Anda di halaman 1dari 15

Tari gambyong merupakan salah satu dari bentuk tari tradisional Jawa, khususnya Jawa Tengah.

Tari gambyong merupakan hasil dari perpaduan tari rakyat dan tari keraton. Asal mula kata
Gambyong awalnya merupakan nama dari seorang waranggana atau wanita yang terpilih (wanita
penghibur) yang mana pandai serta piawai dalam membawakan tarian indah serta lincah. Nama
lengkap dari waranggana tersebut di atas ialah Mas Ajeng Gambyong. Awal mula, tari gambyong ini
hanya sebagai bagian tari tayub atau dapat disebut tari taledhek. Istilah taledhek ini digunakan juga
sebagai penyebut penari taledhek, penari tayub, serta penari gambyong. Sejarah dari Tari
Gambyong yang berasal dari Jawa Tengah tersebut juga bisa diartikan sebagai tarian yang bersifat
tunggal yang dapat dilakukan oleh wanita atau penari yang memang dipertunjukkan sebagai
permulaan dari penampilan tari atau bisa disebut pesta tari. Gambyongan sendiri mempunyai
arti golekan atau boneka terbuat dari kayu dan menggambarkan wanita yang menari dalam
pertunjukan suatu wayang kulit saat penutupan.
Seiring dengan perkembangan zaman yang makin maju, sejarah Tari Gambyong Jawa Tengah ini
juga mengalami suatu perubahan serta perkembangan, khususnya dalam bentuk penyajiannya.
Awalnya, bentuk sajian tari gambyong ini hanya didominasi oleh kreativitas serta interpretasi dari
penari dengan pengendang sendiri. Di dalam urut-urutannyapun, gerak tari yang tersaji oleh penari
berdasarkan atas pola dan musik dari gendang. Perkembangan selanjutnya atau kini, tari gambyong
lebih didominasi adanya koreografi-koreografi dari tari gambyong. Perkembangan koreografi ini,
dulunya diawali akan munculnya tari Gambyong Pareanom tahun 1950, tepatnya di
Mangkunegaran, serta disusun oleh Nyi Bei Mintoraras. Setelah kemunculannya ini, yaitu tari
Gambyong Pareanom. Mulai banyak pula varian dari tarian gambyong yang berkembang luar biasa
di luar Mangkunegaran, diantaranya Gambyong Pangkur, Gambyong Ayun-ayun, Gambyong Sala
Minulya, Gambyong Mudhatama, dan Gambyong Gambirsawit, Gambyong Campursari, serta
Gambyong Dewandaru
AT-M Ad

Dari tahap ke tahap dahulu, perkembangan tari gambyong tahun 1980-an merupakan
perkembangan penting dan yang paling pesat. Hal ini ditandai pula dengan semakin banyaknya
bentuk dari sajian yang memodifikasi dari unsur-unsur gerak dengan adanya perubahan volume,
tempo, kualitas gerak, dinamik, dan lain-lain. Makin meningkatnya dari frekuensi penyajian serta
jumlah penari, dapat membuat tari gambyong menjadi sedikit berubah baik dari sisi sejarah Tari
Gambyong Jawa Tengah dalam kehidupan yang bermasyarakat. Tari gambyong dulunya hanya
sebatas berfungsi sebagai tontonan serta hiburan, kini berkembang lagi menjadi tarian untuk
penyambutan tamu baik dalam berbagai acara formal ataupuntidak. Selain itu, dengan adanya
peningkatan jumlah penari sebagai akibat dari bentuk sajian yang didesain secara masal serta
ditambah lagi dengan rentang usia yang sanagt bevariasi. Dari anak-anak, gadis, hingga ibu-ibu
atau dewasa. Saat ini, tidak kaget apabila bahkan seni tari gambyong ini telah berbaur di dalam
berbagai tingkat pendidikan yang ada, yaitu dari mulai PAUD sampai Perguruan Tinggi. Demikian
tari gambyong masih menjadi suatu pertanda bahwa sejarah tari ga,byong ini memiliki sifat njawani
serta khas Jawa yang kental. Masih juga dilestarikan oleh generasi-generasi muda. Ya, siapa lagi

yang akan menjaga dan melestarikan kekayaan kesenian dan budaya Jawa, Indonesia apabila
bukan dari generasi muda sendiri. Termasuk dalam hal modivikasi dan inovasi tarian. Meskipun
tariannya masih sama, dengan cara inovasi dan modifikasi, sebuah tarian dapat pula disebut
fleksibel dan tak akan cepat goyah digilas kondisi kebobrokan dunia. Yang pasti, masih ada
pegangan terhadap akar budaya Indonesia. Kelak, pasti nilai-nilai leluhur bangsa akan menjadi
warisan terindah untuk bangsa. Sekian tentang tari gambyong

Tari Gambyong Tarian Dari Daerah Surakarta Jawa Tengah


ZULFA AZIZAH MONDAY, AUGUST 25, 2014 JAWA, TARIAN

Tari Gambyong Tarian yang berasal dari daerah Surakarta Jawa Tengah. Tari Gambyong
merupakan salah satu bentuk tari tradisional jawa dan perkembangan Tari Tayub. Tarian yang
menggambarkan seorang wanita remaja yang sedang berdandan ini dahulu populer dalam kalangan kerajaan
jawa. Tari gambyong ini merupakan hasil perpaduan tari rakyat dengan tari keraton.

