ULKUS PEPTIKUM
Oleh
Preseptor :
Dr. dr. Saptino Miro, Sp. PD-KGEH, FINASIM
Puji syukur penulis ucapkan atas nikmat Allah SWT karena berkat rahmat dan
karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penulisan Clinical Science Session dengan
judul “Ulkus Peptikum”
Penulisan tinjauan kepustakaan ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNAND RSUP DR M. Djamil
Padang. Penulis menyadari bahwa penulisan tinjauan kepustakaan ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi
kesempurnaan tinjauan kepustakaan ini.
Akhirnya izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf pengajar
di bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNAND RSUP DR M. Djamil Padang, khususnya Dr.
dr. Saptino Miro, Sp.PD-KGEH, FINASIM yang telah memberikan bimbingan dalam
menyelesaikan tinjauan kepustakaan ini. Semoga amalan dan kebaikan beliau dapat balasan
dari Allah SWT.
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB 1
PENDAHULUAN
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Ulkus peptikum berasal dari kata “ulkus/ulcer ” yang artinya luka berlubang,
dan kata “peptic” yang mengacu pada suatu masalah yang disebabkan oleh getah
lambung. Ulkus peptikum terjadi pada lapisan saluran pencernaan yang telah
terpapar oleh asam dan enzim-enzim pencernaan, terutama pada lambung dan usus
dua belas jari. 3 Ulkus peptikum adalah putusnya kontinuitas mukosa lambung
yang meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai
ke bawah epitel disebut sebagai erosi, walaupun sering juga disebut sebagai
“ulkus” (misalnya ulkus karena stres).4
Menurut definisi, ulkus peptikum dapat terletak pada setiap bagian saluran
cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu esofagus, lambung, duodenum, dan
setelah gastroenterostomi, juga jejunum. 4 Dua jenis ulkus peptikum yang paling
6
sering ditemukan adalah ulkus gaster dan ulkus duodenum. Nama dari ulkus
mengacu pada lokasi anatomis atau lingkungan di mana ulkus terbentuk. Ulkus
gaster di temukan di gaster, dan ulkus duodenum ditemukan pada beberapa
sentimeter pertama usus halus, tepat di bawah lambung. Pada saat bersamaan
seseorang bisa terkena ulkus gaster dan ulkus duodenum.3
2.2 Anatomi dan fisiologi lambung dan duodenum
Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat
di bawah diafragma. Kapasitas normal lambung adalah 1 sampai 2L. secara
anatomis lambung terbagi atas bagian besar (fundus dan korpus) dan bagian kecil
(antrum pyloricum). Lambung tersusun atas empat lapisan, tunika serosa (lapisan
luar), tunika muskularis (longitudinal, sirkuler, oblik), tunika sub mukosa dan
tunika mukosa. Mukosa tersusun atas lipatan-lipatan longitudinal disebut rugae,
yang memungkinkan terjadinya distensi lambung sewaktu diisi makanan.
Terdapat beberapa kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan menurut bagian
anatomi lambung yang ditempatinya. Kelenjar kardia berada dekat orifisium
kardia dan menyekresikan mucus. Kelenjar fundus atau gastric terletak di fundus
dan pada hampir seluruh korpus lambung. Kelenjar gastric memiliki tiga tipe
utama sel. Sel zimogenik (chief cell) menyekresikan pepsinogen. Pepsinogen
diubah menjadi pepsin dalam suasana asam. Sel parietal menyekresikan asam
hidroklorida (HCL) dan factor intrinsic. Factor intrinsic diperlukan untuk absorbs
vitamin B12 di dalam usus halus. Sel mucus (leher ) ditemukan di leher kelenjar
fundus dan menyekresikan mucus. Hormone gastrin diproduksi oleh sel G yang
terletak pada daerah pylorus lambung. Gastrin merangsang kelenjar gastric untuk
menghasilkan asam lambung dan pepsinogen. Substansi lain yang disekresikan
dalam lambung adalah enzim dan berbagai elektrolit, terutama ion natrium,
kalium, dan klorida. 4
7
Gambar 2. Anatomi dan histologi lambung 6
Duodenum merupakan tabung yang berbentuk huruf C, terlektak retroperitoneal
di belakang abdomen , kecuali bagian superior (intraperitoneal). Panjang
