Anda di halaman 1dari 8

SENI BUDAYA KE 9

 Tari Tunggal
1. Tari Legong (Bali)
Legong merupakan sekelompok tarian klasik Bali yang memiliki pembendaharaan gerak yang sangat
kompleks yang terikat dengan struktur tabuh pengiring yang konon merupakan pengaruh dari gambuh.
Kata Legong berasal dari kata "leg" yang artinya gerak tari yang luwes atau lentur dan "gong" yang
artinya gamelan.
Tari ini dibawakan oleh seorang penari wanita dari Bali. Tari legong menggunakan busana Bali yang
didominasi warna cerah kuning keemasan dengan hiasan kepala yang menyerupai hiasan kepala batari
(dewi) menurut kepercayaan masyarakatnya. Tari ini diiringi oleh gamelan Bali yang khas dengan alunan
musik yang rancak dan bersemangat.
Legong dikembangkan di keraton-keraton Bali pada abad ke-19 paruh kedua. Konon idenya diawali dari
seorang pangeran dari Sukawati yang dalam keadaan sakit keras bermimpi melihat dua gadis menari
dengan lemah gemulai diiringi oleh gamelan yang indah. Ketika sang pangeran pulih dari sakitnya,
mimpinya itu dituangkan dalam repertoar tarian dengan gamelan lengkap.
Sesuai dengan awal mulanya, penari legong yang baku adalah dua orang gadis yang belum mendapat
menstruasi, ditarikan di bawah sinar bulan purnama di halaman keraton. Kedua penari ini, disebut
legong, selalu dilengkapi dengan kipas sebagai alat bantu. Pada beberapa tari legong terdapat seorang
penari tambahan, disebut condong, yang tidak dilengkapi dengan kipas.

2. Tari Gambir Anom (Jawa Tengah)


Gemulai gerakan penari Tari Gambir Anom Jawa Tengah ini seakan menghipnotis tiap penonton yang
menyaksikan pertunjukan kesenian tersebut. Tarian yang berasal dari Surakarta ini memiliki banyak
sekali keunikan mulai dari sejarah, kostum, hingga alat musik pengiringnya.
Biasanya tarian ini dibawakan oleh 7 orang.

3. Tari Jaipong (Jawa Barat)


Sejarah tari Jaipong sendiri memang mulai lahir melalui proses tangan-tangan kreatif dari seorang
seniman yaitu H. Suanda di tahun 1967 di Karawang.
Tari Jaipongan merupakan karya seni yang diciptakan untuk menggabungkan beberapa elemen seni
tradisional Karawang dan contohnya adalah wayang golek, topeng banjet, ketuk tilu, dan lain
sebagainya.
Secara tidak terduga, tarian ini mendapat sambutan hangat dari para masyarakatnya sendiri. Kemudian,
tari ini menjadi hiburan untuk masyarakat Karawang sendiri.
Kemudian lama kelamaan tarian ini dibawa ke Bandung oleh salah seorang seniman bernama Gugum
Gumbira di tahun 1960-an. Tujuannya tentu untuk mengembangkan tarian asal Karawang ke kota
Bandung serta mampu menciptakan salah satu jenis musik serta tarian pergaulan yang dipelajari dari
kekayaan seni tradisi rakyat Nusantara khususnya di Jawa Barat.
Meskipun tari ini sendiri adalah tarian kreasi yang masih terbilang baru, akan tetapi tarian ini
dikembangkan berdasarkan kesenian rakyat yang sebelumnya telah berkembang luas di masyarakat.
Baik itu ketuk tilu, klintingan, dan juga ronggeng.
Tari Jaipong adalah tari yang bisa ditarikan dengan jumlah penari yang berbeda-beda, bisa sekedar dua
orang saja atau berpasangan bisa juga ditarikan banyak orang sekaligus. Sebab, tari Jaipong sendiri
dipertunjukkan dengan empat jenis. Antara lain penari rampak berpasangan, penari rampak sejenis,
penari berpasangan laki-laki dan perempuan, serta penari tunggal.
Pada penari tunggal jumlah penarinya hanya satu, dan jika itu berpasangan maka penarinya ada dua.
Sedangkan di jenis lainnya, tari ini biasa ditarikan oleh tiga sampai lima orang. Namun tak menutup
kemungkinan penarinya lebih dari lima.

