Anda di halaman 1dari 8

JENIS TARI TRADISIONAL DI DAERAH JAWA

TARI JAWA TIMUR


1. TARI REMO

Tari Remo merupakan tari selamat datang khas Jawa Timur yang
menggambarkan karakter dinamis Jawa Timur. Daerah-daerah yang menggunakan
tarian ini diantaranya Surabaya, Jombang, Malang, dan Situbondo. Tarian ini
dikemas sebagai gambaran keberanian seorang pangeran yang berjuang dalam
sebuah medan pertempuran. Makanya sisi kemaskulinan penari sangat dibutuhkan
dalam menampilkan tarian ini. Tarian yang dipromosikan sekitar tahun1900 ini,
pernah dimanfaatkan oleh nasionalis Indonesia untuk berkomunikasi kepada
masyarakat.
Saat remo ditarikan selalu diiringi dengan musik gamelan dalam suatu gending
yang terdiri dari bonang, saron, gambang, gender, slentem, siter, seruling, ketuk,
kenong, kempul dan gong dan irama slendro. Biasanya menggunakan irama
gending jula-juli Suroboyo tropongan. Tari remo dapat ditarikan dengan gaya
wanita atau gaya pria, baik ditampilkan secara bersama-sama atau bergantian.
Biasanya tari ini di tampilkan sebagai tari pembukaan dari seni ludruk atau wayang
kulit.
Busana yang dikenakan masing-masing daerah di Jawa Timur untu menari
remo memiliki khas tersendiri. Gaya Surabayaan atau juga Sawunggaling,
penarinya mengenakan kostum yang terdiri dari bagian atas hitam yang
menghadirkan pakaian abad 18, celana bludru hitam dengan hiasan emas dan
batik. Di pinggang ada sebuah sabuk dan keris. Di paha kanan ada selendang
menggantung sampai ke mata kaki. Sementara penari perempuan memakai
sanggul di rambutnya.
Selain itu, tari remong juga sering ditampilkan dalam festival kesenian daerah
sebagai upaya untuk melestarikan budaya Jawa Timur. Oleh karena itulah kini tari
remo tidak hanya dibawakan oleh penari pria, namun juga oleh penari wanita.

Sehingga kini muncul jenis tari remong putri. Dalam pertunjukan tari remong putri,
umumnya para penari akan memakai kostum tari yang berbeda dengan kostum tari
remo asli yang dibawakan oleh penari pria.

2. TARI REOG

Satu diantara banyak seni tarian di Jawa Timur yang masih terus dilestarikan adalah
reog. Seni ini berasal dari bagian barat laut. Ponorogo dianggap sebagai kota asal
reog sebenarnya, sehingga disebut dengan Reog Ponorogo. Salah satu budaya
Indonesia ini kental dengan hal-hal berbau mistis, sehingga sering diidentikkan
dengan dunia hitam, dunia kekuatan supranatural.
Permainan seni reog selalu diiringi dengan musik tradisional atau disebut juga
dengan gamelan. Peralatan musik yang biasanya digunakan sebagai pengiring reog
yaitu gong, terompet, kendang, ketipung, dan angklung.
Meski terdapat berbagai versi terkait asal mula reog, tapi cerita yang paling populer
dan berkembang di masyarakat adalah cerita tentang pemberontakan seorang abdi
kerajaan pada masa kerajaan Majapahit terakhir Bhre Kertabhumi yang bernama Ki
Ageng Kutu Suryonggalan. Bhre Kertabhumi merupakan raja Majapahit yang
berkuasa pada abad ke-15.
Raja ini sangat korup dan tidak pernah memenuhi kewajiban layaknya seorang raja,
sehingga membuat Ki Ageng Kutu murka kepada sang raja. Apalagi terhadap
permaisurinya yang keturunan Cina itu memiliki pengaruh kuat terhadap kerajaan.
Bukan hanya itu saja, rekan-rekan permaisurinya yang keturunan Cina mengatur
dari atas segala gerak-geriknya. Ki Ageng Kutu memandang, kekuasaan Kerajaan
Majapahit akan berakhir. Lalu dia meninggalkan sang raja dan mendirikan
perguruan yang mengajarkan seni bela diri, ilmu kekebalan diri, dan ilmu
kesempurnaan kepada anak-anak muda. Harapannya, anak-anak muda ini akan
menjadi bibit dari kebangkitan kerajaan Majapahit kembali. Sukur-sukur bisa
melakukan perlawanan terhadap kerajaan.
Hingga kini masyarakat Ponorogo hanya mengikuti apa yang menjadi warisan
leluhur mereka sebagai warisan budaya yang sangat kaya. Dalam pengalamannya

