Anda di halaman 1dari 22

Case Report Session

TUBERKULOSIS PARU

Oleh:

Yuda Pratama 2140312002

Pembimbing
dr. Arkademi, SpPD

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD Dr. M. ZEIN PAINAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya untuk Allah SWT. Shalawat dan salam semoga senantiasa
tercurah kepada Nabi SAW. Alhamdulillah, dengan nikmat-Nya penulis dapat me-
nyelesaikan cese report session dengan judul “Tuberkulosis Paru” yang merupakan
salah satu tugas ilmiah di sikus ilmu penyakit dalam yang saat ini penulis jalani.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Arkademi, SpPD selaku
preseptor yang telah memberikan arahan, petunjuk, dan ilmu kepada penulis.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa cese report session ini masih banyak
kekurangan. Untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan.

Painan, 26 Januari 2022

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1
1.2 Tujuan penulisan.................................................................................................. 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 2
2.1 Definisi.................................................................................................................. 2
2.2 Epidemiologi ........................................................................................................ 2
2.3 Etiologi dan Transmisi TB ................................................................................. 2
2.4 Faktor risiko ......................................................................................................... 3
2.5 Patogenesis ........................................................................................................... 4
2.6 Diagnosis .............................................................................................................. 6
2.7 Tatalaksana ......................................................................................................... 11
BAB 3 LAPORAN KASUS ................................................................................. 14
A. Identitas ............................................................................................................... 14
B. Anamnesis .......................................................................................................... 14
C. Pemeriksaan fisik............................................................................................... 15
D. Pemeriksaan penunjang .................................................................................... 16
E. Diagnosis ............................................................................................................ 17
F. Terapi .................................................................................................................. 17
G. Rencana ............................................................................................................... 17
BAB 4 DISKUSI ................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 19

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan
oleh infeksi bakteri berbentuk batang, Mycobacterium tuberculosis (MTB).
Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga sering dike-
nal dengan Basil Tahan Asam (BTA). Sebagian besar kuman TB sering
ditemukan menginfeksi parenkim paru dan menyebabkan TB paru, tetapi
bakteri ini juga memiliki kemampuan menginfeksi organ tubuh lainnya (TB
ekstra paru) seperti pleura, kelenjar limfe, tulang, dan organ ekstra paru
lainnya.1
TB adalah salah satu penyakit yang tersebar di seluruh dunia. Insi-
den tertinggi terjadi di daerah Asia tenggara. India, Indonesia, Cina, Nigeria,
Pakistan, dan Afrika Selatan adalah enam negara dengan angka TB tertinggi
di seluruh dunia.2
Tuberkulosis tetap menjadi penyebab signifikan penyakit dan kema-
tian di negara maju terutama di antara individu dengan sistem kekebalan
yang tertekan. Orang dengan HIV sangat rentan terhadap kematian akibat
tuberkulosis. Tuberkulosis menyumbang 35% dari kematian global pada
individu dengan HIV/AIDS pada tahun 2015. Anak-anak juga rentan, dan
tuberkulosis bertanggung jawab atas satu juta penyakit pada anak-anak pada
tahun 2015 menurut WHO.2 Di dalam SKDI 2019, TB paru tanpa
komplikasi memiliki standar 4, yang berarti mampu menatalaksana hingga
tuntas. Oleh karena itu, penulis mengangkat topik ini sebagai tugas ilmiah.

1.2 Tujuan penulisan


Tujuan dari penulisan cese report session ini adalah untuk menam-
bah pengetahuan dan pemahaman mengenai TB, terutama dalam diagnosis
dan tatalaksana TB.