4. Tari Serimpi (Jawa Tengah)


Tari Serimpi berasal dari Yogyakarta dan Surakarta, Jawa Tengah,awalnya terdiri dari tujuh orang penari,
lalu menjadi empat penari.
Tari serimpi termasuk karya seni tertua di Jawa dan dianggap memiliki keskaralan serta kesucian karena
hanya digelar di Kawasan keraton sebagai bagian dari ritual. Pada masa itu, hanya penari-penari terpilih
yang diperbolehkan membawakan tarian ini.
Kemudian saat kerajaan Mataram mengalami perpecahan pada tahun 1755 menjadi Kasultanan
Yogyakarta dan Kasultanan Surakarta, tarian ini pun terkenan dampaknya. Dampaknya adalah adanya
perbedaan gerakan antara tari serimpi Jogja dan Surakarta, meskipun keduanya memiliki inti tarian yang
sama.
Tarian ini terpecah menjadi beberapa jenis, seperti Serimpi Dhempel, Serimpi Babul Layar, Serimpi
Genjung, Serimpi Padhelori, Serimpi Among Beksa, Serimpi Cina, dan Serimpi Pramugari yang
berkembang di keratorn Yogyakarta.
Selanjutnya pada tahun 1788 sampai 1820, tarian ini muncul kembali di lingkungan Keraton Surakarta.
Bahkan sejak tahun 1920 hingga saat ini, tarian ini masuk dalam pelajaran Taman Siswa Jogja, serta
kelompok tari dan karawitan Krida Beksa Wirama.
Selain dikenal sebagai tari serimpi, awalnya tarian ini juga dinamakan srimpi sangopati yang memiliki
makna kandidat penerus raja. Sebab kata serimpi mempunya arti perempuan. Akan tetapi, ada pula
pendapat dari Dr. Priyono yang menyatakan bahwa “serimpi” berasal dari kata dasar “impi” yang berarti
mimpi.

5. Tari Kancet Lasan (Kalimantan Timur)


Tari Kancet Lasan berasal dari Kalimantan Timur tepatnya Dayak Kenyah,tari ini dibawakan dengan 10-
20 orang penari.
Bagi masyarakat Dayak Kenyah, keberadaan burung enggang sangatlah dihormati dan dimuliakan.
Adapun tarian ini tercipta untuk merepresentasikan kehidupan sehari-hari burung tersebut.
Dalam kepercayaan masyarakat Dayak Kenyah, burung enggang mewakili sejarah keberadaannya.
Mereka percaya bahwa leluhur mereka berasal dari langit dan turun ke bumi menyerupai burung
enggang.
Oleh karena itu, burung yang termasuk dalam spesies dilindungi ini sangat dikeramatkan dan dijadikan
simbol keagungan dan kepahlawanan dengan julukan Panglima Burung. Sementara itu, Tari Kancet
Lasan merupakan simbol penghormatan Dayak Kenyah terhadap asal usul leluhur mereka.
Selain dimaknai sebagai penghormatan terhadap leluhur Dayak Kenyah, ada juga yang berpendapat
bahwa Kancet Lasan juga mewakili kebiasaan masyarakat Dayak secara umum.
Dalam sejarahnya, Suku Dayak dikenal suka berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain secara
berkelompok. Hal ini salah satunya disebabkan oleh sering terjadinya peperangan antar suku, sehingga
kebanyakan mereka menjalani hidup secara nomaden, tidak terkecuali orang-orang Kenyah.
Untuk menggambarkan keseharian burung enggang, maka Tari Kancet Lasan mengusung gerak dasar
perumpamaan burung tersebut. Konsep gerakannya sendiri terbagi menjadi tiga kelompok, diantaranya
Nganjat, Ngasai, dan Purak Barik.
Nganjat adalah gerakan utama yang menjadi ciri khas tarian Dayak yang menyerupai burung enggang.
Ngasai adalah gerakan yang mewakili gaya terbangnya, sementara Purak Barik adalah gerakan
berpindah tempat.
Oleh karena pentingnya kesenian ini dalam budaya Dayak, Tari Kancet Lasan seolah menjadi tarian wajib
dalam setiap even, termasuk dalam upacara adat Dayak atau pada acara-acara kebudayaan di Indonesia.
Meski dalam perkembangannya, tari ini tidaklah terlepas dari beberapa perubahan, namun filosofinya
tetaplah sama. Secara keseluruhan, nilai yang terkandung adalah sebagai bahasa budaya dan
mempererat persaudaraan antar suku bangsa di Indonesia.
 Tari Berpasangan
1. Tari Kethuk Tilu (Jawa Barat)
Tari yang berasal dari Jawa Barat ini bernama Kethuk Tilu yang merupakan cikal bakal dari tari Jaipong
yang berasal dari Karawang.
Pemain dari tarian ini adalah dua orang perempuan. Akan tetapi, kini dimainkan juga oleh pasangan
berlawan jenis dan sering tampil di berbagai pertunjukan acara.
Tari Ketuk Tilu ini sering di tampilkan pada acara seperti pesta perkawinan, hiburan penutup acara dan
lain – lain. Tarian ini juga merupakan cikal bakal dari tari jaipong yang sangat terkenal di Jawa Barat.
Menurut sejarahnya, Tari Ketuk Tilu ini dulunya merupakan tarian pada upacara adat menyambut panen
padi sebagai ungkapan rasa syukur kepada “Dewi Sri” (dewi padi dalam kepercayaan masyarakat Sunda).
Pada jaman dahulu, upacara ini di lakukan pada waktu malam hari, dengan mengarak seorang gadis ke
tempat yang luas di iringi bunyi - bunyian. Namun seiring dengan perkembangan jaman, tarian ketuk tilu
menjadi tarian pergaulan dan hiburan bagi masyarakat. Nama ketuk tilu di ambil dari alat music
pengiring yang biasa di sebut dengan bonang yang mengeluarkan 3 suara diantaranya irama rebab,
kendang indung dan kulanter.