Sejarah
Pada mulanya tarian ini hanyalah tarian jalanan yang juga dipentaskan oleh penari jalanan yang biasa disebut
dengan sebutan Tledek (Bahasa Jawa). Nama Tledek yang menarikan tarian ini adalah Gambyong nama
lengkapnya adalah Mas Ajeng Gambyong. Gambyong cukup terkenal hampir di seluruh wilayah Surakarta
pada Zaman Sinuhun Paku Buwono IV ( 1788 s/d 1820) karena memiliki suara yang indah serta gerakan yang
gemulai, sehingga ia mudah dikenal orang.Semenjak itulah tarian yang dimainkannya dijuluki Tarian
Gambyong.

Gerak Tari
Gerak tari gambyong yang menjadi pusat dari keseluruhan tarian terletak pada gerak kaki, lengan, tubuh, dan
juga kepala. Gerakan kepala dan juga tangan yang terkonsep adalah ciri khas utama tari
Gambyong. Pandangan mata penari selalu mengikuti setiap gerak tangan dengan cara memandang arah jarijari tangan. Selain itu gerakan kaki yang begitu harmonis seirama membuat tarian gambyong indah dilihat.

Kesan tersendiri juga dapat anda temukan ketika penari Gambyong menampilkan perpaduan gerak tangan dan
kaki sambil memainkan sehelai kain selendang yang dikalungkan di leher.
Tarian ini semakin indah dilihat ketika penari menyelaraskan gerakan dengan irama kendhang. Sebab,
kendhang sering pula disebut otot tarian dan pemandu gendhing.
Umumnya Tari Gambyong terdiri atas tiga bagian, yaitu: awal, isi, dan akhir atau dalam istilah tari Jawa gaya
Surakarta disebut dengan istilah maju beksan, beksan, dan mundur beksan. Sebelum tarian dimulai, selalu
dibuka dengan gendhing Pangkur.

Penggunaan
Dahulu, tari ini digunakan pada upacara ritual pertanian agar hasil pertanian padi menjadi subur dan
mendapatkan panen yang melimpah. Dewi Padi (Dewi Sri) digambarkan sebagai penari-penari yang sedang
menari. Tarian gambyong ini adalah milik rakyat sebagai bagian upacara.
Setelah pihak keraton Mangkunegara Surakarta menata ulang dan membakukan struktur gerakannya, Kini, tari
gambyong dipergunakan untuk acara penyambutan ataupun resepsi perkawinan.

Kostum Penari
Pakaian yang digunakan bernuansa warna kuning dan warna hijau sebagai simbol kemakmuran dan
kesuburan. Penari Gambyong mengenakan pakaian khas penari wanita Jawa Tengah yakni kain kemben
dengan bagian bahu terbuka sebagai atasan dan kain panjang bermotif batik sebagai bawahan.

Musik Pengiring
Musik pengiring tari gambyong adalah seperangkat gamelan Jawa yang terdiri dari gong, gambang, kendang,
serta kenong. Alat musik yang paling berpengaru pada tarian ini adalah Kendang. Karena selama pertunjukan
berlangsung, Kendang itu yang menuntun penari Gambyong untuk menari mengikuti lantunan tembang atau
lagu berbahasa Jawa.

Tari Menak KoncarTari merupakan sarana ungkap ekspresi pengalaman jiwa yang diwujudkan
melalui garap medium gerak. Ungkapan dalam seni mempunyai tujuan hayatan yang akan
berbeda dengan ungkapan sehari-hari. Rasa ungkap tari akan dapat terwujud melalui medium
gerak yang disajikan secara utuh dan penuh penghaytan.Tari gaya Surakarta terbagi dalam
tiga genre yaitu putri atau putren, putra gagah atau gagahan, dan tari putra alus
atau alusan. Alusan adalah kualitas tari yang menghadirkan karakter putra dan disajikan oleh
penari putra, tetapi seiring perkembangan zaman sejak tahun 1930an alusanlebih banyak
diperagakan oleh penari putri. Hingga sekarang kualitasalusan disajikan oleh penari putra
maupun putri. Menurut Sunarno Purwolelono dalam tulisannya yng berjudul Modul Mata Kuliah
Praktik Dasar Tari Tradisi Gaya Surakarta alusan terdiri dari dua karakter yaitu karakter alusan
luruh dan alus lanyap. Perbedaannya antara lain dibedakan pada volume/lebar sempit gerak
atau bentuk tubuh yang dihasilkan dan penerapan irama gerak pada karakter tari.Tari tradisi
gaya Surakarta dalam bentuk alusan mempunyai ciri wirengmaupum pethilan. Wireng yaitu
suatu bentuk tarian yang tidak mengambil cerita dari pewayangan
sedangkan pethilan merupakan suatu bentuk tarian yang mengambil cerita dalam pewayangan
atu cerita lainnya.Alusan dipandang sebagai ekspresi daya pesona kegagahan pada ksatria
muda, dewa-dewa dan dilain pihak dipandang dari segi eksprsi keadaan jiwa yng tenang dan
tenteram (Clara Brakel).Tari Menak Koncar pertama kali disusun oleh Nyi Bei Minto Laras dalam
gaya Mangkunegaran tahun 1960-1970. Kemudian digubah oleh S. Maridi dan direkam sekitar
tahun 80-an, oleh Lokananta (Wahyu S.P, wawancara 2 Mei 2010). Tari Menak
koncar menggambarkan Adipati Menak Koncar sebagai pemimpin senopati perang. Menak
Koncar digambarakan gandrung dengan Dewi Sekati
Djenar Lonthang Sumirang

