Anda di halaman 1dari 12

TARIAN DAERAH

Tari Jaipong

Jaipongan adalah sebuah jenis tari pergaulan tradisional masyarakat Sunda, Jawa Barat,
yang sangat populer di Indonesia.
Tari ini diciptakan oleh seorang seniman asal Bandung, Gugum Gumbira, sekitar tahun 1960an, dengan tujuan untuk menciptakan suatu jenis musik dan tarian pergaulan yang digali
dari kekayaan seni tradisi rakyat Nusantara, khususnya Jawa Barat. Meskipun termasuk seni
tari kreasi yang relatif baru, jaipongan dikembangkan berdasarkan kesenian rakyat yang
sudah berkembang sebelumnya, seperti Ketuk Tilu, Kliningan, serta Ronggeng. Perhatian
Gumbira pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya
mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada
Kliningan/Bajidoran atau Ketuk Tilu. Gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa
ragam gerak mincid dari beberapa kesenian menjadi inspirasi untuk mengembangkan
kesenian jaipongan.
Tari Bambangan Cakil

Tari Bambangan Cakil merupakan salah satu tari klasik yang ada di Jawa khususnya Jawa
Tengah.[1] Tari ini sebenarnya diadopsi dari salah satu adegan yang ada dalam pementasan
Wayang Kulit yaitu adegan Perang Kembang.[1] Tari ini menceritakan perang antara kesatria
melawan raksasa.[1] Kesatria adalah tokoh yang bersifat halus dan lemah lembut,
sedangkan Raksasa menggambarkan tokoh yang kasar dan beringas.[1] Di dalam
pementasan wayang Kulit, adegan perang kembang ini biasanya keluar tengah-tengah atau
di Pathet Sanga.[1] Perang antara Kesatria (Bambangan) melawan raksasa ini sangat atraktif,

dalam adegan ini juga bisa digunakan sebagai tempat penilaian seorang dalang dalam
menggerakkan wayang.
Tari Bines

Tari Bines merupakan tarian tradisional yang berasal dari kabupaten Gayo Lues. Tarian ini
muncul dan berkembang di Aceh Tengah namun kemudian dibawa ke Aceh Timur. Menurut
sejarah tarian ini diperkenalkan oleh seorang ulama bernama Syech Saman dalam rangka
berdakwah.Tari ini ditarikan oleh para wanita dengan cara duduk berjajar sambil
menyanyikan syair yang berisikan dakwah atau informasi pembangunan. Para penari
melakukan gerakan dengan perlahan kemudian berangsur-angsur menjadi cepat dan
akhirnya berhenti seketika secara serentak.
Tari Cakalele

Cakalele adalah tarian perang tradisional Maluku yang digunakan untuk menyambut tamu
ataupun dalam perayaan adat.[1] Biasanya, tarian ini dibawakan oleh 30 pria dan wanita.[2]
Tarian ini dilakukan secara berpasangan dengan iringan musik drum, flute, bia (sejenis musik
tiup).[2]
Para penari pria biasanya mengenakan parang dan salawaku (perisai) sedangkan penari
wanita menggunakan lenso (sapu tangan).[1] Penari pria mengenakan kostum yang
didominasi warna merah dan kuning, serta memakai penutup kepala aluminum yang disisipi
dengan bulu putih.[2] Kostum celana merah pada penari pria melambangkan kepahlawanan,
keberanian, dan patriotisme rakyat Maluku.

Tari Cokek

Tari Cokek merupakan tarian yang berasal dari budaya Betawi tempo dulu. Dewasa ini orkes
gambang kromong biasa digunakan untuk mengiringi tari pertunjukan kreasi baru, seperti
tari Sembah Nyai, Sirih Kuning dan sebagainya, di samping sebagai pengiring tari pergaulan
yang disebut tari cokek. Tari cokek ditarikan berpasangan antara laki-laki dan perempuan.
Tarian khas Tangerang ini diwarnai budaya etnik Cina. Penarinya mengenakan kebaya yang
disebut cokek. Tarian cokek mirip sintren dari Cirebon atau sejenis ronggeng di Jawa
Tengah. Tarian ini kerap identik dengan keerotisan penarinya, yang dianggap tabu oleh
sebagian masyarakat.
Tari Gambyong