duodenum sekitar 25 cm, terbagi atas empat bagian yaitu bagian superior,
descendens, inferior dan ascendens. Ulkus duodenum biasanya terjadi pada
bagian superior, 5 cm dalam pylorus diakibatkan infeksi H. pylori. Pada ulkus
duodenum bisa terjadi perdarahan masif apabila arteri yang menyuplai pancreas
mengalami erosi karena asam. 4
Gambar 3. Duodenum 6
2.3 Epidemiologi
Penyakit ini terjadi dengan frekuensi paling besar pada individu antara usia
40 dan 60 tahun. Tetapi, relatif jarang pada wanita menyusui, meskipun ini telah
diobservasi pada anak-anak dan bahkan pada bayi. Pria terkenal lebih sering
daripada wanita, tapi terdapat beberapa bukti bahwa insiden pada wanita hampir
sama dengan pria. Setelah menopause, insiden ulkus peptikum pada wanita
hampir sama dengan pria.7
Prevalensi infeksi H. pylori di Negara berkembang lebih tinggi dibandingkan
dengan Negara maju. Prevalensi pada populasi di Negara maju sekitar 30-40%,
8
sedangkan di Negara berkembang mencapai 80-90%. Pada pemeriksaan
endoskopik saluran cerna bagian atas terhadap 1615 pasien dengan dispesia
kronik pada Subbagian Gastroenterologi RS Pendidikan Makasar ditemukan
prevalensi ulkus duodenum sebanyak 14%, ulkus duodenum dan ulkus
peptikum sebanyak 5%, umur terbanyak antara 45-65 tahun dengan
kecenderungan makin tua umur, prevalensi makin meningkat dan perbandingan
antara laki-laki dan perempuan 2:1. Pada pasien dyspepsia kronik tersebut,
terdapat 367 pasien menggunakan NSAIDs ditemukan ulkus peptikum 117 orang
(48,2%); 64 pasien diperiksa H. pylori ditemukan 59,4% pasien positif.3
2.4 Etiologi
Walaupun fakor penyebab yang penting adalah aktivitas pencernaan peptik
oleh getah lambung, namun tedapat bukti yang menunjukkan bahwa banyak factor
yang berperan dalam pathogenesis ulkus peptikum. Misalnya, bakteri H. pylori
dijumpai pada sekitar 90% penderita ulkus duodenum.4 Penyebab ulkus peptikum
lainnya adalah sekresi bikarbonat mukosa, genetic, NSAIDs, gastrinoma
(Sindroma Zollinger-Ellison), alcohol, stress (luka bakar, trauma), refluk empedu,
refluk enzim pancreas, Crohn’s disease, radiasi dan infeksi virus maupun
bakteri.
10
Gambar 4. Skema pembentukan prostaglandin9
Kerusakan mukosa akibat hambatan produksi prostaglandin melalui 4 tahap
yaitu; menurunnya sekresi mucus dan bikarbonat, terganggunya sekresi asam
dan proliferasi sel-sel mukosa, berkurangnya aliran darah mukosa dan kerusakan
mikrovaskuler yang diperberat oleh kerja sama platelet dan mekanisme
koagulasi.1,5,9 Beberapa faktor risiko yang memudahkan terjadinya ulkus
peptikum pada pengguna NSAIDs adalah:
c. Dyspepsia kronik
Pada dyspepsia akibat gangguan motilitas keluhan yang paling menonjol adalah
perasaan kembung, rasa penuh ulu hati setelah makan, cepat merasa kenyang
disertai sendawa. Pada dyspepsia akibat refluks keluhan yang menonjol berupa
perasaan nyeri ulu hati dan rasa terbakar. Pada ulkus peptikum memberikan ciri
keluhan seperti nyeri ulu hati, rasa tidak nyaman disertai muntah. Pada ulkus
duodenum rasa sakit timbul pada waktu pasien merasa lapar, rasa sakit
membangunkan pasien tengah malam, rasa sakit hilang setelah makan dan minum
obat antasida (Hunger Pain Food Relief=HPFR). Rasa sakit ulkus gaster timbul
setelah makan, berbeda dengan ulkus duodenumyang merasa lebih enak setelah
13
makan, rasa sakit ulkus gaster di sebelah kiri dan rasa sakit ulkus duodenum
sebelah kanan garis tengah perut. 1,5,9
Gejala ulkus duodenum memiliki periode remisi dan eksaserbasi, menjadi
tenang dan berminggu-minggu-berbulan-bulan dan kemudian terjadi eksaserbasi
beberapa minggu merupakan gejala khas. Nyeri epigastirum merupakan gejala
yang paling dominan, nyeri seperti rasa terbakar, nyeri rasa lapar, rasa sakit/tidak
nyaman yang menganggu dan tidak terlokalisasi, biasanya terjadi setelah 90
menit- 3 jam post prandial dan nyeri dapat berkurang sementara sesudah makan.
