburan dan Ajang Komunikasi
Beberapa acara yang menggunakan Tari Jaipong, seperti pentas seni atau upacara
adat banyak membuat orang-orang disekitarnya merasa terhibur. Tak hanya itu, kondisi
di sana yang ramai pun membuat perkumpulan orang-orang, sehingga terciptalah
komunikasi di antara mereka.
Gerakan Tari Jaipong
Pada dasarnya, tari Jaipong ini merupakan jenis tarian yang atraktif dan memiliki
gerakan yang dinamis, unik, tetapi tetap sederhana. Gerakan pada tari Jaipong ini
dominan antara bahu, tangan, dan pinggul yang digerakkan secara lincah dan dinamis.
Pada saat menari secara berkelompok, masing-masing penari akan memberikan
gerakan yang padu dan serasi dengan gerakan penari yang lain. Tak hanya itu,
gerakan yang gemulai tersebut juga diiringi dengan perpindahan formasi dan barisan
yang membuat tarian ini tampak semakin indah.
Dalam penyajiannya, tari Jaipong ini memiliki beberapa variasi gerakan. Namun, variasi
gerakan pada tari Jaipong ini tak sebanyak jenis tarian yang lain. Adapun macam-
macam gerakan tari Jaipong yang biasa digunakan di antaranya yaitu:
1. Bukaan
2. Pencungan
3. Ngala
4. Mincit.
5. Ibing Saka
6. Gerakan Pola
.
Properti Tari Jaipong
Selain gendang juga menggunakan alat musik tradisional yang, lain seperti degung,
gong, kecapi, saron, dan lain sebagainya. Sementara itu, kostum tari Jaipong dibagi ke
dalam tiga bagian seperti yang akan dijelaskan berikut ini.
1. Apok
Mungkin sebagian besar di antara kalian masih bingung apa itu apok. Apok merupakan
busana atasan yang biasa dipakai oleh para penari Jaipong. Apok ini berbentuk kebaya
dengan pilihan warna yang cerah. Pada bagian sudut-sudut busana biasanya akan
ditemukan bordiran.
2. Sinjang
Sinjang ini merupakan busana yang berbentuk celana panjang. Busana ini umumnya
memiliki ukuran yang longgar, terlebih pada bagian bawahnya. Hal ini disesuaikan
dengan gerakan tari Jaipong yang terkenal lincah dan juga dinamis. Saat ini, sinjang
memiliki berbagai macam kreasi yang semakin membuat tampak cantik.
3. Sampur
Sampur menjadi salah satu properti utama yang harus dimiliki setiap penari Jaipong
putri. Sampur sendiri memiliki bentuk seperti selendang. Penggunaannya dikalungkan
pada leher si penari Jaipong.
Pada praktiknya, hampir setiap gerakan tari Jaipong menggunakan sampur. Penari
akan memainkan sampur secara lemah gemulai, sehingga terlihat sangat indah dan
enak untuk dinikmati.
Pola Lantai Tari jaipong
.
 Pola Lantai Vertikal
Pola lantai vertikal menempatkan setiap penari dalam satu garis lurus. Baik itu garis
lurus dari depan ke belakang atau dari belakang ke depan. Pola lantai vertikal ini
memberikan kesan yang sederhana, tetapi kuat.
 Pola Lantai Horizontal
Pada pola lantai horizontal, penari akan membentuk barisan berupa garis lurus
menyamping. Pola lantai jenis ini banyak diterapkan pada tari tradisional khas Aceh,
yaitu tari Saman.
 Pola Lantai Diagonal
Pola lantai ini memiliki bentuk garis diagonal yang menyudut dari kanan ke kiri atau
sebaliknya. Pada pola ini, penari akan berbaris mengikuti bentuk dari pola lantai
diagonal.
 Pola Lantai Melingkar
. Pola lantai ini juga disebut dengan pola lantai melengkung. Umumnya, pola lantai
melingkar banyak digunakan pada setiap pertunjukkan tari.
 Pola Lantai Zigzag
. Pola lantai ini merupakan hasil perpaduan antara pola lantai horizontal dengan pola
lantai diagonal. Tak hanya itu, pola lantai ini juga buah pengembangan dari pola lantai
vertikal.
Asal Usul Tari Jaipong

