Anda di halaman 1dari 5

1.

Tari Zapin (RIAU)

Tari Zapin adalah tarian adat yang terus dilestarikan oleh masyarakat Riau. Tarian ini
terus diwariskan secara turun temurun dan tidak tergeser oleh perkembangan zaman.
Berdasarkan sejarahnya, Tarian Zapin merupakan hasil dari gabungan dua kebudayaan, yaitu
budaya Melayu dan budaya Arab pada masa lalu. Akulturasi ini terjadi karena kedatangan
orang-orang Arab ke wilayah Riau dan tinggal disini. Adat Melayu dan Arab kemudian saling
mengisi dan berpengaruh pada bidang seni, seperti tari, sastra, musik dan sebagainya. Tarian
Zapin dilakukan secara berpasangan dan digunakan sebagai sarana hiburan masyarakat.
Bahkan Tari Zapin tidak hanya terkenal di Riau atau Sumatera, melainkan tersebar hingga
Kalimantan dan Jawa. Kepopulerannya pun diakui hingga luar negeri, seperti negara-negara
serumpun yaitu Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam.

Sejarah Tari Zapin

Pada mulanya, tarian ini merupakan tarian khusus yang hanya dimainkan oleh
lingkungan istana di wilayah Kesultan Yaman, Timur Tengah. Kata Zapin adalah kata yang
berasal dari kata “zafn” yang berarti “gerak cepat” dalam bahasa Arab. arian ini awalnya
dibawa oleh pedagang Arab saat berdagang di kawasan Selat Malaka pada awal abad ke-16.
Seiring berjalannya waktu, tarian ini mengalami akulturasi dengan budaya lokal Melayu dan
dijadikan budaya baru. Di beberapa wilayah tari zapin dikenal dengan nama berbeda,
misalnya di Jambi dan Bengkulu dikenal sebagai Dana, di Lampung disebut Bedana, serta di
Jawa dikenal dengan nama Zafin. Sedangkan di Kalimantan disebut Jepin, di Sulawesi
disebut Jippeng, di Maluku dinamakan Jepen, serta di Nusa Tenggara bernama Dana-Dani.
2. Tari Piring (SUMATERA BARAT)

Tari Piriang atau Tari Piring merupakan salah satu tarian tradisional di Indonesia yang
berasal dari Suku Minangkabau. Secara tradisional, Tari Piring berasal dari Kota Solok,
Provinsi Sumatera barat. Saat ini, Tari Piring biasa ditampilkan sebagai tarian untuk
menyambut tamu kehormatan atau untuk memeriahkan upacara adat. Dinamakan Tari Piring
lantaran tarian tradisional ini menggunakan piring sebagai media utamanya.
Sejarah Tari Piring Tari Piring memiliki nilai-nilai estetis yang tinggi dan
mencerminkan kebudayaan leluruh di masa lampau. Tari Piring konon sudah dikenal
masyarakat Minangkabau sejak abad ke-12, dan sebelum masuknya ajaran Islam. Asal-usul
Tari Piring ini sebagai bentuk pemujaan terhadap Dewi Padi dan dipentaskan ketika musim
panen tiba. Pementasan Tari Piring digelar sebagai bentuk terima kasih kepada Dewi Padi
atas hasil panen yang berlimpah. Ritual itu dilakukan dengan membawa sesaji dalam bentuk
makanan. Sesaji itu diletakkan di sejumlah piring. Asal-usul, Iringan, Properti, Gerak, dan
Keunikan Orang-orang yang membawakan piring itu umumnya perempuan.
Mereka membawa piring sambil melangkah dengan gerakan yang teratur, sinkron,
dan dinamis. Ketika Islam masuk dan diperkenalkan kepada masyarakat Suku Minangkabau,
Tari Piring yang merupakan pemujaan terhadap dewa ini tidak serta merta dihapus.
Sebagaimana kebanyakan adat istiadat yang lain, Tari Piring juga mengalami penyesuaian
sehingga unsur-unsur yang bertentangan dengan ajaran Islam dihilangkan. Dalam
penyesuaian itu, Tari Piring tidak lagi dipersembahkan kepada dewa-dewa, melainkan kepada
raja-raja atau pembesar negeri. Tak hanya di daerah Minangkabau, Tari Piring ini juga
menyebar ke berbagai daerah yang didiami oleh masyarakat Suku Melayu.
3. Tari Serampang Dua Belas (SUMATERA UTARA)
Tari Serampang dua belas merupakan salah satu tarian tradisional yang cukup
terkenal. Tarian ini berasal dari Sumatera Utara. Tari serampang dua belas mengisahkan
tentang cinta pertama antara sepasang manusia. Pada akhirnya, kedua pasangan tersebut
berhasil melanjutkan ke jenjang yang lebih serius, yaitu pernikahan. Kata serampang sendiri
merupakan variasi suara dari kata cerancang. Adapun, dua belas menunjukan jumlah anggota
yang agak banyak. Lalu, dari tarian cerancang diganti menjadi tari serampang dua belas.

