Anda di halaman 1dari 27

Tari Trunajaya Dari Bali

Sejarah Tari Terunajaya

Menurut sejarah Tari Trunajaya berasal dari bali tepatnya dari Buleleng. Buleleng terletak di
Pulau Bali bagian utara. Tari Trunajaya menggambarkan gerak gerik seorang pemuda yang
baru menginjak dewasa. Gerakannya menggambarkan prilaku seorang remaja yang enerjik,
penuh emosional dan ulahnya senantiasa untuk memikat hati seorang gadis. Tari Trunajaya
termasuk tari putra keras yang
biasa ditarikan oleh penari putri. Pencipta tari Trunajaya adalah Pan Wandres dalam bentuk
kebyar Legong dan kemudian disempurnakan oleh I Gede Manik. Tarian ini diciptakan pada
tahun 1915. Kreasi tarian Trunajaya ini diciptakan untuk sebuah tari hiburan yang bisa
dinikmati saat-saat perayaan tertentu.

Tari Trunajaya termasuk dalam kategori tari Balih-balihan atau sebagai tari hiburan. Sebagai
tari hiburan tarian ini dapat dipentaskan dimana saja. Misalnya di halaman pura, di lapangan
atau panggung tertutup/terbuka, dan di tempat- tempat lainnya.

Pakaian Kostum Tari Trunajaya

Pakaian memberikan ciri khas daru suatu tari. Kostum di buat semenarik mungkin agar dapat
memikat daya tarik penonton. Jenis tarian Trunajaya menggunakan Kostum adat laki-laki
inovatif dalam bentuk udeng - udengan sehingga wajah penari nampak bagus. Properti yang
digunakan dalam tarian ini adalah “kepet”, yang sekarang ini sering disebut dengan “kipas”.

Tata busana pada Tari Trunajaya adalah sebagai berikut:


1. Kamen/kancut berwarna unggu prada dengan motif wajik
Cara penggunaan kamen pada Tari Trunajaya sama halnya seperti pemakaian kain
bebancihan pada umumnya yaitu ada sisa kamen di sebelah kiri yang nantinya akan dipakai
sebagai kancut.

2. Baju panjang berwarna unggu prada dengan motif mas - masan


Baju pada Tari Trunajaya ini sebenarnya hampir sama dengan tari Legong Kuntul yaitu
memakai warna unggu, namun perbedaannya terdapat pada motif. Pada Trunajaya memakai
motif mas – masan, sedangkan pada Legong Kuntul memakai motif bun – bunan.

3. Sabuk berwarna kuning prada


Penggunaan sabuk pada Tari Trunajaya, sama dengan penggunaan sabuk pada tari – tarian
pada umumnya, yaitu dililitkan pada badan penari. Biasanya penggunaan sabuk ini dimulai
dari bawah (pinggang) sampai atas (dada).

4. Memakai Ampok – ampok


Ampok – ampok yang dipakai dalam Tari Trunaja ini sama dengan ampok – ampok yang
dipakai dalam tari – tarian lainnya. Ampok – ampok dipasang pada pinggang penari.

5. Memakai simping kulit


Penggunaan simping pada Tari Trunajaya sama halnya dengan penggunaannya pada Tari
Legong, yaitu dipasang untuk menutupi bahu kanan dan kiri.

6. Tutup dada berwarna hitam


Tutup dada dipasang diatas simping, yang berfungsi untuk mengikat simping agar tidak lepas.

7. Memakai badong
Dalam tarian ini menggunakan badong lancip dan penggunaannya sama dengan tari lainnya
yaitu dipasang pada leher penari.

8. Memakai gelang kana atas


Pemakaian gelang kana ini dipasang pada bagian atas tangan (lengan)

9. Memakai gelang kana bawah


Pemakaian gelang kana ini dipasang pada bagian bawah tangan (pergelangan tangan)

10. Udeng
Pemakaian udeng pada Tari Trunajaya berbeda dari tari – tarian lainnya. Pemakaiannya
dikemas sedemikian rupa oleh penggarap sehingga mempunyai ciri khas tersendiri.

Tata Rias Tari Trunajaya

Tata rias diperlukan untuk memberikan tekanan atau aksentuasi bentuk dan garis-garis muka
sesuai dengan karakter tarian. Tari Trunajaya menggunakan rias wajah putra halus. Pada Tari
Trunajaya, sudah menggunakan rias pentas atau panggung dengan menggunakan Celak mata
berwarna kuning, merah dan biru serta pemakaian alis yang agak tinggi dari riasan tari putri
serta menggunakan taling kidang.

Hiasan kepala yang dipakai dalam Tari Trunajaya ini adalah


Memakai Udeng
Memakai garuda mungkur (dibagian belakang)
Memakai satu bunga sandat
Memakai bunga kuping (bunga merah dan bunga putih)
Menggunakan rumbing

Iringan Musik Tari Trunajaya

Musik seni tari bukan hanya sekedar iringan, tetapi merupakan patrner tari yang tidak boleh
ditinggalkan, sehingga harus betul – betul digarap agar tercapai keharmonisan. Tari
Trunajaya biasanya diiringi oleh gamelan Gong Kebyar. Lamanya waktu sangat berpengaruh
pada lamanya iringan musik. Tari Trunajaya dapat ditarikan dengan waktu yang pendek dan
panjang. Waktu yang di gunakan dalam sajian Tari Trunajaya pendek kurang lebih 11 menit
dari awal sampai akhir. Waktu yang berkaitan dengan tempo (cepat dan lambat ) dibuat
bervariasi, artinya tempo iringan disesuaikan dengan tempo gerak atau sebaliknya.

Urutan Gerak Tari Trunajaya

PEPESON
Rangkaian Pepeson dalam tari Trunajaya antara lain:
Berjalan kedepan dengan tangan kiri memegang kancut, tangan kanan sirang susu dan
memegang kipas
Agem pokok Trunajaya. (tangan kiri mapah biu dengan jari – jari ditekuk kebawah, dan
tangan kanan sirang susu)
Sledet capung
Ngoyod, sambil tangan kanan nabdab gelung
Agem kanan dan agem kiri
Nyerigsig, nyegut (tangan kiri sirang susu dan tangan kanan nepuk dada), sogok kanan-kiri,
ngeseh, tayung kanan
Nyegut kiri, (tangan kanan sirang susu dan tangan kiri nepuk dada), sogok kiri-kanan,ngeseh,
tayung kanan
Agem kanan, ngelayak
Tanjek 2x dengan posisi tangan agem pokok
Agem kanan, sledet
Agem kiri (tangan kiri sirang susu, tangan kanan nepuk dada), sledet
Agem kanan (tangan kanan sirang susu, tangan kiri nepuk dada), sledet
Maju kaki kiri-kanan, putar penuh
Ngeliput, agem kanan, ngeseh, sledet (2x)
Ngenjet, nyeregseg, ngepik (arah pojok kanan)
Gerakan tangan ke kanan-kiri diikuti mata nyeledet dan hentakan kaki, tangan ngeliput
Ngangsel, ngeseh, ngepik, ngocok langse
Ngegol diikiti dengan mengambil kancut serta kipas ngeliput
Tayog
Agem kanan, kaki diangkat bergantian
Milpil ke kanan dan ke kiri
Buang kipas

PENGAWAK
Rangkaian Pengawak dalam tari Trunajaya antara lain:
Agem kiri Trunajaya
Nyerigsig ke kanan, pindah agem kanan
Tayog kanan kiri, ngenjet
Nyeregseg kanan kiri, ngumbang
Bersimpuh
Tangan ke kanan- ke kiri dengan kipas ngeliput, sledet (3x)

PENGECET
Rangkaian Pengecet dalam tari Trunajaya antara lain:
Berdiri sambil ngeliput, piles kiri-kanan, agem kanan
Berjalan ke depan,tutup kipas,putar sambil membuka kipas
Ambil kancut, kipas ngeliput, ngegol, sledet, mekecos, agem kanan, sledet ( 3x)

PEKAAD
Rangkaian Pekaad dalam tari Trunajaya antara lain:
Ngenjet, nyeregseg kanan – kiri
Ngumbang sambil memegang kancut
Agem kanan, sambil memegang kancut

TARI CONDONG
Bali kaya akan berbagai jenis seni, salah satunya tari Bali, seni yang satu ini memang sangat
menarik beberapa diantaranya menjadi hiburan yang dipentaskan setiap hari untuk dinikmati
keindahannya, seperti tari Kecak, Barong dan Legong. Ketiga tarian tersebut tentunya
memiliki karakter yang berbeda, seperti tari Kecak menggunakan paduan suara “cak”
penarinya, Tari Barong menggunakan media topeng menampilkan hewan seperti singa yang
dimainkan oleh dua orang penari dan tari Legong ditarikan oleh 2-3 orang penari dengan
gerakan yang lemah gemulai, lentur dan luwes. Salah satu jenis dari tarian ini adalah tari
Legong Keraton.
Sekilas Tentang Tari Legong Keraton

Dari nama tarian tersebut, bisa kita pahami kalau tari Legong Keraton ini pada awalnya
dikembangkan atau ditarikan di keraton-keraton, jadi umurnya juga terbilang sudah cukup
tua. Tari Legong merupakan salah satu jenis tarian klasik Bali dengan pembendaharaan gerak
yang sangat komplek, sangat terikat dengan irama dari tabuh (musik) pengiringnya. Legong
berasal dari kata “leg” berarti lemah gemulai, luwes dan lentur dan “gong” berarti gamelan
untuk pengiring tarian. Jadi tarian tersebut bersenyawa menjadi satu bentuk tarian untuk
antara gerakan lemah gemulai sang penari dengan irama gamelan pengiringnya.

