Anda di halaman 1dari 25

Clinical Science Session

ULKUS PEPTIKUM

Oleh

Sarah Nabila 1810313023


Rifqah Wardah Astarini 1810313043

Preseptor :
Dr. dr. Saptino Miro, Sp. PD-KGEH, FINASIM

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERISTAS ANDALAS
PADANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas nikmat Allah SWT karena berkat rahmat dan
karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penulisan Clinical Science Session dengan
judul “Ulkus Peptikum”

Penulisan tinjauan kepustakaan ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNAND RSUP DR M. Djamil
Padang. Penulis menyadari bahwa penulisan tinjauan kepustakaan ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi
kesempurnaan tinjauan kepustakaan ini.

Akhirnya izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf pengajar
di bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNAND RSUP DR M. Djamil Padang, khususnya Dr.
dr. Saptino Miro, Sp.PD-KGEH, FINASIM yang telah memberikan bimbingan dalam
menyelesaikan tinjauan kepustakaan ini. Semoga amalan dan kebaikan beliau dapat balasan
dari Allah SWT.

Padang, Februari 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... 2


BAB 1 ............................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ............................................................................................................ 4
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 4
1.2 Tujuan Penulisan ................................................................................................... 5
1.3 Batasan Masalah .................................................................................................... 5
1.4 Metode Penulisan ................................................................................................... 5
BAB 2 ............................................................................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................. 6
2.1Definisi .................................................................................................................... 6
2.2 Anatomi dan fisiologi lambung dan duodenum ............................................. 7
2.3 Epidemiologi ......................................................................................................... 8
2.4 Etiologi ................................................................................................................... 9
2.5 Patogenesis ........................................................................................................... 10
2.6 Gejala Klinis......................................................................................................... 13
2.7 Diagnosis dan diagnosis banding ......................................................................... 15
2.8 Komplikasi ulkus peptikum ............................................................................ 16
2.9 Penatalaksaan ...................................................................................................... 17
BAB 3 ............................................................................................................................ 20
KESIMPULAN ............................................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 22

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ulkus peptikum masih merupakan masalah kesehatan yang penting. Ulkus
peptikum insidennya cukup tinggi di Amerika Serikat, dengan 4 juta penduduk
terdiagnosis setiap tahunnya. Sekitar 2030% dari prevalensi ulkus ini terjadi akibat
pemakaian Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) terutama yang nonselektif.
OAINS digunakan secara kronis pada penyakit penyakit yang didasara inflamasi
kronis seperti osteoathritis. Pemakaian kronis ini semakin meningkatkan risiko
terjadi ulkus peptikum.
Pada lambung normal, terdapat dua mekanisme yang bekerja dan
mempengaruhi kondisi lambung, yaitu faktor pertahanan (defense) lambung dan
faktor perusak (aggressive) lambung. Kedua faktor ini, bekerja secara seimbang,
sehingga lambung tidak mengalami kerusakan/ luka. Faktor perusak lambung
meliputi (1) faktor perusak endogen/ berasal dari dalam lambung sendiri antara lain
HCL, pepsin dan garam empedu; (2) faktor perusak eksogen, misalnya (obat-obatan,
alkohol dan bakteri). Faktor pertahanan lambung tersedia untuk melawan atau
mengimbangi kerja dari faktor tersebut diatas. Faktor/ sistem pertahanan pada
lambung, meliputi lapisan (1) pre-epitel; (2) epitel; (3) post epitel.
Apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua faktor diatas, baik faktor
pertahanan yang melemah ataupun faktor perusak yang semakin kuat, dapat
mengakibatkan kerusakan pada sel-sel lambung, yang pada akhirnya akan
membentuk ulkus lambung/ peptikum. Pemberian paparan eksogen yang berlebihan
seperti kortikostreroid. OAINS dan kafein dapat memicu ulkus lambung. Lambung
memiliki mekanisme penyembumbuhan ulkus. Mekanisme ini merupakan suatu
proses kompleks yang melibatkan migrasi sel, poliferasi, reepilitasi, angiogenesisi
dan deposisi matriks yang selanjutnya akan membentuk jaringan parut.
Lambung sebagai reservoir/lumbung makanan berfungsi menerima
makanan dan minuman, menggiling, mencampur dan mengosongkan makanan ke
dalam duodenum. Lambung yang selalu berhubungan dengan semua jenis
makanan, minuman, obat-obatan akan mengalami iritasi kronik. Lambung
dilindungi oleh terhadap faktor iritan oleh lapisan mucus dan epitel. Namun
beberapa faktor iritan seperti makanan, minuman, NSAIDs, alkohol dan empedu
dapat menimbulkan defek lapisan mucus dan difusi balik ion H+ sehingga timbul
gastritis dan ulkus gaster. 1
Ulkus peptikum merupakan masalah pada banyak pasien di Amerika Serikat.
Dalam satu tahun frekuensi ulkus peptikum di AS adalah 1,8% atau 4,5 juta orang.
Di negara lain ulkus peptikum mempunyai insidensi yang berbeda. Penyebab
4
utama terjadinya ulkus adalah inflamasi kronik akibat H. pylori yang berkoloni di
mukosa antrum dan gastrin yang menstimulasi produksi asam lambung oleh sel
parietal. 2
1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan clinical science session ini adalah untuk menambah


