JAWA TENGAH
DI SUSUN OLEH
KELAS 5A KELOMPOK 4
1. ALIKA PUTRIA MECCA
2. KALEA
3. MALIKA HILMI RESPATI
4. FADHIL
5. NANDA
SDN 1 PANUNGGALAN
TAHUN 2022/2023
1. TARI GAMBYONG
Gambyong merupakan salah satu bentuk tarian Jawa klasik yang berasal-mula dari wilayah Surakarta
dan biasanya dibawakan untuk pertunjukan atau menyambut tamu. Gambyong bukanlah satu tarian
saja melainkan terdiri dari bermacam-macam koreografi, yang paling dikenal adalah Tari Gambyong
Pareanom (dengan beberapa variasi) dan Tari Gambyong Pangkur (dengan beberapa variasi). Meskipun
banyak macamnya, tarian ini memiliki dasar gerakan yang sama, yaitu gerakan tarian tayub/tlèdhèk.[1]
Pada dasarnya, gambyong dicipta untuk penari tunggal, tetapi sekarang lebih sering dibawakan oleh
beberapa penari dengan menambahkan unsur blocking panggung[1] sehingga melibatkan garis dan gerak
yang serba besar.[2]
Sejarah
Serat Centhini, kitab yang ditulis pada masa pemerintahan Pakubuwana IV (1788-1820) dan
Pakubuwana V (1820-1823), telah menyebut adanya gambyong sebagai tarian tlèdhèk.
Selanjutnya, salah seorang penata tari pada masa pemerintahan Pakubuwana IX (1861-1893)
bernama K.R.M.T. Wreksadiningrat menggarap tarian rakyat ini agar pantas dipertunjukkan di
kalangan para bangsawan atau priyayi.[1] Tarian rakyat yang telah diperhalus ini menjadi populer
dan menurut Nyi Bei Mardusari, seniwati yang juga selir Sri Mangkunegara VII (1916-1944),
gambyong biasa ditampilkan pada masa itu di hadapan para tamu di lingkungan Istana
Mangkunegaran.[2]
Perubahan penting terjadi ketika pada tahun 1950, Nyi Bei Mintoraras, seorang pelatih tari dari
Istana Mangkunegaran pada masa Mangkunegara VIII, membuat versi gambyong yang
"dibakukan", yang dikenal sebagai Gambyong Pareanom. Koreografi ini dipertunjukkan pertama
kali pada upacara pernikahan Gusti Nurul, saudara perempuan MN VIII, pada tahun 1951. Tarian
ini disukai oleh masyarakat sehingga memunculkan versi-versi lain yang dikembangkan untuk
konsumsi masyarakat luas.
Gerak tari
Secara umum, Tari Gambyong terdiri atas tiga bagian, yaitu: awal, isi, dan akhir atau dalam
istilah tari Jawa gaya Surakarta disebut dengan istilah maju beksan, beksan, dan mundur beksan.
[1]
Yang menjadi pusat dari keseluruhan tarian ini terletak pada gerak kaki, lengan, tubuh, dan juga
kepala.[2] Gerakan kepala dan juga tangan yang terkonsep adalah ciri khas utama tari Gambyong.
[2]
Pandangan mata selalu mengiringi atau mengikuti setiap gerak tangan dengan cara
memandang arah jari-jari tangan juga merupakGerak an hal yang sangat dominan.[2] Selain itu
gerakan kaki yang begitu harmonis seirama membuat tarian gambyong indah dilihat.[2]
Penggunaan
Pada awalnya, tari gambyong digunakan pada upacara ritual pertanian yang bertujuan
untuk kesuburan padi dan perolehan panen yang melimpah. Dewi Padi (Dewi Sri)
digambarkan sebagai penari-penari yang sedang menari.[1]
Sebelum pihak keraton Mangkunegara Surakarta menata ulang dan membakukan struktur
gerakannya, tarian gambyong ini adalah milik rakyat sebagai bagian upacara.[1]
Kini, tari gambyong dipergunakan untuk memeriahkan acara resepsi perkawinan dan
menyambut tamu-tamu kehormatan atau kenegaraan.[1]
Ciri khusus
Pakaian yang digunakan bernuansa warna kuning dan warna hijau sebagai simbol
kemakmuran dan kesuburan.[1]
Sebelum tarian dimulai, selalu dibuka dengan gendhing Pangkur.[2]
Teknik gerak, irama iringan tari dan pola kendhangan mampu menampilkan karakter tari
yang luwes, kenes, kewes, dan tregel.[2]
2. TARI GOLEK
Tari yang berasal dari Yogyakarta ini diciptakan oleh Sri Sultan Hamengku
Buwono IX pada tahun 1941. Penciptaan tari ini terinspirasi setelah
menonton pertunjukan wayang golek menak.