Pengantar
Kesenian, merupakan salah satu sistem kebudayaan universal yang terdapat disetiap masyarakat di dunia.
Dengan demikian, kesenian pasti terdapat di semua masyaarkat, termasuk masyarakat dari etnis Jawa. Salah
satu kesenian yang sangat berperan besar dalam kehidupan masyarakatnya, adalah kesenian wayang yang
mendapat pengaruh dari India. Pengaruh dari India ini begitu menonjolnya, terutama karena pengaruh ajaran
Hindu yang dulu begitu mengakar dan masyarakat dalam kehidupan orang Jawa. Sejalan dengan semakin
majunya suatu masyarakat, atau bangsa, semakin besar pengaruh yang masuk dan dimengerti oleh
masyarakat bersangkutan. Salah satu faktor penting yang berperan besar dalam kehidupan masyarakat,
adalah pengaruh teknologi informasi.

Postmodern dan Eksistensi Seni


Karya seni yang hadir dari hasrat-hasrat, peristiwa, pikiran dimana karakter-karakter individual dan tipikalitas
menyatu ke dalam pengungkapan materiel (bentuk) dan bangunan metafisisnya (isi), hanya memungkinkan
seni ditemukan dalam eksistensinya sebagai aktivitas sosial. Saat individu mulai membangkitkan gairah
kediriannya menjadi bentuk yang eksis ke dalam pengkaryaan maka fungsi sosialnya pun tak dapat
dielakkan. Saat wicara menjadi sebuah benturan bagi kondisi sosial dan bahasa teistik menjadi belenggu bagi
pembacaan realitas, di sinilah seni mengambil perannya dengan menguapkan teks yang membeku dan
menggantikannya dengan bahasa estetik-metafor.
Fungsi seni yang dipercaya menyimpan daya kritis dan semangat provokatifnya dalam melakukan
pemaknaan yang disebut aura seni oleh Adorno dan Benjamin, dianggap telah kehilangan auranya akibat
budaya industri yang mereduksi karya seni menjadi fethisisme komoditi. Pengagungan nilai tukar atau
pengelabuhan, marjinalisasi nilai guna melalui komoditi dalam diskursus kapitalisme, menurut Marx
disebabkan fungsi ideologis seni yang merupakan bagian dari suprastuktur masyarakat dimana melibatkan
ideologi dan kekuatan kelas sosial status quo.
Seni tinggi (high-art) seringkali didikte oleh selera kaum borjuasi modern, khususnya pasca-Revolusi Industri.
Fungsi ideologisnya yang digunakan sebagai pembentukan kesadaran palsu oleh kelas borjuis (dominan) telah
menentukan kesadaran, pengalaman dan respon terhadap situasi sosial anggota kelas subordinan pada level
budaya untuk mempertahankan hubungan yang ada dalam masyarakat sebagai suatu hubungan yang seolah
alamiah, atau meminjam istilah Antonio Gramsci hegemoni atau desublimisasi represif dalam bahasa
Herbert Marcuse.
Seni sebagai praktek sosial menjadi persoalan yang sangat pelik dalam proses eksistensinya, terutama dalam
level budaya yang turut mempengaruhi pemahaman (sense), pemaknaan (meaning) atau pembentukan way
of life masyarakat. Namun di balik fungsi ideologisnya, Marx ataupun Gramsci masih percaya bahwa masih
tersimpan kekuatan-kekuatan produktif yang mampu merubah kondisi sosial yang hegemonik tersebut.
Glamournya para bintang layar kaca atau layar perak menjadi idola baru dan bukan lagi primadona atau tokohtokoh seni atau tradisional di daerah. Apalagi dengan terjadinya arus globalisasi informasi seperti sekarang ini
akan semakin menurunkan minat masyarakat untuk menikmati seni pertunjukkan tradisional yang ada.
Mudahnya menikmati berbagai hiburan yang disajikan oleh media elektronika, menyebabkan orang enggan
untuk bersusah payah mengeluarkan biaya, waktu dan tenaga untuk mencari hiburan di luar rumahnya.
Terlebih lagi, hiburan yang disajikan selain memiliki variasi banyak, juga memiliki pesona yang banyak pula.

Sehingga tidak jarang, kehadiran hiburan yang disajikan menimbulkan berbagai silang pendapat di antara
warga masyarakat.
Seni-seni pertunjukkan di Indonesia, pada mulanya adalah suatu kegiatan yang sifatnya ritual. Akan tetapi lama
kelamaan seni yang sakral ini mengalami proses komersialisasi dan sekularisasasi, seperti halnya di Barat.
Proses ini semakin cepat sejalan dengan meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi
elektronika yang masuk ke Indonesia.
Di Barat, dampak modernisasi yang melanda segala sektor kehidupan manusia sebagai akibat dari Revolusi
Industri pada tengah kedua abad XIX terhadap seni pertunjukkan tampak jelas, yaitu komersialisasi dan
sekularisasi. Proses sekularisasi serta komersialisasi ini semakin menghebat pada abad XX. Di Indonesia,
khususnya Jawa seni pertunjukkan di perdesaan sampai sebelum kemerdekaan berfungsi ritual. Dalam arti
kata meskipun seringkali terjadi pruebahan tetapi fungsi ritualnya selalu masih melekat, walau kadarnya sering
menyusut, tergantung kebutuhan masyarakat setempat.