1,5,9
15
Gambar 7. Gambaran endoskopi dan radiologi ulkus gaster11,12
Komplikasi ulkus peptikum menurun setelah adanya obat ARH2, PPI dan
terapi eradikasi bakteri H. pylori. Komplikasi terdiri atas :
1. Perdarahan, insiden perdarahan 15-25%, meningkat pada usia lanjut (>60
tahun) akibat adanya penyakit degenerative dan meningkatnya pemakaian
NSAIDs. Sebagian besar perdarahan spontan, sebagian memerlukan tindakan
endoskopi terapi, bila gagal dilanjutkan dengan terapi operasi (5% pasien
memerlukan transfusi darah). Pantozol/PPI 2amp/100ccNACL 0,9 drips
selama 10 jam secara parenteral dan diteruskan selama beberapa hari dapat
16
menurunkan kejadian perdarahan ulang.1,3,9
2. Perforasi, insidensi 6-7%, hanya 2-3% mengalami perforasi terbuka ke
peritoneum, 10% tanpa keluhan/tanda perforasi dan 10% disertai perdarahan
ulkus dengan mortalitas yang meningkat. Insidensi perforasi pada usia lanjut
karena proses aterosklerosis dan meningkatnya penggunaan NSAIDs.
Perforasi ulkus gaster biasanya ke lobus kiri hati dapat menimbulkan fistula
gastro kolik. Penetrasi adalah suatu bentuk perforasi yang tidak terbuka/tanpa
pengeluaran isi lambung karena tertutup omentum/organ perut sekitar. Terapi
perforasi; dekompresi, pemasangan nasogastric tube, aspirasi cairan lambung,
pasien dipuasakan, diberi nutrisi parenteral total dan pemberian antibiotika
diikuti tindakan operasi. 1,5
3. Stenosis pilorik/gastric outlet obstruction, insidensi 1-2% dari pasien ulkus.
Keluhan pasien akibat obstruksi mekanik berupa cepat kenyang, muntah berisi
makanan tak tercerna, mual, sakit perut setelah makan, berat badan menurun.
Kejadian obstruksi bisa temporer akibat peradangan daerah peripilorik timbul
edema dan spasme. Ini akan membaik, jika peradangan sembuh.
2.9 Penatalaksaan
Ada banyak mitos seputar ulkus. Ulkus tidak disebabkan oleh stress atau
cemas. Ulkus juga tidak disebabkan oleh makanan pedas atau makanan dalam
porsi besar. Beberapa jenis makanan mungkin menyebabkan iritasi pada ulkus
yang sudah terbentuk, namun makanan tidak akan menyebabkan ulkus. 3
Pemberian diet yang mudah dicerna khususnya pada ulkus yang aktif perlu
dilakukan. Mengurangi makanan yang merangsang pengeluaran asam
lambung/pepsin, makanan yang merangsang timbulnya nyeri dan zat-zat lain yang
dapat menganggu pertahanan mukosa gastroduodenal perlu diperhatikan.1
Pada umumnya manajemen atau pengobatan ulkus peptikum dilakukan secara
medikamentosa, sedangkan cara pembedahan dilakukan apabila terjadi
komplikasi seperti perforasi, obstruksi dan perdarahan yang tidak dapat diatasi.5
Tujuan terapi adalah ; 1) menghilangkan keluhan, 2) menyembuhkan/
memperbaiki kesembuhan ulkus, 3) mencegah kekambuhan/rekurensi dan 4)
mencegah komplikasi. Walaupun ulkus gaster dan ulkus duodenum sedikit
17
berbeda dalam patofisiologi tetapi respon terhadap terapi sama. Ulkus gaster
biasanya lebih besar, akibatnya memerlukan waktu terapi yang lebih lama. Untuk
pengobatan ulkus gaster sebaiknya dilakukan biopsy untuk menyingkirkan adanya
suatu keganasan.1,3,5,
a. Terapi ulkus dengan kausa H. pilori
Eradikasi merupakan tujuan utama dalam terapi. Walaupun antibiotic
mungkin cukupuntuk terapi, namun kombinasi dengan penghambat pompa
proton (PPI) dengan dua jenis antibiotic merupakan cara pilihan. Kombinasi
tersebut :
PPI 2x1 + amoksisilin 2x1 g/hari + klaritromisin 2x500mg
PPI 2x1 + amoksisilin 2x1 g/hari + metronidazole 2x500mg
PPI 2x1 + klaritromisin 2x500mg + metronidazole 2x500mg
Jenis preparat dan kemasan PPI yang tersedia : Omeprazol 20mg, rabeprazol
10 mg, pantoprazol 40mg, lanzoprazol 30mg, dan esomeprazol magnesium
20/40mg. 1,3,5
b. Terapi ulkus dengan H. pylori disertai NSAIDs
Eradikasi H. pylori sebagai tindakan utama, bila mungkin pengobatan
NSAIDs dihentikan atau diganti dengan obat NSAIDs spesifik COX 2
inhibitor. PPI diberikan untuk meningkatkan pH lambung di atas 4.