Tari Gambyong merupakan tari kreasi baru dari perkembangan Tari Tayub.[1] Biasanya tari
gambyong dilakukan bersama-sama oleh beberapa penari.[1] Unsur estetis dari tari yang
dilakukan bersama-sama terletak pada garis dan gerak yang serba besar.[2] Gerak tangan,
kaki dan kepala tampak lebih indah dan ekspresif karena ditarikan bersamaan. Tarian ini
semakin elok apabila penari dapat menyelaraskan gerakan dengan irama kendhang.[3]
Sebab, kendhang sering pula disebut otot tarian dan pemandu gendhing.[3] Secara umum,
Tari Gambyong terdiri atas tiga bagian, yaitu: awal, isi, dan akhir atau dalam istilah tari Jawa
gaya Surakarta disebut dengan istilah maju beksan, beksan, dan mundur beksan.

Gandrung Banyuwangi

Gandrung Banyuwangi adalah salah satu jenis tarian yang berasal dari Banyuwangi.
ata ""Gandrung"" diartikan sebagai terpesonanya masyarakat Blambangan yang agraris
kepada Dewi Sri sebagai Dewi Padi yang membawa kesejahteraan bagi masyarakat.
Tarian Gandrung Banyuwangi dibawakan sebagai perwujudan rasa syukur masyarakat setiap
habis panen.[1]. Kesenian ini masih satu genre dengan seperti Ketuk Tilu di Jawa Barat,
Tayub di Jawa Tengah dan Jawa Timur bagian barat, Lengger di wilayah Banyumas dan Joged
Bumbung di Bali, dengan melibatkan seorang wanita penari profesional yang menari
bersama-sama tamu (terutama pria) dengan iringan musik (gamelan).[butuh
rujukan]Gandrung merupakan seni pertunjukan yang disajikan dengan iringan musik khas
perpaduan budaya Jawa dan Bali.[butuh rujukan] Tarian dilakukan dalam bentuk
berpasangan antara perempuan (penari gandrung) dan laki-laki (pemaju) yang dikenal
dengan "paju"
Tari Gending Sriwijaya

Gending Sriwijaya merupakan lagu dan


Sumatera Selatan. Melodi lagu Gending
Gending Sriwijaya. Baik lagu maupun
kejayaan, dan keagungan kemaharajaan
wilayah Barat Nusantara.

tarian tradisional masyarakat Kota Palembang,


Sriwijaya diperdengarkan untuk mengiringi Tari
tarian ini menggambarkan keluhuran budaya,
Sriwijaya yang pernah berjaya mempersatukan

Tari Golek Menak

Tari Golek Menak merupakan salah satu jenis tari klasik gaya Yogyakarta yang diciptakan
oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Penciptaan tari Golek Menak berawal dari ide sultan
setelah menyaksikan pertunjukkan Wayang Golek Menak yang dipentaskan oleh seorang
dalang dari daerah Kedu pada tahun 1941. Disebut juga Beksa Golek Menak, atau Beksan
Menak. Mengandung arti menarikan wayang Golek Menak.
Karena sangat mencintai budaya Wayang Orang maka Sri Sultan merencanakan ingin
membuat suatu pagelaran yaitu menampilkan tarian wayang orang. Untuk melaksanakan
ide itu Sultan pada tahun 1941 memanggil para pakar tari yang dipimpin oleh K.R.T.
Purbaningrat, dibantu oleh K.R.T. Brongtodiningrat, Pangeran Suryobrongto, K.R.T.
Madukusumo, K.R.T. Wiradipraja, K.R.T.Mertodipuro, RW Hendramardawa, RB Kuswaraga
dan RW Larassumbaga.
Tari guel

Tari guel adalah salah satu khasanah budaya Gayo di Aceh. Guel berarti membunyikan.
Khususnya di daerah dataran tinggi gayo, tarian ini memiliki kisah panjang dan unik. Para
peneliti dan koreografer tari mengatakan tarian ini bukan hanya sekedar tari. Dia
merupakan gabungan dari seni sastra, seni musik dan seni tari itu sendiri.Dalam
perkembangannya, tari guel timbul tenggelam, namun Guel menjadi tari tradisi terutama
dalam upacara adat tertentu. Guel sepenuhnya apresiasi terhadap wujud alam, lingkkungan
kemudian dirangkai begitu rupa melalui gerak simbolis dan hentakan irama. Tari ini adalah
media informatif. Kekompakan dalam padu padan antara seni satra, musik/suara, gerak
memungkinkan untuk dikembangkan (kolaborasi) sesuai dengan semangat zaman, dan
perubahan pola pikir masyarakat setempat. Guel tentu punya filosofi berdasarkan sejarah
kelahirannya. Maka rentang 90-an tarian ini menjadi objek penelitian sejumlah surveyor
dalam dan luar negeri.

