Anda di halaman 1dari 17

PLEURITIS TB

Makalah ini dibuat untuk melengkapi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior

SMF ILMU PENYAKIT PARU RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN

Disusun Oleh:

RIZKY EKA PUTRA – 711608911013 – UISU

EZZI DESKA REZZI – 71160891782 – UISU

KHAIRYANI KELIAT – 71160891779 – UISU

FANDI SUKOWICAKSONO – 1310070100089 – UNBRAH

ARIF RAHMAN HAKIM – 1310070100208 – UNBRAH

RIRIN DRANITA – 71170891221 – UISU

NURUL HIJJA – 71160891779 – UISU

Pembimbing :

dr. Moh. Ramadhani Soeroso, Sp.P

SMF ILMU BAGIAN ILMU PENYAKIT PARU

RSU DR. PIRNGADI

MEDAN

2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan paper ini, untuk melengkapi
persyaratan Kepanitraan Klinik Senior SMF Ilmu Penyakit Paru Rumah Sakit
Umum Dr. Pirngadi Medan dengan judul “Pleuritis TB”.
Tugas ini bertujuan agar saya selaku penulis dapat memahami lebih dalam
mengenal teori-teori yang diberikan Kepanitraan Klinik Senior di SMF Ilmu
Penyakit Paru di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan dan melihat
penerapannya secara langsung di lapangan. Pada kesempatan ini saya
mengucapkan banyak terimakasih kepada dr. Moh. Ramadhani Soeroso, Sp.P
khususnya sebagai pembimbing saya, dan semua staff pengajar di SMF Ilmu
Penyakit Paru Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan, serta teman-teman di
Kepanitraan Klinik Senior.
Penulis menyadari bahwa paper ini masih banyak terdapat kekurangan
baik mengenai isi susunan bahasa, maupun kadar ilmiahnya. Oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak yang membaca makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Medan, Januari 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 2

2.1 Definisi .................................................................................................. 2

2.2 Epidemiologi ......................................................................................... 2

2.3 Etiologi .................................................................................................. 3

2.4 Patofisiologi .......................................................................................... 3

2.5 Gejala Klinis.......................................................................................... 5

2.6 Diagnosis ............................................................................................... 5

2.7 Pemeriksaan Penunjang......................................................................... 6

2.8 Penatalaksanaan .................................................................................. 10

BAB III PENUTUP ............................................................................................ 13

3.1. Kesimpulan......................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pleuritis tuberkulosis terjadi akibat infeksi Mycobacterium Tuberculosis
(MTB) pada pleura. Pleuritis TB merupakan salah satu manifestasi tersering TB
ekstraparu. Pleuritis TB dapat ditemukan diruangan pleura atau berkaitan dengan
TB paru. Persentase pasien TB dengan efusi pleura bervariasi di masing-masing
negara. Di Afrika selatan 20% pasien TB mengalami efusi pleura tuberkulosis,
sedangkan di Amerika hanya 3-5% pasien. Di Indonesia data pleuritis TB masih
belum tersedia.1

Beberapa kesulitan penegakan diagnosis pleuritis TB yaitu gejala klinis


yang tidak spesifik dan pemeriksaan kultur MTB yang memberikan hasil negatif.
Penelitian terbaru menunjukan bahwa mekanisme imunologi, yaitu reaksi
hipersensitivitas, berperan dalam patogenesis Pleuritis TB dan dapat menjelaskan
fenomena pemeriksaan kultur yang sering negatif. Pleuritis TB dapat
menimbulkan komplikasi fibrosis paru dan penebalan pleura residual, sehingga
diperlukan diagnosis dini yang akurat dan tatalaksana yang tepat.1

Gambaran klinik dan radiologik antara transudat dan eksudat bahkan


antara efusi pleura tuberkulosis dan non tuberkulosis hampir tidak dapat
dibedakan, sebab itu pemeriksaan laboratorium menjadi sangat penting. Setelah
adanya efusi pleura dapat dibuktikan melalui Fungsi percobaan, kemudian
diteruskan dengan membedakan eksudat dan transudat dan akhirnya dicari
etiologinya. Apabila diagnosis efusi pleura tuberkulosis sudah ditegakkan, maka
efusinya ditangani seperti efusi pada umumnya, sedangkan tuberkulosisnya
diterapi seperti tuberkulosis pada umumnya.2

