Anda di halaman 1dari 5

TARI TRADISIONAL

Tari Gambyong
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Tari gambyong)

Tari Gambyong

Dua orang penari Gambyong Pareanom

Genre Tradisional

Asal Jawa, Indonesia

Gambyong merupakan salah satu bentuk tarian Jawa klasik yang berasal-mula dari
wilayah Surakarta dan biasanya dibawakan untuk pertunjukan atau menyambut tamu.
Gambyong bukanlah satu tarian saja melainkan terdiri dari bermacam-macam koreografi, yang
paling dikenal adalah Tari Gambyong Pareanom (dengan beberapa variasi) dan Tari Gambyong
Pangkur (dengan beberapa variasi). Meskipun banyak macamnya, tarian ini memiliki dasar
gerakan yang sama, yaitu gerakan tarian tayub/tlèdhèk[1]. Pada dasarnya, gambyong dicipta
untuk penari tunggal, namun sekarang lebih sering dibawakan oleh beberapa penari dengan
menambahkan unsur blocking panggung[1] sehingga melibatkan garis dan gerak yang serba
besar[2].

Daftar isi
[tampilkan]
Sejarah[sunting | sunting sumber]
Serat Centhini, kitab yang ditulis pada masa pemerintahan Pakubuwana IV (1788-1820)
dan Pakubuwana V (1820-1823), telah menyebut adanya gambyong sebagai tarian tlèdhèk.
Selanjutnya, salah seorang penata tari pada masa pemerintaha Pakubuwana IX (1861-1893)
bernama K.R.M.T. Wreksadiningrat menggarap tarian rakyat ini agar pantas dipertunjukkan di
kalangan para bangsawan atau priyayi[3]. Tarian rakyat yang telah diperhalus ini menjadi populer
dan menurut Nyi Bei Mardusari, seniwati yang juga selir Sri Mangkunegara VII (1916-1944),
gambyong biasa ditampilkan pada masa itu di hadapan para tamu di lingkungan Istana
Mangkunegaran[4].
Perubahan penting terjadi ketika pada tahun 1950, Nyi Bei Mintoraras, seorang pelatih tari dari
Istana Mangkunegaran pada masa Mangkunegara VIII, membuat versi gambyong yang
"dibakukan", yang dikenal sebagai Gambyong Pareanom. Koreografi ini dipertunjukkan pertama
kali pada upacara pernikahan Gusti Nurul, saudara perempuan MN VIII, di tahun 1951. Tarian ini
disukai oleh masyarakat sehingga memunculkan versi-versi lain yang dikembangkan untuk
konsumsi masyarakat luas.

Gerak Tari[sunting | sunting sumber]


Secara umum, Tari Gambyong terdiri atas tiga bagian, yaitu: awal, isi, dan akhir atau dalam
istilah tari Jawa gaya Surakarta disebut dengan istilah maju beksan, beksan, dan mundur
beksan.[5]
Yang menjadi pusat dari keseluruhan tarian ini terletak pada gerak kaki, lengan, tubuh, dan juga
kepala.[6] Gerakan kepala dan juga tangan yang terkonsep adalah ciri khas utama tari
Gambyong.[6] Selain itu pandangan mata selalu mengiringi atau mengikuti setiap gerak tangan
dengan cara memandang arah jari-jari tangan juga merupakan hal yang sangat
dominan.[6] Selain itu gerakan kaki yang begitu harmonis seirama membuat tarian gambyong
indah dilihat.[6]

Penggunaan[sunting | sunting sumber]


 Pada awalnya, tari gambyong digunakan pada upacara ritual pertanian yang bertujuan untuk
kesuburan padi dan perolehan panen yang melimpah.[1] Dewi Padi (Dewi Sri) digambarkan
sebagai penari-penari yang sedang menari.[1]
 Sebelum pihak keraton Mangkunegara Surakarta menata ulang dan membakukan struktur
gerakannya, tarian gambyong ini adalah milik rakyat sebagai bagian upacara.[1]
 Kini, tari gambyong dipergunakan untuk memeriahkan acara resepsi perkawinan dan
menyambut tamu-tamu kehormatan atau kenegaraan.[1]