2. Tari Jaipong (Jawa Barat)


Tari Jaipong yang merupakan cikal bakal dari tari Kethuk Tilu sama seperti tari Kethuk Tilu. Tari Jaipong
dimainkan oleh dua orang perempuan khususnya asal Jawa Barat.
Adapun beberapa kesenian yang dikuasai oleh haji Suanda seperti ketuk tilu, Topeng Benjet, Wayang
Golek dan juga pencak silat. Di tahun 1976, Haji Suanda melakukan inovasi dengan menggabungkan
beberapa kesenian yang ia kuasai yakni pencak silat, wayang golek dan ketuk tilu.
Dari gabungan antara kesenian tersebut terciptalah sebuah karya seni yang baru dengan pertunjukan
yang unik yang disebut dengan Tari Jaipong. Sejak awal munculnya tarian ini sudah memiliki peminat
yang besar.. adapun untuk musik pengiring yang digunakan pada tarian ini adalah gendang, dengung,
gong serta alat musik ketuk lainnya. Hal inilah yang menjadikan pengiring musik ini terdengar begitu
energik.
Tidak hanya diiringi dengan musik saja, namun tarian ini juga diiringi dengan nyanyian yang dinyanyikan
oleh seorang perempuan yang disebut dengan sinden. Karena tarian ini sangat menarik, maka ada
seorang seniman dari Sunda yang bernama Gugum Gumbara yang tertarik untuk belajar tarian ini.
Setelah ia menguasai tarian ini, kemudian beliau mengemas kembali gerakan yang didapatkan dan
kemudian terciptalah sebuah Tari Jaipong. Kemudian tarian ini mulai diperkenalkan kepada masyarakat
yang ada di Bandung.

3. Tari Zapin (Melayu)


Tari satu ini berasal dari Melayu namanya yaitu Tari Zapin. Tarian ini dimainkan oleh sepasang penari
lelaki dan perempuan pada dasarnya tari ini merupakan budaya islami yang ada di tanah melayu.
Tari Zapin sangat populer dan menjadi kebanggan bagi masyarakat melayu biasanya tarian ini dimainkan
pada banyak pertunjukan terutama di daerah Sumatera.
TARIAN Zapin merupakan salah satu dari berbagai jenis tarian Melayu yang masih ada hingga sekarang.
Tarian Zapin berasal dari perkataan Arab yaitu "Zaffan" yang artinya penari dan "Al-Zapin" yang artinya
gerak kaki.
Tarian ini diilhamkan oleh peranakan Arab dan diketahui berasal dari Yaman. Mengikuti sejarah Tarian
Zapin, pada mulanya tarian ini adalah sebagai tarian hiburan di istana. Setelah dibawa dari Yaman oleh
para pedagang Arab pada awal abad ke-16, Tarian Zapin ini kemudiannya merebak ke negeri-negeri
sekitar Johor seperti di Riau, Singapura, Sarawak dan Brunei Darusalam.
Tarian Zapin diperkenalkan di Pekanbaru oleh seorang songkok yang berasal dari Sumatra yang bernama
Adam sekitar tahun 1930-an. Namun tarian ini sangat popular di Pekanbaru pada tahun 1950-an dan
1960-an terutama di kampung Tanjung Gemuk dan kampung Lamir.