Tari Janger

Tari Janger adalah salah satu tari Bali yang terpopuler.[1] Diciptakan pada tahun 1930-an,
Janger adalah tari pergaulan muda mudi Bali. Tari ini dibawakan oleh 10 penari yang
berpasangan, yaitu kelompok putri (janger) dan putra (kecak).[2] Mereka menari sambil
menyanyikan Lagu Janger secara bersahut-sahutan.[2]
Gerakan Janger sederhana namun ceria dan bersemangat.[1] Musik yang menjadi latar
belakang tari adalah Gamelan Batel atau Tetamburan dan gender wayang.
Merupakan jenis tari kreasi yang lebih baru, Janger diadaptasikan dari aktivitas para petani
yang menghibur diri karena lelah bekerja.[3] Lirik lagunya diadaptasikan dari nyanyian
Sanghyang, sebuah tarian ritual.[2] Jika dikategorikan dalam Tari Bali, Janger termasuk Tari
Balih-balihan, tarian yang memeriahkan upacara maupun untuk hiburan.
Joged Bumbung

Joged Bumbung merupakan tari pergaulan di Bali. Biasanya dipentaskan dalam acara-acara
sosial kemasyarakatan di Bali, seperti acara pernikahan. Tarian ini ditarikan oleh penari
wanita, yang kemudian mencari pasangan pria dari para penonton untuk diajak menari
bersama. Tarian ini biasanya diiringi dengan seperangkat musik dari bambu.

Tari Kecak

Kecak (pelafalan: /'ke.tak/, secara kasar "KEH-chahk", pengejaan alternatif: Ketjak,


Ketjack), adalah pertunjukan tarian seni khas Bali yang lebih utama menceritakan mengenai
Ramayana dan dimainkan terutama oleh laki-laki. Tarian ini dipertunjukkan oleh banyak
(puluhan atau lebih) penari laki-laki yang duduk berbaris melingkar dan dengan irama
tertentu menyerukan "cak" dan mengangkat kedua lengan, menggambarkan kisah
Ramayana saat barisan kera membantu Rama melawan Rahwana. Namun, Kecak berasal
dari ritual sanghyang, yaitu tradisi tarian yang penarinya akan berada pada kondisi tidak
sadar[1], melakukan komunikasi dengan Tuhan atau roh para leluhur dan kemudian
menyampaikan harapan-harapannya kepada masyarakat.
Tari Ketuk Tilu

Ketuk Tilu adalah suatu tarian pergaulan cikal bakal Jaipongan yang berasal dari Jawa Barat
dan sekaligus hiburan yang biasanya diselenggarakan pada acara pesta perkawinan, acara
hiburan penutup kegiatan atau diselenggrakan secara khusus di suatu tempat yang cukup
luas[1].
Istilah ketuk tilu diambil dari alat musik pengiringnya, yaitu 3 buah ketuk (bonang) yang
memberi pola irama rebab, kendang (gendang) indung (besar) dan kulanter (kecil) untuk
mengatur dinamika tari/kendang yang diiringi kecrek dan goong.

Tari Kuda Lumping

Dalam setiap pagelarannya, tari kuda lumping ini menghadirkan 4 fragmen tarian yaitu 2 kali
tari Buto Lawas, tari Senterewe, dan tari Begon Putri.
Pada fragmen Buto Lawas, biasanya ditarikan oleh para pria saja dan terdiri dari 4 sampai 6
orang penari. Beberapa penari muda menunggangi kuda anyaman bambu dan menari
mengikuti alunan musik. Pada bagian inilah, para penari Buto Lawas dapat mengalami
kesurupan atau kerasukan roh halus. Para penonton pun tidak luput dari fenomena
kerasukan ini. Banyak warga sekitar yang menyaksikan pagelaran menjadi kesurupan dan
ikut menari bersama para penari. Dalam keadaan tidak sadar, mereka terus menari dengan
gerakan enerjik dan terlihat kompak dengan para penari lainnya.
Tari Lenso