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Pleuritis TB merupakan suatu penyakit TB dengan manifestasi
menumpuknya cairan di rongga paru, tepatnya di antara lapisan luar dan lapisan
dalam paru. Dikenal dua macam pleuritis, yaitu yang kering dan basah. Di
Indonesia paling sering dijumpai radang selaput paru yang basah. Di dunia
kedokteran dinamakan Pleuritis eksudatifa atau Efusi Pleura.3

2.2.Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) adalah masalah kesehatan utama pada negara
berkembang dengan prevelensi TB yang tinggi. Pleuritis TB lebih sering pada
laki-laki dari pada perempuan dengan rasio 3:1, dan lebih sering terjadi pada usia
muda. Efusi pleura TB terjadi pada sekitar 5% pasien dengan infeksi
mycobacterium tuberculosis. Persentase pasien TB dengan efusi pleura bervariasi
di masing-masing negara. Di Afrika selatan 20% pasien TB mengalami efusi
pleura tuberkulosis, sedangkan di Amerika hanya 3-5% pasien. Di Indonesia data
pleuritis TB masih belum tersedia.2

Pasien dengan penurunan daya tahan tubuh lebih rentan menderita TB


dibandingkan individual normal. Pasien dengan infeksi human immunodeficiency
virus (HIV) dan TB memiliki insidens efusi pleura lebih tinggi. TB merupakan
penyebab ketiga efusi pleura massif (12%) setelah keganasan (55%) dan
pneumonia (22%). Keterlambatan pleura pada pasien TB bervariasi antara 3-5%
di Eropa timur dan Amerika, dan 30% di negara berkembang dengan prevalensi
HIV tinggi. Oleh karna itu, pada khasus pasien HIV dengan efusi pleura perlu
dicuriga infeksi TB pleura. Tanpa pengobatan, pleuritis TB biasanya membaik
spontan, tetapi sering berkembang menjadi TB aktif di kemudian hari. Tanpa
pengobatan, pleuritis TB biasanya membaik spontan, tetapi sering berkembang
menjadi TB aktif di kemudian hari.2

2
2.3. Etiologi

Organisme penyebab tuberkulosisadalah basil tuberkulum yang terisolasi


oleh Robert Koch pada tahun 1882. Kemudian dimasukkan dalam genus
Mycobacterium dan diberi nama Mycobacterium tuberculosis. Spesies yang
disiolasi dari binatang ternak terkait erat dengan bakteri ini tetapi juga mampu
menyebabkan tuberkulosis manusia disebut M. Bovisdan dengan strain yang agak
bervariasi yang terutama ditemui di Afrikadisebut M. africanum.4

Mycobacterium tuberculosis berupa batang lurus tipis berukuran 0,4 x 0,3


µm. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri obligat anaerob yang memiliki
dinding sel mikolat peptidoglikan-arabinoglikan beranyam rapat terdiri dari 60%
lipid, sehingga bersifat tahan asam, dipulas gram dan tahan terhadap pengeringan
dan banyak zat kimia.5

2.4.Patofisiologi
Pada orang normal, cairan di rongga pleura sebanyak 1-20 ml. Cairan di
dalamrongga pleura jumlahnya tetap karena ada keseimbangan antara produksi
oleh pleura viseralis dan absorpsi oleh pleura parietalis. Keadaan ini dapat
dipertahankan karena adanya keseimbangan tekanan hidrostatik pleura parietalis
sebesar 9cm H20 dan tekanan koloidosmotik pleura viseralis sebesar 10cm H20.2
Pleuritis TB dapat merupakan manifestasi dari tuberkulosis primer atau
tuberkulosis post primer (reaktivasi). Bila kuman menetap di jaringan paru, ia
bertambah dan berkembangbiak dalam sitoplasma makrofag. Disini ia dapat
terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru-
paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil yang disebut sarang
primer atau efek primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi
di setiap bagian jaringan paru bila menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah
efusi pleura.2
Mekanisme terjadinya penumpukan cairan di dalam rongga pleura salah
satunya disebabkan oleh bertambahnya permeabilitas dinding kapiler pembuluh
darah. Peradangan pleura akan menyebabkan permeabilitas dinding kapiler
meningkat sehingga cairan dan protein yang melewati dinding itu meningkat
maka terbentuk efusi pleura.2