4. Tari Saman (Aceh)


Tari ini merupakan tari asal Aceh biasanya tari ini dimainkan secara berkelompok pada perayaan
masyarakat adat Aceh maupun perayaan lainnya. Uniknya gerakan tarian ini menampilkan gerak tepuk
tangan dan gerak tepuk dada.
Berbeda dengan tarian lainnya, tari Saman gak diiringi musik tetapi menggunakan suara atau nyanyian
dari para penarinya. Sambil dipadukan dengan tepuk tangan, tepukan dada, dan tepukan pangkal paha.
Tari Saman merupakan sebuah tarian asal Suku Gayo, Aceh yang mulai dikembangkan pada abad ke 14
oleh seorang ulama besar bernama Syekh Saman. Tarian ini awalnya hanyalah sebuah permainan rakyat
bernama Pok Ane. Kebudayaan Islam yang masuk ke daerah Gayo pada masa itu berakulturasi dengan
permainan Pok Ane, sehingga nyanyian pengiring permainan Pok Ane yang awalnya hanya bersifat
pelengkap, berubah menjadi nyanyian penuh makna dan pujian pada Alloh. Kebudayaan Islam juga
merubah beberapa gerakan pada tari saman mulai dari tepukan dan perubahan tempat duduk. Tari
saman di masa Kesultanan Aceh hanya ditampilkan pada acara perayaan Maulid Nabi Muhammad di
surau-surau atau masjid di daerah Gayo, namun pada perkembangannya ia juga kemudian dimainkan
pada acara-acara umum seperti acara pesta ulang tahun, pernikahan, khitan, dan acara lainnya hingga
sekarang.
Para pemain pria yang jumlahnya tidak lebih dari 10 orang, 8 sebagai penari dan 2 sebagai pemberi aba-
aba. Namun, pada perkembangannya, menyadari bahwa sebuah tarian akan menjadi semakin semarak
jika dimainkan oleh lebih banyak penari, maka tari saman pun jadi boleh ditarikan oleh lebih dari 10
penari. Selain itu, para wanita yang awalnya tidak boleh memainkan tarian ini, juga menjadi
diperkenankan untuk memainkannya.

5. Tari Piring (Sumatra Barat)


Tari piring adalah tarian adat yang berasal dari Minangkabau, tepatnya dari Solok, Sumatera barat.
Diperkirakan tarian ini telah ada sejak 800 tahun yang lalu. Pada zaman dahulu, tarian ini dilakukan
sebagai ritual ucapan syukur kepada para dewa atas berkah hasil panen yang melimpah
Tari Piring berasal dari daerah Sumatera Barat tepatnya Minangkabau, tari piring dimainkan secara
berpasangan dan berkelompok biasanya tari piring dibawakan pada acara-acara penting.
Tarian ini memiliki gerakan yang cepat dan para penarinya membawakan piring di telapak tangan sambil
menggerakan tarinya.
Pada umumnya tari piring dibawakan oleh sejumlah penari yang selalu ganjil dengan jumlah penari
antara 3 – 7 orang. Bisa dibawakan oleh laki-laki maupun perempuan.
 Tari Berkelompok
1. Tari Jejek (Jawa Timur)
Tari Jejer Gandrung merupakan sempalan dari Tarian Gandrung Banyuwangi yang pada awalnya
dibawakan sebagai perwujudan rasa syukur masyarakat pasca dilakukannya panen.
Kesenian ini awalnya melibatkan para pria sebagai penari. Gandrung sering dipentaskan pada berbagai
acara, seperti perkawinan, pethik laut, khitanan, tujuh belasan dan acara-acara resmi maupun tak resmi
lainnya, baik di Banyuwangi maupun wilayah lainnya.