Menurut sejarah, tari Jaipong ini mulai ada sekitar tahun 1960. Penciptanya sendiri
yaitu seorang seniman asal Sunda bernama Gugum Gumbira. Kala itu, Gugum
Gumbira menaruh perhatian yang amat besar terhadap kesenian rakyat. Salah satu
contohnya yaitu tari pergaulan Ketuk Tilu. Gugum Gumbira pun akhirnya berkeinginan
untuk dapat menciptakan sendiri tarian pergaulan yang dikembangkan dari kekayaan
seni tradisional rakyat. Pada tahun 1970, tari Jaipong mulai dikenal oleh masyarakat.
Namun, pada mulanya tarian ini disebut dengan tari Ketuk Tilu karena gerakan tarian ini
memang dikembangkan dari tari Ketuk Tilu. Bahkan, karya perdana Gugum Gumbira ini
masing sangat kental dengan tari Ketuk Tilu, baik dari segi iringan musik maupun
koreografinya. Adapun karya pertama dari Gugum yang dikenalkan ke masyarakat yaitu
tari Jaipong Rendeng Bojong dan tari Jaipong Daun Pulus Kejer Bojong. Tarian
tersebut merupakan jenis tari berpasangan dan juga tari putri. Berkat karya pertama
dari Gugum Gumbira, kemudian muncullah sejumlah nama penari Jaipong yang
terkenal. Sebagai contoh, Eli Somali, Pepen Dedi Kurniadi, Tati Saleh, dan juga Yeti
Mama. Namun sayang, kemunculan tari ini pada mulanya ditentang karena gerakan-
gerakannya dianggap erotis dan vulgar. Meski begitu, justru hal tersebut yang
kemudian menjadi perhatian media. Bahkan, tarian ini pernah ditayangkan oleh TVRI
pusat Jakarta pada tahun 1980. Semenjak itulah frekuensi pertunjukkan tari Jaipong,
baik di perayaan, hajatan, maupun media televisi semakin meningkat. Masyarakat pun
kemudian memanfaatkan hal tersebut untuk mendirikan grup Jaipongan dan juga
sanggar tari. Tari Jaipong ini menjadi inspirasi para seniman tari tradisional untuk lebih
aktif dan kreatif dalam menggali tarian rakyat yang mungkin kurang memperoleh
perhatian. Setelah tari Jaipong mulai banyak dikenal masyarakat, Gugum Gumbira pun
menciptakan kreasi tari lain, seperti Sonteng, Toka-toka, Pencug, dan Setra Sari.

2. Tari Topeng
Tari
Topeng via weecak.com

Merujuk kepada sejarah, pagelaran Tari Topeng diawali di Cirebon tepatnya pada abad ke-19
yang dikenal dengan Topeng Bahakan. Menurut T. Tjetje Somantri (1951) daerah Jawa Barat
antara lain Sumedang, Bandung, Garut dan Tasikmalaya pada tahun 1930 didatangi oleh
rombongan topeng berupa wayang wong dengan dalangnya bernama Koncer dan Wentar.
Berdasarkan data historis inilah teori awal munculnya tari topeng ke Jawa Barat (Priangan)
ditetapkan sebagai awal perkembangan Tari Topeng Priangan.

3. Tari Wayang
Tari
Wayang via sumber.com

Seni Tari wayang mulai dikenal masyarakat pada masa kesultanan Cirebon pada abad ke-16 oleh
Syekh Syarif Hidayatullah, yang kemudian disebarkan oleh seniman keliling yang datang ke
daerah Sumedang, Garut, Bogor, Bandung dan Tasikmalaya.

Berdasarkan segi penyajiannya tari wayang dikelompokkan menjadi 3 bagian antara lain, yaitu:
tari Tunggal, Tari Berpasangan dan Tari Massal.

Tari wayang memiliki tingkatan atau jenis karakter yang berbeda misalnya karakter tari pria dan
wanita. Karakter tari wanita terdiri dari Putri Lungguh untuk tokoh Subadra dan Arimbi serta
ladak untuk tokoh Srikandi.

4. Tari Kursus
T
ari Kursus via WordPress

Sumber menyebutkan bahwa Tari Kursus merupakan perkembangan dari tari Tayub yang
tumbuh dan berkembang pada masa keemasan kaum bangsawan tempo dulu.

Tari kursus berdiri pada 1927 yang dikenal dengan nama perkumpulan Wirahmasari pimpinan R.
Sambas Wirakusumah dari Ranca Ekek Bandung. Tari Kursus merupakan salah satu tarian yang
diajarkan secara sistematis dan mempunyai patokan atau aturan tertentu dalam cara
membawakannya.

5. Tari Merak
Tari Merak via Youtube

Dari beberapa sumber menyatakan bahwa Tari Merak merupakan tarian tradisional yang berasal
dari daerah Pasundan Jawa Barat. Tari ini menggambarkan ekspresi kehidupan burung merak.
Tata cara dan geraknya diambil dari kehidupan merak yang diangkat ke pentas oleh Seniman
Sunda Raden Tjetje Somantri.

