Disusun Oleh:
Pembimbing :
MEDAN
2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan paper ini, untuk melengkapi
persyaratan Kepanitraan Klinik Senior SMF Ilmu Penyakit Paru Rumah Sakit
Umum Dr. Pirngadi Medan dengan judul “Pleuritis TB”.
Tugas ini bertujuan agar saya selaku penulis dapat memahami lebih dalam
mengenal teori-teori yang diberikan Kepanitraan Klinik Senior di SMF Ilmu
Penyakit Paru di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan dan melihat
penerapannya secara langsung di lapangan. Pada kesempatan ini saya
mengucapkan banyak terimakasih kepada dr. Moh. Ramadhani Soeroso, Sp.P
khususnya sebagai pembimbing saya, dan semua staff pengajar di SMF Ilmu
Penyakit Paru Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan, serta teman-teman di
Kepanitraan Klinik Senior.
Penulis menyadari bahwa paper ini masih banyak terdapat kekurangan
baik mengenai isi susunan bahasa, maupun kadar ilmiahnya. Oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak yang membaca makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Penulis
i
DAFTAR ISI
3.1. Kesimpulan......................................................................................... 13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Pleuritis TB merupakan suatu penyakit TB dengan manifestasi
menumpuknya cairan di rongga paru, tepatnya di antara lapisan luar dan lapisan
dalam paru. Dikenal dua macam pleuritis, yaitu yang kering dan basah. Di
Indonesia paling sering dijumpai radang selaput paru yang basah. Di dunia
kedokteran dinamakan Pleuritis eksudatifa atau Efusi Pleura.3
2.2.Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) adalah masalah kesehatan utama pada negara
berkembang dengan prevelensi TB yang tinggi. Pleuritis TB lebih sering pada
laki-laki dari pada perempuan dengan rasio 3:1, dan lebih sering terjadi pada usia
muda. Efusi pleura TB terjadi pada sekitar 5% pasien dengan infeksi
mycobacterium tuberculosis. Persentase pasien TB dengan efusi pleura bervariasi
di masing-masing negara. Di Afrika selatan 20% pasien TB mengalami efusi
pleura tuberkulosis, sedangkan di Amerika hanya 3-5% pasien. Di Indonesia data
pleuritis TB masih belum tersedia.2
2
2.3. Etiologi
2.4.Patofisiologi
Pada orang normal, cairan di rongga pleura sebanyak 1-20 ml. Cairan di
dalamrongga pleura jumlahnya tetap karena ada keseimbangan antara produksi
oleh pleura viseralis dan absorpsi oleh pleura parietalis. Keadaan ini dapat
dipertahankan karena adanya keseimbangan tekanan hidrostatik pleura parietalis
sebesar 9cm H20 dan tekanan koloidosmotik pleura viseralis sebesar 10cm H20.2
Pleuritis TB dapat merupakan manifestasi dari tuberkulosis primer atau
tuberkulosis post primer (reaktivasi). Bila kuman menetap di jaringan paru, ia
bertambah dan berkembangbiak dalam sitoplasma makrofag. Disini ia dapat
terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru-
paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil yang disebut sarang
primer atau efek primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi
di setiap bagian jaringan paru bila menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah
efusi pleura.2
Mekanisme terjadinya penumpukan cairan di dalam rongga pleura salah
satunya disebabkan oleh bertambahnya permeabilitas dinding kapiler pembuluh
darah. Peradangan pleura akan menyebabkan permeabilitas dinding kapiler
meningkat sehingga cairan dan protein yang melewati dinding itu meningkat
maka terbentuk efusi pleura.2
3
Pada radang akut terjadi vasodilatasi, eksudasi dan perpindahan leukosit
ke daerah radang terutama netrofil. Histamin dan kinin yang dikeluarkan proses
radang meningkatkan permiebilitas kapiler sehingga akan meningkatkan eksudasi
plasma.Pada tuberkulosis efusi pleura timbul karena reaksi hipersensitiviti
terhadap tuberkuloprotein, sehingga meningkatkan permeabilitas dinding
pembuluh darah pleura.2
Efusi pleura terbentuk akibat antigen masuk kedalam rongga pleura akibat
pecahnya fokus sub pleura. Rangsangan pembentukan cairan oleh pleura yang
terkait dengan infeksi kuman TB. Umumnya, efusi yang terjadi pada pleuritis TB
primer berlangsung tanpa diketahui dan proses penyembuhan spontan terjadi pada
90% kasus. Reaktivasi dapat terjadi jika status imunitas pasien turun.2
4
Efusi pleura eksudat terbentuk karena bertambahnya permeabilitas lapisan
pleura terhadap protein.Pada efusi jenis ini bisa lebih dari 10 gr protein masuk ke
dalam rongga pleura tiap 24 jam, sehingga tekanan onkotik transpleura menurun.