Tari golek manis merupakan jenis tari tunggal yang bergerak menggunakan
pola lantai zig zag dan horizontal.
Fungsi tari golek manis sendiri sebagai sarana upacara, pertunjukan, hiburan
hingga media pendidikan.
Dan untuk iringan alat musik, tari ini menggunakan gamelan jawa yang
terdiri dari saron, bonang, kendang, gong dan kenong.
Properti yang digunakan dalam tari ini terdari dari baju beludru, kain jarik,
selendang, mahkota, sabuk, kelat dan kalung.
3. TARI BEDAYA
Tari Bedhaya Ketawang adalah tarian kebesaran yang hanya di pertunjukan ketika penobatan serta
peringatan kenaikan tahta raja di Kasunanan Surakarta. Tarian ini merupakan tarian sakral yang suci bagi
masyarakat dan Kasunanan Surakarta. Nama Tari Bedhaya Ketawang diambil dari kata bedhaya yang
berarti penari wanita di istana, dan ketawang yang berarti langit, yang identik sesuatu yang tinggi,
kemuliaan dan keluhuran.
Menurut sejarahnya, tarian ini berawal ketika Sultan Agung memerintah kesultanan Mataram tahun 1613
– 1645. Pada suatu saat Sultan Agung melakukan ritual semedi lalu beliau mendengar suara senandung
dari arah langit, Sultan agung pun terkesima dengan senandung tersebut. Lalu beliau memanggil para
pengawalnya dan mengutarakan apa yang terjadi. Dari kejadian itulah Sultan Agung menciptakan tarian
yang diberi nama bedhaya ketawang. Ada pula versi lain yang mengatakan bahwa dalam pertapaannya
Panembahan Senapati bertemu dan memadu kasih dengan Ratu Kencanasari atau Kangjeng Ratu Kidul
yang kemudian menjadi cikal bakal tarian ini.
Namun setelah perjanjian Giyanti pada tahun 1755, dilakukan pembagian harta warisan kesultanan
mataram kepada Pakubuwana III dan Hamengkubuwana I. Selain pembagian wilayah, dalam perjanjian
tersebut juga ada pembagian warisan budaya. Tari Bedhaya Ketawang akhirnya di berikan kepada
kasunanan Surakarta dan dalam perkembangannya tarian ini tetap dipertunjukan pada saat penobatan
dan upacara peringatan kenaikan tahta sunan Surakarta.
Tari Bedhaya Ketawang ini menggambarkan hubungan asmara Kangjeng Ratu Kidul dengan raja
mataram. Semua itu diwujudkan dalam gerak tarinya. Kata – kata yang terkandung dalam tembang
pengiring tarian ini menggambarkan curahan hati Kangjeng Ratu Kidul kepada sang raja. Tarian ini
biasanya di mainkan oleh sembilan penari wanita. Menurut kepercayaan masyarakat, setiap pertunjukan
Tari Bedhaya Ketawang ini dipercaya akan kehadiran kangjeng ratu kidul hadir dan ikut menari sebagai
penari kesepuluh.
Sebagai tarian sakral, ada beberapa syarat yang harus di miliki setiap penarinya. Syarat yang paling
utama yaitu para penari harus seorang gadis suci dan tidak sedang haid. Jika sedang haid maka penari
harus meminta ijin kepada Kangjeng Ratu Kidul lebih dahulu dengan melakukan caos dhahar di
panggung sanga buwana, keraton Surakarta. Hal ini di lakukan dengan berpuasa selama beberapa hari
menjelang pertunjukan. Kesucian para penari sangat penting, karena konon katanya, saat latihan
berlangsung, Kangjeng Ratu Kidul akan datang menghampiri para penari jika gerakannya masih salah.