Gamelan pengiring dalam tari Legong dikenal dengan Gamelan Semar Pegulingan, irama
atau instrumen dari gamelan Semar Pegulingan ini sangat kuat, terdiri dari sejumlah
perangkat gamelan Bali yang berkolaborasi dan menyatu menjadi satu bagian utuh sehingga
terbentuk bunyi dan irama yang kompak dan indah, perangkat gamelan tersebut diantaranya
sepasang gender rambat, gender barangan, gangsa kemong, kempur, jegogan, jublag,
cenceng, rebab dan kajar. Dalam setiap pementasan tari Legong ini selalu melibatkan juru
tandak yang bertugas memberikan aksentuasi pada alur cerita yang diangkat dalam sebuah
pertunjukan.

Terdapat beberapa jenis tari Legong di Bali, seperti Legong Keratong (Lasem), Legong
Jobog, Candra Kanta, Sudarsana, Kuntul, Goak Macok, Kupu-Kupu Tarum, Smaradahana
dan Legod Bawa. Namun setiap kali menyebut Tari Legong, maka kita memahaminya
sebagai Tari Legong Keraton atau Lasem, karena memang jenis tarian ini yang paling sering
dipentaskan. Tarian ini cukup populer dan sering dipentaskan sebagai pertunjukan wisata.
Tarian yang baku ditarikan oleh dua orang penari Legong dan dilengkapi dengan seorang
penari condong. Yang tampil dalam pementasan pertama kali adalah penari Condong,
kemudian disusul oleh dua penari Legong Lasem.

Tari Legong Keraton, mengambil cerita Panji, mengisahkan tentang perjalanan prabu
(adipati) Lasem yang ingin meminang putri dari kerajaan Daha (Kediri) yaitu putri
Rangkesari yang sudah terikat jalinan dengan Raden Panji dari Kahuripan. Diceritakan sang
puteri menolak pinangan Prabu Lasem, karena ditolak akhirnya melakukan perbuatan tidak
terpuji dengan menculik sang puteri, mengetahui hal tersebut raja Daha (Kediri) menyatakan
perang terhadap Prabu Lasem. Prabu Lasem juga diserang oleh burung garuda pembawa
maut, walaupun berhasil meloloskan diri dari serangan garuda, namun akhirnya tewas saat
peperangan melawan raja Daha.
Cerita Panji yang diambil dengan kisah prabu Lasem ini membuat tarian ini dikenal sebagai
Tari Legong Lasem, perkembangannya dan muncul pertama kali pada abad ke-19 di Keraton
dikenal sebagai pertunjukan yang memiliki mutu dan kualitas seni tinggi dan hanya untuk
masyarakat kalangan keraton atau puri, sehingga dikenal sebagai tari Legong Keraton. Dalam
perkembangan berikutnya Legong Lasem mulai dikenal masyarakat luas pada abad ke-20,
dan seiring waktu mengalami beberapa perubahan dalam struktur penyajiannya.

Perkembangan tari Legong Keraton ini, konon berawal dari sakitnya seorang pangeran yang
berasal dari Sukawati, diceritakan dalam keadaan sakit pangeran bermimpi melihat dua orang
gadis menari dengan lemah gemulai dengan diiringi seperangkat gamelan yang indah. Ketika
sang pangeran pulih dari sakitnya, mimpi tersebut dituangkan dalam tarian penyajiannya
lengkap dengan seperangkat gamelan. Tarian ditarikan di halaman keraton di bawah sinar
bulan purnama oleh dua orang gadis yang belum menstruasi memakai alat bantu kipas
penarinya ini dikenal sebagai penari Legong, kemudian penari pelengkapnya dinamakan
penari condong tidak dilengkapi dengan kipas.

Kita bisa berbangga, warisan seni Tari Bali seperti Legong Keraton ini diakui sebagai salah
satu warisan budaya dunia oleh badan dunia UNESCO, menjadi kebanggaan masyarakat
Bali. Peran penting pemerintah daerah dan masyarakat, terutama para pecinta seni untuk
mempertahankan eksistensi dari keberadaan tari Legong tersebut, serta tanggung jawab kita
bersama untuk melestarikan, menjaga dan melindungi tari Legong Keraton tersebut akan
menjadi lebih besar dan dikenal dikalangan masyarakat luas.

TARI CENDRAWASIH

Meski namanya seperti burung yang berasal dari tanah Papua, namun ternyata tari
cendrawasih merupakan suatu tari yang berasal dari Bali. Tari kreasi baru yang diciptakan
oleh seorang Artis Bali bernama I Gede Manik ini pertama kali ditampilkan di awal tahun
1920 an di subdistrik Sawan Kabupaten Buleleng. Sejak saat itu, pengembangan koreografi
dan unsur-unsur tarian ini terus terjadi. Hingga kini, tari cendrawasih yang kerap dipentaskan
justru merupakan hasil arasemen koreografi N. L. N. Swasthi Wijaya Bandem.

Sesuai namanya tari cendrawasih merupakan tarian yang gerakannya terinspirasi dari
kehidupan burung, sama seperti tari Manuk Rawa dan tari Belibis yang juga merupakan
bagian dari seni tari Bali. Burung cendrawasih sendiri dalam mitologi Hindu Bali dianggap
sebagai burungnya para dewa atau disebut Manuk Dewata.

Penjelasan dari unsur Tari Cendrawasih sebagai berikut :


1. Tema dan Makna Filosofis

Tari Cendrawasih merupakan tari yang mengangkat tema atau kisah mengenai sepasang
burung cendrawasih yang tengah memadu Afeksi. Namun, bila dipahami lagi, dengan cara
eksplisit tarian ini mempunyai makna filosofis mengenai Estetika pulau Bali yang tiadak
bandingnya, bagus dari segi Estetika alam ataupun dari segi Estetika budaya.

2. Gerakan Tari Cendrawasih

Gerakan tari cendrawasih terbagi ke dalam 3 bagian atau pembabakan, yaitu bagian awal
(pepeson), bagian utama (pengawak), dan bagian akhir (pengipuk).

Bagian awal ditandai dengan munculnya seorang penari yang dilanjutkan dengan gerak
berputar, agem kanan, agem kiri, gerak nyelendo, nyosol, dan kembali lagi ke gerakan
berputar dan seterusnya. Bagian utama ditandai dengan masuknya penari ke dua ke atas
Anjung seraya Dinamis meiberan bersama penari pertama saling Antagonis arah. Gerakan
dilanjutkan dengan agem kanan, gerak ngengsong, ngombak angke, mekecog kanan, agem
kiri, nyolsol, mencogan, dan nyigsig. Gerakan ini diulang sebanyak 2 kali hingga mereka
menjalankan gerak Epilog yaitu gerak pengipuk.

dengan cara sederhana, kita Bisa mempelajari gerakan-gerakan tari cendrawasih tersebut di
video yang telah kami sematkan berikut ini.

3. Setting Anjung

Tari cendrawasih disajikan oleh 2 orang penari perempuan. Sesuai dengan temanya,
Disorientasi seorang penari berperan sebagai burung cendrawasih betina, dan seorang lainnya
berperan sebagai burung cendrawasih jantan. Kedua penari tersebut tak naik ke Anjung
dengan cara bersamaan, melainkan Disorientasi satunya –yakni yang berperan sebagai
cendrawasih betina akan lebih dahulu menari, baru disusul penari lainnya di pertengahan
pertunjukan.