2. Tari Saman (Aceh)


Tari ini merupakan tari asal Aceh biasanya tari ini dimainkan secara berkelompok pada perayaan
masyarakat adat Aceh maupun perayaan lainnya. Uniknya gerakan tarian ini menampilkan gerak tepuk
tangan dan gerak tepuk dada.
Berbeda dengan tarian lainnya, tari Saman gak diiringi musik tetapi menggunakan suara atau nyanyian
dari para penarinya. Sambil dipadukan dengan tepuk tangan, tepukan dada, dan tepukan pangkal paha.
Tari Saman merupakan sebuah tarian asal Suku Gayo, Aceh yang mulai dikembangkan pada abad ke 14
oleh seorang ulama besar bernama Syekh Saman. Tarian ini awalnya hanyalah sebuah permainan rakyat
bernama Pok Ane. Kebudayaan Islam yang masuk ke daerah Gayo pada masa itu berakulturasi dengan
permainan Pok Ane, sehingga nyanyian pengiring permainan Pok Ane yang awalnya hanya bersifat
pelengkap, berubah menjadi nyanyian penuh makna dan pujian pada Alloh. Kebudayaan Islam juga
merubah beberapa gerakan pada tari saman mulai dari tepukan dan perubahan tempat duduk. Tari
saman di masa Kesultanan Aceh hanya ditampilkan pada acara perayaan Maulid Nabi Muhammad di
surau-surau atau masjid di daerah Gayo, namun pada perkembangannya ia juga kemudian dimainkan
pada acara-acara umum seperti acara pesta ulang tahun, pernikahan, khitan, dan acara lainnya hingga
sekarang.
Para pemain pria yang jumlahnya tidak lebih dari 10 orang, 8 sebagai penari dan 2 sebagai pemberi aba-
aba. Namun, pada perkembangannya, menyadari bahwa sebuah tarian akan menjadi semakin semarak
jika dimainkan oleh lebih banyak penari, maka tari saman pun jadi boleh ditarikan oleh lebih dari 10
penari. Selain itu, para wanita yang awalnya tidak boleh memainkan tarian ini, juga menjadi
diperkenankan untuk memainkannya.

3. Tari Kecak (bali)


Tari kecak pertama kali diciptakan oleh seorang seniman Bali bernama wayan limbad pada tahun 1300-
an.
Beliau juga yang mempopulerkan tarian ini hingga ke luar negeri dengan bantuan seorang pelukis asal
Jerman bernama Walter Spies.
Tarian ini diciptakan oleh Limbak dan Walter karena terinspirasi dari tradisi Sanghyang dan bagian-
bagian dari kisah Ramayana.
Sejarah nama tari kecak diambil dari ucapan para penari yang meneriakkan kata ” cak cak cak” , saat
pertunjukan tari ini berlangsung.
Selain bunyi – bunyian dari ucapan sang penari, nama tarian ini juga didukung oleh kerincingan ornamen
yang dipakai para penari di pergelangan kaki mereka. Sehingga terciptalah suara yang khas dengan
tarian Kecak.
Sejatinya, gerakan tangan yang dilakukan para penari ini menggambarkan sebuah cerita Ramayana yaitu
pada saat peristiwa penculikan Dewi Shinta oleh Rahwana.
Kisah itu disajikan dalam tarian kecak hingga akhir tarian yang menceritakan pembebasan Dewi Shinta
atas Rahwana.
Umumnya tari kecak dimainkan oleh 50 penari laki-laki. Dari semua penari akan mengeluarkan suara
"cak" sehingga membentuk musik secara akapela. Satu orang akan bertindak sebagai pemimpin yang
memberikan nada awal, seorang lagi bertindak sebagai penekan yang bertugas memberikan tekanan
nada tinggi atau rendah dan seorang lagi bertindak sebagai dalang yang mengantarkan alur cerita.