Tarian Rakyat Menak Koncer dan Eksistensinya


Tarian Rakyat Menak Koncer lahir dari suatu peristiwa sejarah. Dilatarbelakangi oleh perang besar yang terjadi
di tanah Jawa. Konon, tari rakyat ini diciptakan oleh sisa pengikut Pangeran Diponegoro yang selamat dan
melarikan diri ke arah utara. Menyaksikan tarian rakyat ini, penonton seakan dibawa ke abad 19. Bagaimana
dua kekuatan yang saling berhadapan masing-masing menunjukkan kebolehannya. Para penari diiringi
berbagai macam alat perkusi seperti genderang, timpring (rebana kecil) dan bende. (Tri Subekso, 2010)
Dalam pementasannya, tari ini dimainkan oleh banyak orang. Biasanya berjumlah 14 personil yang terbagi
menjadi dua kelompok yang berbaris berdampingan. Ada seseorang yang berperan sebagai komandan,
tugasnya mengarahkan posisi gerak yang harus dijalankan oleh para penari. Tiap baris terdiri dari tujuh orang.
Baris pertama mewakili pasukan Diponegoro, sedangkan baris lainnya mewakili serdadu Belanda. Formasi
baris berjumlah tujuh orang dimaksudkan untuk menggambarkan tujuh pemimpin yang memimpin gladi perang
kala itu, dengan berbagi jenis senjata yang dibawanya.
Gerak tari dibagi menjadi tiga babak. Babak pertama merupakan gladi (latihan) pasukan Diponegoro, babak
kedua adalah gladi pasukan Belanda, sedangkan babak ketiga merupakan pertempuran antara kedua belak
pihak.
Kedua kelompok dibedakan berdasarkan kostum dan atribut yang dikenakan. Pasukan Belanda mengenakan
seragam Koninklijk Leger lengkap dengan sepatu boot dan pangkat titulernya. Mereka dilengkapi pedang.
Sedangkan pasukan Diponegoro memakai busana surjan dengan dilengkapi tombak, pedang serta perisai. (Tri
Subekso, 2010)

Reksa Seni di Resowinangun Sumowono Kab. Semarang


Saat ini, kesenian Menak Koncer berkembang di Dusun Resowinangun, Desa Pledokan, Kecamatan
Sumowono, Kabupaten Semarang. Dahulu, tarian ini berasal dari Temanggung, namun dalam
perkembangannya justru hidup di daerah Sumowono. Pernah didirikan pada tahun 1960-an, namun kemudian
sempat vakum lama.

Barulah pada tahun 2006, kesenian ini mulai diaktifkan kembali. Organisasi kesenian ini diberi nama Karya
Budaya. Mereka mulai mengisi acara-acara di tingkat desa maupun kabupaten. Sekarang, kelompok seni
Karya Budaya dipimpin oleh Purwanto dengan Waljiono sebagai wakilnya. Pemda Kabupaten Semarang
sendiri secara serius juga melakukan pembinaan kesenian unik ini. Diharapkan, tarian rakyat ini akan menjadi
kebanggaan bagi warga Kabupaten Semarang.
Dan pagi tadi, eksistensi dan daya reksa seni masyarakat di dusun Resowinangun menemukan bentuk baru,
yaitu proses dokumentasi kegiatan tari tersebut untuk dirangkai dalam sebuah film yang kelak berjudul Laskar
Lembah Gunung (sekali lagi title ini bukan hendak menjadi epigon dari Andrea Hirata) dan dimotori oleh
dua jagger kesenian yaitu Tri Subekso dan Kusri Handoyo. Keberadaan film ini kelak akan menjadi sebuah
relasi sosial dalam khazanah global, dalam konteks ini diartikan sebagai interaksi antar manusia dari berbagai
elemen atau kekuatan sosial yang terbentuk oleh proses sejarah (kekuatan-kekuatan sosial, budaya, ekonomi
dan politik) dalam kerelatifan historisnya.

++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

Read more: http://baltyra.com/2012/03/01/agitasi-film-makna-di-balik-film-dokumenter-tari-menakkoncer/#ixzz3z4JZ37au

SEJARAH TARI SEUDATI (SALAH SATU TARIAN ACEH)