pengetahuan tentang etiologi, epidemiologi, pathogenesis, gejala klinik, diagnosis,
diagnosis banding, tatalaksana, dan prognosis dari ulkus peptikum.

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah CSS ini yaitu definisi, etiologi, epidemiologi, pathogenesis,


gejala klinik, diagnosis, diagnosis banding, tatalaksana, dan prognosis dari ulkus
peptikum.

1.4 Metode Penulisan

Penulisan CSS ini menggunakan metode penulisan tinjauan kepustakaan


merujuk pada berbagai literatur.

5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Ulkus peptikum berasal dari kata “ulkus/ulcer ” yang artinya luka berlubang,
dan kata “peptic” yang mengacu pada suatu masalah yang disebabkan oleh getah
lambung. Ulkus peptikum terjadi pada lapisan saluran pencernaan yang telah
terpapar oleh asam dan enzim-enzim pencernaan, terutama pada lambung dan usus
dua belas jari. 3 Ulkus peptikum adalah putusnya kontinuitas mukosa lambung
yang meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai
ke bawah epitel disebut sebagai erosi, walaupun sering juga disebut sebagai
“ulkus” (misalnya ulkus karena stres).4

Secara anatomis ulkus peptikum didefinisikan sebagai suatu defek


mukosa/submukosa yang berbatas tegas dapat menembus muskularis mukosa
sampai lapisan serosa sehingga dapat terjadi perforasi. Secara klinis, suatu ulkus
adalah hilangnya epitel superficial atau lapisan lebih dalam dengan diameter ≥
5mm yang dapat diamati secara endoskopis atau radiologis.3

Gambar 1. Ulkus peptikum3

Menurut definisi, ulkus peptikum dapat terletak pada setiap bagian saluran
cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu esofagus, lambung, duodenum, dan
setelah gastroenterostomi, juga jejunum. 4 Dua jenis ulkus peptikum yang paling
6
sering ditemukan adalah ulkus gaster dan ulkus duodenum. Nama dari ulkus
mengacu pada lokasi anatomis atau lingkungan di mana ulkus terbentuk. Ulkus
gaster di temukan di gaster, dan ulkus duodenum ditemukan pada beberapa
sentimeter pertama usus halus, tepat di bawah lambung. Pada saat bersamaan
seseorang bisa terkena ulkus gaster dan ulkus duodenum.3
2.2 Anatomi dan fisiologi lambung dan duodenum

Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat
di bawah diafragma. Kapasitas normal lambung adalah 1 sampai 2L. secara
anatomis lambung terbagi atas bagian besar (fundus dan korpus) dan bagian kecil
(antrum pyloricum). Lambung tersusun atas empat lapisan, tunika serosa (lapisan
luar), tunika muskularis (longitudinal, sirkuler, oblik), tunika sub mukosa dan
tunika mukosa. Mukosa tersusun atas lipatan-lipatan longitudinal disebut rugae,
yang memungkinkan terjadinya distensi lambung sewaktu diisi makanan.
Terdapat beberapa kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan menurut bagian
anatomi lambung yang ditempatinya. Kelenjar kardia berada dekat orifisium
kardia dan menyekresikan mucus. Kelenjar fundus atau gastric terletak di fundus
dan pada hampir seluruh korpus lambung. Kelenjar gastric memiliki tiga tipe
utama sel. Sel zimogenik (chief cell) menyekresikan pepsinogen. Pepsinogen
diubah menjadi pepsin dalam suasana asam. Sel parietal menyekresikan asam
hidroklorida (HCL) dan factor intrinsic. Factor intrinsic diperlukan untuk absorbs
vitamin B12 di dalam usus halus. Sel mucus (leher ) ditemukan di leher kelenjar
fundus dan menyekresikan mucus. Hormone gastrin diproduksi oleh sel G yang
terletak pada daerah pylorus lambung. Gastrin merangsang kelenjar gastric untuk
menghasilkan asam lambung dan pepsinogen. Substansi lain yang disekresikan
dalam lambung adalah enzim dan berbagai elektrolit, terutama ion natrium,
kalium, dan klorida. 4

7
Gambar 2. Anatomi dan histologi lambung 6
Duodenum merupakan tabung yang berbentuk huruf C, terlektak retroperitoneal
di belakang abdomen , kecuali bagian superior (intraperitoneal). Panjang
duodenum sekitar 25 cm, terbagi atas empat bagian yaitu bagian superior,
descendens, inferior dan ascendens. Ulkus duodenum biasanya terjadi pada
bagian superior, 5 cm dalam pylorus diakibatkan infeksi H. pylori. Pada ulkus
duodenum bisa terjadi perdarahan masif apabila arteri yang menyuplai pancreas
mengalami erosi karena asam. 4

Gambar 3. Duodenum 6

2.3 Epidemiologi

Penyakit ini terjadi dengan frekuensi paling besar pada individu antara usia
40 dan 60 tahun. Tetapi, relatif jarang pada wanita menyusui, meskipun ini telah
diobservasi pada anak-anak dan bahkan pada bayi. Pria terkenal lebih sering
daripada wanita, tapi terdapat beberapa bukti bahwa insiden pada wanita hampir
sama dengan pria. Setelah menopause, insiden ulkus peptikum pada wanita
hampir sama dengan pria.7
Prevalensi infeksi H. pylori di Negara berkembang lebih tinggi dibandingkan
dengan Negara maju. Prevalensi pada populasi di Negara maju sekitar 30-40%,

8
sedangkan di Negara berkembang mencapai 80-90%. Pada pemeriksaan
endoskopik saluran cerna bagian atas terhadap 1615 pasien dengan dispesia
kronik pada Subbagian Gastroenterologi RS Pendidikan Makasar ditemukan
prevalensi ulkus duodenum sebanyak 14%, ulkus duodenum dan ulkus
peptikum sebanyak 5%, umur terbanyak antara 45-65 tahun dengan
kecenderungan makin tua umur, prevalensi makin meningkat dan perbandingan
antara laki-laki dan perempuan 2:1. Pada pasien dyspepsia kronik tersebut,
terdapat 367 pasien menggunakan NSAIDs ditemukan ulkus peptikum 117 orang
(48,2%); 64 pasien diperiksa H. pylori ditemukan 59,4% pasien positif.3
2.4 Etiologi
Walaupun fakor penyebab yang penting adalah aktivitas pencernaan peptik
oleh getah lambung, namun tedapat bukti yang menunjukkan bahwa banyak factor
yang berperan dalam pathogenesis ulkus peptikum. Misalnya, bakteri H. pylori
dijumpai pada sekitar 90% penderita ulkus duodenum.4 Penyebab ulkus peptikum
lainnya adalah sekresi bikarbonat mukosa, genetic, NSAIDs, gastrinoma
(Sindroma Zollinger-Ellison), alcohol, stress (luka bakar, trauma), refluk empedu,
refluk enzim pancreas, Crohn’s disease, radiasi dan infeksi virus maupun
bakteri.