Penggunaan NSAIDs terus menerus setelah eradikasi H. pylori perlu
diberikan PPI sebagai upaya pencegahan terjadinya komplikasi. 1,3,5
c. Terapi ulkus akibat NSAIDs
Penggunaan NSAIDs terutama memblok kerja COX-1 akan meningkatkan
kelainan structural gastroduodenal. Oleh karena itu penggunaan NSAIDs
pada pasien-pasien dengan kelainan musculoskeletal yang lama harus
disertai dengan obat-obatan yang menekan produksi asam lambung seperti
antagonis reseptor H2 (H2RA) atau PPI dan diupayakan pH lambung di atas
4 atau dengan menggunakan obat sintetik prostaglandin (misoprostol
200µg/hari) sebagai sitoprotektif apabila penggunaan NSAIDs tidak bisa
dihentikan. 1,3,5
d. Terapi ulkus non-H. pilori dan non-NSAIDs
Pada ulkus yang hanya disebabkan oleh peningkatan asam lambung, maka
18
terapi dilakukan dengan memberikan obat yang dapat menetralisir asam
lambung dalam lumen atau obat yang menekan produksi asam lambung.
Antasida, dapat menyembuhkan ulkus namun dosis biasanya lebih tinggi
dan digunakan dalam jangka waktu lebih lama dan lebih sering (7x sehari,
dosis 1008mEq/hari) dengan komplikasi diare yang mungkin terjadi. 1,5
H2 receptor Antagonist (H2RA), berperan dalam menghambat pengaruh
histamine sebagai mediator untuk sekresi asam melalui reseptor histamin-
2 pada sel parietal,tetapi kurang berpengaruh terhadap sekresi asam
melalui pengaruh kolinergik atau gastrin postprandial. Beberapa jenis
preparat yang dapat digunakan seperti ; cimetidin 2x400mg/hari, atau
1x800mg pada malam hari, ranitidine diberikan 300mg sebelum tidur
malam atau 2x150mg/hari, famotidin diberikan 40mg sebelum tidur malam
atau 2x20 mg/hari. Masing-masing diberikan selama 8-12 minggu dengan
penyembuhan sekitar 90%.1,5
Proton pump inhibitor (PPI), merupakan obat pilihan untuk ulkus
peptikum, diberikan sekali sehari sebelum sarapan pagi atau jika perlu 2
kali sehari sebelum makan pagi dan makan malam, selama 4minggu
dengan tingkat penyembuhan di atas 90%.1,5
Obat lain selain sukralfat 2x2gr sehari, atau 4x1 sehari berfungsi menutup
permukaan ulkus sehingga menghindari iritasi/pengaruh asam-pepsin dan
garam empedu, dan disamping itu mempunyai efek tropic. 1,5
19
BAB 3
KESIMPULAN
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Tarigan, P., Tukak Gaster, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
editor Aru W. Sudoyo, dkk., Edisi IV, FKUI, 2007.
2. Efendi, R., et. al., Level of Gastrin Serum and Ulcer Size on Gastric Ulcer
Correlated to Helicobacter pylori Infection, Division of Gastroentero-
hepatology, Department of Internal Medicine Adam Malik Hospital, Medan.,
Vol: 10, Number 3, December 2009.
3. Schafer, T.W., Peptic Ulcer Disease, The American College of
Gastroenterology, Bethesda, Maryland., 2008, www.acg.gi.org, diakses 15
juli 2010.
4. Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit, edisi 6, Jakarta: Penerbit EGC, 2006.
5. Akil, H.A.M, Tukak duodenum, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam,editor Aru W. Sudoyo, dkk., Edisi IV, FKUI, 2007.
6. www.emedicine.com , diakses 16 juli 2010.
7. Shayne, P., Gastritis and Peptic Ulcer Disease, Department of Emergency
Medicine, Emory University School of Medicine, 2009, www.emedicine.org
diakses 15 juli 2010.
8. Mirkin, G., Helicobacter and stomach ulcers, www.drmirkin.com diakses 16
juli 2010
9. Harrison’s., Principle of Internal Medicine, 16th edition, editors Kasper, D.L.,
et. al., McGarw-Hills Companies, New York, 2005.
10. www.mwedscape.com , diakses 19 juli 2010.
11. www.johnhopkins.com , diakses 19 juli 2010
22
23
24
25