Kata seudati berasal dari bahasa Arab syahadati atau syahadatain , yang berarti kesaksian atau pengakuan. Selain itu, ada
pula yang mengatakan bahwa kata seudati berasal dari kata seurasi yang berarti harmonis atau kompak. Seudati mulai
dikembangkan sejak agama Islam masuk ke Aceh. Penganjur Islam memanfaatkan tarian ini sebagai media dakwah untuk
mengembangkan ajaran agama Islam. Tarian ini cukup berkembang di Aceh Utara, Pidie dan Aceh Timur. Tarian ini
dibawakan dengan mengisahkan pelbagai macam masalah yang terjadi agar masyarakat tahu bagaimana memecahkan
suatu persoalan secara bersama. Pada mulanya tarian seudati diketahui sebagai tarian pesisir yang disebut ratoh atau
ratoih, yang artinya menceritakan, diperagakan untuk mengawali permainan sabung ayam, atau diperagakan untuk bersuka
ria ketika musim panen tiba pada malam bulan purnama.
Dalam ratoh, dapat diceritakan berbagai hal, dari kisah sedih, gembira, nasehat, sampai pada kisah-kisah yang
membangkitkan semangat. Ulama yang mengembangkan agama Islam di Aceh umumnya berasal dari negeri Arab. Karena
itu, istilah-istilah yang dipakai dalam seudati umumnya berasal dari bahasa Arab. Diantaranya istilah Syeh yang berarti
pemimpin, Saman yang berarti delapan, dan Syair yang berarti nyayian.
Tari Seudati sekarang sudah berkembang ke seluruh daerah Aceh dan digemari oleh masyarakat. Selain dimanfaatkan
sebagai media dakwah, Seudati juga menjadi pertunjukan hiburan untuk rakyat.
ASAL USUL TARI SEUDATI
Tari Seudati pada mulanya tumbuh di desa Gigieng, Kecamatan Simpang Tiga, Kabupaten Pidie, yang dipimpin oleh Syeh
Tam. Kemudian berkembang ke desa Didoh, Kecamatan Mutiara, Kabupaten Pidie yang dipimpin oleh Syeh Ali Didoh. Tari
Seudati berasal dari kabupaten Pidie. Seudati termasuk salah satu tari tradisional Aceh yang dilestarikan dan kini menjadi
kesenian pembinaan hingga ke tingkat Sekolah Dasar.
Seudati ditarikan oleh delapan orang laki-laki sebagai penari utama, terdiri dari satu orang pemimpin yang disebut syeikh ,
satu orang pembantu syeikh, dua orang pembantu di sebelah kiri yang disebut apeetwie, satu orang pembantu di belakang
yang disebut apeet bak , dan tiga orang pembantu biasa. Selain itu, ada pula dua orang penyanyi sebagai pengiring tari
yang disebut aneuk syahi.

Jenis tarian ini tidak menggunakan alat musik, tetapi hanya membawakan beberapa gerakan, seperti tepukan tangan ke
dada dan pinggul, hentakan kaki ke tanah dan petikan jari. Gerakan tersebut mengikuti irama dan tempo lagu yang
dinyanyikan. Bebarapa gerakan tersebut cukup dinamis dan lincah dengan penuh semangat. Namun, ada beberapa
gerakan yang tampak kaku, tetapi sebenarnya memperlihatkan keperkasaan dan kegagahan si penarinya. Selain itu,
tepukan tangan ke dada dan perut mengesankan kesombongan sekaligus kesatria.
Busana tarian seudati terdiri dari celana panjang dan kaos oblong lengan panjang yang ketat, keduanya berwarna putih;
kain songket yang dililitkan sebatas paha dan pinggang; rencong yang disisipkan di pinggang; tangkulok (ikat kepala) yang
berwarna merah yang diikatkan di kepala; dan sapu tangan yang berwarna. Busana seragam ini hanya untuk pemain
utamanya, sementara aneuk syahi tidak harus berbusana seragam. Bagian-bagian terpenting dalam tarian seudati terdiri
dari likok (gaya; tarian), saman (melodi), irama kelincahan, serta kisah yang menceritakan tentang kisah kepahlawanan,
sejarah dan tema-tema agama.
Pada umumnya, tarian ini diperagakan di atas pentas dan dibagi menjadi beberapa babak, antara lain: Babak pertama,
diawali dengan saleum (salam) perkenalan yang ucapkan oleh aneuk syahi saja, yaitu:
Assalamualaikum Lon tamong lam seung,
Lon jak bri saleum keu bang syekh teuku.
Fungsi aneuk syahi untuk mengiringi seluruh rangkaian tari. Salam pertama ini dibalas oleh Syeikh dengan langgam (nada)
yang berbeda:
Kru seumangat lon tamong lam seung,
lon jak bri saleum ke jamee teuku.
Syair di atas diulangi oleh kedua apeetwie dan apeet bak. Pada babak perkenalan ini, delapan penari hanya melenggokkan
tubuhnya dalam gerakan gemulai, tepuk dada serta jentikan delapan jari yang mengikuti gerak irama lagu. Gerakan rancak
baru terlihat ketika memasuki babak selanjutnya. Bila pementasan bersifat perntandingan, maka setelah kelompok pertama
ini menyelesaikan babak pertama, akan dilanjutkan oleh kelompok kedua dengan teknik yang berbeda pula.
Biasanya, kelompok pertama akan turun dari pentas. Babak kedua, dimulai dengan bak saman , yaitu seluruh penari utama
berdiri dengan membuat lingkaran di tengah-tengah pentas guna mencocokkan suara dan menentukan likok apa saja yang
akan dimainkan. Syeikh berada di tengah-tengah lingkaran tersebut. Bentuk lingkaran ini menyimbolkan bahwa masyarakat
Aceh selalu muepakat (bermusyawarah) dalam mengambil segala keputusan. Muepakat itu, jika dikaitkan dengan konteks
tarian ini, adalah bermusyawarah untuk menentukan saman atau likok yang akan dimainkan.
Di dalam likok dipertunjukkan keseragaman gerak, kelincahan bermain dan ketangkasan yang sesuai dengan lantunan lagu
yang dinyanyikan aneuk syahi . Lantunan likok tersebut diawali dengan:
Iiiiii la lah alah ya ilalah. (secara lambat dan cepat)
Seluruh penari utama akan mengikuti irama lagu yang dinyanyikan secara cepat atau lambat tergantung dengan lantunan
yang dinyanyikan oleh aneuk syahi tersebut. Fase lain adalah fase saman . Dalam fase ini beragam syair dan pantun saling
disampaikan dan terdengar bersahutan antara aneuk syahi dan syeikh yang diikuti oleh semua penari. Ketika syeikh
melontarkan ucapan:
walahuet seuneut apet ee kataheee, hai syam,