4. Iringan Musik

Tari cendrawasih juga diiringi oleh paduan musik gamelan Bali dan beberapa alat musik
tradisional Bali lainnya, seperti Pereret, Rindik, cengceng, dan genggong. Setiap tabuhan alat
musik tersebut akan selalu selaras dengan gerak tubuh penari cendrawasih. Selain itu,
ekspresi wajah terutama gerak mata menjadi Disorientasi satu bagian yang tak terpisahkan
irama musik pengiringnya.

5. Tata Rias dan Tata Busana

Sesuai dengan tema yang diangkat, para penari tari cendrawasih akan dirias sedemikian rupa
sehingga tampak teranalogi dengan bentuk tubuh burung cendrawasih. Untuk atasan, mereka
memakai kemben, sementara untuk atasan memakai rok panjang dengan motif keemasan.
Adapun aksesoris yang digunakan merupakan suatu mahkota dengan ornamen jambul
bergaya panji, gelang bahu, dan kalung emas.
Disorientasi satu elemen penting dalam tata rias tari cendrawasih terletak di riasan mata.
Dengan balutan eye shadow hitam, riasan dibuat sedemikian rupa supaya bola mata terlihat
lebih besar. Elemen ini penting untuk menunjukan kesan kuat di setiap gerakan bola mata
yang memang menjadi bagian paling menarik di gerakan tari cendrawasih ini.

6. Properti Tari

Dalam tari cendrawasih, tak ada properti yang digunakan selain suatu sampur atau selendang
berwarna cerah. Selendang ini merupakan analogi sayap burung cendrawasih, oleh karenanya
ia selalu dimainkan sepanjang tarian. Selendang sendiri umumnya diselipkan di pinggang dan
memanjang terjuntai ke bawah saat tak dimainkan.

TARI OLEG TAMULILINGAN

Tari Oleg Tamulilingan diciptakan oleh seniman besar tari Bali yaitu I Mario. Oleg dapat
berarti gerakan yang lemah gemulai, sedangkan tamulilingan berarti kumbang pengisap madu
bunga. Tari Oleg Tamulilingan melukiskan gerak-gerik seekor kumbang, yang sedang
bermain-main dan bermesra-mesraan dengan sekuntum bunga di sebuah taman. Tarian ini
sangat indah.
Tari Oleg Tamulilingan merupakan karya cipta seniman besar I Ketut Marya alias I Mario
yang paling populer di antara sejumlah ciptaannya. Tarian ini digarap tahun 1952 atas
permintaan John Coast, budayawan asal Inggris yang sangat terkesan dengan kesenian Bali,
untuk dipromosikan ke Eropa dan Amerika Serikat.
Tari ini merupakan tari berpasangan ditarikan oleh seorang panari wanita dan seorang penari
laki-laki. Gerakan-gerakan Tari Oleg Tamulilingan menggambarkan keluwesan seorang
penari wanita, dan kegagahan penari laki-laki. Kedua penari menampilkan gerakan-gerakan
bermesraan dengan penuh dinamika.

Bernama John Coast (1916-1989), kelahiran Kent, Inggris, sangat terkesan dengan
kebudayaan Bali. Sebelum berkiprah di Bali, ketika perang dunia kedua meletus, Coast
masuk wajib militer dan sebagai perwira, sampai sempat bertugas di Singapura. Ketika
Singapura keburu dikuasai Jepang, Coast yang berstatus tawanan lalu dikirim ke Thailand.
Namun begitu, Coast memang berbakat seni. Ia ternyata melahirkan tulisan “Railroad of
Death” pada 1946 yang kemudian mencapai best seller dalam waktu singkat. Hal itu
mendorong semangatnya lagi untuk menulis buku “Return to the River Kwai” pada 1969. Di
sela itu, Coast sempat berkolaborasi dengan seniman musik dan tari dari berbagai latar
budaya, hingga menggelar pertunjukan konser pasca-perang.

Setelah merasa aman, pada 1950 Coast meninggalkan Bangkok menuju Jakarta karena
terdorong untuk mengabdi kepada perjuangan Indonesia. Dalam waktu singkat, ia mendapat
kepercayaan dari Bung Karno untuk memegang jabatan sebagai atase penerangan Indonesia.
Selama di Indonesia, Coast menikah dengan Supianti, putri Bupati Pasuruan. Ketika menetap
di Bali, ia tinggal di kawasan Kaliungu, Denpasar.

Cinta Coast pada seni budaya Bali mulai tumbuh saat tersentuh tradisi dan kehidupan
masyarakat. Kesenian ternyata amat memikat hati dan obsesinya untuk mengorganisir sebuah
misi kesenian ke Eropa. Selama petualangannya mengamati beberapa sekeha gong di Bali,
Coast tertarik dengan penampilan sekaha gong Peliatan. Pada 1952, Coast menilai bahwa
Gong Peliatan dengan permainan kendang AA Gde Mandera yang ekspresif cukup layak
ditampilkan di panggung internasional. Dalam rencana lawatan ke Eropa itu, Coast ingin juga
membawa sebuah tarian yang indah dan romantik, di samping beberapa tarian yang sudah
sering dilihatnya.

Atas saran Mandera, Coast lalu menghubungi penari terkenal sekaligus guru tari I Ketut
Marya yang kemudian akrab dipanggil I Mario. Mario yang kala itu sudah menciptakan tari
Kebyar Duduk yang kemudian menjadi tari Terompong, bersedia bergabung dengan Gong
Peliatan. Coast “merangsang” Mario untuk berkreasi lagi dengan memperlihatkan buku tari
klasik ballet yang di dalamnya terdapat foto-foto duet “Sleeping Beauty” yaitu tentang kisah
percintaan putri Aurora dengan kekasihnya Pangeran Charming. Maka terinspirasilah Mario
menciptakan tari Oleg. Inilah yang diinginkan Coast.

Untuk membawakan tari Oleg — tarian baru itu, I Mario memilih I Gusti Ayu Raka Rasmi
yang memiliki basic tari yang bagus. Dalam menata iringannya, Mario mengajak I Wayan
Sukra, ahli tabuh asal Marga, Tabanan. Di samping itu, dilibatkan pula tiga pakar tabuh Gong
Peliatan dalam menggarap gending Oleg itu yakni Gusti Kompyang, AA Gde Mandera, dan I
Wayan Lebah.

Tari Oleg itu semula bernama Legong Prembon. Nampaknya Coast kurang berkenan dengan
nama Legong Prembon karena kata itu sulit diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.

I Mario lantas menggantinya menjadi tari Oleg Tamulilingan Mengisap Sari dan atas
kesepakatan bersama akhirnya disebut Oleg Tamulilingan atau “The Bumble Bee Dance”.
Tarian ini menggambarkan dua ekor kumbang, jantan dan betina, sedang bersenang-senang di
taman bunga sambil mengisap madu. Sebagai kumbang jantan pasangan Raka Rasmi,
dipilihlah I Sampih yang jauh lebih tua, berasal dari Bongkasa, Badung.

Kata oleg dalam kamus bahasa Bali berarti “goyang”. Dalam tarian yang melambangkan
kumbang betina itu, memang terdapat gerakan bergoyang lemah gemulai seolah-olah pohon
tertiup angin. Gerakan lemah gemulai tari Oleg ini nampak pada bagian pengadeng — saat
penari memegang oncer yang bergantian dengan kedua tangan ditekuk silang di depan dada,
sambil bergoyang ke kanan dan ke kiri. Maka dinilai, pemeran yang cocok membawakannya
adalah yang berperawakan langsing semampai sebagai pemberi kesan ngoleg.

Begitulah. Tarian ini lantas awalnya lebih dikenal di mancanegara daripada di Bali, karena
begitu tercipta lalu dipakai ajang promosi Bali di luar. Sebelum berangkat ke Eropa, misi
kesenian pemerintah RI itu terlebih dahulu pentas di Istana Merdeka untuk pamitan kepada
Presiden Soekarno karena akan melawat sekitar 10 bulan mengunjungi Prancis, Jerman,
Belgia, Italia, Inggris dan beberapa kota besar di Amerika Serikat. Mario tidak turut dalam
rombongan itu. Namun beberapa tahun kemudian, bersama Gong Pangkung Tabanan, ia
“menghipnotis” masyarakat Eropa, Kanada dan Amerika Serikat dengan berbagai improvisasi
gerak tari indah dalam tari Kebyar Duduk dan tari Terompong pada acara “Coast to Coast
Tour” pada 1957 dan 1962.