3
Pada radang akut terjadi vasodilatasi, eksudasi dan perpindahan leukosit
ke daerah radang terutama netrofil. Histamin dan kinin yang dikeluarkan proses
radang meningkatkan permiebilitas kapiler sehingga akan meningkatkan eksudasi
plasma.Pada tuberkulosis efusi pleura timbul karena reaksi hipersensitiviti
terhadap tuberkuloprotein, sehingga meningkatkan permeabilitas dinding
pembuluh darah pleura.2
Efusi pleura terbentuk akibat antigen masuk kedalam rongga pleura akibat
pecahnya fokus sub pleura. Rangsangan pembentukan cairan oleh pleura yang
terkait dengan infeksi kuman TB. Umumnya, efusi yang terjadi pada pleuritis TB
primer berlangsung tanpa diketahui dan proses penyembuhan spontan terjadi pada
90% kasus. Reaktivasi dapat terjadi jika status imunitas pasien turun.2

Pada kasus Pleuritis TB rekativasi, dapat dideteksi TB paren kimparu


secara radiografi dengan CT scan pada kebanyakan pasien. Infiltrasi dapat terlihat
pada lobus superior atau segmen superior dari lobus inferior. Bekas lesiparenkim
dapat ditemukan pada lobus superior, hal inilah yang khas pada TB reaktivasi.
Efusi yang terjadi hampir umumnya ipsilateral dari infiltrat dan merupakan tanda
adanya TB parenkim yang aktif. Efusi pada pleuritis TB dapat juga terjadi sebagai
akibat penyebaran basil TB secara langsung dari lesikavitas paru, dari aliran darah
dan sistem limfatik pada TB post primer (reaktivasi). Penyebaran hematogen
terjadi pada TB milier. Efusi pleura terjadi pada 10-30% darikasus TB miler.2

Pleuritis TB dianggap sebagai manifestasi TB primer yang banyak terjadi


pada anak-anak. Hipotesis terbaru mengenai pleuritis TB primer menyatakan
bahwa pada 6-12 minggu setelah infeksi primer terjadi pecahnya fokus kaseosa
subpleura kavitas pleura. Antigen mikobakterium TB memasuki kavitas pleura
dan berinteraksi dengan sel T yang sebelumnya telah tersensitisasi mikobakteria,
hal ini berakibat terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe lambat yang menyebabkan
terjadinya eksudasi oleh karena meningkatnya permeabilitas dan menurunnya
klirens sehingga terjadi akumulasi cairan di kavitas pleura. Cairan efusi ini secara
umum adala heksudat tapi dapat juga berupa serosanguineous dan biasanya
mengandung sedikit basil TB. Beberapa kriteria yang mengarah ke pleuritis TB
primer.2

4
Efusi pleura eksudat terbentuk karena bertambahnya permeabilitas lapisan
pleura terhadap protein.Pada efusi jenis ini bisa lebih dari 10 gr protein masuk ke
dalam rongga pleura tiap 24 jam, sehingga tekanan onkotik transpleura menurun.
Proses ini akan terus berlangsung sampai penyerapan kembali protein melalui
saluran getah bening sama dengan rotein yang masuk ke dalam rongga pleura.2

Efusi pleura jenis eksudat megandung protein lebih besar dari pada jenis
transudat.Faktor lain yang menyebabkan terbentuknya eksudat adalah
pengurangan aliran getah bening dari ronnga pleura.Peningkatan kadar protein di
dalam rongga pleura akan lebih menambah volume cairan pleura. Gangguan
aliran getah bening akan mempermudah terjadinya efusi pleura pada penerita
keganasan atau pleuritis TB.Eksudat sering ditemukan unilateral, berbeda dengan
transudat sering ditemukan bilateral.2

