Sejarah
Di dalam kitab Serat Centhini tulisan pada masa pemerintahan Pakubuwana IV pada tahun
1788-1820 dan Pakubuwana V tahun 1820-1823 menyebut tari gambyong adalah tari
tledhek. Tarian itu disebut tledek atau tayub, dimana nama Gambyong berasal dari nama
seorang penari dan sinden yang terkenal pada abad 19. Ia bernama Sri Gambyong yang
diundang Keraton Surakarta karena keluwesan dan kemerduan suaranya. Tari Gambyong
Pareanom pun lambat laun dibakukan menjadi tari klasik yang ditampilkan di Keraton
Surakarta. Tari Gambyong Pareanom yang klasik itu termasuk bentuk pembakuan tari
Gambyong yang dilakukan oleh Nyi Bei Mintararas dari Keraton Mangkunegaran, Solo, pada
tahun 1950.
Koreografi ini dipertunjukkan pertama kali pada upacara pernikahan Gusti Nurul, saudara
perempuan Mangkunegara VIII, di tahun 1951. Tarian ini disukai oleh masyarakat sehingga
memunculkan versi-versi lain yang dikembangkan untuk konsumsi masyarakat luas.
Makna Tari Gambyong diumpamakan seorang dewi padi (Dewi Sri) yang tengah menari.
Oleh sebab itu, dulu tari ini digunakan untuk upacara ritual pertanian demi mendapat
kesuburan padi dan panen yang melimpah.
Dalam perkembangannya, Tari Gambyong telah diangkat sebagai sebuah hiburan
memeriahkan acara resepsi perkawinan, hingga menyambut tamu-tamu kehormatan atau
kenegaraan.
Makna Gerakan
Umumnya gerakan mengiringi atau mengikuti setiap gerak tangan dengan cara memandang
arah jari tangan. Setiap gerakan bahkan beriringan dengan lantunan musik yang dibawakan.
Makna tari gambyong adalah gerakan tangan yang melebar kesebelah kanan dan ke kiri.
Tari gambyong merupakan simbol dari kelembutan seorang wanita dalam kehidupannya
dan juga bisa melambangkan watak seseorang dalam kehidupan sehari hari.
2. Kemben
3. Gelungan /sanggul
4. Jarik/kain
5. Sampur
6. Gelang, kalung, dan anting-anting
7. Stagen
Stagen adalah kain yang dipakai pada pinggang dengan cara dililitkan. Fungsi dari
stagen untuk memperkencang ikatan kostum pada pinggang.
8. Bunga Melati
9. Gamelan penggiring