1
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Tuberkulosis (TB) paru adalah kasus TB yang melibatkan parenkim
paru atau trakeobronkial. TB milier diklasifikasikan sebagai TB paru karena
terdapat lesi di paru. Pasien yang mengalami TB paru dan ekstra paru harus
diklasifikasikan sebagai kasus TB paru.1
2.2 Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan
oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis, yang lebih sering menyerang
paru. Berdasarkan laporan WHO pada tahun 2020 terdapat 10 juta kasus TB
di seluruh dunia terdiri atas 5,6 juta pria, 3,3 juta wanita, dan 1,1 juta anak-
anak, dimana diperkirakann 1,5 juta jiwa meninggal diakibatkan oleh TB
pada tahun 2020. Pada tahun 2020, 86% kasus TB didominasi oleh negara-
negara dengan resiko tinggi TB dengan dua per tiga kasus TB terdapat di
negara-negara seperti, India, China, Indonesia, Pakistan, Nigeria,
Bangladesh, dan Afrika Selatan.3
2.3 Etiologi dan Transmisi TB
M. tuberculosis menyebabkan tuberkulosis. M. tuberculosis adalah
basil tahan asam dan alkohol. Ini adalah bagian dari kelompok organisme
yang diklasifikasikan sebagai kompleks M. tuberculosis. Anggota lain dari
kelompok ini adalah, Mycobacterium africanum, Mycobacterium bovis, dan
Mycobacterium microti. Sebagian besar organisme mikobakteri lain
diklasifikasikan sebagai organisme mikobakteri non-TB atau atipikal.2
Tuberkulosis biasanya menular dari manusia ke manusia lain lewat
udara melalui percik renik atau droplet nucleus (<5 microns) yang keluar
ketika seorang yang terinfeksi TB paru atau TB laring batuk, bersin, atau
bicara. Percik renik juga dapat dikeluarkan saat pasien TB paru melalui
prosedur pemeriksaan yang menghasilkan produk aerosol seperti saat
dilakukannya induksi sputum, bronkoskopi dan juga saat dilakukannya
manipulasi terhadap lesi atau pengolahan jaringan di laboratorium.

2
Percik renik, yang merupakan partikel kecil yang dapat menampung
1-5 basilli, dan bersifat sangat infeksius, dan dapat bertahan di dalam udara
sampai 4 jam. Satu batuk dapat memproduksi hingga 3,000 percik renik dan
satu kali bersin dapat memproduksi hingga 1 juta percik renik. Sedangkan,
dosis yang diperlukan terjadinya suatu infeksi TB adalah 1 sampai 10 basil.
Kasus yang paling infeksius adalah penularan dari pasien dengan hasil
pemeriksaan sputum positif, dengan hasil 3+ merupakan kasus paling
infeksius. Pasien dengan hasil pemeriksaan sputum negatif bersifat tidak
terlalu infeksius. Kasus TB ekstra paru hampir selalu tidak infeksius,
kecuali bila penderita juga memiliki TB paru. Individu dengan TB laten
tidak bersifat infeksius, karena bakteri yang menginfeksi mereka tidak
bereplikasi dan tidak dapat melalukan transmisi ke organisme lain.1

2.4 Faktor risiko


Terdapat beberapa kelompok orang yang memiliki risiko lebih tinggi untuk
mengalami penyakit TB, kelompok tersebut adalah1
1. Orang dengan HIV positif dan penyakit imunokompromais lain.
2. Orang yang mengonsumsi obat imunosupresan dalam jangka waktu
panjang.
3. Perokok
4. Konsumsi alkohol
5. Anak usia < 5 tahun dan lansia
6. Memiliki kontak erat dengan orang dengan penyakit TB aktif yang
infeksius.
7. Berada di tempat dengan risiko tinggi terinfeksi tuberkulosis (contoh:
lembaga permasya-rakatan, fasilitas perawatan jangka panjang, ruangan
yang gelap, dengan minim ventilasi)
8. Petugas kesehatan

3
2.5 Patogenesis
Tidak semua orang yang terpajan dengan patogen TB akan
berkembang menjadi penyakit TB. Sekitar 30% dari orang yang terpajan
terhadap kuman TB akan terinfeksi dengan TB. Dari pasien yang terinfeksi
TB, sekitar 3–10% akan berkembang menjadi TB aktif dalam 1 tahun
pertama setelah infeksi. Setelah 1 tahun, sekitar 3 - 5 % pasien dengan TB
laten akan berkembang menjadi TB aktif, sisanya akan tetap memiliki TB
laten sepanjang hidup.