maka anek syahi akan menimpali dengan jawaban:


lom ka dicong bak iboih, anuek puyeh ngon cicem subang.
Untuk menghilangkan rasa jenuh para penonton, setiap babak ditutup dengan formasi lanie, yaitu memperbaiki formasi
yang sebelumnya sudah tidak beraturan.
Artikel ini dikutip dari berbagai sumber yang terkait. Termasuk wawancara langung dengan salah seorang penari seudati
terkemuka di Aceh, Syeh La Geunta.

Asal Usul Tari Seudati


Tuesday, 2 April 2013 | 0 comments

Asal usul tari seudati Tari Seudati adalah sebuah kesenian tari tradisional yang berasal dari aceh. Tari seudati memliki
unsur tari yang sangat heroik.

Komposisi Tari Seudati


Tari seudati ini dimainkan oleh 8 orang yang disebut rakan dan 2 orang yang menyanyikan syair-syair yang dinamakan
aneuk seudati atau aneuk syahi. Dari 8 orang rakan/penari ada yang disebut dengan Syeh dan Apet syeh. Syeh berdiri di
posisi kedua dari kiri barisan depan berdasarkan penglihatan penonton dari depan. Asal usul tari seudati berasal dari kata
Syahadatain, dan ada juga yang mengatakan Asal usul tari seudati berasal dari kata sahadati(bhs Arab). Dalam tarian
Seudati ini hanya mengandalkan tubuh penari sebagai instrumennya, seperti perut dipukul/peh prut, jari tangan dibunyikan/
ketip jaroe, tepuk tangan,dan dengan suara yang melengking.

Dalam permainan seudati terdiri dari beberapa babak/sesi, yaitu : Saleum aneuk, saleum syeh, Likok, saman, kisah, pansi,
lanie/gambus pembuka, gambus penutup. Syair-syair Seudati berisi pesan-pesan agama Islam, pesan adat/hadihmaja,
pembakar semangat dan kisah-kisah sejarah Aceh. Sejalan dengan perkembangan pembangunan dan dinamika di Aceh,
syairnya juga bisa disesuaikan. Seorang syeha ataupun aneuk syahi yang handal, dia dapat menciptakan syair-syair secara
spontanitas sesuai dengan kondisi saat tampil. Syairnya berbentuk pantun bersajak ab ab.

Dahulu Asal usul tari seudati pada zaman peperangan seudati sering digunakan untuk membangkitkan semangat perang
sabil melawan kaphe penjajah. Belum ada sumber yang menyebutkan siapa yang pertama sekali menciptakan seudati ini.
Konon Asal usul tari seudati diperkirakan diciptakan oleh para ulama disaat senggang untuk melepaskan kepenatan setelah
berperang untuk menuju perang selanjutnya. Selain itu juga sering dimainkan saat ada acara-acara kenegaraan dan adat
kerajaan Aceh.

Home Aceh Kesenian Nusantara Tarian Tradisional Tari Seudati Tarian Tradisional Dari Aceh

TARI SEUDATI TARIAN TRADISIONAL DARI ACEH


Aceh, Kesenian Nusantara, Tarian Tradisional

Tarian tradisional Aceh satu ini menggambarkan keteguhan, semangat, serta jiwa kepahlawanan
seorang pria. Namanya adalah Tari Seudati.

Apakah Tari Seudati itu?


Tari Seudati adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari daerah Aceh. Tarian ini biasanya
ditarikan oleh sekelompok penari pria dengan gerakannya yang khas dan enerjik serta diiringi oleh
lantunan syair dan suara hentakan para penari. Tari Seudati ini merupakan salah satu tarian tradisional
yang cukup terkenal di daerah Aceh, dan sering ditampilkan di berbagai acara, baik acara adat, acara
pertunjukan, dan acara budaya.

Sejarah Tari Seudati

Menurut sejarahnya, tarian ini awalnya tumbuh dan berkembang di Desa Gigieh, Kecamatan Simpang
Tiga, Kabupaten Pidie, Aceh, yang dipimpin oleh Syeh Tam. Tarian ini kemudian mulai berkembang di
daerah lain, salah satunya di Desa Didoh, Kecamatan mutiara, Kabupaten Pidie, yang dipimpin
oleh Syeh Ali Didoh. Seiring dengan berjalannya waktu, tarian ini kemudian mulai menyebar ke daerah
Aceh lainnya, hingga kini Tari Seudati sudah menyebar ke semua daerah di Aceh.