Pada pertunjukannya, Tari Bedhaya Ketawang di iringi oleh iringan musik gending ketawang gedhe
dengan nada pelog. Instrumen yang di gunakan diantaranya adalah kethuk, kenong, gong, kendhang dan
kemanak. Dalam Tari Bedhaya Ketawang ini di bagi menjadi tiga babak (adegan). Di tengah tarian nada
gendhing berganti menjadi slendro selama 2x. Setelah itu nada gending kembali lagi ke nada pelog
hingga tarian berakhir.
Selain di iringi oleh musik gending, Tari Bedhaya Ketawang di iringi oleh tembang (lagu) yang
menggambarkan curahan hati kangjeng ratu kidul kepada sang raja. Pada bagian pertama tarian diiringi
dengan tembang Durma, kemudian di lanjutkan dengan Ratnamulya. Pada saat penari masuk kembali ke
dalem ageng prabasuyasa, instrument musik di tambahkan dengan gambang, rebab, gender dan suling
untuk menambah keselarasan suasana.
Dalam pertunjukannya, busana yang di gunakan penari dalam Tari Bedhaya Ketawang adalah busana
yang di gunakan oleh para pengantin perempuan jawa, yaitu Dodot Ageng atau biasa di sebut Basahan.
Pada bagian rambut menggunakan Gelung Bokor Mengkurep, yaitu gelungan yang ukurannya lebih
besar dari gelungan gaya Yogyakarta. Untuk aksesoris perhiasan yang di gunakan diantranya adalah
centhung, garudha mungkur, sisir jeram saajar, cundhuk mentul, dan tiba dhadha (rangkaian bunga yang
di kenakan pada gelungan, yang memanjang hingga dada bagian kanan).
4. TARI BOnDAN
Dipercaya tari ini bahkan sudah ada sejak zaman kerajaan Majapahit.
Pada tahun 1960-an, tari tradisional ini termasuk dalam tarian
unggulan atau tarian wajib bagi perempuan.
Misalnya, mulai dari payung kertas, kendil, boneka bayi, bakul, hingga busana yang
dikenakan. Lalu apa saja fungsi dari masing-masing properti tersebut, berikut ini
adalah ulasannya:
1. Payung Kertas
Filosofi dari penggunaan payung adalah bagaimana seorang ibu melindungi serta
menjaga anak-anaknya. Ibarat seperti payung, seorang ibu akan melindungi anaknya
dari segala marabahaya. Baik panas maupun hujan. Biasanya pada tari ini digunakan
payung kertas dengan beragam warna yang menarik.
2. Kendil
Perangkat dapur yang terbuat dari tanah liat ini nantinya akan dijadikan sebagai
pijakan penari. Kendil ini juga memiliki simbol bagaimana seorang ibnu memberi
penghidupan terhadap anak-anaknya.
3. Boneka Bayi
Ini adalah properti khas dari tari ini dan untuk menunjukkan sifat keibuan pada penari.
Sambil menggendong bayi, penari akan melakukan gerakan yang mengisahkan tentang
bagaimana seorang ibu mengasihi anak-anaknya dengan sepenuh hati dan lemah
lembut.
4. Kain Gendongan
Properti ini digunakan untuk menggendong boneka bayi dan juga sebagai kain sampur,
yakni perlengkapan tari tradisional ini. Kain ini disampirkan pada bahu penari sebagai
pemanis penampilan para penari.
5. Bakul
Ketika tari tani atau pegunungan, properti ini barulah digunakan. Pasalnya, salah satu
jenis tari ini berkisah tentang bagaimana seorang ibu mengurus anak-anaknya
sekaligus membantu suaminya bekerja di sawah.
6. Kemben
Tarian ini menggunakan kemben, yakni terbuat dari sehelai kain yang dililitkan ke
tubuh penari. Penggunaan kemben sesuai dengan kebiasaan berpakaian perempuan
pada masa dahulu.
7. Jarik
Ini adalah kain dengan motif batik yang digunakan untuk menutupi bagian bawah
tubuh penari. Setelah jarik dililitkan, penari kemudian dikenakan stagen agar perut
terlihat lebih singset dan agar penggunaan jarik lebih rapi.
