Oleh :
Preseptor :
dr. Puspa Rosfadilla, M.Ked (Paru), Sp.P
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................3
2.1 Defenisi...................................................................................................15
2.2 Etiologi....................................................................................................15
2.3 Epidemiologi...........................................................................................17
2.4 Patogenesis..............................................................................................17
2.5 Diagnosis.................................................................................................20
2.6 Tatalaksana..............................................................................................25
2.8 Komplikasi..............................................................................................27
ii
BAB I
PENDAHULUAN
3
4
15
16
paling infeksius adalah penularan dari pasien dengan hasil pemeriksaan sputum
positif, dengan hasil 3+ merupakan kasus paling infeksius.9
2.3 Epidemiologi
Jumlah kasus baru TB di Indonesia sebanyak 420.994 kasus pada tahun
2017. Berdasarkan jenis kelamin, jumlah kasus baru TB tahun 2017 pada laki-laki
1,4 kali lebih besar dibandingkan pada perempuan. Hal ini terjadi kemungkinan
karena laki-laki lebih terpapar faktor risiko TB misalnya merokok dan
ketidakpatuhan dalam minum obat. Hasil survei menemukan bahwa dari seluruh
partisipan laki-laki yang merokok sebanyak 68,5% dan hanya 3,7% partisipan
perempuan yang merokok.10
HIV (Human Immunodeficiency Virus)/AIDS (Acquired
Immunodeficiency Syndrome) merupakan permasalahan kesehatan lainnya yang
juga mengancam Indonesia dan seluruh negara di dunia. Seiring dengan
perkembangan epidemi HIV/AIDS diperkirakan jumlah penderita HIV/AIDS juga
meningkat. Di Indonesia, estimasi jumlah orang dengan HIV/AIDS (ODHA) pada
populasi dewasa tahun 2017 sebanyak 141.432 orang.11 Infeksi HIV/AIDS ini
dapat ditularkan melalui hubungan seksual yang tidak aman, penggunaan Napza
suntik (penasun), produk darah, maupun penularan dari ibu ke anak (perinatal).10
Koinfeksi TB dan HIV merupakan kombinasi penyakit yang mematikan.7
2.4 Patogenesis
Patogenesis infeksi TB pada pasien HIV berkaitan langsung dengan
menurunnya sistem imun, khususnya limfosit T CD4. Infeksi HIV akan
menyebabkan menurunnya limfosit T CD4 sehingga menurunkan respon
imunologi terhadap Mycobacterium tuberculosis. Hal ini akan mengakibatkan
reaktivasi dari masa laten TB menjadi infeksi aktif. Selain itu, keadaan ini
menyebabkan progresi cepat dari infeksi TB pada pasien HIV.12
Tuberkulosis merupakan salah satu infeksi paling sering pada penderita
HIV/AIDS akibat kerusakan cellular immunity oleh infeksi HIV yang
menyebabkan berbagai infeksi oportunistik seperti TB. Tuberkulosis (TB) dapat
terjadi kapanpun saat perjalanan infeksi HIV. Risiko berkembangnya TB
18
infeksi aktif yang progresif serta terinfeksi. Penurunan CD4+ yang terjadi dalam
perjalanan penyakit infeksi HIV akan mengakibatkan reaktivasi kuman TB yang
famili Retroviridae, subfamili Lentivirinae, genus Lentivirus. Berdasarkan
strukturnya HIV termasuk famili retrovirus obligat intraseluler dengan replikasi
sepenuhnya di dalam sel host, dan merupakan virus RNA dengan berat molekul
9,7 kb (kilobase).13
Manifestasi TB pada HIV dapat berupa TB paru atau infeksi di luar paru.
TB ekstra pulmonal lebih sering terjadi pada penderita HIV sampai 70%
dibanding populasi umum, dapat berupa limfadenitis TB, infeksi pada saluran
genital, saluran kencing, susunan saraf pusat dan sumsum tulang.13
. Tuberkulosis biasanya menular dari manusia ke manusia lain lewat udara
melalui percik renik atau droplet nucleus (<5 microns) yang keluar ketika seorang
yang terinfeksi TB paru atau TB laring batuk, bersin, atau bicara. Setelah inhalasi,
nukleus percik renik terbawa menuju percabangan trakea-bronkial dan dideposit
di dalam bronkiolus respiratorik atau alveolus, di mana nukleus percik renik
tersebut akan dicerna oleh makrofag alveolus yang kemudian akan memproduksi
sebuah respon nonspesifik terhadap basilus. Infeksi bergantung pada kapasitas
virulensi bakteri dan kemampuan bakterisid makrofag alveolus yang
mencernanya. Apabila basilus dapat bertahan melewati mekanisme pertahanan
awal ini, basilus dapat bermultiplikasi di dalam makrofag.6
Tuberkel bakteri akan tumbuh perlahan dan membelah setiap 23- 32 jam
sekali di dalam makrofag. Mycobacterium tidak memiliki endotoksin ataupun
eksotoksin, sehingga tidak terjadi reaksi imun segera pada host yang terinfeksi.