2.2 Perkembangan Tari

Tari Oleg Tamulilingan dianggap sebagai Tari Klasik, karena menampilkan gerakan-gerakan
dasar tari Bali, yang belum mendapatkan (mengalami kreasi). Perkembangan tari Bali benar-
benar diperhatikan.Minat para penari Bali terhadap Tari Oleg Tamulilingan cukup besar.
Walaupun tarian ini cukup sulit di tarikan. Penari wanita Oleg Tamulilingan sangat
memerlukan kelenturan tubuh, keluwesan tangan dan dasar tari Bali yang cukup kuat.
Sedangkan penari laki-lakinya juga memerlukan kelenturan tubuh dan keluwesan.Tari Oleg
Tamulilingan ini juga sering dijadikan materi lomba tari bali. Perkembangan Tari Oleg dalam
beberapa periode belakangan memang mengalami perubahan gerak Perkembangan ini
dilakukan oleh Sekaa Gong Belaluan, Denpasar, di bawah komposer terkenal I Wayan
Berata, sebelum tahun 1960. Selanjutnya terjadi pula perkembangan pada perbendaharaan
gerak tarinya. Jika diamati dengan cermat, perubahan itu bisa berakibat buruk. Pengenalan
gaya Mario menurut Agung Suparta lebih memicu kreativitas generasi muda terhadap
bentuk-bentuk “pemberontakan” Mario pada masanya. “Dalam tari Oleg Tamulilingan, bisa
dilihat simbol-simbol pemberontakan gerak yang dilakukan Mario dalam seni tari Bali,” tutur
seorang pengamat seni muda Tabanan, Putu Arista Dewi.

Gaya asli Mario memang seharusnya dikenali secara cermat. Banyak puncak-puncak
pencapaian gerak dari Mario yang sulit ditandingi seniman masa kini. Misalnya dari segi
properti, kipas, panggul terompong dan kancut dalam tarian ciptaan Mario bukan hanya
berfungsi sebagai alat semata, namun menyatu dan saling mendukung dalam gerak tubuh
penari. “Oleh sebab itu gaya Mario perlu dilestarikan, sebelum punah dan sulit melacak asal-
usulnya,” ujar Ayu Trisna Dewi Prihatini, pengelola sekaligus Pemilik Sanggar Tari Ayu di
Tabanan. Dosen Karawitan Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Denpasar, I Made Arnawa,
S.S.Kar menambahkan, lomba tari Oleg secara berkesinambungan akan mampu
membuktikan sejauhmana ciptaan Mario ini telah direvisi dan diaplikasikan oleh koreografer
penerus. I Gusti Ayu Raka Astuti asal Kedaton, Denpasar, yang mantan pengajar tari Oleg
Tamulilingan di Kokar (kini SMK 3 Sukawati) Bali, bertutur soal itu.

Katanya, ketika ia menarikan Oleg yang telah direvisi di hadapan I Mario sang pencipta Oleg,
ternyata Mario sendiri tidak bereaksi alias mendiamkannya saja. Sebelumnya, Raka Astuti
diajar tari Oleg yang “asli” gaya Mario oleh guru tari asal Lebah, Denpasar, I Wayan Rindi.

Di situ Raka Astuti melakukan perubahan pada bagian papeson. Saat akan bergerak di
samping, dirasakan agem nampak lukus — kurang enak. Bila bergerak ke samping kiri,
tangan kanan digerakkan di depan dada menuju ke arah samping kiri. Menurut Raka Astuti,
gerakan itu akan menutupi muka dan mengakibatkan olah tubuh tidak kelihatan.Menghindari
hal itu, maka ia membuat olah gerak baru, bila akan ke samping kiri maka tangan kiri yang
digerakkan lebih dahulu ke kiri dan olah tubuh akan nampak dengan gerakan badan nyeleyog
ke kiri. Masih dalam papeson, sebelum menghadap ke samping kanan ataupun kiri, ada
tambahan gerakan angsel kado. Demikian pula pada perbendaharaan gerak lainnya terdapat
pembaruan-pembaruan lain. Peristiwa itu terjadi pada tahun 1961. Inilah yang kemudian
mengantarkan Raka Astuti sebagai salah seorang penari Oleg Tamulilingan yang memiliki
gaya tersendiri.Dalamkoreografinya, sebelum penari “kumbang jantan” atau muanin Oleg
memasuki arena, Oleg Tamulilingan sebagai simbol “kumbang betina” menari sendirian. Jadi
ini merupakan tari solo. Hal ini memberi ruang lahirnya berbagai style Oleg sesuai dengan
kemampuan dan ciri pribadi masing-masing penarinya.

2.3 Fungsi

Tari Oleg Tamulilingan merupakan tari bebalian atau hiburan. Kalau dipentaskan di pura, tari
ini hanyalah sebagai hiburan tidak terkait dengan upakara di pura. Tari ini juga sering
dipentaskan untuk hiburan bila bila ada acara-acara baik di hotel-hotel maupun di instansi
pemerintah.

Sebagai ajang lomba untuk melestarikan Tari Oleg Tamulilingan yang baru ini di
selenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Tabanan telah menggelar Lomba Tari
Oleg Tamulilingan dan Kebyar Terompong yang terbuka untuk peminat di seluruh Bali, guna
mengenang dan mendiang Mario. Bupati Tabanan, Nyoman Adi Wiryatama menyambut baik
penyelenggaraan lomba ini. Ratusan remaja dari delapan kabupaten/kota di Bali sempat
mendaftarkan diri sebagai peserta, namun panitia hanya menyediakan tempat bagi 40 pasang
penari Oleg dan 16 penari Kebyar Terompong. Jumlah peserta kali ini lebih banyak jika
dibandingkan dengan lomba serupa tahun lalu hanya diikuti 20 peserta. Kompetisi tari Bali
yang berlangsung 25-27 Maret lalu di Gedung Mario Tabanan ini juga menjadi hiburan segar
bagi masyarakat, selain tujuan utamanya sebagai ajang peningkatan kreativitas seni di daerah
“lumbung beras” Bali itu. Generasi muda terlihat antusias mengikuti lomba tari Oleg yang
menjadi wadah untuk membuktikan kemampuan dan penguasaan tari serta memperebutkan
hadiah total senilai Rp 37 juta. “Tari Oleg itu lembut namun punya tingkat kesulitan tinggi,
mendorong saya ingin menjadi penari Oleg terbaik di Bali,” tutur Wiwik (18), peserta dari
Karangasem. Niat luhur dari Disbudpar dalam mempertahankan gaya tari rancangan Mario
patut dihargai, ungkap I Gusti Agung Ngurah Supartha, salah seorang tim juri dalam lomba
tersebut. Mantan Kepala Taman Budaya Denpasar itu melihat dalam perkembangan Tari
Oleg dan Kebyar Terompong belakangan ini muncul semacam rasa waswas bahwa “Oleg asli
ciptaan Mario” bisa punah “ditelan gelombang” tari baru yang tak tentu arah dan akar
budayanya.

2.4 Ragam Gerak

Tari Oleg Tamulilingan ini di awali dengan keluarnya penari wanita dengan gerakan ngegol
perlahan sedangkan kedua tangan memegang selendang ke atas lalu memungkah lawang
agem kanan, nyeledet, menganggukan kepala. Keluwesan penari wanita diperlihatkan dengan
nyeleog perlahan-lahan lalu agem kiri. Kaki penari wanita harus bisa mempermainkan
lancingan agar lacingan tidak melilit kaki.Gerakan duduk metimpuh di ikuti gerakan tangan
dan seledet mata yang amat dinamis. Gerakan metimpuh ini diakhiri dengan gerakan badan
nyeleog ke kanan nyeleog kiri, berdiri agem kanan. Mata nyeledet kanan, pecuk alis
menganggukan kepala. Pindah agem kiri, pecuk alis menganggukan kepala. Berjalan ngegol,
kaki ngenteb, lalu tangan nyilang di dada dengan ngegol perlahan. Berganti dengan tangan
kanan dan tangan kiri memegang selendangke atas ngegol, gerakan ini diulangan tiga kali.

Selanjutnya gerakan duduk metimpuh,gerakan tangan ngejet, seledet kanan,seledet kiri.


Diakhiri dengan gerakan tangan kiri ditaruh di lutut dan tangan kanan ditaruh di pinggang.
Saat penari wanita duduk, masuklah wanita penari laki-laki. Tangan kiri memegang kancut,
tangan kanan memegang atau memainkan kipas, kaki melangkah perlahan kanan dan kiri,
agem kanan pecuk alis menganggukan kepala, nyeledet kanan elog-elog. Sementara penari
wanita berdiri lalu ngehadap ke penari laki-laki (berhadap-hadapan). Dilakukan pertukaran
tempatsebanyak dua kali.

