Anda di halaman 1dari 15

TUGAS KLIPING

“ MACAM – MACAM TARIAN “

PENYUSUN : M.FAUZI WIRATAMA


KELAS : 6D SDN PERCOBAAN
1. TARI BHEDAYA KETAWANG

Tari Bhedaya ketawang berasal dari daerah Jawa Tengah nama


tarian ini berasal dari dua suku kata yang berbeda. Setiap kosakatanya
juga mengandung arti yang berbeda yakni Bedhaya yang memiliki arti
penari wanita sedangkan ketawang artinya langit.Apabila dua suku kata
tersebut disatukan maka makna yang dimaksud adalah penari wanita
yang berasal dari istana langit.Biasanya tarian bhedaya ketawang di
pertunjukan hanya untuk acara resmi dengan tujuan menghibur para
hadirin.Untuk sejarah dari tarian bedhaya ketawang ini bercerita.
2. TARI GAMBYONG

Tarian gambyong merupakan tarian tradisional yang berasal dari


daerah Surakarta.Pada awalnya tarian gambyong merupakan tarian
rakyat untuk memeriahkan suasana ketika musim panen padi.Namun
untuk saat ini tarian Gambyong juga dipakai untuk acara sakral dan
sekaligus sebagai penghormatan kepada tamu.
3. TARI SAMAN

Tarian saman dari daerah Nanggoroe Aceh Darussalam. Tarian ini


merupakan tarian suku Gayo.Dimana suku Gayo ini merupakan ras
tertian di pesisir Aceh pada masa itu.Pada mulanya tari saman
bertujuan sebagai media dakwah untuk menyebarkan agama islam.

Seiring berjalannya waktu, saat ini tarian saman bersifat hiburan dan
lebih sering dibawakan untuk mengisi festival kesenian bahkan sampai
keluar negeri.
4. TARI KECAK BALI

Tari kecak pertama kali diciptakan olehh seorang penari sekaligus


seniman dari bali wayan limbak pada tahun 1930. Dalam mencetuskan
tarian kecak,wayan limbak dibantu oleh rekan akrabnya yang sama
sama seorang seniman bernama walter spies.Beliau seniman yang
berasal dari negara Jerman.
5. TARI PIRING

Tari piring dalam bahasa minangkabau sering disebut dengan tarian


piriang ialah salah satu seni tari tradisional Minangkabau yang berasal
dari kabupaten solok,Sumatera Barat. Tarian piring dibawakan dengan
menggunakan alat bantu piring sebagai media utama.Cara
memaikannya ialah dengan mengayunkan piring piring tersebut dengan
gerakan gerakan cepat dan teratur.
6. Tari Pendet

Tari Pendet adalah salah satu tarian selamat datang atau tarian
penyambutan yang khas dari Bali. Tarian ini merupakan salah satu
tarian tradisional dari Bali yang sangat terkenal dan sering ditampilkan
berbagai acara seperti penyambutan tamu besar dan acara budaya
lainnya. Tari Pendet ini biasanya dimainkan oleh para penari wanita
dengan membawa mangkuk yang berisi berbagai macam bunga yang
menjadi ciri khasnya.
Asal Mula Tari Pendet

Tari Pendet awalnya merupakan suatu tarian tradisional yang


menjadi bagian dari upacara piodalan di Pura atau tempat suci
keluarga. Sebagai ungkapan rasa syukur dan penghormatan dari
masyarakat Bali dalam menyambut kehadiran para dewata yang turun
dari khayangan. Tarian ini sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dalam kehidupan spiritual masyarakat di sana. Berawal dari situ, salah
satu seniman Bali bernama I Wayan Rindi terinspirasi dan mengubah
tarian tersebut menjadi tarian selamat datang. Dengan dibantu Ni Ketut
Reneng, keduanya menciptakan Tari Pendet sebagai tarian
penyambutan dengan empat orang penari. Kemudian tarian ini
dikembangkan dan disempurnakan lagi oleh I Wayang Baratha dengan
menambahkan jumlah penari menjadi lima orang, seperti yang sering
ditampilkan sekarang. Walaupun sudah menjadi tarian penyambutan
atau tarian selamat datang, Tari Pendet ini masih terdapat unsur-unsur
religius yang menjadi ciri khas masyarakat Bali.
7. Tari Bambang cakil