Dulunya tarian ini juga digunakan oleh para tokoh agama sebagai media dakwah dalam menyebarkan
agama Islam. Namun pada masa penjajahan Belanda tarian ini sempat dilarang. Karena syair yang
dibawakan dalam Tari Seudati ini dianggap dapat menumbuhkan semangat bagi para pemuda Aceh
untuk bangkit dapat menimbulkan pemberontakan kepadaBelanda. Setelah kemerdekaan Indonesia,
tarian ini kembali diperbolehkan, bahkan tidak hanya sebagai media dakwah, tapi juga sering
ditampilkan sebagai tarian pertunjukan hingga sekarang.

Fungsi Dan Makna Tari Seudati

Seperti yang disebutkan sebelumnya, Tari Seudati ini awalnya sering difungsikan sebagai media
dakwah. Namun sekarang tarian ini juga difungsikan sebagai tarian pertunjukan. Nama Tari Seudati ini
berasal dari kata Syahadat, yang berarti bersaksi. Atau dalam Islam diartikan sebagai pengakuan
terhadap Tuhan dan Nabi. Hal tersebut juga berkaitan dengan syair-syair yang dilantunkan dalam
mengiringi tarian ini. Syair tersebut biasanya berisi tentang kehidupan dan ajaran agama. Selain itu
setiap gerakan dalam Tari Seudati ini juga tentu memiliki nilai-nilai dan makna khusus di dalamnya.

Pertunjukan Tari Seudati

Tari Seudati ini biasanya dimainkan oleh para penari pria. Penari tersebut biasanya berjumlah 8 orang
penari utama yang terdiri dari satu orang syeh, satu pembantu syeh, dua apeet wie, satu apeet

bak dan tiga orang pembantu biasa. Selain itu dalam tarian ini juga terdapat dua orang lain yang
bertugas sebagai pelantun syair yang disebut aneuk syahi.

Gerakan dalam Tari Seudati ini sangat khas, enerjik, dan lugas. Gerakan dalam tarian ini didominasi
oleh gerakan tangan dan kaki serta didukung dengan pola lantai yang bervariasi. Gerakan yang paling
menonjol biasanya gerakan tepuk dada, ketipan jari, jerak tangan dan hentakan kaki yang dilakukan
dengan lincah, cepat dan harmonis. Sehingga tak jarang membuat penonton terkagum-kagum
menyaksikan pertunjukan Tari Seudati ini.

Pengiring Tari Seudati

Dalam pertunjukan Tari Seudati ini biasanya tanpa diiringi oleh alat musik, namun hanya diiringi oleh
pelantun syair. Syair yang dibawakan biasanya bertemakan tentang kehidupan sehari-hari dan ajaran
agama. Selain syair, tarian ini juga diiringi oleh suara tepukan, hentakan kaki dan petikan jari dari
gerakan para penari. Gerakan tersebut tentunya disesuaikan dengan irama dan tempo lagu/syair yang
dilantunkan agar terlihat harmonis.

Kostum Tari Seudati

Kostum yang digunakan para penari dalam Tari Seudati ini biasanya menggunakan kostum khusus
yang bertemakan adat. Kostum yang digunakan biasanya terdiri dari baju ketat berlengan panjang dan
celana panjang. Baju dan celana tersebut biasanya berwarna putih. Sedangkan sebagai aksesoris
biasanya terdiri dari kain songket yang dikenakan di pinggang hinga paha, rencong yang disisipkan di
pinggang dan tangkulok (ikat kepala) berwarna merah.

Perkembangan Tari Seudati

Dalam perkembangannya, Tari Seudati masih terus dilestarikan dan dikembangkan hingga sekarang.
Berbagai kreasi dan variasi dalam gerakannya juga sering ditampilkan disetiap pertunjukannya agar
terlihat menarik namun tidak menghilangkan keaslian dan ciri khasnya. Tarian saudati ini sering
ditampilkan di berbagai acara, baik acara adat, acara perayaan dan acara daerah lainnya. Selain itu
tarian ini juga sering ditampilkan di berbagai acara budaya seperti pertunjukan seni, festival budaya,
dan promosi pariwisata.

Selain ditampilkan sebagai tarian pertunjukan, tarian ini juga sering dipertandingkan antar tim. Hal
inilah yang membuat masyarakat semakin antusias mengikuti Tari Seudati ini. Selain sebagai lomba,
hal ini tentu dilakukan untuk melestarikan serta memperkenalkan kepada generasi muda dan
masyarakat luas akan Tari Seudati ini.

Sekian pengenalan tentang Tari Seudati Tarian Tradisional Dari Aceh. Semoga bermanfaat dan
menambah pengetahuan anda tentang kesenian tradisional di Indonesia.