Tidak terinfeksi
(70%)
Pajanan terhadap
TB aktif (5%)
patogen TB
Terinfeksi (30%) Reaktivasi (5%)

TB laten (95%)
Tetap sebagai TB
laten (95%)

Bagan 1. Persentase orang terpajan TB yang berkembang menjadi


penyakit TB4

Pada infeksi primer, setelah inhalasi, nukleus percik renik terbawa


menuju percabangan trakea-bronkial dan dideposit di dalam bronkiolus
respiratorik atau alveolus, biasanya terletak di bagian bawah lobus superior
atau bagian atas lobus inferior paru di mana nukleus percik renik tersebut
akan dicerna oleh makrofag alveolus yang kemudian akan memproduksi
sebuah respon nonspesifik terhadap basilus. Infeksi bergantung pada
kapasitas virulensi bakteri dan kemampuan bakterisid makrofag alveolus
yang mencernanya. Apabila basilus dapat bertahan melewati mekanisme
pertahanan awal ini, basilus dapat bermultiplikasi di dalam makrofag.
Makrofag dan monosit lain bereaksi terhadap kemokin yang dihasilkan dan
bermigrasi menuju fokus infeksi dan memproduksi respon imun. Area
inflamasi ini kemudian disebut sebagai Ghon focus.
Basili dan antigen kemudian bermigrasi keluar dari Ghon focus
melalui jalur limfatik menuju Limfe nodus hilus dan membentuk kompleks
(Ghon) primer. Di dalam nodus limfe, limfosit T akan membentuk suatu
respon imun spesifik dan mengaktivasi makrofag untuk menghambat

4
pertumbuhan basili yang terfagositosis. Fokus primer ini mengandung
1,000–10,000 basili yang kemudian terus melakukan replikasi. Area
inflamasi di dalam fokus primer akan digantikan dengan jaringan fibrotik
dan kalsifikasi, yang didalamnya terdapat makrofag yang mengandung
basili terisolasi yang akan mati jika sistem imun host adekuat. Beberapa
basili tetap dorman di dalam fokus primer untuk beberapa bulan atau tahun,
hal ini dikenal dengan “kuman laten”. Infeksi primer biasanya bersifat
asimtomatik dan akan menunjukkan hasil tuberkulin positif dalam 4-6
minggu setelah infeksi. Dalam beberapa kasus, respon imun tidak cukup
kuat untuk menghambat perkembangbiakan bakteri dan basili akan
menyebar dari sistem limfatik ke aliran darah dan menyebar ke seluruh
tubuh, menyebabkan penyakit TB aktif dalam beberapa bulan.
TB pasca primer merupakan pola penyakit yang terjadi pada host
yang sebelumnya pernah tersensitisasi bakteri TB. Terjadi setelah periode
laten yang memakan waktu bulanan hingga tahunan setelah infeksi primer.
Hal ini dapat dikarenakan reaktivasi kuman laten atau karena reinfeksi.
Reaktivasi terjadi ketika basili dorman yang menetap di jaringan selama
beberapa bulan atau beberapa tahun setelah infeksi primer, mulai kembali
bermultiplikasi. Hal ini mungkin merupakan respon dari melemahnya
sistem imun host. Reinfeksi terjadi ketika seorang yang pernah mengalami
infeksi primer terpapar kembali oleh kontak dengan orang yang terinfeksi
penyakit TB aktif.
Foto toraks mungkin dapat memperlihatkan gambaran limfadenopa-
ti intratorakal dan infiltrat pada lapang paru. TB post-primer biasanya mem-
pengaruhi parenkim paru namun dapat juga melibatkan organ tubuh lain.
Karakteristik dari dari TB post primer adalah ditemukannya kavitas pada
lobus superior paru dan kerusakan paru yang luas. Pemeriksaan sputum
biasanya menunjukkan hasil yang positif dan biasanya tidak ditemukan
limfadenopati intratorakal.1

5
2.6 Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisis, pemeriksaan bakteriologis, radiologis, dan pemeriksaan
penunjang lainnya.
A. Anamnesis
Gejala utama: batuk berdahak ≥2 minggu
Gejala tambahan
1. Batuk darah
2. Sesak napas
3. Badan lemas
4. Penurunan nafsu makan
5. Penurunan berat badan yang tidak disengaja malaise
6. Berkeringat di malam hari tanpa kegiatan fisik demam subfebris
lebih dari satu bulan
7. Nyeri dada
Gejala di atas dapat tidak muncul secara khas pada pasien
dengan koinfeksi HIV. Selain gejala tersebut, perlu digali riwayat lain
untuk menentukan faktor risiko seperti kontak erat dengan pasien TB,
lingkungan, tempat tinggal kumuh dan padat penduduk, dan orang yang
bekerja di lingkungan berisiko menimbulkan pajanan infeksi paru,
misalnya tenaga kesehatan atau aktivis TB.4
B. Pemeriksaan Fisik
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas
kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit
umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru
pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks
dan segmen posterior (S1 dan S2), serta daerah apeks lobus inferior (S6).
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan antara lain suara napas
bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah kasar/halus,
dan/atau tanda-tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum.4

