OLEH
NAMA : KETUT RISKA MULIANI
NO : 12
KELAS : X AKUNTANSI C
Tarian Gambyong merupakan tarian tradisional yang berasal dari daerah Surakarta. Pada
awalnya tarian gambyong merupakan tarian rakyat untuk memeriahkan suasane ketika musim
panen padi. Namun untuk saat ini tarian gambyong juga dipakai untuk acara sakral dan sekaligus
sebagai penghormatan kepada tamu.
Untuk sejarahnya, nama Gambyong ini diambil dari salah satu nama penari wanita jaman dulu
yakni Sri Gambyong. Penari wanita tersebut memiliki suara emas dan tubuh yang lentur
sehingga dengan kedua bakat yang dimilkinya, nama Gambyong bisa cepat terkenal dan diminati
oleh banyak orang.
Hingga pada suatu hari nama gambyong itu terdengar di telinga Sultan Paku Buono IV dan
membuat ia diundang sang raja untuk menari di istana. Sesuai dengan ketenarannya, Sri
Gambyong berhasil membuat seluruh warga istana terpikat dengan tariannya. Tidak berhenti
disini, tariannya pun dipelajari dan dikembangkan di istana hingga akhirnya dinobatkan sabagai
tarian khas istana.
Untuk busana yang biasa digunakan ialah busana kembem sebahu yang dilengkapi dengan
selendang. Sedangkan untuk jumlah penarinya tidak disyaratkan. Pada dasarnya tarian gambyong
sangat identik dengan warna hijau dan kuning. Namun seiring dengan perkembangan zaman,
warna bukanlah sesuatu hal mendasar yang tidak dapat diubah meskipun pada hakikatnya warna
juga dapat menjadi iri khas.Untuk musik yang biasa digunakan untuk mengiringi tarian
gambyong ialah musik gamelan seperti kendhang, gong dan kenong.
Pada awalnya tarian tradisional saman dari Aceh merupakan tarian etnis Suku
Gayo. Dimana Suku Gayo ini merupakan ras tertua di pesisir Aceh pada masa itu. Pada
mulanya Tarian Saman bertujuan sebagai media dakwah untuk menyebarkan agama
Islam. Seiring berjalannya waktu, saat ini Tarian Saman bersifat hiburan dan lebih sering
dibawakan untuk mengisi festival kesenian bahkan sampai ke luar negeri.
Tarian Kecak merupakan salah satu jenis tarian tradisional daerah yang berasal dari Bali.
Tarian Kecak pertama kali diciptakan oleh seorang penari sekaligus seniman dari Bali Wayan
Limbak pada tahun 1930. Dalam mencetuskan Tarian Kecak, Wayan Limbak dibantu oleh rekan
akrabnya yang sama-sama seorang seniman bernama Walter Spies.
Beliau merupakan seorang seniman dalam bidang seni lukis yang berasal dari negara
Jerman. Mereka berdualah yang memiliki peran penting dalam berkembangnya Tarian Kecak
sampai terkenal seperti saat ini.
Tari Kipas Pakarena merupakan salah satu tarian tradisional daerah yang berasal dari
Gowa, Sulawesi Selatan. Tarian Kipas Pakarena dimainkan oleh para penari perempuan ataupun
laki-laki dengan mengenakan busana adat Miangkabau. Mereka menari dengan gerakan yang
khas Minangkabau serta menggunakan kipas sebagai atribut untuk menarinya. Tarian Kipas
Pakarena termasuk salah satu tarian tradisional daerah yang cukup ternama di Sulawesi Selatan,
khususnya di daerah Gowa. Tarian Kipas Pakarena juga sering dimainkan pada berbagai acara-
acara hiburan maupun yang bersifat adat, bahkan tarian ini juga sebagai salah satu daya tarik
tersendiri untuk wisata di Sulawesi Selatan, khususnya di Kabupaten Gowa.