Bakteri kemudian akan terus tumbuh dalam 2-12 minggu dan jumlahnya akan
mencapai 103-104, yang merupakan jumlah yang cukup untuk menimbulkan
sebuah respon imun seluler yang dapat dideteksi dalam reaksi pada uji tuberkulin
skin test. Bakteri kemudian akan merusak makrofag dan mengeluarkan produk
berupa tuberkel basilus dan kemokin yang kemudian akan menstimulasi respon
imun.6
Sebelum imunitas seluler berkembang, tuberkel basili akan menyebar
melalui sistem limfatik menuju nodus limfe hilus, masuk ke dalam aliran darah
20
dan menyebar ke organ lain. Beberapa organ dan jaringan diketahui memiliki
resistensi terhadap replikasi basili ini. Sumsum tulang, hepar dan limpa ditemukan
hampir selalu mudah terinfeksi oleh Mycobacteria. Organisme akan dideposit di
bagian atas (apeks) paru, ginjal, tulang, dan otak, di mana kondisi organ-organ
tersebut sangat menunjang pertumbuhan bakteri Mycobacteria. Pada beberapa
kasus, bakteri dapat berkembang dengan cepat sebelum terbentuknya respon imun
seluler spesifik yang dapat membatasi multiplikasinya.6
2.5 Diagnosis
Deteksi dini HIV pada pasien TB terdapat pada standar 14 ISTC. Semua
pasien TB harus mengetahui status HIV nya sesuai dengan undang-undang yang
berlaku. Bila pasien belum bersedia untuk pemeriksaan HIV, maka pasien harus
menandatangani surat penolakan. Konseling dan tes HIV perlu dilakukan untuk
semua pasien dengan, atau yang diduga TB kecuali sudah ada konfirmasi hasil tes
yang negatif dalam dua bulan terakhir. Karena hubungan yang erat antara TB dan
HIV, pendekatan yang terintegrasi untuk pencegahan, diagnosis, dan pengobatan
baik infeksi TB maupun HIV direkomendasikan pada daerah dengan prevalensi
HIV yang tinggi. Pemeriksaan HIV terutama penting sebagai bagian dari tata
laksana rutin di daerah dengan prevalensi HIV yang tinggi pada populasi umum,
pada pasien dengan gejala dan/atau tanda kondisi terkait HIV, dan pada pasien
yang memiliki riwayat risiko tinggi terpajan HIV.6
Pada penegakan diagnosis TB pada pasien HIV perlu mempertimbangkan
beberapa hal berikut:6
1. Gambaran klinis Pada orang dengan HIV AIDS (ODHA) adanya
demam dan penurunan berat badan merupakan gejala yang penting
dapat disertai dengan keluhan batuk berapapun lamanya. Tuberkulosis
ekstra paru perlu diwaspadai karena kejadiannya lebih sering
dibandingkan TB dengan HIV negatif. Adanya Tuberkulosis ekstra paru
pada ODHA merupakan tanda bahwa penyakitnya sudah lanjut.
21
dengan orang yang tidak terinfeksi HIV. Lebih dari 25% kematian pada pasien
ODHA disebabkan oleh TB. Sekitar 320.000 orang meninggal karena HIV terkait
dengan TB. Tuberkulosis merupakan infeksi oportunistik yang sering dijumpai
pada ODHA selain kandidiasis, PCP, toksoplasmosis, kriptospiroidosis.
Seseorang dengan koinfeksi TB/HIV memiliki masalah kesehatan yang serius dan
dapat menyebabkan kematian. Oleh karena itu penatalaksanaan yang cepat dan
tepat sangat diperlukan.10
Penegakkan diagnosis TB paru pada ODHA pada prinsipnya sama dengan
orang HIV negatif. Diagnosis harus ditegakkan terlebih dahulu dengan konfirmasi
bakteriologis, yaitu pemeriksaan mikrobiologis langsung, tes cepat, atau biakan.
Apabila hasil pemeriksaan secara bakteriologis hasilnya negatif, maka
penegakkan diagnostik TB dapat dilakukan dilakukan secara klinis menggunakan
hasil pemeriksaan penunjang, seperti hasil pemeriksaan rontgen torak yang
sesuai.14
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan pada alur pemeriksaan alur
diagnosis TB paru pada ODHA, antara lain: Pemeriksaan mikroskopis langsung:
pemeriksaan ini dapat dilakuan dengan uji dahak Sewaktu Pagi Sewaktu (SPS).