Tahun 1950 an seorang kareografer bernama Raden Tjetjep Somantri menciptakan gerakan Tari
Merak. Beliau mengimplentasikan kehidupan burung Merak dalam gerakan tari tersebut.
Utamanya tingkah merak jantan yang mengembangkan bulu ekornya ketika ingin memikat
merak betina. Gerakan merak jantan tersebut tergambar jelas dalam Tari Merak.

Seiring perkembangan zaman dan bergulirnya sang waktu, Tari Jawa Barat ini telah mengalami
perubahan dari gerakan asli yang diciptakan oleh Raden Tjetjep Somantri. Adalah Dra. Irawati
Durban Arjon yang berjasa menambahkan beberapa koreografi ke dalam Tari Merak versi asli.
Sejarah Tari Merak tidak hanya sampai disitu karena pada tahun 1985 gerakan Tari Merak
kembali direvisi.

6. Tari Topeng Dinaan


Tari Topeng Dinaan via Blogger

Kabarnya Tari Topeng Dinaan ini menyebar di Kabupaten Cirebon, Indramayu dan Majalengka,
Jawa Barat. Pertunjukannya sehari suntuk (sedina/sadinten). Dipertunjukkan setelah pementasan
Wayang Kulit pada upacara Babarit.

Tarian Topeng Dinaan juga di pertunjukkan pada acara selamatan, khitanan, pernikahan bahkan
pada pesta kenegaraaan atau hari-hari penting lainnya.

7. Tari Serimpi

Tari Serimpi via


negerikuindonesia.com
Berdasarkan informasi, bahwa Tari Serimpi ini memiliki keunikan, yaitu tari yang selalu
dibawakan oleh 4 penari, karena kata Srimpi adalah sinonim bilangan 4. Hanya pada Srimpi
Renggowati penarinya ada 5 orang. Menurut Dr. Priyono nama serimpi dikaitkan ke akar kata
“impi” atau mimpi. Menyaksikan tarian lemah gemulai sepanjang 3/4 hingga 1 jam itu sepertinya
orang dibawa ke alam lain, alam mimpi.

Tarian Serimpi hidup di lingkungan istana Yogyakarta. Serimpi merupakan seni yang
Adhiluhung serta dianggap pusaka Kraton. Tema yang ditampilkan pada tari Serimpi sebenarnya
sama dengan tema pada tari Bedhaya Sanga, yaitu menggambarkan pertikaian antara dua hal
yang bertentangan antara baik dengan buruk, antara benar dan salah antara akal manusia dan
nafsu manusia.

8. Tari Gambyong

Tari
Gambyong via Qudsfata.com

Tarian Klasik ini menggambarkan sifat-sifat wanita yang diungkapkan dalam gerak halus,
lembut lincah dan terampil. Meskipun begitu sebagai seorang wanita tetap menonjolkan
keluwesannya. Nama tari Gambyong disesuaikan dengan nama gending yang mengiringinya.
Contoh : Gambyong Gambirsawit, Gambyong Pareanom, dan Gambyong Pangkur.

9. Tari Bedhaya Ketawang


Tari Bedhaya
Ketawang via Nasionalisme.co

Tarian Bedhaya Ketawang sering dilihat dalam beberapa aktivitas seperti suatu upacara
penobatan raja, festival atau pertunjukan. Bedhaya Ketawang dimainkan oleh 9 penari. Masing-
Masing penari mempunyai tugas dan nama khusus. Nama mereka adalah Batak (penari pertama),
Endhel Ajeg, Endhel Weton, Apit Ngarep, Apit Mburi, Apit Meneg, Gulu, Dhada, dan Boncit.

Tarian ini pada umumnya ditemani oleh Musik Jawa Orkes yang disebut Gamelan. Gamelan ini
dinamai Gamelan Kyai Kaduk Manis yang terdiri dari dari banyak instrumen musik seperti
kendhang Ageng ( kendhang besar), Kendhang Ketipung, Kenong, dan kethuk

10. Tari Barong Blora


Tari Barong Blora
via wordpress

Seni Tari Barong Blora adalah salah satu kesenian rakyat yang sangat populer di kalangan
masyarakat Blora. Alur cerita bersumber dari hikayat panji. Di dalam seni Barong tercermin
sifat-sifat kerakyatan seperti spontanitas, sederhana, keras, kompak yang dilandasi kebenaran.
Kesenian barongan berbentuk tarian kelompok yang terdiri dari tokoh Singo Barong,
Bujangganong, Joko Lodro/Gendruwon. Jaranan/Pasukan Berkuda, serta prajurit.

11. Tari Aplang

Tari
Aplang via radarbanyumas.co.id
Tarian Aplang ini merupakan tarian tradisional yang berasal dari Kabupaten Banjarnegara. Pada
zaman dahulu Tari Aplang digunakan untuk syiar Agama Islam.