Tari Lenso adalah tarian muda-mudi dari daerah Maluku dan Minahasa Sulawesi Utara.
Tarian ini biasanya di bawakan secara ramai-ramai bila ada Pesta. Baik Pesta Pernikahan,
Panen Cengkeh, Tahun Baru dan kegiatan lainnya. Beberapa sumber menyebutkan, tari
lenso berasal dari tanah Maluku. Sedangkan sumber lain menyebut tari ini berasal dari
Minahasa.
Tarian ini juga sekaligus ajang Pencarian jodoh bagi mereka yang masih bujang, dimana
ketika lenso atau selendang diterima merupakan tanda cinta diterima. Lenso artinya
Saputangan. Istilah Lenso, hanya dipakai oleh masyarakat di daerah Sulawesi Utara dan
daerah lain di Indonesia Timur.

Tari Lilin

Tari Lilin pada dasarnya merupakan sebuah tarian yang dipersembahkan oleh sekelompok
penari dengan diiringi sekelompok musisi. Para penari ini akan membawa lilin yang menyala
pada piring yang dipegang pada setiap telapak tangan mereka. Penari ini akan menarikan
tarian berkelompok dengan memutar piring yang memiliki lilin yang menyala secara berhatihati agar piring tersebut selalu horisontal, dan lilin padam.
Asal usul Tari Lilin berasal dari Sumatera. Konon seorang gadis telah ditinggalkan oleh
tunangan yang pergi berdagang mencari harta. Selama peninggalan tunangannya itu gadis
telah kehilangan cincin pertunangan. Gadis tersebut mencari-cari cincin sampai larut malam
dengan menggunakan lilin yang ditempatkan pada piring. Gerakan tubuh yang meliuk,
membungkuk, menengadah (berdoa) melahirkan keindahan sehingga peristiwa ini telah
melahirkan Tari Lilin di kalangan gadis-gadis desa itu.
Tari Maengket

Maengket merupakan tarian rakyat yang berasal dari Minahasa.[1] Maengket dibawakan
oleh penari perempuan maupun laki-laki dengan memakai pakaian putih.[1] Tari ini
dibawakan oleh penari dalam jumlah banyak, bisa hanya penari perempuan, hanya penari
laki-laki atau pun campuran.[1] Tarian ini menggunakan gerak dan irama yang sederhana.[1]
Iringan untuk Maengket adalah musik tambur.[1] Seperti halnya di Jawa terdapat tari ledek,
tari Maengket bertujuan untuk bersyukur terhadap dewi kesuburan. Maka, Maengket
dipentaskan setiap kali panen usai.[1] Namun, seiring perkembangannya tari Maengket
tidak hanya menjadi tari usai panen saja, tetapi juga tari untuk menyambut tamu agung.[1]
Selain itu, digunakan juga untuk merayakan hari-hari besar.[1] Bahkan, tari Maengket kini
menjadi sarana promosi terutama dalam dunia pariwisata.[2] Iringan untuk Maengket pun
semakin meriah karena menggunakan tifa, tambur, kolintang dan lagu-lagu dengan lirik khas
Minahasa.[2] Karena jumlah penarinya yang banyak, Maengket termasuk dalam kategori tari
massal.

Tari Zapin

Zapin berasal dari bahasa arab yaitu "Zafn" yang mempunyai arti pergerakan kaki cepat
mengikut rentak pukulan. Zapin merupakan khazanah tarian rumpun Melayu yang
mendapat pengaruh dari Arab. Tarian tradisional ini bersifat edukatif dan sekaligus
menghibur, digunakan sebagai media dakwah Islamiyah melalui syair lagu-lagu zapin yang
didendangkan.
Musik pengiringnya terdiri atas dua alat yang utama yaitu alat musik petik gambus dan tiga
buah alat musik tabuh gendang kecil yang disebut marwas. Sebelum tahun 1960, zapin
hanya ditarikan oleh penari laki-laki namun kini sudah biasa ditarikan oleh penari
perempuan bahkan penari campuran laki-laki dengan perempuan.
Tari Zapin sangat ragam gerak tarinya, walaupun pada dasarnya gerak dasar zapin-nya sama,
ditarikan oleh rakyat di pesisir timur dan barat Sumatera, Semenanjung Malaysia, Sarawak,
Kepulauan Riau, pesisir Kalimantan dan Brunei Darussalam.
Tari Yapong