8. Caping
Properti ini dikenakan ketika tari pegunungan atau tani, yakni sebagai pelindung kepala
seorang ibu yang tengah membantu suaminya mencari nafkah di sawah. Bentuknya
kerucut dan terbuat dari anyaman bambu ini tidak hanya bisam menghalau panas
tetapi juga hujan.
9. Siger
Atribut tari ini dikenakan didahi dan melingkari kepala. Biasanya siger dikombinasikan
dengan sumping serta rambut yang sudah disanggul dengan ayu.
Pada tarian ini, pola lantai yang digunakan adalah horizontal. Awalnya pola tari ini
membentuk garis lurus dan berakhir dengan pola lantai lengkung.
Tarian ini diiringi dengan musik gending dengan syair lagu tembang dolanan. Iringan
gending tersebut dimainkan dengan ritme yang lambat dan halus, sesuai dengan kisah
tarian ini.
Tari yang satu ini memiliki ragam gerak yang berbeda-beda sesuai perkembangannya.
Selain itu, gerakannya juga tergantung dari jenis tari bondan itu sendiri. Berikut ini
adalah macam-macam gerakan tari yang berasal dari Solo ini dan bisa dijadikan
referensi:
1. Cindogo
Pada jenis tari ini, penari melakukan gerakan sebagaimana seorang ibu mengasuh,
menjaga, dan mengurus anaknya hingga dewasa.
Ekspresi penari juga menunjukkan perasaan sedih. Penari akan membawa payung
pada bagian pundak dan menggendong boneka bayi. Kemudian, terdapat bagian
gerakan tari dimana penari naik dan menari di atas kendi.
2. Mardisiwi
Jika pada tari cindogo, penari berekspresi sedih, pada mardisiwi ekspresi penari ceria
dan gembira. Gerakan pada jenis tari ini menggambarkan perasaan seorang ibu baru
yang senang dikaruniai seorang anak.
3. Pegunungan
Dalam gerak ini, penari akan menggunakan properti bertema pertanian. Kemudian,
ada bagian gerak yang mengharuskan penari melepas baju luaran sehingga memakai
kemben saja sambil membelakangi penonton.
Tari yang asalnya dari Surakarta ini, keunikannya terdapat pada properti yang dibawa
oleh para penari. Semua penari membawa properti yang sesuai dengan kisah tari yang
dipentaskan.
Pasalnya, tari ini terdiri dari tiga jenis tarian yang masing-masing mempunyai cerita
berebda sehingga properti yang dibutuhkan juga berbeda pula.
Selain itu, tarian ini juga kaya akan pesan moral yang baik sehingga patut untuk
dilestarikan. Keunikan lainnya terdapat pada gerakan penari yang menari di atas kendil
dan memutarkan mengelilinginya ke 8 arah mata angin. Dengan begitu, penari harus
menjaga keseimbangan agar gerakan tetap harmonis dan kendil tidak pecah.
Fungsi lain dari tari ini yakni sebagai media komunikasi untuk memberikan
penggambaran tersendiri bagi kaum perempuan.
5. TARI SRIMPI
6. TARI TOPENG IRENG
Tari Topeng Ireng berkembang di masyarakat lereng Gunung Merbabu.
Kesenian ini sudah ada lama sejak zaman penjajahan Belanda.
Topeng Ireng, memiliki arti yaitu Toto Lempeng Irama Kenceng. Toto berarti
menata, lempeng artinya lurus, irama berarti nada, dan kenceng yang berarti
keras.
Tari ini ditarikan oleh penarinya dengan penuh semangat dan gairah. Tari
Topeng Ireng diiringi dengan gamelan dan lagu jawa yang intinya mengenai
berbagai nasihat tentang hidup.
Tari ini biasanya digunakan pada saat membangun sebuah masjid, sebelum
kubah masjid dipasang maka kubah tersebut diarak keliling desa
menggunakan tarian tersebut.
Tarian ini cukup mudah untuk dibawakan, gerakannya sederhana tidak terlalu
rumit. Biasanya tarian ini dibawakan oleh 10 orang atau lebih. Formasinya
pun beragam, seperti melingkar atau persegi.