Jika salah satu dari pemeriksaan ini menunjukkan hasil posttif, maka dapat
dinyatakan sebagai pasien TB paru; Pemeriksaan tes cepat molekuler: oleh karena
pemeriksaan BTA sputum pada pasien ODHA sering menunjukkan hasil negatif,
maka pemeriksaan cepat molekuler sepertiTCM dapat membantu menegakkan
diagnosis TB paru dan mengetahui adanya Mycobacterium tuberculosa yang
sensitive atau resisten; Pemeriksaan biakan dahak: pemeriksaan dilakukan pada
pasien yang menunjukkan Mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap
rifampisin. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui resistensi OAT lainnya;
Pemberian antibiotik sebagai alat bantu diagnosis pada ODHA tidak
direkomendasikan. Pemberian antibiotik pada alur diagnostik TB paru pada pasien
ODHA sudah tidak direkomendasikan lagi. Hal tersebut akan membutuhkan
waktu diagnostik lagi. Pemberian antibiotik pada pasien TB paru dengan ODHA
dilakukan jika ada infeksi bakteri sekunder pada waktu bersamaan; Pemeriksaan
23
2.6 Tatalaksana
Prinsip tata laksana pengobatan TB pada pasien dengan infeksi HIV sama
seperti pasien TB tanpa HIV. Obat TB pada pasien HIV sama efektifnya dengan
pasien TB tanpa HIV. Pada koinfeksi TB HIV sering ditemukan infeksi hepatitis
sehingga mudah terjadi efek samping obat yang bersifat hepatotoksik.6
Rekomendasi WHO untuk pengobatan TB HIV pada fase intensif dan lanjutan
diberikan setiap hari, tidak direkomendasikan terapi intermiten
Rekomendasi A
Standar 15 ISTC
Pada pasien dengan infeksi HIV dan TB yang menderita imunosupresi berat (hitung
CD4 kurang dari 50 sel/mm3), ARV harus dimulai dalam waktu 2 minggu setelah
dimulainya pengobatan TB kecuali
jika ada meningitis tuberkulosis.
Untuk semua pasien dengan HIV dan TB, terlepas dari hasil hitung CD4, terapi
antiretroviral harus dimulai dalam waktu 8 minggu semenjak awal pengobatan TB.
Pasien dengan infeksi TB dan HIV harus diberikan kotrimoksazol untuk
pencegahan infeksi lain.
International standard for TB care, 3rd edition
Dosis
Standar 16 ISTC
Pasien dengan infeksi HIV yang setelah dievaluasi secara seksama tidak
memiliki TB aktif harus diobati sebagai infeksi TB laten dengan Isoniazid
selama setidaknya 6 bulan.
International standard for TB care, 3rd edition
2.8 Komplikasi
Pemberian terapi OAT pada pasien TB dengan HIV perlu mendapat
perhatian khusus karena selain OAT sendiri dapat menimbulkan drug- induced
hepatitis, pemberian OAT dengan ARV harus dilakukan secara benar dan hati–
hati agar tidak timbul efek samping obat yang berbahaya pada pasien. Pada pola
pengobatan yang holistik tersebut diharapkan pasien dapat menyelesaikan
pengobatan dengan tuntas. 15
Regimen anti TB berbasis rifampisin dan regimen antiretroviral berbasis
efavirenz merupakan terapi lini pertama untuk pasien koinfeksi TB/HIV.
Penggunaan bersama kedua regimen ini menyebabkan high pill burden,
peningkatan risiko interaksi obat, dan efek samping yang tumpang tindih.
28
BAB III
KESIMPULAN
2. Pratiwi NL. HIV-AIDS dan Perilaku Seks Tidak Aman di Indonesia. J Bul
Penelit Sist Kesehat. 2011;14(4):346–57.
4. Gunawan SG. Farmakologi dan Terapi. 5th ed. jakarta: Badan Penerbit FK
UI; 2012.
9. PAPDI. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. VI. Setiiati S, Alwi I,
Sudoyo AW, B S, AF S, editors. Jakarta: Internal Publishing; 2021.
10. Riskesdas. Riset Kesehatan Dasar. Vol. 15, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Jakarta; 2018.
11. Statistik BP. Prevalensi HIV pada Populasi Dewasa (15-49 Tahun) 2015-
2017. 2017.
30
13. Baedowi A, Zulfian, Rusmini H, Prasetia T. Hubungan Jumlah Viral Load
Dengan Kejadian TBC Pada Pasien HIV / AIDS yang Mendapatkan Terapi
ARV. J Ilmu Kesehat. 2020;1(3):233–40.
14. Dafitri IA, Medison I. Laporan Kasus TB paru koinfeksi HIV / AIDS Case
Report of Pulmonary TB with HIV / AIDS Coinfection. J Kedokt Yars.
2020;28(2):21–31.
31