Tari Yapong merupakan suatu bentuk tarian dari Jakarta yang diciptakan untuk sebuah
pertunjukan.[1] Tarian ini bukan jenis tarian pergaulan seperti tari daerah kebanyakan,
misalnya tari Jaipong dari Jawa Barat. Namun dalam perkembangannya, tarian ini sering
dijadikan sebagai tari pergaulan untuk mengisi sebuah acara sesuai dengan permintaan
karena tarian ini penuh dengan variasi di dalamnya.
Pada awalnya, tari Yapong dipertunjukkan dalam rangka mempersiapkan acara ulang tahun
kota Jakarta ke-450 pada tahun 1977. Pada saat itu, Dinas Kebudayaan DKI mempersiapkan
sebuah acara pagelaran tari massal dengan mengangkat cerita perjuangan Pangeran
Jayakarta. Pagelaran berbentuk sendratari ini dipercayakan kepada Bagong Kussudiarjo
untuk menyelenggarakan acara tersebut. Untuk mempersiapkan pagelaran itu, Bagong
mengadakan penelitian selama beberapa bulan mengenai kehidupan masyarakat Betawi.
Bagong melakukan penelitian tersebut melalui perpustakaan, film, slide maupun observasi
langsung kepada masyarakat Betawi.

Tari Topeng Cirebon

Tari topeng Cirebon adalah salah satu tarian di tatar Parahyangan. Tari Topeng Cirebon,
kesenian ini merupakan kesenian asli daerah Cirebon, termasuk Indramayu, Jatibarang,
Losari, dan Brebes. Disebut tari topeng, karena penarinya menggunakan topeng di saat
menari. Tari topeng ini sendiri banyak sekali ragamnya, dan mengalami perkembangan
dalam hal gerakan, maupun cerita yang ingin disampaikan. Terkadang tari topeng dimainkan
oleh satu penari tarian solo, atau bisa juga dimainkan oleh beberapa orang.
Tari Tayub

Tari Tayub, atau acara Tayuban, merupakan salah satu kesenian Jawa Tengah yang
mengandung unsur keindahan dan keserasian gerak. Tarian ini mirip dengan tari Jaipong
dari Jawa Barat. Unsur keindahan diiikuti dengan kemampuan penari dalam melakonkan tari
yang dibawakan. Tari tayub mirip dengan tari Gambyong yang lebih populer dari Jawa
Tengah. Tarian ini biasa digelar pada acara pernikahan, khitan serta acara kebesaran
misalnya hari kemerdekaan Republik Indonesia. Perayaan kemenangan dalam pemilihan
kepala desa, serta acara bersih desa. Anggota yang ikut dalam kesenian ini terdiri dari
sinden, penata gamelan serta penari khususnya wanita. Penari tari tayub bisa dilakukan
sendiri atau bersama, biasanya penyelenggara acara (pria). Pelaksanaan acara dilaksanakan
pada tengah malam antara jam 9.00-03.00 pagi. Penari tarian tayub lebih dikenal dengan
inisiasi ledhek.

Tari Seudati

Tari Seudati adalah nama tarian yang berasal dari provinsi Aceh. Seudati berasal dari kata
Syahadat, yang berarti saksi/bersaksi/pengakuan terhadap Tiada Tuhan selain Allah, dan
Nabi Muhammad utusan Allah.
Tarian ini juga termasuk kategori Tribal War Dance atau Tari Perang, yang mana syairnya
selalu membangkitkan semangat pemuda Aceh untuk bangkit dan melawan penjajahan.
Oleh sebab itu tarian ini sempat dilarang pada zaman penjajahan Belanda, tetapi sekarang
tarian ini diperbolehkan kembali dan menjadi Kesenian Nasional Indonesia.
Tari saman

Tari saman adalah sebuah tarian suku Gayo yang biasa ditampilkan untuk merayakan
peristiwa-peristiwa penting dalam adat. Syair dalam tarian saman mempergunakan bahasa
Gayo. Selain itu biasanya tarian ini juga ditampilkan untuk merayakan kelahiran Nabi
Muhammad SAW. Dalam beberapa literatur menyebutkan tari saman di Aceh didirikan dan
dikembangkan oleh Syekh Saman, seorang ulama yang berasal dari Gayo di Aceh Tenggara.
Tari saman ditetapkan UNESCO sebagai Daftar Representatif Budaya Takbenda Warisan
Manusia dalam Sidang ke-6 Komite Antar-Pemerintah untuk Pelindungan Warisan Budaya
Tak benda UNESCO di Bali, 24 November 2011.

Anda mungkin juga menyukai