6
C. Pemeriksaan bakteriologis
Semua pasien terduga TB harus menjalani pemeriksaan bakte-
riologis untuk mengkonfirmasi penyakit TB. Pemeriksaan bakteriologis
merujuk pada pemeriksaan apusan dari sediaan biologis (dahak atau
spesimen lain), pemeriksaan biakan dan identifikasi M. tuberculosis
atau metode diagnostik cepat yang telah mendapat rekomendasi WHO.1
Pada pemeriksaan apusan dibawah mikroskopis, dahak diperiksa
dari dua spesimen, dapat dahak sewaktu-sewaktu atau sewaktu-pagi.
Nantinya spesimen akan diwarnai dengan pewarna Ziehl-Nielsen. Hasil
diinterpretasikan sesuai dengan skala IUATLD (international union
against tuberculosis and lung disease) rekomendasi WHO:1,4
1. Bila tidak ditemukan BTA dalam 100 lapangan pandang, disebut
negatif
2. Bila ditemukan 1–9 BTA dalam 100 lapangan pandang, dituliskan
jumlah basil yang ditemukan
3. Bila 10–99 BTA dalam 100 lapangan pandang, disebut + (1+)
4. Bila dijumpai 1–10 BTA dalam 1 lapangan pandang, disebut ++ (2+)
5. Bila dijumpai > 10 BTA dalam 1 lapangan pandang, disebut +++
(3+)
Pemeriksaan biakan merupakan baku emas dalam mengindenti-
fikasi MTB. Biakan terdiri atas biakan media padat (Lowenstein-Jensen)
dan media cair (mycobacteria growth indicator tube/MGIT). Waktu
yang dibutuhkan untuk mendeteksi pertumbuhan MTB dengan biakan
media padat adalah 40 hari (kisaran 30–56 hari) sedangkan media cair
rerata 21 hari (kisaran 4–53 hari). Uji biakan nantinya juga dapat
dilanjutkan untuk pemeriksaan sensitivitas antibiotik.
Pemeriksaan TCM dapat mengidentifikasi MTB dan resistensi
terhadap OAT. GeneXpert MTB/RIF adalah TCM yang umum yang
digunakan untuk mengidentifikasi MTB dan resistensi terhadap
rifampisin. Waktu pemeriksaan memakan waktu 1–2 jam. Untuk
pemeriksaan TCM, dahak cukup diperiksa satu kali. Terdapat jenis
TCM lainnya untuk mengidentifikasi resistensi terhadap OAT lainnya.4

7
D. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologi standar pada TB paru adalah foto toraks
dengan proyeksi postero anterior (PA). Pemeriksaan lain atas indikasi
klinis misalnya foto toraks proyeksi lateral, top-lordotik, oblik, CT-
Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapa menghasilkan
gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologi
yang dicurigai sebagai lesi TB aktif adalah4
1. Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus
atas paru dan segmen superior lobus bawah
2. Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak
berawan atau nodular
3. Bayangan bercak milier
4. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif:
1. Fibrosis
2. Kalsifikasi
3. Penebalan pleura (schwarte)
E. Pemeriksaan penujang lain
1) Uji tuberkulin
Merupakan alat diagnostik yang kurang berarti pada dewasa.
Indurasi ≥ 5 mm dianggap positif pada: pasien HIV, riwayat kontak
erat dengan pasien terkonfirmasi TB aktif, pasien dengan gambaran
khas TB pada rontgen toraks, pasien dengan imunosupresi, pasien
dengan terapi kortikosteroid jangka panjang, dan pasien dengan
gagal ginjal stadium akhir. Indurasi ≥ 10 mm dianggap positif pada:
pasien yang tinggal di atau datang dari (kurang dari 5 tahun) negara
dengan prevalensi TB tinggi, pengguna obat suntik, pasien dengan
tempat tinggal di tempat dengan kepadatan yang tinggi (misal
penjara), staf laboratorium mikrobiologi, pasien dengan risiko tinggi
(misalnya DM, gagal ginjal, sindrom malabsorbsi kronik), dan
balita. Indurasi ≥ 15 mm dianggap positif untuk semua pasien. Pada
pasien HIV dan malnutrisi, uji tuberkulin dapat memberikan hasil