Seni Reog merupakan cipta kreasi manusia yang terbentuk adanya aliran
kepercayaan yang ada secara turun temurun dan terjaga. Upacaranya pun
menggunakan syarat-syarat yang tidak mudah bagi orang awam untuk
memenuhinya tanpa adanya garis keturunan yang jelas. mereka menganut garis
keturunan Parental dan hukum adat yang masih berlaku.

TARI JAWA TENGAH


1. TARI GAMBYONG

Tari gambyong merupakan salah satu bentuk tari tradisional Jawa. Tari gambyong ini
merupakan hasil perpaduan tari rakyat dengan tari keraton.
Gambyong semula merupakan nama seorang waranggana wanita terpilih atau
wanita penghibur yang pandai membawakan tarian yang sangat indah dan lincah.
Nama lengkap waranggana tersebut adalah Mas Ajeng Gambyong yang hidup pada
zaman Sinuhun Paku Buwono IV di Surakarta (1788-1820), dia terkenal di seantero
Surakarta dan terciptalah nama Tari Gambyong.. Awal mulanya, tari gambyong
sebagai bagian dari tari tayub atau tari taledhek. Istilah taledhek tersebut juga
digunakan untuk menyebut penari tayub, penari taledhek, dan penari gambyong.
Gambyong juga dapat diartikan sebagai tarian tunggal yang dilakukan oleh seorang
wanita atau tari yang dipertunjukkan untuk permulaan penampilan tari atau pesta
tari. Gambyongan mempunyai arti golekan boneka yang terbuat dari kayu yang
menggambarkan wanita menari di dalam pertunjukan wayang kulit sebagai
penutup. Pada zaman Surakarta, instrumen pengiring tarian jalanan dilengkapi
dengan bonang dan gong. Gamelan yang dipakai biasanya meliputi gender, penerus
gender, kendang, kenong, kempul, dan gong. Semua instrumen itu dibawa ke manamana dengan cara dipikul. Umum dikenal di kalangan penabuh instrumen Tari
Gambyong, memainkan kendang bukanlah sesuatu yang mudah. Pengendang harus
mampu jumbuh dengan keluwesan tarian serta mampu berpadu dengan irama
gendhing. Maka tak heran, sering terjadi seorang penari Gambyong tidak bisa
dipisahkan dengan pengendang yang selalu mengiringinya. Begitu juga sebaliknya,

seorang pengendang yang telah tahu lagak-lagu si penari Gambyong akan mudah
melakukan harmonisasi.