Proses ini akan terus berlangsung sampai penyerapan kembali protein melalui
saluran getah bening sama dengan rotein yang masuk ke dalam rongga pleura.2
Efusi pleura jenis eksudat megandung protein lebih besar dari pada jenis
transudat.Faktor lain yang menyebabkan terbentuknya eksudat adalah
pengurangan aliran getah bening dari ronnga pleura.Peningkatan kadar protein di
dalam rongga pleura akan lebih menambah volume cairan pleura. Gangguan
aliran getah bening akan mempermudah terjadinya efusi pleura pada penerita
keganasan atau pleuritis TB.Eksudat sering ditemukan unilateral, berbeda dengan
transudat sering ditemukan bilateral.2
2.5.Gejala Klinis
Pleuritis TB biasanya bermanifestasi sebagai penyakit demam akut disertai
batuk nonproduktif (94%) dan nyeri dada (78%) peningkatan leukosit darah tepi.
Penurunan berat badan, keringat malam hari dan malaise bisa dijumpai, demikian
juga menggigil. Sebagian besar efusi pleura TBbersifat unilateral (95%), lebih
sering di sisi kanan. Jumlah cairan efusi bervariasi dari sedikithingga banyak,
meliputi setengah dari hemitoraks. Jumlah maupun lokasi terjadinya efusi
tidakmempengaruhi prognosis.6
2.6.Diagnosis
Langkah pertama diagnostik pleuritis TB menilai cairan pleura untuk
melihat apakah terdapat mikroorganisme TB di dalam cairan pleura. Jika efusi
pleura eksudatif dominasi limfosik dan sitologi negatif, ADA cairan pleura dapat
digunakan sebagai tes skrining. Jika cairan ADA diatas 70 U/L, diagnosis pleuritis
tb dapat ditegakkan dan antituberkulosis dapat dimulai. Jika cairan ADA pada
pleura antara 40-70 U/L seseorang tersebut dapat dikatakan sebagai dugaan
pleuritis TB, jika situasi seperti ini gambaran klinis tidak khas, prosedur
diagnosis lebih lanjut yaitu biopsi atau thorachoscopy harus dipertimbangkan.
Jika ADA cairan pleura pasien dibawah 40 U/L, diagnosis pleuritis TB tidak
ditegakkan.7
5
2.6. Pemeriksaan Penunjang
6
Pada posisi anteroposterior terlihat gambaran efusi pleura
7
2.6.3 Pemeriksaan CT Scan
8
pleura > LDH serum, dan sel mesotelial tidak lebih dari 5%. Kriteria Light
digunakan untuk menentukan jenis efusi pleura transudat atau eksudat.1
Efusi pleura eksudat jika memenuhi satu atau lebih dari kriteria Light
berikut:
1. Rasio LDH cairan pleura dengan LDH serum >0,6
2. Rasio protein cairan pleura dengan protein serum >0,5
3. LDH cairan pleura >2/3 dari batas atas normal LDH serum
b. Adenosine Deaminase/ADA
Pemeriksaan kadar ADA cairan pleura mudah dan tidak mahal.
ADA merupakan suatu enzim limfosit T predominan yang berperan
sebagai katalisator konversi adenosine dan deaxyadenosine menjadi
inosine dan deaxyinosine. ADA adalah salah satu penanda yang paling
banyak digunakan pada kasus oleuritis TB. Dari hasil studi metaanalisis
terhadap 63 penelitian meliputi 2.796 pasien dengan pleuritis TB dan
5.297 pasien dengan efusi pleura non-TB, sensitivitas dan spesifisitas
ADA untuk diagnosis pleuritis TB adalah 92% dan 90%. Nilai batasan
kadar ADA cairan pleura yang banyak digunakan adalah 40 U/L.
Pemeriksaan ADA memiliki hasil positif palsu pada efusi pleura pleura
non-tuberkulosis meliputi efusi parapneumonia, empiema, dan keganasan
(limfoma, karsinoma, oronkoalveolar, mesotelioma). Jika kadar ADA >70
U/L maka diagnosis pleuritis TB dapat ditegakkan dan pleuritis TB dapat
disingkirkan jika kadar ADA <40 U/L. Pada kasus kadar ADA 40-70 U/L,
diperlukan biopsi pleura atau torakospi untuk menegakkan diagnosis
pleuritis TB dan menyingkirkan penyakit lain.1
9
spesifisitas 97%. Pemeriksaan γ-IFN lebih jarang digunakan daripada
pemeriksaan ADA karena lebih mahal dan belum ada nilai batasan jelas
untuk menegakkan diagnosis pleuritis TB.1
2.7. Penatalaksanaan
10
Isoniazid pada fase lanjutan. Pengobatan ini menyebabkan cairan efusi diserap
kembali.1
Penatalaksaan OAT-FDC
11
2.7.3 Tatalaksana Dengan Kortikosteroid
12
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
13
DAFTAR PUSTAKA
4. Cook, GC and Zumla AI. Manson's tropical diseases. 22nd ed.: Elsevier,
2009.
14