8
negatif palsu. Tes ini dibaca 2–6 hari setelah suntikan, idealnya
setelah 3 hari.4
2) Analisis cairan pleura
Hasil yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji
Rivalta positif, kesan cairan eksudat, sel limfosit dominan, dan
jumlah glukosa rendah.4

Diagnosis TB dapat berupa terdiagnosis secara klinis dan terkonfir-


masi bakteriologis.4
1. TB terkonfirmasi bakteriologis
Yaitu pasien TB yang ditemukan bukti infeksi MTB berdasarkan
pemeriksaan bakteriologis.4 Pemeriksaan bakteriologis merujuk pada
pemeriksaan mikroskopis/BTA, biakan sputum atau metode diagnostik
cepat yang telah mendapat rekomendasi WHO. 1
2. TB terdiagnosis secara klinis
Yaitu pasien TB yang tidak memenuhi kriteria terdiagnosis
secara bakteriologis, tetapi berdasarkan bukti lain yang kuat tetap
didiagnosis dan ditatalaksana sebagai TB oleh dokter yang merawat.
Termasuk di dalamnya adalah:1
1. Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil foto toraks mendukung
TB
2. Pasien TB paru BTA negatif dengan tidak ada perbaikan klinis
setelah diberikan antibiotik non-OAT, dan memiliki faktor risiko TB
3. Pasien TB ekstraparu yang terdiagnosis secara klinis maupun
laboratoris dan his-topatologis tanpa konfirmasi bakteriologis
4. TB anak yang terdiagnosis dengan sistem skoring
Kementerian kesehatan mengeluarka pandua alur diagnosis TB di Indonesia
yang dapat dilihat pada gambar 1.1

9
Alur diagnosis TB

10
2.7 Tatalaksana
Obat anti-tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam
pengobatan TB. Pengobatan TB merupakan salah satu upaya paling efisien
untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari bakteri penyebab TB. Tahapan
pengobatan TB terdiri dari 2 tahap1,4
1. Tahap awal (fase intensif)
Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap
ini adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman
yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian
kecil kuman yang mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien
mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua pasien
baru, harus diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya dengan
pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan
sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu pertama.1
2. Tahap lanjutan
Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa-sisa kuman
yang masih ada dalam tubuh, khususnya kuman persisten sehingga
pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan. Durasi
tahap lanjutan selama 4 bulan. Pada fase lanjutan seharusnya obat
diberikan setiap hari.1
Tabel 1. Dosis OAT lini pertama untuk dewasa dengan TB-SO
Dosis harian
Dosis(mg/kgBB) Maksimum (mg)
Isoniazid 5 (4–6) 300
Rifampisin 10 (8–12) 600
Pirazinamid 25 (20–30)
Etambutol 15 (15–20)

Paduan obat standar untuk pasien dengan kasus baru


Pasien dengan kasus baru diasumsikan peka terhadap OAT (TB-SO) kecuali
1. Pasien tinggal di daerah dengan prevalensi tinggi resisten isoniazid
2. Terdapat riwayat kontak dengan pasien TB resistan obat. Pasien kasus
baru seperti ini cenderung memiliki pola resistensi obat yang sama

11
dengan kasus sumber. Pada kasus ini sebaiknya dilakukan uji kepekaan
obat sejak awal pengobatan dan sementara menunggu hasil uji kepekaan
obat maka paduan obat yang berdasarkan uji kepekaan obat kasus
sumber sebaiknya dimulai
Paduan OAT untuk TB-SO di Indonesia adalah 2RHZE/4RH. Pada
tahap awal (fase intensif), pasien diberikan kombinasi 4 obat berupa Rifam-
pisin (R), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) selama 2 bulan
dilanjutkan dengan pemberian Rifampisin (R) dan Isoniazid (H) selama 4
bulan selama tahap lanjutan.4 Jika tidak tersedia paduan obat harian, dapat
dipakai paduan 2RHZE/4R3H3.1
Untuk menunjang kepatuhan berobat, paduan OAT lini pertama
telah dikombinasikan dalam obat kombinasi dosis tetap (KDT). Satu tablet
KDT RHZE untuk fase intensif berisi Rifampisin 150 mg, Isoniazid 75 mg,
Pirazinamid 400 mg, dan Etambutol 275 mg. Sedangkan untuk fase lanjutan
yaitu KDT RH yang berisi Rifampisin 150 mg dan Isoniazid 75 mg
diberikan setiap hari (atau bila tidak tersedia 3 kali seminggu). Jumlah KDT
yang diberikan dapat disesuaikan dengan berat badan pasien. Secara
ringkas, perhitungan dosis pengobatan TB menggunakan OAT KDT dapat
dilihat pada tabel berikut.4
BB (kg) KDT RHZE (150/75/400/275) KDT RH (150/75)
30–37 2 tablet 4 KDT 2 tablet 2 KDT
38–54 3 tablet 4 KDT 3 tablet 2 KDT
≥ 55 4 tablet 4 KDT 4 tablet 2 KDT