2. TARI BONDAN

Tari Bondan adalah tari yang berasal dari Surakarta, Jawa Tengah. Tarian ini
melambangkan seorang ibu yang menjaga anak-anaknya dengan hati-hati.
Tari Bondan merupakan bagian dari tari klasik yang merupakan tari gembira. Tarian
ini mengungkapkan rasa kasih sayang seorang ibu kepada putranya yang baru lahir.
Pada tarian Bondan Cindogo terselip kisah sedih dimana satu-satunya anak yang
ditimang-timang tersebut akhirnya meninggal dunia, sedangkan pada Bondan
Mardisiwi tidak. Perlengkapan tari Bondan Mardisiwi sering tanpa menggunakan
kendhi seperti pada Bondan Cindogo.
Kostum yang dipakai oleh penari Bondan Cindogo dan Mardisiwi adalah kain yang
diwiron, jamang, dan baju kotang, dengan menggendong boneka dan memanggul
payung di pundak. Pada jaman dulu dilengkapi dengan kendi, sedangkan sekarang
kebanyakan tidak. Untuk Bondan Pegunungan penarinya memakai pakaian lazimnya
seorang gadis desa yang dilengkapi dengan topi caping, menggendong tenggok dan
membawa alat pertanian. Musik yang dipakai untuk mengiringi tarian ini adalah
gending.
Di tahun 1960an, Tari Bondan adalah tari unggulan atau tari wajib bagi perempuanperempuan cantik untuk menunjukkan siapa jati dirinya. Hampir semua penari Tari
Bondan adalah kembang kampung. Tari Bondan ini juga paling sulit ditarikan karena
sambil menggendong boneka, si penari harus siap-siap naik di atas kendi yang

berputar sambil memutar-mutarkan payung kertasnya. Penari Tari Bondan biasanya


menampilkan Tari Bondan Cindogo dan Mardisiwi memakai kain Wiron, memakai
Jamang, baju kutang, memakai sanggul, menggendong boneka, memanggul
payung, dan membawa kendhi. Untuk gendhing iringannya Ayak-ayakan diteruskan
Ladrang Ginonjing. Sedangkan Bondan Pegunungan, melukiskan tingkah laku putri
asal pegunungan yang sedang asyik menggarap ladang, sawah, tegal pertanian.
Dulu hanya diiringi lagu-lagu dolanan tapi sekarang diiringi gendhing.
Ciri ciri :

mengenakan pakaian seperti gadis desa, menggendong tenggok, memakai


caping
dan membawa alat pertanian.
Di bagian dalam sudah mengenakan pakaian seperti Bondan biasa, hanya
tidak memakai jamang tetapi memakai sanggul/gelungan. Kecuali jika
memakai jamang maka klat bahu, sumping, sampur, dll sebelum dipakai
dimasukkan tenggok.

TARI JAWA BARAT


1. TARI MERAK

Tari Merak ini merupakan tarian kreasi baru dari tanah Pasundan yang diciptakan
oleh Raden Tjetjep Somantri pada tahun 1950 dan dibuat ulang oleh Irawati
Durban pada tahun 1965. Sesuai dengan namanya, Tari Merak banyak terinspirasi
oleh keanggunan gerak dan warna ekor burung merak. Banyak orang salah mengira
jika tarian ini bercerita tentang kehidupan dan keceriaan merak betina, padahal
tarian ini bercerita tentang pesona merak jantan yang terkenal pesolek.
Merak jantan akan memamerkan keindahan bulu ekornya yang mekar dan
berwarna-warni untuk menarik hati sang betina. Gerak gerik sang jantan tampak
seperti tarian yang gemulai untuk menunjukan pesona dirinya, bertujuan agar sang
betina
terpesona
dan
melanjutkan
bersedia
kawin
dengannya.
Kiranya gerak alami itulah yang menginspirasi tarian tradisonal tanah Pasundan ini.
Ciri khas tarian ini yaitu penari umumnya mengenakan selendang yang diikatkan di

pinggang, yang bila dibentangkan akan menyerupai ekor burung merak yang mekar
dan kaya warna.
Dalam pertunjukannya, ciri bahwa itu adalah terlihat dari pakaian yang dikenakan
penarinya memiliki motif menyerupai bulu merak. Kain dan bajunya
menggambarkan bentuk dan warna bulu-bulu merak. Ditambah lagi dengan
semacam selendang yang dipenuhi payet sebagai gambaran ekor merak yang
sedang kembang, serta mahkota yang berbentuk kepala merak yang disebut singer
yang akan bergoyang setiap penari menggerakkan kepalanya.
Tarian ini biasanya ditarikan secara rampak, biasanya tiga penari atau bisa juga
lebih yang masing-masing memiliki peran sebagai merak jantan dan betina. Biasa
diiringi oleh iringan gamelan. Meskipun tarian ini menceritakan gerak merak jantan,
tetapi keanggunan merak jantan hanya bisa digambarkan melalui gerakan-gerakan
penari perempuan.
Dalam setiap acara, tari Merak Paling sering ditampilkan terutama untuk
menyambut tamu agung, menyambut mempelai pria dalam prosesi pernikahan,
atau untuk memperkenalkan budaya Indonesia terutama budaya Pasundan ke
tingkat Internasional.