Mengutip dari buku Tari Tradisi Melayu, Eksistensi dan Revitalisasi Seni yang
disusun oleh Muhdi Kurnia, karena latar kisah tari serampang dua belas, maka tarian tersebut
ditarikan dengan berpasangan antara penari lelaki dan perempuan. Meskipun begitu, dahulu
tari serampang dua belas ini hanya boleh dibawakan oleh laki-laki saja. Hal tersebut
dikarenakan pada masa itu, budaya masyarakat Melayu Islam sangat kental. Perempuan
tampil menari dengan melenggokkan badannya dinilai kurang sopan, namun seiring
berjalannya waktu tarian ini dapat dibawakan oleh perempuan. Tari serampang dua belas
tidak hanya dikenal oleh masyarakat lokal, namun juga di mancanegara seperti Malaysia,
Singapura, Thailand, Hongkong, India dan bahkan negara-negara Eropa.
4. Tari Sekapur Sirih (JAMBI)
Tari Sekapur Sirih merupakan tarian tradisional khas Jambi yang digunakan untuk
menyambut tamu. Tari adat Jambi ini dipentaskan oleh penari wanita dengan gerakan lemah
lembut, seraya membawakan cerano atau wadah. Gerakan demi gerakan Tari Sekapur Sirih
melambangkan penghormatan kepada tamu terhormat yang berkunjung ke Jambi.

Sejarah Tari Sekapur Sirih Tari Sekapur Sirih tergolong tarian yang baru, yaitu
diperkenalkan pada tahun 1962. Adapun pencipta Tari Sekapur Sirih sendiri adalah seorang
seniman kondang Jambi yang bernama Firdaus Chatap. Saat pertama kali dikenalkan, tari
penyambut tamu khas Jambi ini hanya berupa gerakan dasar. Kemudian, gerakan dasar itu
dikembangkan hingga jadi seperti sekarang. Tak hanya pada gerakan, pengembangan juga
dilakukan dengan menambah iringan musik dan lagu. Pengembangan-pengembangan tersebut
membuat Tari Sekapur Sirih semakin populer di kalangan masyarakat Jambi.

Sejarah, Rangkaian, dan Makna Gerakan Makna Tari Sekapur Sirih Sebagai tarian
penyambut tamu, Tari Sekapur Sirih memiliki makna yang mendalam terkait penghormatan
kepada orang lain. Selain itu, Tari Sekapur Sirih juga sebagai ungkapan rasa syukur dan
bahagia masyarakat Jambi atas kedatangan tamu agung tersebut. Biasanya Tari Sekapur Sirih
dipentaskan oleh 9 orang penari perempuan, 3 orang penari laki-laki, 1 orang bertugas
membawa payung, dan 2 orang sebagai pengawal. Properti yang digunakan dalam tarian ini
antara lain wadah yang berisi lembaran daun sirih, payung, dan keris. Tarian ini menceritakan
tentang gadis-gadis Jambi yang sedang berias dan bersiap untuk menyerahkan pemberian
berupa Sekapur Sirih.
5. Tari Janger (BALI)
Tari Janger merupakan salah satu tari tradisional khas dari Bali yang cukup populer.
Tari ini diciptakan pada tahun 1930-an dan menceritakan mengenai kebahagiaan dari
kehidupan anak remaja. Tari Janger termasuk dalam tari pergaulan muda dan mudi di Bali.
Tari tradisional ini dibawakan secara berkelompok oleh 10 orang penari secara berpasang-
pasangan antara putri dan putra. Para penari akan menari sambil menyanyikan lagu Janger
secara bersahut-sahutan dan mengikuti irama teriakan dari penari lainnya. Karena hal inilah,
irama dari teriakan para penari membuat tari Janger khas dan unik. Gerakan dari tari Janger
sebenarnya cukup sederhana, tetapi harus dapat mengeluarkan kesan ceria dan bersemangat
dari para penarinya. Irama musik yang digunakan tidak hanya dari teriakan para penari, tetapi
juga dari beberapa alat musik tradisional seperti tetamburan, gender wayang serta gamelan
batel.

Tari Janger diperkirakan muncul sebelum tahun 1933, tetapi ada beberapa pendapat
yang mengatakan bahwa tari Janger muncul di tahun 1920 di daerah Bali Utara. Selain itu,
ada pula pendapat lain yang mengatakan bahwa tari Janger muncul pada tahun 1906 di Banjar
Kedaton. Menurut catatan sejarah, tari Janger merupakan tari tradisional yang diciptakan oleh
I Gede Dharna pada sekitar tahun 1920-an di wilayah Bali Utara. Pada mulanya, tari Janger
adalah bentuk nyanyian dari para petani.

Tari Janger adalah pengembangan dari tari Sang Hyang yang sifatnya sangat sakral
dan hanya dapat ditampilkan pada saat tertentu saja. Tari Janger dapat dijumpai di sekitar
daerah Bangli di desa Metara, Tabanan, Badaung di desa Sibang dan Buleleng di desa Bulian.
Setiap wilayah tersebut, memiliki variasi tari Janger yang berbeda-beda. Tari Janger diduga
berawal dari sebuah kesenian tembang atau lagu yang dibawakan dengan cara bersahut-
sahutan oleh sekumpulan muda mudi di Bali. Lalu pada perkembangannya, Janger pun
menjadi tari pergaulan yang dibawakan dengan berpasangan serta berkelompok oleh anak-
anak remaja maupun orang dewasa.

Anda mungkin juga menyukai