Tari Bambangan Cakil merupakan salah satu tari klasik yang ada di
Jawa khususnya Jawa Tengah.[1] Tari ini sebenarnya diadopsi dari salah
satu adegan yang ada dalam pementasan Wayang Kulit yaitu adegan
Perang Kembang.[1] Tari ini menceritakan perang antara kesatria
melawan raksasa.[1] Kesatria adalah tokoh yang bersifat halus dan
lemah lembut, sedangkan Raksasa menggambarkan tokoh yang kasar
dan beringas.[1] Di dalam pementasan wayang Kulit, adegan perang
kembang ini biasanya keluar tengah-tengah atau di Pathet Sanga.[1]
Perang antara Kesatria (Bambangan) melawan raksasa ini sangat
atraktif, dalam adegan ini juga bisa digunakan sebagai tempat penilaian
seorang dalang dalam menggerakkan wayang.[1] Makna yang
terkandung dalam tarian ini adalah bahwa segala bentuk kejahatan dan
keangkaramurkaan pasti kalah dengan kebaikan.[1]
8. Tari Merak

Tari Merak merupakan salah satu ragam tarian kreasi baru yang
mengekspresikan kehidupan binatang, yaitu burung merak. Tata cara
dan geraknya diambil dari kehidupan merak yang diangkat ke pentas
oleh Seniman Sunda Raden Tjetje Somantri.Merak yaitu binatang
sebesar ayam, bulunya halus dan dikepalanya memiliki seperti mahkota
Kehidupan merak yang selalu mengembangkan bulu ekornya agar
menarik burung merak wanita menginspirasikan R. Tjetje Somantri
untuk membuat tari Merak ini.Dalam pertunjukannya, ciri bahwa itu
adalah terlihat dari pakaian yang dipakai penarinya memiliki motif
seperti bulu merak. Kain dan bajunya menggambarkan bentuk dan
warna bulu-bulu merak; hijau biru dan/atau hitam. Ditambah lagi
sepasang sayapnya yang melukiskan sayap atau ekor merak yang
sedang dikembangkan. Gambaran merak akan jelas dengan memakai
mahkota yang dipasang di kepala setiap penarinya.
Tarian ini biasanya ditarikan berbarengan, biasanya tiga penari atau
bisa juga lebih yang masing-masing memiliki fungsi sebagai wanita dan
laki-lakinya. Iringan lagu gendingnya yaitu lagu Macan Ucul. Dalam
adegan gerakan tertentu terkadang waditra bonang dipukul di bagian
kayunya yang sangat keras sampai terdengar kencang, itu merupakan
bagian gerakan sepasang merak yang sedang bermesraan.

Dari sekian banyaknya tarian yang diciptakan oleh Raden Tjetje


Somantri, mungkin tari Merak ini merupakan tari yang terkenal di
Indonesia dan luar negeri.Tidak heran kalau seniman Bali juga, di
antaranya mahasiswa Denpasar menciptakan tari Manuk Rawa yang
konsep dan gerakannya hampir mirip dengan tari Merak.
9. Tari Kipas