2.5.Gejala Klinis
Pleuritis TB biasanya bermanifestasi sebagai penyakit demam akut disertai
batuk nonproduktif (94%) dan nyeri dada (78%) peningkatan leukosit darah tepi.
Penurunan berat badan, keringat malam hari dan malaise bisa dijumpai, demikian
juga menggigil. Sebagian besar efusi pleura TBbersifat unilateral (95%), lebih
sering di sisi kanan. Jumlah cairan efusi bervariasi dari sedikithingga banyak,
meliputi setengah dari hemitoraks. Jumlah maupun lokasi terjadinya efusi
tidakmempengaruhi prognosis.6

2.6.Diagnosis
Langkah pertama diagnostik pleuritis TB menilai cairan pleura untuk
melihat apakah terdapat mikroorganisme TB di dalam cairan pleura. Jika efusi
pleura eksudatif dominasi limfosik dan sitologi negatif, ADA cairan pleura dapat
digunakan sebagai tes skrining. Jika cairan ADA diatas 70 U/L, diagnosis pleuritis
tb dapat ditegakkan dan antituberkulosis dapat dimulai. Jika cairan ADA pada
pleura antara 40-70 U/L seseorang tersebut dapat dikatakan sebagai dugaan
pleuritis TB, jika situasi seperti ini gambaran klinis tidak khas, prosedur
diagnosis lebih lanjut yaitu biopsi atau thorachoscopy harus dipertimbangkan.
Jika ADA cairan pleura pasien dibawah 40 U/L, diagnosis pleuritis TB tidak
ditegakkan.7

5
2.6. Pemeriksaan Penunjang

2.6.1 Foto Thoraks

Foto rontgen biasanya menunjukkan gambaran efusi pleura


unilateral minimal hingga sedang. Gambaran sudut costofrenikus tumpul
pada posisi lateral jika cairan lebih dari 50 ml. Pada posisi posteroanterior
(PA) sudut costofrenikus tumpul apabila cairan pleura lebih dari 200 ml. 1

6
Pada posisi anteroposterior terlihat gambaran efusi pleura

2.6.2 USG Thoraks

Pemeriksaan USG dada lebih sensitif dari pemeriksaan rontgen.


USG dapat menentukan volume cairan lebih tepat daripada foto rontgen,
lokalisasi septa membran, ruang pleura dan penebalan pleura dan dapat
dilakukan di tempat tidur pasien.1

USG dada menunjukan efusi pleura dengan inflamasi membran

7
2.6.3 Pemeriksaan CT Scan

Pemeriksaan ini lebih akurat untuk menentukan adanya lesi


parenkimal, limfadenopat, eksklusi penyakit lainnya, dan deteksi
komplikasi yang berkaitan dengan pleuritis TB. Sebanyak 20% pasien
dengan efusi pleura TB memiliki kelainan parenkim paru. Penyakit
parenkimal ini hampir selalu ditemukan pada sisi efusi pleura. Efusi pleura
berkantong dapat terjadi pada pleuritis tb yang dapat dideteksi melalui CT
scan.1

CT Scan mendeteksi adanya efusi pleura berkantong

2.6.4 Pemeriksaan Cairan Pleura

Pasien dengan efusi pleura unilateral baru harus menjalani


torakosentesis diagnostik untuk menentukan jenis efusi transudat atau
eksudat dan untuk analisa pleura.1

a. Karakteristik Cairan Pleura


Karakteristik cairan yang mengarah ke efusi pleura tuberkulosis
adalah eksudat dengan kadar protein cairan pleura >5 g/dL, persentase sel
limfosit cairan pleura >50% kadar glukosa cairan pleura bisa rendah atau
normal pH cairan pleura >7,30, lactic acid dehydrogenase (LDH) cairan