Tari Seudati, Gerak Rancak Pemuda Aceh


POSTED BY NOVITA ANGGRAENI POSTED ON 2:04 PM

Salah satu tarian muda-mudi di Aceh yang cukup digemari dan kerap dimainkan oleh muda-mudi pada saat
ada even-even tertentu di Aceh adalah tari seudati. Kata seudati ini sendiri memiliki beberapa versi pemaknaan
yakni ada yang bilang bahwa seudati adalah asal kata dari bahasa Arab yang berbunyi syahadati atau
syahadatain yang artinya bersaksi atau kesaksian. Namun karena disesuaikan dengan dialek dan logat orang
Aceh maka kata syahadati pun berganti ponem menjadi seudati. Disamping itu, versi lain mengatakan bahwa
kata seudati berasal dari kata seurasi yang bermakna serasi, selaras dan kompak. Dari kata seurasi yang
kemudian menjadi seudati inilah kemudian kata tersebut dijadikan nama sebuah tarian yang berkembang di
Aceh terutama di bagian Aceh Utara, Pidie, dan Aceh Timur.
Tari seudati ini adalah tarian yang dibawakan oleh delapan orang laki-laki selaku penari utama memakai
kostum sebagai berikut: celana dan kaos oblong ketat berwarna putih, kain songket yang dililitkan di paha dan
pinggang dengan senjata tradisional rencong terselip diantaranya, ikat kepala berwarna merah yang disebut
tangkulok, dan sapu tangan dengan warna senada. Kemudian satu orang lagi selaku pemimpin yang disebut
syekh, satu orang pembantu syekh, dua orang apeetwie (pembantu sebelah kirai), satu orang apeet bak
(pembantu yang berada di belakang), dan tiga orang lainnya sebagai pembantu biasa. Disamping para penari
di atas, ada pula dua orang penyanyi yang mengiringi tarian yang disebut aneuk syahi. Selain penari utama
yang disebutkan tadi, untuk penari pembantu tidak diwajibkan untuk memakai kostum-kostum seperti di atas.
Tari seudati sendiri konon sebenarnya sudah ada sejak dahulu kala di bagian Aceh pesisir dengan nama tari
ratoh atau ratoih, yakni sebuah tarian yang biasa dipentaskan sebelum memulai acara sabung ayam, dan juga
tari yang dimainkan di malam bulan purnama untuk menyambut tibanya masa panen. Pendeknya, tari ini
memang pada awal perkembangannya merupakan sebuah tarian untuk bersuka ria. Dalam ratoh tersebut,
banyak kisah dan cerita yang terkandung di dalamnya dari kisah bahagia yang tercermin dari gerakannya yang
dinamis atau kadang begitu murung ketika bercerita tentang sebuah kesedihan. Pun begitu dengan narrator
yang mengiringi tarian ini. Semua kisah yang berbaur itu disampaikan dengan bahasa Melayu dialek Aceh
yang khas.
Dengan demikian jelaslah bahwa tari seudati merupakan hasil dari akulturasi budaya pasca masuknya Islam
ke Aceh. Semua istilah yang semula dari budaya tempatan berubah dan diubah menjadi nama-nama yang

bernafaskan Islam. Istilah-istilah islam atau Arab itu tercermin dari istilah Syeh yang berarti pemimpin, Saman
yang berarti delapan, dan Syair yang berarti nyayian Selain itu, syair-syair lagu pun dipresentasikan dalam
bahasa Arab dan bahasa daerah dengan memuat pesan-pesan dakwah, sehingga pada akhirnya tarian ini
dijadikan sebagai media dakwah untuk mengembangkan ajaran Islam. Tarian ini masih ada hingga sekarang,
tetapi mengalami penambahan fungsi, yaitu sebagai media untuk menyampaikan informasi tentang
perkembangan pemerintahan serta sebagai media hiburan. Dengan demikian, di masa-masa awal
perkembangannya, tarian seudati berfungsi sebagai media dakwah. Namun, dalam konteks kekinian, selain
berfungsi sebagai hiburan, tarian ini juga menyimbolkan kekayaan budaya Aceh sekaligus sebagai media
untuk menyampaikan pesan-pesan pembangunan kepada rakyat. Tarian ini juga sering dipertandingkan
dikenal dengan istilah Seudati Tunang yang kadang-kadang berlangsung sampai menjelang subuh. (ebook
Sejarah dan Asal Usul Tari Seudati)
Yang membuat saya terkesan dengan tarian ini adalah disamping gerakan-gerakan tari yang dinamis dan
lincah tapi bisa begitu saja berubah menjadi sangat kaku dan terkesan menampilkan sisi dingin seorang
ksatria, juga tarian ini sama sekali tak menyertakan alat musik apapun sebagai pengiring dan hanya
mengandalkan nyanyian dari dua orang aneuk syahi dan beberapa tepukan tangan di dada dan paha,
hentakan kaki, dan jentikan jari dari gerakan sang penari itu sendiri.
Bagian-bagian penting dalam tarian yang dikesankan sebagai pakem resmi dari tarian ini sendiri adalah antara
lain likok (gaya; tarian), saman (melodi), irama kelincahan, serta kisah yang menceritakan tentang kisah
kepahlawanan, sejarah dan tema-tema agama. Pada umumnya, tarian ini diperagakan di atas pentas dan
dibagi menjadi beberapa babak, antara lain: Babak pertama, diawali dengan saleum (salam) perkenalan yang
ucapkan oleh aneuk syahi, kemudian dibalas oleh syeikh. Dalam babak awal ini sama sekali tak ada gerakangerakan dinamis dari si penari. Baru pada babak berikutnyalah gerakan-gerakan lincah itu mulai terasa
menghentak penonton.

Anda mungkin juga menyukai