Tari Kipas Pakarena adalah salah satu tarian tradisional yang berasal
dari daerah Gowa, Sulawesi Selatan. Tarian ini dibawakan oleh para
penari wanita dengan berbusana adat dan menari dengan gerakannya
yang khas serta memainkan kipas sebagai atribut menarinya. Tari Kipas
Pakarena merupakan salah satu tarian tradisional yang cukup terkenal
di Sulawesi Selatan, terutama di daerah Gowa. Tarian ini sering
ditampilkan di berbagai acara yang bersifat adat maupun hiburan,
bahkan Tari Kipas Pakarena ini juga menjadi salah satu daya tarik wisata
di Sulawesi Selatan, khususnya di daerah Gowa. Menurut sejarahnya,
Tari Kipas Pakarena ini merupakan salah satu tarian peninggalan
Kerajaan Gowa di daerah Gowa, Sulawesi Selatan. Kerajaan Gowa ini
dulunya pernah berjaya di sulawesi bagian selatan sampai berabad-
abad. Sehingga kebudayaan yang ada pada saat itu sangat
mempengaruhi corak budaya masyarakat Gowa saat ini, salah satunya
adalah Tari Kipas Pakarena. Nama Tari Kipas Pakarena ini dambil dari
kata “karena” yang berarti “main”.
Sehingga tarian ini juga dapat diartikan sebagi tarian yang memainkan
kipas. Tarian ini kemudian diwariska turun temurun hingga menjadi
suatu tradisi yang masih dipertahankan hingga sekarang. Asal usul dari
Tari Kipas Pakarena ini masih belum bisa diketahui secara pasti. Namun
menurut mitos masyarakat disana, tarian ini berawal dari kisah
perpisahan antara penghuni boting langi (khayangan) dan pengguni lino
(bumi) pada zaman dahulu. Konon sebelum mereka berpisah, penghuni
boting langi sempat mengajarkan bagaimana menjalani hidup seperti
bercocok tanam, beternak, dan berburu pada penghuni lino. Ajaran
tersebut mereka berikan melalui gerakan-gerakan badan dan kaki.
Gerakan tersebut kemudian dipakai penghuni lino sebagai ritual adat
mereka. Dalam pertunjukan Tari Kipas Pakarena biasanya ditampilkan
oleh 5-7 orang penari wanita. Dengan berbusana adat dan diiringi
musik pengring, mereka menari dengan gerakan lemah gemulai sambil
memainkan kipas lipat di tangan mereka. Gerakan dalam Tari Kipas
Pakarena ini sangat khas dan tentu memiliki makna tersendiri di
dalamnya.Gerakan dalam Tari Kipas Pakarena sebenarnya dibagi
menjadi beberapa bagian, namun hal tersebut terkadang sulit
dibedakan karena pola gerak tarian ini cenderung mirip. Gerakan dalam
tarian ini biasanya didominasi oleh gerakan tangan memainkan kipas
lipat dan tangan satunya yang bergerak lemah lembut. Selain itu
gerakan badan yang mengikuti gerakan tangan dan gerkan kaki yang
melangkah.Dalam Tari Kipas Pakarena ini juga memiliki beberapa
aturan atau pakem di dalamnya. Salah satunya adalah para penari tidak
diperkenankan untuk membuka mata terlalu lebar dan mengangkat
kaki terlalu tinggi. Hal ini dikarenakan aspek kesopanan dan kesantunan
sangat diutamakan dalam tarian ini. sehingga harus dilakukan dengan
sungguh-sungguh dan hati yang tulus.
10.Tari Lawung Ageng

tarian ciptaan Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) I (1755-1792). Tarian


ini menceritakan tentang prajurit yang sedang berlatih perang dengan
menggunakan properti bernama lawung. Lawung adalah sebuah
tombak yang berujung tumpul.Mengingat tari ini bersifat olah yuda,
maka tari ini pada umumnya diperagakan oleh 16 penari pria, yang
terdiri atas 2 orang botoh, 4 orang lurah, 4 orang jajar, 4 orang
pengampil, dan 2 orang salaotho. Dua orang botoh mengenakan kain
parang barong ceplok gurda, celana cinde, bara cinde, stagen cinde,
kamus timang, sampur cinde, kaweng cinde buntal, kiat bahu
candrakirana, kalung sungsun, sumping mangkara ron dan keris
gayaman serta oncen keris.Empat orang lurah mengenakan kain parang
barong, celana cinde, bara cinde, stagen cinde, kamus timang, sampur
cinde, kaweng cinde, buntal, kiat bahu nganggrang, kalung sungsun,
dan keris branggah serta oncen keris.
Empat orang jajar mengenakan kain kawung ageng ceplok gurda, celana
cinde, bara cinde, stagen cinde, kamus timang, sampur cinde, kaweng
cinde, buntal, kiat bahu nganggrang, kalung tanggalan oren, keris
gayaman dan oncen keris, serta klinthing. Dua orang salaotho
mengenakan kain parang seling, celana panji putih, kopel kulit, baju
beskap biru, kacu, iket lembaran, dan klinthing.Tarian ini merupakan
usaha dari Sultan HB I untuk mengalihkan perhatian Belanda terhadap
kegiatan prajurit Kraton Yogyakarta. Karena pada masa itu dalam
suasana perang, Sultan harus mengakui dan tunduk segala kekuasaan
Belanda di Kasultanan Yogyakarta. Ia harus patuh pada segala perintah
maupun peraturan yang telah ditentukan, termasuk olah keprajuritan.
Latihan keprajuritan dengan menggunakan senjata di larang oleh
Belanda. Oleh karena itu, Sultan mengalihkan olah keprajuritan ke
dalam bentuk tari yaitu tari lawung. Melalui tari lawung ini, Sultan
berusaha untuk membangkitkan sifat kepahlawanan prajurit Kraton
pada masa perang tersebut.

Anda mungkin juga menyukai