8
pleura > LDH serum, dan sel mesotelial tidak lebih dari 5%. Kriteria Light
digunakan untuk menentukan jenis efusi pleura transudat atau eksudat.1
Efusi pleura eksudat jika memenuhi satu atau lebih dari kriteria Light
berikut:
1. Rasio LDH cairan pleura dengan LDH serum >0,6
2. Rasio protein cairan pleura dengan protein serum >0,5
3. LDH cairan pleura >2/3 dari batas atas normal LDH serum

b. Adenosine Deaminase/ADA
Pemeriksaan kadar ADA cairan pleura mudah dan tidak mahal.
ADA merupakan suatu enzim limfosit T predominan yang berperan
sebagai katalisator konversi adenosine dan deaxyadenosine menjadi
inosine dan deaxyinosine. ADA adalah salah satu penanda yang paling
banyak digunakan pada kasus oleuritis TB. Dari hasil studi metaanalisis
terhadap 63 penelitian meliputi 2.796 pasien dengan pleuritis TB dan
5.297 pasien dengan efusi pleura non-TB, sensitivitas dan spesifisitas
ADA untuk diagnosis pleuritis TB adalah 92% dan 90%. Nilai batasan
kadar ADA cairan pleura yang banyak digunakan adalah 40 U/L.
Pemeriksaan ADA memiliki hasil positif palsu pada efusi pleura pleura
non-tuberkulosis meliputi efusi parapneumonia, empiema, dan keganasan
(limfoma, karsinoma, oronkoalveolar, mesotelioma). Jika kadar ADA >70
U/L maka diagnosis pleuritis TB dapat ditegakkan dan pleuritis TB dapat
disingkirkan jika kadar ADA <40 U/L. Pada kasus kadar ADA 40-70 U/L,
diperlukan biopsi pleura atau torakospi untuk menegakkan diagnosis
pleuritis TB dan menyingkirkan penyakit lain.1

c. Gamma Interferon/ γ-IFN


Pemeriksaan kadar γ-IFN cairan pleura juga sangat efisien untuk
membedakan efusi pleura tuberkulosis dan efusi pleura non-tuberkulosis.
Gamma interferon adalah sitokin yang dilepaskan dari sel limfosit T CD4+
yang teraktivasi yang dapat meningkatkan aktivitas mikobakterisidal dari
makrofag. Pemeriksaan γ-IFN cairan pleura memiliki sensitivitas 89% dan

9
spesifisitas 97%. Pemeriksaan γ-IFN lebih jarang digunakan daripada
pemeriksaan ADA karena lebih mahal dan belum ada nilai batasan jelas
untuk menegakkan diagnosis pleuritis TB.1

2.6.5 Biopsi Pleura

Analisis histologi dan kultur mikobakteri jaringan biopsi pleura


secara tradisional menjadi standar baku diagnosis pleuritis TB. Biopsi
pleura menggunakan jarum Cope’s atau Abraham sensitif untuk pleuritis
TB. Ditemukannya granuloma pada pleura parietalis menunjukkan
pleuritis TB. Jika granuloma tidak ditemukan, harus dilakukan
pemeriksaan BTA pada bahan biopsi pleura. Walaupun terdapat penyakit
lain yang menimbulkan pleuritis granuloma, seperti penyakit jamur,
sarkoidosis, tularemia, dan reumatoid pleuritis, lebih dari 95% pasien
pleuritis granuloma memiliki tuberkulosis. Biopsi jarang diindikasikan
karena diagnosis pleuritis TB dapat dengan mudah ditegakkan melalui
pemeriksaan kadar ADA >70 U/L. Biopsi pleura dapat berguna untuk
diagnosis pleuritis TB dan menyingkirkan penyakit pleura lainnya jika
kadar ADA 40-70 U/L. Pengambilan sampel jaringan pleura juga dapat
dilakukan melalui torakoskopi, namun biasanya tidak dilakukan dalam
diagnosis pleuritis TB. Torakoskopi dilakukan jika gambaran klinis
penyakit meragukan. Torakosopi dapat dipandu video yang disebut video
assisted thoracoscopy surgery/VATS. VATS menampilkan seluruh
permukaan pleura dan melakukan intervensi seperti biopsi target, memutus
septa adhesionolisis, dan drainase efusi.1