Penari wanita ngegol sambil memegang selendang keatas, sedangkan penari laki-laki
mengajar penari wanita. Gerakan-gerakan ini menirukan gerak-gerakan kumbang yang
sedang memadu kasih. Ragam gerak tari Oleg Tamulilingan benar-benar dapat
memperlihatkan kemesraan dari sepasang remaja yang sedang memadu kasih.

2.5 Kostum

Penari wanita :

Riasan Kepala :
Gelungan

Bungan semelat imitasi

Sanggul dengan rambut panjang

Riasan Badan :

Kain (kamen) lelancingan

Sabuk prada

Tutup dada

Badung renteng

Ampok-ampok

Gelang kana

Selendang

Penari laki-laki :

Riasan kepala :

Ledeng

Riasan badan :

Kain (kamen) kekancutan

Sabuk prada

Tutup dada

Badong laki-laki tambah badong renteng

Ampok-ampok

Gelang kana

Kipas

10

2.6 Musik Iringan

Gambelan Gong Kebyar :

Gangse pemade 4

Gangse kantilan 4
Kenyur (pengacah) 2

Dublag 2

Jegogan 2

Barangan (reong)

Kendang

Kempul

Cengceng kecil

Gong

Bende

Suling

TARI BARIS

Tari Baris, merupakan tarian perang tradisional. Tarian yang menunjukkan keberanian para
ksatria Bali. Tarian ini merepresentasikan para pejuang yang bertempur bagi raja Bali.
Tarian ini sebenarnya merupakan ritual keagamaan. Persembahan dari para pejuang dan
senjata mereka selama peryaan di Pura. Dari tari Baris Gede yang ritualistik muncul lah Baris
yang lebih dramatis, cerita yang didahului oleh tarian tunggal yang menunjukan kegagahan
dalam pertempuran. Itu merupakan cikal bakal munculnya tari Baris tunggal. Penari Baris
yang
baik harus melewati latihan yang berat untuk mendapat kemampuan dan kelenturan yang
menggambarkan keanggunan dari tarian ini.

Tarian yang berarti barisan pasukan ini, adalah tarian perang yang menampilkan para ksatria
saat berperang melawan musuh-musuhnya. Ritme yang kuat dari Gong Kebyar dan Gong
Gede yang menyertainya, menambah ketegasan gerakanya. Para penari membawa tombak
atau pedan dan perisai, tergantung dari jenis Tari Baris yang dipertunjukan. Langkah kaki
merka yang mantap akan membuat suara hentakan yang keras. Mereka benar-benar terlihat
bagai kesatria yang menuju medan perang, dimana tari ini juga diperuntukan guna
menyambut pada Dewa dan Leluhur ke dunia.
Tarian ini biasanya dilakukan oleh 8 sampai 40 pria yang mengenakan pakaian tradisional
para pejuang lengkap dengan ornamen pada kepala, dada dan punggung. Kostum yang
dipergunakan berbeda di setiap kabupaten karena semua kabupaten di Bali memiliki Tari
Baris Khas masing-masing. Sebagai contoh, di Kabupaten Badung, Tari Baris yang
dilaksanakan sebelum upacara kremasi menggunakan pakaian bermotif kotak-kotak yang
berwarna hitam dan putih. Sedangkan di Kabupaten Jembrana warna yang dominan adalah
merah.

Seorang penari baris harus mencerminkan keganasan, harga diri, dan kewaspadaan dari
seorang pejuang perang. Tari Baris diiringi oleh Gamelan, dan hubungan antara penari dan
penabuh gamelah haruslah menyatu. Gamelan haruslah selaras dengan gerakan dan kehendak
dari sang penari.

Mula-mula gerakan penari Baris sangat hati-hati, seperti seseorang yang mencari musuhnya
di daerah yang belum ia kenal. Saat ia sampai di tengah panggung, ia mulai berjinjit, dan
dengan cepat berputar diatas satu kaki dan wajahnya menunjukkan wajah seorang pejuang
yang tengah berada di medan perang.

Tari baris adalah tarian keramat yang dipertunjukan tidak hanya untuk upacara kremasi tapi
juga saat upacara peringatan Pura dan upacara suci lainya karena dipercaya saat upacara
tersebut para dewa dewi dan leluhur turun ke dunia untuk memberi berkat. Jadi tarian ini
dipersembahkan untuk mereka sebagai pertunjukan dan juga rasa syukur.

TATA RIAS

Tari baris dapat dicirikan dari busana yang digunakan penarinya. Para penari, yang
semuanya pria, menggunakan mahkota berbentuk segi tiga dihiasi kulit kerang yang berjajar
vertikal di bagian atasnya. Selain itu, tubuh penari dibungkus kostum berwarna-warni yang
terlihat longgar, menjuntai ke bawah, dan bertumpu pada bagian pundak. Kostum atau busana
ini akan mengembang saat penari melakukan gerakan memutar dengan satu kaki,
memberikan efek dramatis dalam koreografi yang dibawakan.

Busana yang di gunakan adalah sangat lengkap terdiri dari :

· Badong

· Awir

· Lamak

· Celana panjang

· Baju bludru

· Stewel
· Gelang kana

· Gelungan

· Keris

E. Iringan Tari

Iringan memegang peranan yang sangat penting didalam suatu pertunjukan, karena iringan
dapat memperindah pertunjukan.

Gambelan yang di gunakan untuk mengiringi tari Baris Tunggal,yaitu :

· Gong kebyar

· Semar pegulingan

· Palegongan

· Angklung kebyar

· Gong suling

· Gong gede

· Cumang kirang

· Gambelan pajogedan

· Gambelan pegandrungan\

TARI PUSPANJALI
Tari Puspanjali adalah sebuah tarian kreasi baru yang diciptakan oleh seorang seniman
kawakan dai Bali yakni N.L.N. Swasthi Wijaya Badem 26 tahun yang lalu tepatnya tahun
1989. Seperti apa sinopsis, sejarah serta bagaimana gerakan dan keindahan tarian yang juga
mendapat sentuhan dari I Nyoman Windha sebagai penata musik pengiring nya tersebut?
Selengkapnya bisa kita simak di bawah ini.

Sejarah

Nama dari Puspanjali sendiri berasal dari dua kata yakni puspa dan anjali yang masing-
masing memiliki arti bunga dan menghormat. Dari nama tersebut tentu akan kita dapati
tujuan tarian puspanjali yakni sebagai tarian penghormatan bagi para tamu.

Adalah N.L.N. Swasthi Wijaya Badem seorang seniman profesional inilah yang menciptakan
gerakan puspanjali. Selain dikenal sebagai pencipta puspanjali Swasthi Wijaya Badem juga
terkenal akan tarian hasil karyanya yang lain seperti Tari Saraswati, Belibis, Siwa Nataraja,
dan Tari Sekarjagad.
Dalam penggarapannya Swasti Wijaya tidak serta merta menyajikan koreografi puspanjali
semata wayang, namun beliau juga menarik I Nyoman Windha yang tak lain merupakan
seniman musik terkenal di daerah Bali kala itu sebagai penata musiknya.

Kolaborasi dua seniman sejati tersebut melahirkan keindahan serta estetika seni tari yang
cukup terkenal hingga saat ini.

Kesadaran kedua seniman akan keistimewaan Bali sebagai tempat wisata dan berlibur bagi
wisatawan domestik maupun mancanegara menumbuhkan jiwa seni mereka untuk
menciptakan suatu karya yang dapat diturunkan kepada generasi penerus serta mampu
mendukung potensi wisata di Pulau Bali.

Dari situlah kemudian pada tahun 1989 terciptakan sebuah kesenian yang menampilkan
gerakan nan gemulai yang kemudian diputuskan untuk dibawakan oleh kelompok remaja
putri sebagai penarinya. Pada umumnya tarian yang mengedepankan keanggunan dari segi
gerak dan musik ini dipertunjukkan oleh kelompok penari yang berjumlah lima hingga tujuh
orang.

Sinopsis Gerakan

Gerakan tari puspanjali diawali dengan geleng kepala dan berjalan ditempat dengan kedua
tangan penari berada di depan dada. Gerakan ini merupakan salah satu gerakan sebagai
sambutan selamat datang bagi para tamu.

Gerakan memutar dan melenggok juga terlihat dalam pementasan tarian ini yang akan
menambah keindahan serta menggambarkan keramah tamahan masyarakat Bali terhadap para
tamu maupun wisatawan.