Paduan obat standar untuk pasien dengan riwayat pengobatan TB-


SO/OAT lini pertama
Semua pasien dengan riwayat pengobatan OAT harus diperiksa uji
kepekaan OAT pada awal pengobatan. Uji kepekaan dapat dilakukan
dengan metode cepat atau rapid test (TCM, LPA lini 1 dan 2), dan metode
konvensional baik metode padat (LJ), atau metode cair (MGIT).1
Bila terdapat laboratorium yang dapat melakukan uji kepekaan obat
berdasarkan uji molekular cepat dan mendapatkan hasil dalam 1-2 hari

12
maka hasil ini digunakan untuk menentukan paduan OAT pasien. Bila
laboratorium hanya dapat melakukan uji kepekaan obat konvensional
dengan media cair atau padat yang baru dapat menunjukkan hasil dalam
beberapa minggu atau bulan maka daerah tersebut sebaiknya menggunakan
paduan OAT lini pertama sambil menunggu hasil uji kepekaan obat. Pada
daerah tanpa fasilitas biakan, maka pasien TB dengan riwayat pengobatan
diberikan OAT lini 1 sambil dilakukan pengiriman bahan untuk biakan dan
uji kepekaan.1

13
BAB 3

LAPORAN KASUS

A. Identitas
1. Nama : Ny. L
2. Usia/tanggal lahir : 46 tahun/22 September1976
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Asal : Bungo Pasang

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Sesak napas meningkat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
- Sesak napas meningkat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Sesak napas sudah dirasakan sejak 1 minggu sebelum masuk rumah
sakit, sesak tidak menciut, tidak dipengaruhi oleh aktivitas, posisi
dan cuaca, riwayat terbangun malam hari akibat sesak tidak ada
- Batuk sejak 4 bulan yang lalu, tidak berdahak, batuk mulai berdahak
2 hari ini, dahak berwarna kekuningan, sulit dikeluarkan
- Demam hilang timbul sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit,
demam tidak tinggi
- Keringat malam sejak 2 minggu yang lalu
- Mual dan muntah sejak 2 minggu yang lalu, muntah 1-2 kali sehari,
berisi apa yang dimakan
- Nafsu makan menurun sejak 1 bulan yang lalu
- Berat badan menurun, kurang lebih 5 kg dalam 2 minggu ini
- Batuk darah tidak ada
- BAK dan BAB tidak ada keluhan
- Riwayat kontak dengan penderita TB atau orang dengan keluhan
yang sama tidak ada
3. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat TB atau minum OAT tidak ada

14
- Riwayat DM tidak ada
- Riwayat hipertensi tidak ada
- Riwayat keganasan tidak ada
4. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat TB paru tidak ada
- Riwayat DM tidak ada
- Riwayat hipertensi tidak ada
- Riwayat keganasan tidak ada
5. Riwayat Sosial Ekonomi
- Pasien seorang ibu rumah tangga

C. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum: tampak sakit sedang
2. Tanda-tanda vital
a. Nadi: 132 x/menit c. Frekuensi napas: 24 x/menit
b. TD: 178/101 mmHg d. Suhu tubuh: 37 0C
3. BB: 50 kg, TB: 160 cm, IMT: 19,5
4. Kepala: normosefal
5. Mata: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
6. THT: dalam batas normal
7. Leher: KGB tidak membesar
8. Paru
a. Inspeksi
1) Statis: simetris
2) Dinamis: pengembangan dada kiri sama dengan kanan
b. Palpasi
1) Statis: krepitasi (-)
2) Dinamis: fremitus kiri = kanan
c. Perkusi: sonor kiri kanan
d. Auskultasi
1) Kanan: SN vesikular; Rh -/-; Wh -/-
2) Kiri: SN vesikular, Rh -/-; Wh -/-