Ciri khusus[sunting | sunting sumber]


 Pakaian yang digunakan bernuansa warna kuning dan warna hijau sebagai simbol
kemakmuran dan kesuburan.[1]
 Sebelum tarian dimulai, selalu dibuka dengan gendhing Pangkur.[7]
 Teknik gerak, irama iringan tari dan pola kendhangan mampu menampilkan karakter tari
yang luwes, kenes, kewes, dan tregel.[7]
TARI KREASI

 Jaipongan
 Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
 (Dialihkan dari Tari Jaipong)


 Jaipongan
 Jaipongan adalah sebuah jenis tari pergaulan tradisional masyarakat
Sunda, Karawang,Jawa Barat, yang sangat populer di Indonesia.
 Daftar isi
 [tampilkan]
 Sejarah[sunting | sunting sumber]
 Jaipongan terlahir melalui proses kreatif dari tangan dingin H Suanda sekitar tahun 1976
di Karawang, jaipongan merupakan garapan yang menggabungkan beberapa elemen
seni tradisi karawang seperti pencak silat, wayang golek, topeng banjet, ketuk tilu dan
lain-lain. Jaipongan di karawang pesat pertumbuhannya di mulai tahun 1976, di tandai
dengan munculnya rekaman jaipongan SUANDA GROUP dengan instrument sederhana
yang terdiri dari gendang, ketuk, kecrek, goong, rebab dan sinden atau juru kawih.
Dengan media kaset rekaman tanpa label tersebut (indie label) jaipongan mulai
didistribusikan secara swadaya oleh H Suanda di wilayah karawang dan sekitarnya. Tak
disangka Jaipongan mendapat sambutan hangat, selanjutnya jaipongan menjadi sarana
hiburan masyarakat karawang dan mendapatkan apresiasi yang cukup besar dari
segenap masyarakat karawang dan menjadi fenomena baru dalam ruang seni budaya
karawang, khususnya seni pertunjukan hiburan rakyat. Posisi Jaipongan pada saat itu
menjadi seni pertunjukan hiburan alternative dari seni tradisi yang sudah tumbuh dan
berkembang lebih dulu di karawang seperti penca silat, topeng banjet, ketuk tilu, tarling
dan wayang golek. Keberadaan jaipong memberikan warna dan corak yang baru dan
berbeda dalam bentuk pengkemasannya, mulai dari penataan pada komposisi
musikalnya hingga dalam bentuk komposisi tariannya.
 Mungkin di antara kita hanya tahu asal tari jaipong dari Bandung ataupun malah belum
mengetahui dari mana asalnya. Dikutip dari ucapan kepala Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata ( Disbudpar ) Karawang, Acep Jamhuri “Jaipong itu asli Karawang. Lahir sejak
tahun 1979 yang berasal dari tepak Topeng. Kemudian dibawa ke Bandung oleh
seniman di sana, Gugum Gumilar. Akhirnya dikemas dengan membuat rekaman.
Seniman-seniman Karawang dibawa bersama Suwanda. Ketika sukses, yang bagus
malah Bandung. Karawang hanya dikenal gendangnya atau nayaga (pemain musik).
Makanya sekarang kami di Disbudpar akan mencoba menggali kembali seni tari Jaipong
bahwa ini seni yang sesungguhnya berasal dari Karawang”. Tari ini dibawa ke kota
Bandung oleh Gugum Gumbira, sekitar tahun 1960-an, dengan tujuan untuk
mengembangkan tarian asal karawang dikota bandung yang menciptakan suatu jenis
musik dan tarian pergaulan yang digali dari kekayaan seni tradisi rakyat Nusantara,
khususnya Jawa Barat. Meskipun termasuk seni tari kreasi yang relatif baru, jaipongan