Keistimewaan dari tari topeng ireng yang berkembang sekarang yaitu terletak
pada busananya:
Hiasan bulu warna warni yang menyerupai mahkota seperti orang khas
Indian.
Kostum bawahnya seperti suku Dayak, dengan rok rumbai rumbai.
Alas kakinya menggunakan sepatu boot dengan gelang kelintingan
yang menimbulkan bunyi riuh ketika digerakkan.
Keistimewaan yang lainnya yaitu gerakannya yang tidak monoton, dan dari
waktu ke waktu juga terdapat inovasi pada tarian ini.
Hal ini agar penonton tidak bosan dengan gerakan yang itu-itu saja dan untuk
menarik para pemuda agar bisa ikut bergabung dengan kelompok Tari
Topeng Ireng.
Biasanya Tari Topeng Ireng ini dibawakan saat acara kebudayaan yang diselenggarakan
oleh daerah setempat. Beberapa acara yang menyelenggarakan Tari Topeng Ireng,
diantaranya:
1. Putar ke kanan 8x
2. Putar ke kiri 8x
3. Putar ke kiri diam 2 hitungan
4. Maju mundur kaki kanan 1-4 hitungan
5. Engklek mundur kaki kanan 5-8 hitungan
6. Putar tangan mundur 1-8 hitungan
7. Diulang dari nomor 3-5
8. Jalan ke kanan tangan mengepal 1-4 hitungan (3x)
9. Jalan ke kiri tangan mengepal 5-8 hitungan (3x)
7. TARI DOLALAK
Tari Dolalak berasal dari Kabuaten Purworejo, Jawa Tengah. Tari Dolalak merupakan
kesenian tradisional. Nama Dolalak yang melekat pada tarian ini berasal dari not "Do"
dan "La". Hal ini disebabkan oleh karena musik pengiring tarian ini dari dari tangga nada
tersebut. Tari Dolalak lebih sering tampil di atas panggung bukan di halaman atau
lapangan. Berikut ini adalah sejarah, fungsi, busana, gerakan, dan musik pengiring Tari
Dolalak. Tari Dolalak Sejarah Tari Dolalak
Tari Dolalak Sejarah Tari Dolalak Tari Dolalak muncul sebagai tiruan dari gerakan dansa
para serdadu Balanda. Pengembangan tarian ini dilakukan oleh tiga orang pemuda dari
Sejiwan, Kecamatan Loano, Purworejo. Mereka bernama Rejotaruno, Duliyat, dan
Ronodimejo. Ketika pemuda tersebut yang mengembangkan kesenian Belanda menjadi
kesenian masyarakat setempat. Dalam perjalanan waktu, tari Dolalak mengalami
perubahan dan pengembangan.
Tari Dolalak pertama kali dipentaskan pada tahun 1915. Pementasan kesenian ini
sempat turun pada tahun 1940-an.
Fungsi Tari Dolalak Tari Dolalak memiliki beragam fungsi, yaitu sebagai tari hiburan di
kalangan masyarakat, tari penyambutan tamu di kalangan pemerintahan, media belajar
untuk para remaja, memeriahkan hari besar nasional, dan apresiasi budaya. Gerakan Tari
Dolalak Tari Dolalak menampilkan beberapa jenis tarian. Dimana setiap jenis tarian
dibedakan dengan syair lagu yang dinyanyikan sebanyak 20 hingga 60 lagu. Setiap
pergantian lagu berhenti untuk meberikan jeda.
Secara koreografi, Tari Dolalak dapat dibedakan menjadi tari tunggal, tari berpasangan,
dan tari kelompok. Tari Dolalak yang ditampilkan secara berkelompok akan ditarikan
sebanyak 10 sampai 20 orang sedangkan untuk acara tertentu tarian dapat ditampilkan
secara massal.
Karena pada zaman dahulu sebagian besar masyarakat yang tinggal di Kulon
Progo adalah masyarakat agraris atau bermata pencaharian sebagai petani,
maka Tari Angguk ini dijadikan sebagai simbol untuk selalu memohon
keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Mereka memberikan beragam
sesaji khas masyarakat pertanian seperti jenang abang dan jenang putih, nasi
tumpeng, golong, pisang raja, kinang, bunga mawar, bunga melati, klowoan
yang berisi air dan telur, dan banyak lagi.