2. TARI JAIPONG

Tari Jaipong atau dikenal sebagai Jaipongan adalah tarian yang diciptakan pada
tahun 1961 oleh Gugum Gumbira. Pada masa itu, ketika Presiden Soekarno
melarang musik rock and roll dan musik barat lainnya diperdengarkan di Indonesia,
seniman lokal tertantang untuk mengimbangi aturan pelarangan tersebut dengan
menghidupkan kembali seni tradisi. Tari Jaipong merupakan perpaduan gerakan
ketuk tilu, tari topeng banjet, dan pencak silat (bela diri).
Pada awal kemunculannya, jaipong merupakan tarian modern yang berbeda dari
tarian-tarian tradisional Sunda sebelumnya yang mengedepankan sopan santun dan
kehalusan budi para penarinya. Penari (yang biasanya perempuan) bahkan
menundukkan pandangannya, dan tak boleh menatap pasangannya. Lain dengan
jaipong yang pada saat itu terpengaruh juga oleh budaya dansa Barat di ball room,

penari diharuskan fokus menatap pasangannya sebagai bentuk komunikasi visual.


Tari jaipong mulai ditampilkan di depan umum pada 1974 dalam Hong Kong Arts
Festival, melibatkan penyanyi-penari Tatih Saleh, Gugum Gumbira sebagai
koreografer, dan Nandang Barmaya, seorang musisi sekaligus dalang. Ketika itu
pemerintah sempat berupaya melarang tarian ini karena dirasa cenderung amoral
dan sensual. Tetapi alih-alih meredup, jaipong malah makin populer, terutama di era
80-an. Bentuk tari jaipong kala itu tidak lagi disajikan sebagai tarian pergaulan
seperti ronggeng, tayub atau ketuk tilu, di mana posisi penonton sejajar dengan
penari, tetapi sebagai tarian panggung. Jaipong biasa dilakukan oleh penari
perempuan, tetapi bisa juga dilakukan secara berpasangan.
Rangkaian gerak tari jaipong dapat dibedakan menjadi empat bagian:
1. Bukaan, merupakan gerakan pembuka,
2. Pencugan, merupakan bagian kumpulan gerakan-gerakan,
3. Ngala, bisa juga disebut titik merupakan pemberhentian dari rangkaian
tarian, dan
4. Mincit, merupakan perpindahan atau peralihan.
Gerakan dasar tarian ini sering disebut 3G akronim dari Geol (gerakan pinggul
memutar), Gitek (gerakan pinggul menghentak dan mengayun), Goyang (gerakan
ayunan pinggul tanpa hentakkan). Dewasa ini tari jaipong boleh disebut sebagai
salah satu identitas Jawa Barat, hal ini nampak pada beberapa acara-acara penting
di Jawa Barat. Tamu dari negara asing yang datang ke Jawa Barat biasa disambut
dengan pertunjukan tari jaipong. Demikian pula dengan misi-misi kesenian ke
manca Negara.

KLIPING
SENI BUDAYA
MACAM MACAM TARIAN DI JAWA
DI SUSUN
O
L
E
H

Nama
Vanderson

Dima

Lambok

Agus Setiawan
Reza Pratama
Aminuddin Aziz
Kelas

: XI IPA

SMA NEGERI 1 BUNTU PANE


T.A : 2014 / 2015

Anda mungkin juga menyukai