Sedikit gambaran di atas semoga dapat memberikan pemahaman kita terhadap sinopsis tari
puspanjali serta sejarah yang terdapat dalam gerakan tarian tersebut.

TATA RIAS

Tata Rias

Tata rias merupakan cara atau usaha seseorang untuk mempercantik diri khususnya pada
bagian muka atau wajah, menghias diri dalam pergaulan. Tata rias pada seni
pertunjukan diperlukan untuk menggambarkan/menentukan watak di atas pentas. Tata rias
adalah seni menggunakan bahan-bahan kosmetika untuk mewujudkan wajah peranan dengan
memberikan dandanan atau perubahan pada para pemain di atas panggung/pentas dengan
suasana yang sesuai dan wajar (Harymawan, 1993: 134). Sebagai penggambaran watak di
atas pentas selain acting yang dilakukan oleh pemain diperlukan adanya tata rias sebagai
usaha menyusun hiasan terhadap suatu objek yang akan dipertunjukan.

Tata rias merupakan aspek dekorasi, mempunyai berbagai macam kekhususan yang masing-
masing memiliki keistimewaan dan ciri tersendiri. Dari fungsinya rias dibedakan menjadi
delapan macam rias yaitu:

1) Rias aksen, memberikan tekanan pada pemain yang sudah mendekati peranan yang akan
dimainkannya. Misalnya pemain orang Jawa memerankan sebagai orang Jawa hanya
dibutuhkan aksen atau memperjelas garis-garis pada wajah.

2) Rias jenis, merupakan riasan yang diperlukan untuk memberikan perubahan wajah
pemain berjenis kelamin laki-laki memerankan menjadi perempuan, demikian sebaliknya.

3) Rias bangsa, merupakan riasan yang diperlukan untuk memberikan aksen dan riasan
pada pemain yang memerankan bangsa lain. Misalnya pemain bangsa Indonesia memerankan
peran bangsa Belanda.

4) Rias usia, merupakan riasan yang mengubah seorang muda (remaja/pemuda/pemudi)


menjadi orang tua usia tujuh puluhan (kakek/nenek).

5) Rias tokoh, diperlukan untuk memberikan penjelasan pada tokoh yang diperankan.
Misalnya memerankan tokoh Rama, Rahwana, Shinta, Trijata, Srikandi, Sembadra, tokoh
seorang anak sholeh, tokoh anak nakal.

6) Rias watak, merupakan rias yang difungsikan sebagai penjelas watak yang diperankan
pemain. Misalnya memerankan watak putri luruh (lembut), putri branyak(lincah), putra alus,
putra gagah.
7) Rias temporal, riasan berdasarkan waktu ketika pemain melakukan peranannya.
Misalnya pemain sedang memainkan waktu bangun tidur, waktu dalam pesta, kedua contoh
tersebut dibutuhkan riasan yang berbeda.

8) Rias lokal, merupakan rias yang dibutuhkna untuk memperjelas keberadaan tempat
pemain. Misalnya rias seorang narapidana di penjara akan berbeda dengan rias sesudah lepas
dari penjara.

Untuk dapat menerapkan riasan yang sesuai dengan peranan, diperlukan pengetahuan tentang
berbagai sifat bangsa-bangsa, tipe dan watak bangsa tersebut. Selain itu diperlukan pula
pemahaman tentang pengetahuan anatomi manusia dari berbagai usia, watak dan karakter
manusia, serta untuk seni pertunjukan tari dibutuhkan pengetahuan tentang karakter dan
tokoh pewayangan.

b. Tata Busana

Busana (pakaian) tari merupakan segala sandang dan perlengkapan (accessories) yang
dikenakan penari di atas panggung.

Tata pakaian terdiri dari beberapa bagian

1) Pakaian dasar, sebagai dasar sebelum mengenakan pakaian pokoknya.


Misalnya, setagen, korset, rok dalam, straples

2) Pakaian kaki, pakaian yang dikenakan pada bagian kaki. Misalnya binggel,gongseng,
kaos kaki, sepatu.

3) Pakaian tubuh, pakaian pokok yang dikenakan pemain pada bagian tubuh mulai dari
dada sampai pinggul. Misalnya kain, rok, kemeja, mekak, rompi, kace, rapek, ampok-
ampok, simbar dada, selendang, dan seterusnya.

4) Pakaian kepala, pakaian yang dikenakan pada bagian kepala. Misalnya berbagai macam
jenis tata rambut (hairdo) dan riasan bentuk rambut (gelung tekuk, gelung konde, gelung
keong, gelung bokor, dan sejenisnya).

5) Perlengkapan/accessories, adalah perlengkapan yang melengkapi ke empat pakaian


tersebut di atas untuk memberikan efek dekoratif, pada karakter yang dibawakan. Misalnya
perhiasan gelang, kalung, ikat pinggang, kamus timang/slepe ceplok, deker (gelang
tangan), kaos tangan, bara samir, dan sejenisnya.

Perlengkapan atau alat yang dimainkan pemeran di atas pentas disebut dengan
istilah property. Misalnya, selendang, kipas, tongkat, payung, kain, tombak, keris, dompet,
topi, dan semacamnya.

Tata rias dan busana ini berkaitan erat dengan warna, karena warna di alam seni pertunjukan
berkaitan dengan karakter seorang tokoh yang dipersonifikasikan kedalam warna busana
yang dikenakan beserta riasan warna make up oleh tokoh bersangkutan oleh karenanya warna
dikatakan sebagai simbol. Dalam pembuatan busana penari, warna dapat juga digunakan
hanya untuk mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan keindahannya saja dalam
memadukan antara yang satu dengan lainnya. Dalam pembuatan kostum, warna menjadi
syarat utama karena begitu dilihat warnalah yang membawa kenikmatan utama. Di dalam
buku Dwimatra (2004: 28 – 29) warna dibedakan menjadi lima yaitu, warna primer,
sekunder, intermediet, tersier, dan kuarter.

a) Warna primer yaitu disebut juga warna pokok/warna utama, yang terdiri dari warna
merah, kuning, dan biru.. Warna merah adalah simbol keberanian, agresif/aktif. Pada
dramatari tradisional warna tersebut biasanya dipakai oleh raja yang sombong, agresif/aktif.
Misalnya: Duryanada, Rahwana, Srikandi. Warna biru mempunyai kesan ketentraman dan
memiliki arti simbolis kesetiaan. Pada drama tradisional warna tresebut dipakai oleh seorang
satria atau putri yang setia kepada Negara dan penuh pengabdian. Misalnya; Dewi Sinta,
Drupadi. Warna kuning mempunyai kesan kegembiraan.

b) Warna sekunder adalah warna campuran yaitu hijau, ungu, dan orange.

c) Warna intermediet adalah warna campuran antara warna primer dengan warna
dihadapannya. Misalnya warna merah dicampur dengan hijau, biru dengan orange, kuning
dengan violet.

d) Warna tersier adalah campuran antara warna primer dengan warna sekunder yaitu warna
merah dicampu orange, kuning dengan orange, kuning dengan hijau, hijau dengan biru, biru
dengan violet, violet dengan merah.

e) Warna kuarter yaitu percampuran antara warna primer dengan warna tersier, dan warna
sekunder dengan tersier yang melahirkan 12 warna campuran baru..

f) Warna netral yaitu hitam dan putih. Warna hitam memberikan kesan kematangan dan
kebijaksanaan. Pada drama tradisional biasa dipakai oleh satria, raja, dan putri yang yang
bijaksana. Misalnya Kresna, Puntadewa, Kunti. Sedangkan warna putih memberikan
kesan muda, memiliki arti simbolis kesucian. Di dalam drama tradisional warna tersebut
dipakai oleh pendeta yang dianggap suci.

Warna-warna tersebut di atas dapat digolongkan menjadi dua bagian sesuai dengan demensi,
intensitas, terutama bila dikaitkan dengan emosi seseorang yang disebut dengan warna panas
dan warna dingin. Warna panas yaitu merah, kuning, dan orange. Warna dingin terdiri atas
hijau, biru, ungu, dan violet.

Dalam pembuatan pakaian tari warna dan motif kain menjadi perhatian dan bahan
pertimbangan, karena berhubungan erat dengan peran, watak, dan karakter para tokohnya.