Aplang berasal dari kata ‘Ndaplang’ yang memiliki arti tangan digunakan seperti gerakan silat.
Tarian ini ditarikan oleh remaja putra-putri dengan diiringi rebana, bedug, kendang dan nyanyian
syair salawatan. Kostumnya model Islam Jawa yang indah dipandang mata. Kembali ke Jatidiri
Bangsa Kabupaten Banjarnegara.

12. Tari Bambangan Cakil

Tari Bambangan Cakil via


negerikuindonesia.com

Seni Tari ini sebenarnya diadopsi dari salah satu adegan yang ada dalam pementasan Wayang
Kulit yaitu adegan Perang Kembang. Kemudian Tari ini menceritakan perang antara ksatria
melawan raksasa. Ksatria adalah tokoh yang bersifat halus dan lemah lembut, sedangkan
Raksasa menggambarkan tokoh yang kasar dan bringas. Didalam pementasan wayang Kulit,
adegan perang kembang ini biasanya keluar tengah-tengah atau di Pathet Sanga. Perang antara
Ksatria (Bambangan) melawan raksasa ini sangat atraktif, dalam adegan ini juga bisa digunakan
sebagai tempat penilaian seorang dalang dalam menggerakkan wayang.

Makna yang terkandung dalam tarian ini adalah bahwa segala bentuk kejahatan, keangkara
murkaan pasti kalah dengan kebaikan.

13. Tari Loro Blonyo


Tari Loro Blonyo via Blogger

Arti dari Tari Loro Blonyo adalah sebuah gambaran Dewi Sri dan saudaranya Dewa Sadana.
Dewi Sri adalah Dewi pelindung padi dan pemberi berkah serta merupakan lambang
kemakmuran. Dewa Sadana adalah Dewa sandang pangan.

Karena sarat dengan Dewa dan Dewi, tarian ini sangat kental budaya hindunya.

14. Beksan Wireng

Beksan Wireng via myimage.id

Tarian Beksan Wireng yang berasal dari daerah Jawa Barat ini ternyata berasal dari kata Wira
(perwira) dan ‘Aeng’ yaitu prajurit yang unggul, yang ‘aeng’, yang ‘linuwih’. Tari ini diciptakan
pada zaman pemerintahan Prabu Amiluhur dan memiliki tujuan agar para putra beliau tangkas
dalam olah keprajuritan dengan menggunakan alat senjata perang. Sehingga tari ini
menggambarkan ketangkasan dalam latihan perang dengan menggunakan alat perang .
15. Tari Bondan

Tar
i Bondan via Blogger

Budaya Tari Bondan menceritakan tentang seorang anak wanita dengan menggendong boneka
mainan dan payung terbuka, menari dengan hati-hati di atas kendi yang diinjak dan tidak boleh
pecah. Diambil benang merah bahwa tarian ini melambangkan seorang ibu yang menjaga anak-
anaknya dengan hati-hati.

Tari ini dibagi menjadi 3, yaitu: Bondan Cindogo, Bondan Mardisiwi, dan Bondan Pegunungan/
Tani. Tari Bondan Cindogo dan Mardisiwi melambangkan seorang ibu yang menjaga anaknya
yang baru lahir dengan hati-hati dan dengan rasa kasih sayang . Tapi Bondan Cindogo satu-
satunya anak yang ditimang-timang akhirnya meninggal dunia. Sedang pada Bondan Mardisiwi
tidak, serta perlengakapan tarinya sering tanpa menggunakan Kendhi seperti pada Bondan
Cindogo.

16. Tari Dolalak


Tari Dolalak via
negerikuindonesia.com

Hiburan Tari Dolalak ini berasal dari daerah Purworejo provinsi Jawa Barat.

Pertunjukan ini dilakukan oleh beberapa orang penari berpakaian menyerupai pakaian prajurit
Belanda atau Perancis tempo dulu dan diiringi dengan alat-alat bunyi-bunyian terdiri dari
kentrung, rebana, kendang, kencer, dan lain – lainnya.

Konon, kesenian ini timbul pada masa berkobarnya perang Aceh di jaman Belanda yang
kemudian meluas ke daerah lain.

17. Tari Golek

Tari Golek via Youtube


Seni Tari ini berasal dari daerah Yogyakarta Jawa Barat yang pertama dipentaskan di Surakarta
pada upacara perkawinan KGPH. Kusumoyudho dengan Gusti Ratu Angger tahun 1910.

Seiring berjalan waktu, tarian ini mengalami persesuaian dengan gaya Surakarta.

Tari ini menggambarkan cara-cara berhias diri seorang gadis yang baru menginjak masa akhil
baliq, agar lebih cantik dan menarik.

Anda mungkin juga menyukai