15
9. Jantung
a. Inspeksi: iktus kordis tidak terlihat
b. Palpasi: iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
c. Perkusi: Batas kiri jantung 1 jari medial LMCS; batas kanan jantung
garis parasternal kanan
d. Auskultasi: S1 S2 regular, murmur (-)
10. Abdomen
a. Inspeksi: distensi (-)
b. Palpasi: supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-)
c. Perkusi: timpani, fenomena papan catur (-)
d. Auskultasi: BU (+) 5-6 kali/menit
11. Ekstremitas: CRT > 2 detik, akral hangat

D. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
(20/1/2023)
a. Darah rutin
Hb: 12,1; Ht: 35%; wbc: 12.100; trombo: 253.000; LED: 130
b. GDS: 283 mg/dL
c. Elektrolit: Na/K/Cl: 129/3,8/86 mmol/L
d. Ur/Cr: 26/1,2 mg/dL
(21/1/2023)
a) GDP: 271 mg/dL
b) SGOT/SGPT: 24/13 U/L
2. EKG

Kesan: Sinus takikardia

16
3. Rontgen toraks

Tampak infiltrat nodular di lapangan paru kiri atas, sudut kostofrenikus


kiri kanan lancip;
Kesan: TB Paru

E. Diagnosis
- Suspek TB Paru
- DM Tipe 2
- Hipertensi grade 2
- Hiponatremia ec low intake

F. Terapi
Di IGD
1. IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
2. Inj seftriakson 2x1 gr
3. Inj Ranitidin 2 x 1 amp
4. Candesartan 1 × 16 mg po
5. Parasetamol 3 × 500 mg po
6. Sliding scale/4 jam

G. Rencana
1. TCM sputum

17
BAB 4

DISKUSI

Telah dirawat pasien wanita usia 46 tahun di bangsal penyakit dalam RSUD
Dr. M. Zein painan pada tanggal 20/1/2023 dengan keluhan utama sesak napas yang
meningkat 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas pasien tidak menciut,
tidak dipengaruhi oleh aktivitas, posisi dan cuaca, riwayat terbangun malam hari
akibat sesak tidak ada; menyingkirkan kemungkinan sesak akibat gangguan di
saluran napas, kavum pleura, dan jantung. Adanya keluhan demam yang hilang tim-
bul disertai batuk, menunjukkan kemungkinan sesak pasien akibat proses infeksi di
paru. Keluhan lain, seperti keringat di malam hari, nafsu makan menurun, adanya
penurunan berat badan serta karakteristik demam yang tidak tinggi dan hilang tim-
bul mengarahkan kecurigaan diagnosis pada TB paru.

Hasil pemeriksaan fisik pasien semuanya dalam batas normal kecuali nadi
(132 kali/menit), TD (178/101 mmHg), dan frekuensi napas (24 kali/menit). Dari
pemeriksaan penunjang didapatkan leukosit 12.100/µL menunjukkan suatu proses
infeksi, LED meningkat yang dapat terjadi akibat proses inflamasi yang terjadi, dan
adanya temuan infiltrat nodular di lapangan paru kiri atas memperkuat dugaan
diagnosis TB paru. Pasien juga didiagnosis dengan DM tipe 2 karena GDS 283
mg/dL dan GDP 271 mg/dL yang ini sesuai dengan kriteria diagnosis DM oleh
PERKENI. Temuan abnormal lainnya adalah Na 129 mmol/L yang diduga akibat
intake pasien yang sulit.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia 2020. Pedoman Nasional


Pelayanan Kedokteran Tatalaksana Tuberkulosis.
2. Adigun R, Singh R. Tuberculosis. StatPearls Publ. Published online 2022.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441916/
3. Ma Z, Lienhardt C, McIlleron H, Nunn AJ, Wang X. Global tuberculosis
drug development pipeline: the need and the reality. Lancet.
2010;375(9731):2100–2109. doi:10.1016/S0140-6736(10)60359-9
4. PDPI. Tuberkulosis. Published online 2021.

19

Anda mungkin juga menyukai