dikembangkan berdasarkan kesenian rakyat yang sudah berkembang sebelumnya,
seperti Ketuk Tilu, Kliningan, serta Ronggeng. Perhatian Gumbira pada kesenian rakyat
yang salah satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan mengenal betul
perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada Kliningan/Bajidoran atau Ketuk
Tilu. Gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid dari
beberapa kesenian menjadi inspirasi untuk mengembangkan kesenian jaipongan.
 Sebelum bentuk seni pertunjukan ini muncul, ada beberapa pengaruh yang
melatarbelakangi terbentuknya tari pergaulan ini. Di kawasan
perkotaan Priangan misalnya, pada masyarakat elite, tari pergaulan dipengaruhi
dansa Ball Room dari Barat. Sementara pada kesenian rakyat, tari pergaulan
dipengaruhi tradisi lokal. Pertunjukan tari-tari pergaulan tradisional tak lepas dari
keberadaan ronggeng dan pamogoran. Ronggeng dalam tari pergaulan tidak lagi
berfungsi untuk kegiatan upacara, tetapi untuk hiburan atau cara bergaul. Keberadaan
ronggeng dalam seni pertunjukan memiliki daya tarik yang mengundang simpati kaum
pamogoran. Misalnya pada tari Ketuk Tilu yang begitu dikenal oleh masyarakat Sunda,
diperkirakan kesenian ini populer sekitar tahun 1916. Sebagai seni pertunjukan rakyat,
kesenian ini hanya didukung oleh unsur-unsur sederhana, seperti waditra yang
meliputi rebab, kendang, dua buah kulanter, tiga buah ketuk, dan gong. Demikian pula
dengan gerak-gerak tarinya yang tidak memiliki pola gerak yang baku, kostum penari
yang sederhana sebagai cerminan kerakyatan.
 Seiring dengan memudarnya jenis kesenian di atas, mantan pamogoran (penonton yang
berperan aktif dalam seni pertunjukan Ketuk Tilu/Doger/Tayub) beralih perhatiannya
pada seni pertunjukan Kliningan, yang di daerah Pantai Utara Jawa Barat
(Karawang, Bekasi, Purwakarta, Indramayu, dan Subang) dikenal dengan sebutan
Kliningan Bajidoran yang pola tarinya maupun peristiwa pertunjukannya mempunyai
kemiripan dengan kesenian sebelumnya (Ketuk Tilu/Doger/Tayub). Dalam pada itu,
eksistensi tari-tarian dalam Topeng Banjet cukup digemari, khususnya di Karawang, di
mana beberapa pola gerak Bajidoran diambil dari tarian dalam Topeng Banjet ini. Secara
koreografis tarian itu masih menampakan pola-pola tradisi (Ketuk Tilu) yang
mengandung unsur gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam
gerak mincid yang pada gilirannya menjadi dasar penciptaan tari Jaipongan. Beberapa
gerak-gerak dasar tari Jaipongan selain dari Ketuk Tilu, Ibing Bajidor serta Topeng
Banjet adalah Tayuban dan Pencak Silat.
 Tarian ini mulai dikenal luas sejak 1970-an. Kemunculan tarian karya Gugum Gumbira
pada awalnya disebut Ketuk Tilu perkembangan, yang memang karena dasar tarian itu
merupakan pengembangan dari Ketuk Tilu. Karya pertama Gugum Gumbira masih
sangat kental dengan warna ibing Ketuk Tilu, baik dari segi koreografi maupun
iringannya, yang kemudian tarian itu menjadi populer dengan sebutan Jaipongan.
 Perkembangan[sunting | sunting sumber]