2.7. Penatalaksanaan

2.7.1 Tatalaksana Dengan Obat Anti Tuburkulosis (OAT)

Pengobatan pleuritis TB sama dengan panduan pengobatan TB paru kasus


baru, yaitu OAT kategori 1 selama 6 hingga 12 bulan. Terdiri dari Rifampisin,
Isoniazid, Pirazinamid dan Etambutol pada fase intensif dan Rifampisin dan

10
Isoniazid pada fase lanjutan. Pengobatan ini menyebabkan cairan efusi diserap
kembali.1

Penatalaksanaan OAT dosis tunggal

Penatalaksaan OAT-FDC

2.7.2 Tatalaksana Terapi Lokal

Jika pasien mengalami sesak akibat efusi pleura luas, dilakukan


torakosentesis terapeutik. Cairan dievakuasi seoptimal mungkin sesuai keadaan
pasien. Pemberian fibrinolitik dapat menurunkan derajat residual penebalan
pleura. Torakoskopi adalah teknik yang dapat memberikan akses penglihatan
langsung sacara invansif minimal keruang pleura untuk menghisap cairan pleura,
melepaskan perlengketan pada efusi pleura berkantong dan untuk memasang. 1

11
2.7.3 Tatalaksana Dengan Kortikosteroid

Peran kortikosteroid masih kontroversial. Rekomendasi untuk pasien


pleuritis TB jika gejala sistemik berat (demam,malaise, nyeri dada pleuritik)
berlanjut setelah torakosentesis, diberikan prednison 80 mg/hari hingga gejala
berkurang. Atau prednison 1 mg/kg BB selama 2 minggu kemudian diturunkan
dosisnya

12
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Pleuritis tuberkulosis terjadi akibat infeksi Mycobacterium Tuberculosis


(MTB) pada pleura. Pleuritis TB merupakan salah satu manifestasi tersering TB
ekstraparu. Pleuritis TB lebih sering pada laki-laki dari pada perempuan dengan
rasio 3:1, dan lebih sering terjadi pada usia muda.
Pleuritis TB biasanya bermanifestasi sebagai penyakit demam akut disertai
batuk nonproduktif (94%) dan nyeri dada (78%) peningkatan leukosit darah tepi.
Penurunan berat badan, keringat malam hari dan malaise bisa dijumpai, demikian
juga menggigil. Sebagian besar efusi pleura TB bersifat unilateral (95%).

Diagnosis pleuritis TB berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan


penunjang seperti foto thoraks, USG thoraks. Pemeriksaan cairan pleura seperti
ADA (Adenosin Diaminase) dan biopsi Pleura.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Wesnama, Made. Diagnosa dan tatalaksana pleuritis TB. Bali: Dokter


Internship Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buleleng.2016.

2. Varadila, Nova. Pleuritis Tuberculosis. Riau: Fakultas Kedokteran


Universitas Riau, 2008.

3. Alsagaff H, Mukty A. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:


Airlangga University Press, 2002.

4. Cook, GC and Zumla AI. Manson's tropical diseases. 22nd ed.: Elsevier,
2009.

5. Brooks, Geo.F, Carrol, Karen.C, Butel, Janet.S, Morse, Stephen.A,


Mietzner, Timothy. A. Jawet, Melnick, dan Adelberg Mikrobiologi
Kedokteran. Jakarta:EGC, 2012.

6. Murray and Nadel. Textbook of Respiratory Medicine E-Book. Canada:


Elsevier Saunder, 2010.

7. Jeon, Deosoo. Tuberculous Pleurisy. Yangsan Korea: Departement of


Internal Medicine Pusan National University School of Medicine, 2014

8. Halim, H. Penyakit-Penyakit Pleura. Jakarta: Buku Ajar Ilmu Penyakit


Dalam. Jilid III, 2014.

14

Anda mungkin juga menyukai