Menurut sejarah yang ada, Tarian Kipas Pakarena adalah salah satu tarian peninggalan
dari Kerajaan Gowa di wilayah Gowa, Sulawesi Selatan. Kerajaan Gowa ini awalnya pernah
berjaya berabad-abad di daerah Sulawesi bagian selatan. Sehingga kebudayaan yang ada di
daerah Gowa pada saat itu sangat berpengaruh terhadap corak budaya masyarakat Gowa pada
saat sekarang ini.
Salah satunya ialah Tari Kipas Pakarena. Nama ini dambil dari kata “karena” yang
artinya “main”. Sehingga seni tarian ini juga bisa diartikan sebagai tarian yang memainkan kipas.
Tarian Kipas Pakarena kemudian diwariskan secara turun temurun hingga menjadi sebuah tradisi
yang sampai sekarang ini masih dipertahankan oleh masyarakat sekitar.
Konon katanya sebelum berpisah, mereka (penghuni boting langi dan lino) sempat
mengajarkan bagaimana cara menjalani hidup seperti beternak, bercocok tanam dan berburu
kepada penghuni bumi. Ajaran itu diberikan melalui gerakan-gerakan badan dan kaki.
Tari Nandak Ganjena adalah salah satu tarian tradisional yang cukup kondang, kreasi
dari masyarakat Betawi atau yang kita kenal dengan nama Jakarta.
Artikulasi dari tarian Nandak Ganjen apabila ditinjau berdasarkan dari nama tarian
tersebut berasal dari dua suku kata yang berbeda yakni Nandak dalam bahasa Betawi maksutnya
ialah menari sedangkan Ganjen merupakan sebuah istilah populer di Jakarta yang artinya centil
atau genit.
Tarian Nandak Ganjen untuk pertama kalinya diciptakan oleh seorang seniman dari
Betawi yang juga merupakan putra Betawi asli. Beliau adalah Sukirman atau lebih akrab
dipanggil Bang Ntong yang telah menekuni dunia sejak tahun 1970 khusunya kesenian Topeng
Betawi dan Gambang Kromong. Dalam kesehariannya Bang Ntong ini sebagai Ketua dari
sebuah Grup musik Gambang Kromong Ratna Sari. Selain sebagai ketua sebuah grup seni
musik, Bang Ntong juga seorang pemerhati kelestarian terhadap kesenian masyarakat Betawi.
Awal Bang Ntong menciptakan Tari Nandak Ganjen adalah inspirasi dari sebuah pantun.
Sinopsis dari pantun tersebut berbunyi kurang lebih seperti ini: “Buah cempedak buah durian,
sambil nandak cari perhatian”.
Bang Ntong melanjutkan bahwa Tarian Nandak Ganjen yang beliau ciptakan pada tahun
2000 tersebut adalah sebuah tarian yang bercerita tentang seorang gadis belia baru beranjak
dewasa. Dalam istilah gaul dan modern di Indonesia ialah seorang Anak Baru Gede (ABG).
Salah satu tarian tradisional daerah Yogyakarta yang sangat terkenal ialah tarian Serimpi.
Biasanya tarian ini di bawakan oleh empat orang perempuan berparas cantik nan anggun. Lemah
gemulai pada setiap gerakan yang dilakukan oleh para penari menggambarkan kesopanan dan
perilaku santun yang dimiliki oleh masyarakat sekitar.
Berdasarkan sejarah yang umum diketahui, Tarian Serimpi ini telah ada sejak zaman
kejayaan Kerajaan Mataran ketika dipimpim oleh Sultan Agung. Pada saat itu Tarian Serimpi
merupakan tarian sakral yang hanya dipertunjukkan pada lingkungan Keraton Yogyakarta saat
ada acara resmi kenegaraan atau peringatan kenaikan tahta pada Sultan. Sehingga para penarinya
pun merupakan orang-orang tetentu yang telah dipilih oleh keluarga Kerajaan.
Akan tetapi semenjak terjadinya perpecahan Kerajaan Mataran hingga menjadi dua belah
pihak yakni Kesultanan Yogyakarta dan Kesunanan Surakarta, Tarian Serimpi mulai mengalami
perubahan. Meskipun terjadi perubahan dari segi gerakan, Tarian Serimpi ini masih memilki inti
atau makna tarian yang sama.