 Jaipongan Mojang Priangan
 Karya Jaipongan pertama yang mulai dikenal oleh masyarakat adalah tari "Daun Pulus
Keser Bojong" dan "Rendeng Bojong" yang keduanya merupakan jenis tari putri dan tari
berpasangan (putra dan putri). Dari tarian itu muncul beberapa nama penari Jaipongan
yang handal seperti Tati Saleh, Yeti Mamat, Eli Somali, dan Pepen Dedi Kurniadi. Awal
kemunculan tarian tersebut sempat menjadi perbincangan, ulgar. Namun dari ekspos
beberapa media cetak, nama Gugum Gumbira mulai dikenal masyarakat, apa lagi
setelah tari Jaipongan pada tahun 1980dipentaskan di TVRI stasiun pusat Jakarta.
Dampak dari kepopuleran tersebut lebih meningkatkan frekuensi pertunjukan, baik di
media televisi, hajatan maupun perayaan-perayaan yang diselenggarakan oleh pihak
swasta dan pemerintah.
 Kehadiran Jaipongan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap para penggiat
seni tari untuk lebih aktif lagi menggali jenis tarian rakyat yang sebelumnya kurang
perhatian. Dengan munculnya tari Jaipongan, dimanfaatkan oleh para penggiat seni tari
untuk menyelenggarakan kursus-kursus tari Jaipongan, dimanfaatkan pula oleh
pengusaha pub-pub malam sebagai pemikat tamu undangan, dimana perkembangan
lebih lanjut peluang usaha semacam ini dibentuk oleh para penggiat tari sebagai usaha
pemberdayaan ekonomi dengan nama Sanggar Tari atau grup-grup di beberapa daerah
wilayah Jawa Barat, misalnya di Subang dengan Jaipongan gaya "kaleran" (utara).
 Ciri khas Jaipongan gaya kaleran, yakni keceriaan, erotis, humoris, semangat,
spontanitas, dan kesederhanaan (alami, apa adanya). Hal itu tercermin dalam pola
penyajian tari pada pertunjukannya, ada yang diberi pola (Ibing Pola) seperti pada seni
Jaipongan yang ada di Bandung, juga ada pula tarian yang tidak dipola (Ibing Saka),
misalnya pada seni Jaipongan Subang dan Karawang. Istilah ini dapat kita temui pada
Jaipongan gaya kaleran, terutama di daerah Subang. Dalam penyajiannya, Jaipongan
gaya kaleran ini, sebagai berikut: 1) Tatalu; 2) Kembang Gadung; 3) Buah Kawung
Gopar; 4) Tari Pembukaan (Ibing Pola), biasanya dibawakan oleh penari tunggal atau
Sinden Tatandakan (serang sinden tetapi tidak bisa nyanyi melainkan menarikan lagu
sinden/juru kawih); 5) Jeblokan dan Jabanan, merupakan bagian pertunjukan ketika para
penonton (bajidor) sawer uang (jabanan) sambil salam tempel. Istilah jeblokan diartikan
sebagai pasangan yang menetap antara sinden dan penonton (bajidor).
 Perkembangan selanjutnya tari Jaipongan terjadi pada taahun 1980-1990-an, di
mana Gugum Gumbira menciptakan tari lainnya seperti Toka-toka, Setra
Sari, Sonteng, Pencug, Kuntul Mangut, Iring-iring Daun Puring, Rawayan, dan Tari
Kawung Anten. Dari tarian-tarian tersebut muncul beberapa penari Jaipongan yang
handal antara lain Iceu Effendi, Yumiati Mandiri, Miming Mintarsih, Nani, Erna, Mira
Tejaningrum, Ine Dinar, Ega, Nuni, Cepy, Agah, Aa Suryabrata, dan Asep.
 Dewasa ini tari Jaipongan boleh disebut sebagai salah satu identitas keseniaan Jawa
Barat, hal ini nampak pada beberapa acara-acara penting yang berkenaan dengan tamu
dari negara asing yang datang ke Jawa Barat, maka disambut dengan pertunjukan tari
Jaipongan. Demikian pula dengan misi-misi kesenian ke manca negara senantiasa
dilengkapi dengan tari Jaipongan. Tari Jaipongan banyak memengaruhi kesenian-
kesenian lain yang ada di masyarakat Jawa Barat, baik pada seni pertunjukan wayang,
degung, genjring/terbangan, kacapi jaipong, dan hampir semua pertunjukan rakyat
maupun pada musik dangdut modern yang dikolaborasikan dengan Jaipong menjadi
kesenian Pong-Dut.Jaipongan yang telah diplopori oleh Mr. Nur & Leni.

Anda mungkin juga menyukai