Selain itu, Tari Angguk ini juga bermakna sebagai pesan untuk mengajak
masyarakat kepada hal-hal yang baik dan menjauhi segala perilaku yang
tidak baik atau menyimpang.
Dengan kata lain, Tari Angguk lahir sebagai respon terhadap keberagaman
unsur yang ada kala itu sehingga terbentuklah sebuah tari-tarian yang
menjadi salah satu identitas dari kebudayaan Kabupaten Kulon Progo. Yap,
tari itulah yang dikenal dengan Tari Dolalak di mana menjadi cikal bakal dari
lahirnya Tari Angguk.
Berdasarkan beberapa sumber, Tari Angguk telah dimulai sekitar pada tahun
1950. Di mana hanya selisih beberapa tahun saja sejak Indonesia dinyatakan
merdeka. Pada masa nuansa penjajahan yang masih sangat terasa, tarian ini
tercipta sebagai tarian pergaulan di kalangan para remaja yang dijadikan
sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan.
Mulanya, Tari Angguk ini ditampilkan oleh para penari pria. Namun pada
tahun 1970an, terjadi pergeseran yang menyebabkan Tari Angguk ini
ditampilkan oleh kaum wanita. Dari perubahan tersebut belum ditemukan
secara jelas alasan yang melatarbelakanginya. Akan tetapi, apabila
dipertimbangkan dari segi hiburan dan komersilnya, tidak dapat dipungkiri
bahwa penari wanita memang lebih menarik dibanding pria.
Adapun bentuk penyajian tarinya ini terbagi menjadi dua jenis yakni:
Selendang
Kopiah
Kacamata
Topi
Sarung.
Kendang
Bedug
Tambur
Kencreng
Rebana kecil
Rebana besar
Jedor.
Baju warna hitam dengan lengan panjang yang ada di bagian dada dan
punggungya. Selain itu, terdapat hiasan berupa lipatan-lipatan kain
kecil yang memanjang dan berkelok-kelok.
Celana yang memiliki panjang selutut di mana telah dihiasi dengan
pelet vertikal berwarna merah putih di sisi luarnya.
Topi hitam dengan pinggir topinya diberi oleh kain merah putih dan
kuning emas. Pada bagian topi ini akan menggunakan jambul yang
berbahan dasar dari rambut ekor kuda atau disebut dengan bulu-bulu.
Selendang yang dipakai sebagai penyekat antara baju dan celana.
Kacamata hitam.
Kaus kaki sepanjang lutut yang berwarna merah atau kuning.
Rompi yang warna-warni.
Sementara untuk busana yang dipakai oleh para kelompok penari pengiring
antara lain:
Baju biasa
Jas
Sarung
Kopiah.
Keunikan Tari Angguk
Sama halnya dengan tarian daerah lainnya, Tari Angguk ini juga memiliki
keunikan tersendiri yang menjadikan tari ini berbeda dengan yang lainnya.
berikut beberapa keunikan dari Tari Angguk yang perlu diketahui:
Salah satu tarian yang memiliki kemiripan dengan Tari Dolalak asal
Purworejo, Jawa Tengah.
Sering dianggap sebagai tarian mistis di mana dapat memanggil roh-roh
halus untuk ikut bermain dengan menggunakan media pada tubuh sang
penarinya.
Tarian yang menggabungkan tiga unsur budaya yakni islam, Belanda
dan Timur. Di mana unsur islamnya terlihat pada Shalawat Nabi yang
dijadikan sebagai pembuka pementasan tarian ini. kemudian Budaya
Barat dapat dilihat pada gerakan dan busana yang digunakan oleh para
penari. Sementara budaya Timur dapat terlihat dari gerakan tari yang
lebih menitikberatkan pada keluwesan dan alur cerita yang dibawakan.
Memiliki gerakan yang khas yakni gerakan angguk-angguk kepala.
Memiliki dua penyajian tari yakni Tari Ambyakan dan Tari Pasangan.
Dahulu kala, tarian ini memang sangat populer di daerah Kulon Progo.
9. TARI JATILAN