4. Tari Serimpi (Jawa Tengah)


Tari Serimpi berasal dari Yogyakarta dan Surakarta, Jawa Tengah,awalnya terdiri dari tujuh orang penari,
lalu menjadi empat penari.
Tari serimpi termasuk karya seni tertua di Jawa dan dianggap memiliki keskaralan serta kesucian karena
hanya digelar di Kawasan keraton sebagai bagian dari ritual. Pada masa itu, hanya penari-penari terpilih
yang diperbolehkan membawakan tarian ini.
Kemudian saat kerajaan Mataram mengalami perpecahan pada tahun 1755 menjadi Kasultanan
Yogyakarta dan Kasultanan Surakarta, tarian ini pun terkenan dampaknya. Dampaknya adalah adanya
perbedaan gerakan antara tari serimpi Jogja dan Surakarta, meskipun keduanya memiliki inti tarian yang
sama.
Tarian ini terpecah menjadi beberapa jenis, seperti Serimpi Dhempel, Serimpi Babul Layar, Serimpi
Genjung, Serimpi Padhelori, Serimpi Among Beksa, Serimpi Cina, dan Serimpi Pramugari yang
berkembang di keratorn Yogyakarta.
Selanjutnya pada tahun 1788 sampai 1820, tarian ini muncul kembali di lingkungan Keraton Surakarta.
Bahkan sejak tahun 1920 hingga saat ini, tarian ini masuk dalam pelajaran Taman Siswa Jogja, serta
kelompok tari dan karawitan Krida Beksa Wirama.
Selain dikenal sebagai tari serimpi, awalnya tarian ini juga dinamakan srimpi sangopati yang memiliki
makna kandidat penerus raja. Sebab kata serimpi mempunya arti perempuan. Akan tetapi, ada pula
pendapat dari Dr. Priyono yang menyatakan bahwa “serimpi” berasal dari kata dasar “impi” yang berarti
mimpi.

5. Tari Tor-Tor (Sulawesi Selatan)


Tarian ini diperkirakan telah ada sejak zaman Batak purba. Pada masa itu, tarian tor tor dijadikan sebagai
tari persembahan bagi roh leluhur. Nama tari ini berasal dari kata tor tor, yaitu bunyi hentakan kaki
penari di lantai papan rumah adat Batak.
Ada pendapat dari seorang praktisi dan pecinta tari tor tor, bernama Togarma Naibaho. Beliau
memberikan pendapat bahwa tujuan tarian ini dulunya adalah untuk upacara kematian, panen,
penyembuhan, hiburan atau pesta muda-mudi. Selain itu, sebelum melaksanakan tarian harus melalui
ritual tertentu.
Hingga saat ini belum ada literatur ilmiah yang menjelaskan sejarah tari tor tor serta gondang sembilan
yang mengiringinya. Akan tetapi menurut Edi Setyawat, Guru Besar Tari dari Universitas Indonesia, telah
ada catatan dari zaman kolonial yang mendeskripsikan perjalanan tarian tortor.
Meski berasal dari Batak, ternyata jika ditelusuri tarian ini mendapat pengaruh dari India, bahkan lebih
jauh lagi tarian ini juga memiliki kaitan dengan budaya Babilonia.
Ada pendapat yang memperkirakan jika tari tor tor ada sejak abad ke-13 Masehi dan telah menjadi
bagian dari kebudayaan Batak. Pendapat ini disampaikan oleh mantan anggota anjungan Sumatera
Utara periode 1973 hingga 2010, sekaligus pakar tor tor.
Perkembangan awal tarian ini dulunya hanya di kehidupan masyarakat Batak di kawasan Samosir, Toba
dan sebagaian kawasan Humbang. Dalam praktiknya, tarian tor-tor juga melibatkan beberapa patung
batu yang telah dimasuki roh dan patung tersebut akan “menari”.
Kemudian tari tor tor mengalami transformasi seiring masuknya agama Kristen di kawasan Silindung.
Saat itu, budaya tor-tor lebih dikenal sebagai kesenian nyanyian dan tari modern.
Tarian tor tor di Pahae dikenal dengan tarian gembira dan lagu berpantun yang disebut tumba atau
pahae do mula ni tumba. Dari sinilah tari tor tor tidak lagi berkaitan dengan roh dan unsur gaib lain,
akan tetapi menjadi perangkat kebudayaan yang melekat dalam kehidupan masyarakat batak.
Dalam pertunjukannya, Tari Tor Tor Sipitu Cawan biasanya ditampikan oleh para penari wanita. Untuk
jumlah penari biasanya terdiri dari 5-7 penari, dengan menggunakan busana khas Batak dan membawa
cawan sebagai property menarinya.

Anda mungkin juga menyukai