Warna sebagai lambang dan pengaruhnya terhadap karakter dari tokoh (pemain). Penggunaan
warna dalam sebuah garapan tari dihubungkan dengan fungsinya sebagi simbol, di samping
warna mempunyai efek emosional yang kuat terhadap setiap orang.
Warna biru memberi kesan perasaan tak berdaya (tidak merangsang), terkesan dingin. Warna
hijau memberi kesan dingin. Warna kuning dan orange memberi kesan perasaan riang,
menarik perhatian. Warna merah memberi kesan merangsang, memberi dorongan untuk
berpikir (dinamis). Warna merah Jambu mengandung kekkutan cinta. Warna Ungu memberi
kesan ketenangan.

10. Property

Properti adalah semua peralatan yang dipergunakan untuk kebutuhan tari.


Biasanya property disesuaikan dengan tema tarian yang akan ditampilkan baik untuk tarian
putra maupun tarian putri. Berdasarkan pemanfaatannya property dibedakan menjadi dua
yaitu: dance prop dan stage prop.

Dance prop adalah segala peralatan yang dipakai /dipegang atau dimainkan oleh seorang
penari pada waktu menari. Adapun property yang biasa dipakai dalam tari trasional di
Indonesia: kipas, saputangan, selendang/sampur, panah, keris, pedang, tameng, gada, tombak,
kendi, boneka, sabit, caping, tenggok, tali, payung, bokor dan sebagainya. Dalam
pemakaian property yang perlu dipertimbangkan adalah mengusahakan agar alat tersebut
bisa menyatu dengan gerak, dan sesuai dengan isi garapan tarinya.

Stage prop adalah segala peralatan yang ditata di atas panggung yang membantu penampilan
garapan tarinya. Alat-alat yang biasa dipakai antara lain bingkai, trap, gapura, pepohonan,
sekat, dan juntaian kain.

11.Lighting / Tata Lampu

Tata lampu berfungsi untuk memberi penerangan penari di atas panggung, disamping itu tata
lampu juga berfungsi untuk membantu mempertkuat/mengangkat suasana dalam garapan
karya tari.

Tata lampu dibedakan menjadi dua yaitu: lampu tradisional dan lampu modern.

a. Lampu tradisional, masih bersifat sederhana menggunakan minyak tanah misalnya:


obor, lampu teplok, petromak, lilin.

b. Lampu modern, menggunakan alat bantuan tenaga listrik. Misalnya spot light, strip
light,foot light (lampu kaki), lampu ini bias sehingga perlu diberi kertas warna untuk dapat
memantulkan sinar yang berwarna-warni dengan tujuan dapat mewujudkan/membantu
suasana yang diinginkan.

Fungsi Tata Lampu, sebagai alat penerangan, penciptaan suasana, misalnya suasana agung
dengan warna kuning, perang (warna merah), sedih (warna ungu). Penguat adegan misalnya
penggunaan follow untuk menguatkan adegan percintaan.
12. Stage / Tata Panggung

Bentuk panggung seni pertunjukan di Indonesia sesuai dengan jenis pementasan dibedakan
menjadi dua bentuk, yaitu bentuk tradisional, dan modern.

Bentuk tradisional sangat kaya sesuai dengan daerah yang ada di

Nusantara ini yang diwariskan oleh nenek moyang dan terpelihara dengan baik sampai
sekarang. Adapun bentuk-bentuk panggung tersebut yaitu: pendapa di Jawa, bentuk wantilan
di Bali, rumah gadang di Sumatera., arena dan sebagainya.

Sedangkan panggung modern adalah bentuk panggung proscenium baik dalam bentuk
tertutup maupun terbuka. Bentuk tertutup biasanya dibatasi dengan wing yang ada pada sisi
kanan dan kiri panggung.

C. Koreografi

Seorang koreografer dan pakar tari Sal Murgiyanto mengungkapkan koreografi adalah
pemilihan dan tindakan atau proses pemilihan dan pembentukan gerak menjadi sebuah tarian
. Sementara itu dikatakan kata koreografi berasal dari bahasa Yunani yaitu choreia ( tarian
koor) dan graphia (penulisan). Koreografi berarti penulisan dari tarian koor. Dalam
perkembangan selanjutnya koreografi dimaksudkan cara merencanakan laku baik ditulis
maupun tidak.

1. Aspek-aspek Koreografi

Dalam membuat suatu koreografi selalu dihadapkan pada bentuk sebagi wujud dari
hasil akhir yang bisa dinikmati oleh penonton, oleh karenanya ada beberapa aspek yang harus
dipertimbangkan guna mencapai hasil tersebut diantaranaya:

aspek isi, bentuk, tehnis, dan proyeksi.

Aspek Isi

Aspek isi adalah pokok masalah (dapat juga diartikan tema) dari sebuah karya tari. Dalam
karya tari isi dapat ditangkap lewat gerak-gerak yang diungkapkan oleh penari. Isi menjadi
bagian yang penting yang harus sejak awal sudah diyakini oleh penata tari karena lewat isi
inilah penata tari akan terbimbing dalam mendapatkan gerak serta menentukan langkah-
langkah yang berkaitan dengan dramatic, dinamika, serta penokohan bila ada.

Aspek Bentuk

Bentuk diartikan sebagai wujud, bangun dan dalam bahasa Inggris diartikan
sebagai form. Bentuk dalam sebuah karya tari adalah terjemahan dari isi dan merupakan
penyatuan dari berbagai elemen yang dihadirkan di dalam ruang (di atas panggung). Elemen
tersebut baik berupa gerak, desain lantai, dinamika, dramatik dan yang lainnya.

Aspek Teknis

Aspek tehnis adalah salah satu sarana untuk mencapai sasaran atau salah satu alat untuk
mencapai terwujudnya bentuk. Melalui aspek tehnis ini membantu para penata tari untuk
mewujudkan isi. Penata tari diharapkan memiliki dasar tehnik gerak yang baik dan kuat, ini
tentunya tidak lepas dari bekal gaya (style) tari etnis yang ada di nusantara.

Apabila seorang mahasiswa akan berkarya dia harus membekali dirinya dengan gaya dan
tehnik tari yang dipilih dengan baik, misalnya yang dipilih gaya Yogyakarta khususnya tari
putri halusan, disini penata tari harus tahu dan menguasai patokan-patokan yang ada dalam
tari putri halus gaya Yogyakarta, apa yang menjadi ciri gaya halusan putri.dan patokan-
patokan gerak yang harus ditaati.

Dalam kaitannya dengan hal tersebut pemilihan penari juga memegang peran penting karena
keberhasilan piñata tari sangat tergantung pada penari, oleh karenanya sangat dibutuhkan
penari-penari yang trampil dan sensitif untuk mendukung gaya tersebut. Tehnik adalah sarana
untuk mencapai sasaran

Aspek Proyeksi/jembatan

Aspek proyeksi adalah hubungan magis antara bentuk sajian karya tari dengan penonton.
Dalam kaitannya dengan proyeksi pemain/penarilah yang memegang peran penting Karena
ide koreografer diterjemahkan oleh penari dan diungkapkan lewat gerak Oleh karenya
keterlibatan ,disiplin, keterampilan gerak, ekspresi mimic dan ekspresi gerak harus terjalin
dengan baik antara piñata penari dengan penari.

Pemilihan gerak yang tepat dan cermat sesuai dengan tema garapan menjadi hal yang utama
dengan harapan pesan-pesan yang diinginkan piñata tari sampai ke penonton.

2. Proses Peggarapan Koreografi

a. Eksplorasi

Eksplorasi diartikan sebagai penjajagan sebagai pengalaman untuk menanggapi beberapa


obyek dari luar yang sering disebut juga dengan berpikir, berimajinasi,
merasakan,meresponsikan. Kegiatan ini dilakukan lewat berbagai aktivitas yaitu pengamatan
terhadap peristiwa yang terjadi dilingkungan sekitarnya, peristiwa alam, dengan membaca
cerita baik cerita sejarah, legenda, novel, cerpen, epos Mahabarata, Ramayana, ritual
keagamaan bahkan sampai peristiwa yang dialami sendiri oleh piñata tari.

Dari peristiwa yang terjadi dilingkungan sekitar misalnya tentang kemiskinan, demonstrasi
dari masyarakat dalam menentang kondisi politik, keramaian pasar , panen raya dan yang
lainnya. Sedangkan dari peristiwa alam terjadinya gunung meletus, gempa bumi, sunami,
kebakaran, angina rebut, tanah longsor,badai di tengah lautan, ombak, banjir dan yang
lainnya. Dari pristiwa tersebut di atas apa yang bisa ditangkap oleh koreografer selanjutnya
dituangkan ke dalam satu ide garapan. Eksplorasi tidak tergantung hanya pada obyek yang
dapat dilihat saja, melainkan dapat juga dengan membayangkan atau berangan-angan
terhadap obyek yang belum pernah dilihat misalnya dasar laut, dinginnya salju, panasnya
bara api, tentang mahluk halus.

Improvisasi

Improvisasi diartikan sebagai penemuan gerak secara spontan, entah gerak tersebut pernah
dilihat sebelumnya ataukah muncul pada saat pencarian gerak. Pada saat improvisasi sangat
dituntut kepercayaan diri seseorang dan tidak terpengaruh atau meniru orang lain.

Improvisasi dapat dilakukan dengan beberapa cara/tahap yaitu diawali dari gerak sederhana
melalui bagian-bagian anggota badan seperti menggerakan kaki, lengan, kepala, badan yang
dilakukan mulai gerak di tempat selanjutnya berpindah tempat serta menggabungkan
beberapa gerak dari anggota tubuh.

Selanjutnya dapat diisi dengan mengisi ruang, mengolah level, mengisi suara musik mengisi
tempo dan ritme. Untuk melatih penemuan gerak-gerak seperti tersebut diatas sebaiknya para
mahasiswa diajak untuk berkonsentrasi dengan memejamkan mata guna menghindari
pengaruh disekitarnya atau meniru teman lain.

Dalam latihan improvisasi bisa dilakukan dengan berbagai cara misalnya mahasiswa disuruh
bergerak berlawanan arah satu dengan yang lainnya, dengan sentuhan maksudnya ketika
disentuh oleh temannya langsung ikut bergerak.

Evaluasi

Evaluasi dimaksudkan setelah melewati improvisasi dengan mendapatkan penemuan gerak


yang cukup banyak, koreografer harus memilih gerak- gerak yang didapatkan disesuaikan
dengan tema yang digarap. Seorang piñata tari harus mengambil keputusan dipakai dan
tidaknya gerak yang telah didapat

Pembentukan/Komposisi

Setelah melewati evaluasi selanjutnya adalah pembentukan, pada proses ini pembentukan
dimaksudkan adalah bagaimana gerak menjadi satu kesatuan /rangkaian (Jawa disebut
ragam). Dalam hal ini sudah barang tentu gerak sudah diarahkan pada tema , bentuk,
setruktur, irama yang berkaitan dengan ritme dan tempo garapan dan disesuaikan dengan
tema garapan. Gerak disini sudah membentuk satu ragam dan telah mempertimbangkan
transisi/perpindahan dari ragam satu keragam berikutnya.
3. Kreativitas

Kreativitas merupakan suatu proses mental yang dilakukan individu berupa gagasan ataupun
produk baru atau mengkombinasikan antara keduanya yang pada akhirnya akan melekat pada
dirinya (JJ Gallagher dalam Yeni Rochmawati, 2005: 15). Sementara itu Supriyadi (1994: )
mengutarakan kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang abru
baik berupa gagasan maupun karya nyata yang relative berbeda dengan apa yang telah ada.
Definisi berilutnya diutrakan oleh Csikzentmihalyi (dalam Munandar, 1995) mengatakan
bahwa kreativitas merupakan pengalaman dalam mengekspresikan dan mengaktualisasikan
identitas individu dalam bentuk terpadu antara hubungan diri sendiri, alam, dan orang
lain. Sementara itu menurut Sumandiyo Hadi (1983: 7) kreativitas adalah kemampuan untuk
menciptakan sesuatu yang baru dari segala apa yang telah ada maupun yang belum pernah
ada. Tabrani (200:43) memberikan definisinya tentang kreativitas adalah salah satu
kemampuan manusia yang dapat membantu kemampuannya yang lain hingga sebagai
keseluruhan dapat mengintegrasikan stimulasi- luar dengan stimulasi dalam sehingga tercipta
sesuatu kebulatan yang baru.

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kreativitas merupakan suatu
proses mental individu yang melahirkan gagasan, proses, metode ataupun produk baru yang
bersifat imajinatif, estetis, fleksibel, integrasi dan berdaya guna dalam berbagai bidang untuk
pemecahan ssuatu masalah.

Ada 5 macam perilaku kreatif Nursito ( dalam Rachmawati: 16 -17)

Kelancaran (fluency) yaitu,kemampuan mengemukakan ide-ide yang serupa untuk


memecahkan suatu masalah.

Keluwesan (flexibility) yaitu kemampuan untuk menghasilkan berbagai macam ide guna
memecahkan suatu masalah di luar katagori yang biasa..

Keaslian (originality) yaitu kemampuan memberikan respon yang unik atau luar biasa.

Keterperincian (Elaboration) yaitu kemampuan menyatakan pengarahan ide secara terperinci


untuk mewujudkan ide menjadi kenyataan

Kepekaan (Sensitivity) yaitu kepekaan menangkap dan menghasilkan masalah sebagai


tanggapan terhadap suatu situasi.

Ciri-ciri pribadi yang kreatif menurut Supriadi (dalam Munandar, 2005: 17)

1) Terbuka terhadap pengalaman baru.

2) Fleksibel dalam berpikir dan merespon.

3) Bebas dalam menyatakan pendapat dan perasaan.

4) Menghargai fantasi.

5) Tertarik pada kegiatan-kegiatan kreatif.


6) Mempunyai pendapat sendiri dan tidak terpengaruh orang lain.

7) Mempunyai rasa ingin tahu yang besar.

8) Toleransi terhadap perbedaan pendapat dan situasi yang tidak pasti.

9) Berani mengambil resiko yang diperhitungkan.

10) Percaya diri danmandiri.

11) Memiliki tanggung jawab dan komitmen kepada tugas.

12) Tekun dan tidak mudah bosan.

13) Tidak kehabisan akal dalam memecahkan masalah.

14) Kaya akan inisiatif.

15) Peka terhadap situasi lingkungan.

16) Lebih berorientasi ke masa kini dan masa depan dari pada masa lalu.

17) Memiliki citra diri dan stabilitas emosi yang baik.

18) Tertarik kepada hal-hal yang abstrak, kompleks, holistic, dan mengandung teka-teki.

19) Memiliki gagasan yang orisinal.

20) Mempunyai minat yang luas.

21) Menggunakan waktu luang untuk kegiatan yang bermanfaat dan konstruktif
bagi pengembangan diri.

22) Kritis terhadap pendapat orang lain.

23) Senang mengajukan pertanyaan.

24) Memiliki kesadaran etik, moral dan estetika yang tinggi.

Kreativitas akan muncul pada individu yang memiliki motivasi tinggi dan hanya berkembang
dalam proses kreasi baik dalam ukuran besar maupun kecil.

Dalam proses kreatif ada beberapa factor yang perlu diperhatihan antara lain: lingkungan,
sarana, keterampilan, identitas, orisinalitas, dan apresiasi.

Lingkungan, teridiri dari lingkungan dalam ( internal) dan lingkungan luar (eksternal).
Lingkungan dalam adalah factor pribadi yang berkaitan dengan kemampuan dan bakat
seseorang. Sedangkan lingkungan luar adalah factor yang berasal dari luar diri seseorang
yang dapat mempengaruhi proses kreatif seperti pendidikan, sering menonton pertunjukan,
terlibat dalam pementasan.
Sarana /fasilitas, terdiri dari fisik dan non-fisik. Fisik dapat diartikan tubuh manusia yang
dipakai sebagai media ungkap, disamping itu fisik juga diartikan sebagai tempat untuk
menyelenggarakan kegiata. Sedangkan non-fisik berkaitan dengan alat/properti yang dapat
membantu/memberi inspirasi seseorang.

Keterampilan/skill, dapat diartikan sebagai suatu cara untuk mengerkan dengan cepat dan
tepat. Bagi seseorang yang memiliki daya kreativitas yang tinggi akan dapat dengan cepat
merespon peristiwa-peristiwa yang terjadi dan menuangkan ke dalam kedalam suatu karya.
Berkaitan dengan dunia tari kegiatan ini dilakukan untuk mencapai keterampilan gerak secara
teknis, karena keterampilan gerak adalah bekal yang tak ternilai harganya untuk
dikembangkan dan digunakan sebagai sarana penari untuk memenuhi perwujudan sebuah
tarian.

Identitas/gaya, apapun yang ditampilkan oleh seniman cirri pribadinya akan nampak dalam
karyanya dan juga cirri lingkungan dimana seniman tersebut berada.

Orisinalitas/keaslian, walaupun seniman itu hanya meramu , menyusun namun orisinalitas


tetap harus dijaga.

Apresiasi/penghargaan, maksudnya penghargaan sebagai dorongan yang memberi semangat


dalam proses kreatif.

Anda mungkin juga menyukai