Penyebab utama ulkus peptikum yang paling penting adalah infeksi H.


pylori dan NSAIDs. H. pylori merupakan bakteri yang hidup dalam lambung
orang yang terinfeksi.1,2 Penemuan mengenai pathogenesis ulkus akibat infeksi
H. pylori merupakan suatu penemuan medis penting pada akhir abad 20, oleh dr.
BarryMarshall dan dr. J. Robin Warren yang dihadiahi nobel atas penemuannya.3
NSAIDs merupakan salah satu obat yang sering digunakan sebagai analgesik.
Terdapat beberapa macam NSAIDs yang beredar dipasaran seperti ; aspirin,
ibuprofen, naproxen, ketorolac dan oxaprozin. Karena NSAIDs sangat umum
digunakan dan mudah didapat tanpa resep dokter, NSAIDs sangat sering
menyebabkan terjadinya ulkus peptikum karena dapat menganggu kemampuan
lambung dan duodenum untuk proteksi dari asam lambung dan juga
menganggu proses pembekuan darah. Hal ini memberikan peranan penting
dalam terjadinya perdarahan. Pada pasien yang mengkonsumsi NSAIDs dalam
jangka panjang maupun dalam jumlah yang besar, mempunyai risiko yang kebih
9
tinggi untukterjadinya ulkus. 3, 5
2.5 Patogenesis
Patogenesis ulkus peptikum terjadi akibat multifaktor yang menyebabkan
7
terjadinya ketidakseimbangan antara faktor agresif dan faktor defensif. Faktor
agresif terbagi menjadi faktor agresif endogen (HCl, pepsinogen/pepsin, garam
empedu) dan faktor agresif eksogen (obat-obatan, alcohol, infeksi). Faktor
defensif meliputi mucus, bikarbonat, dan prostaglandin. 1,7 Keadaan lingkungan
dan individu juga memberikan kontribusi dalam terjadinya ulkus yang
mengakibatkan terjadinya peningkatan sekresi asam lambung atau melemahnya
barier mukosa. Faktor lingkungan meliputi penggunaan NSAIDs, rokok, alcohol
dan emosi serta stress psikis. Faktor individu berupa H. Pylori dan infeksi lainnya
yang menyebabkan hipersekresi seperti pada sindrom Zollinger-Ellison. 3,7

Penggunaan NSAIDs merupakan penyebab yang paling sering yang


menyebabkan kerusakan mukosa dan perdarahan, dan diperkirakan hingga 30%
pengkonsumsi regular NSAIDs mengalami satu ulkus bahkan lebih. Pengguna
NSAIDs memiliki risiko empat kali lipat untuk terjadinya komplikasi perdarahan.7
Pemakaian NSAIDs bukan hanya menyebabkan kerusakan struktural pada
gastroduodenal, tetapi juga pada usus halus dan usus besar berupa inflamasi,
ulserasi, atau perforasi. Patogenesis terjadinya kerusakan mukosa terutama
gastroduodenal adalah akibat efek toksik/iritasi langsung pada mukosa yang
menangkap NSAIDs yang bersifat asam sehingga terjadi kerusakan epitel dalam
berbagai tingkat, namun efek utama NSAIDs adalah menghambat kerja dari
enzimsiklooksigenase (COX) pada asam arakidonat sehingga menekan produksi
prostaglandin yang berfungsi dalam memelihara keutuhan mukosa dengan
mengatur aliran darah mukosa, proliferasi sel-sel epitel, sekresi mucus dan
bikaronat,mengatur fungsi imunosit mukosa serta sekresi basal asam
lambung.1,5,8,9

10
Gambar 4. Skema pembentukan prostaglandin9
Kerusakan mukosa akibat hambatan produksi prostaglandin melalui 4 tahap
yaitu; menurunnya sekresi mucus dan bikarbonat, terganggunya sekresi asam
dan proliferasi sel-sel mukosa, berkurangnya aliran darah mukosa dan kerusakan
mikrovaskuler yang diperberat oleh kerja sama platelet dan mekanisme
koagulasi.1,5,9 Beberapa faktor risiko yang memudahkan terjadinya ulkus
peptikum pada pengguna NSAIDs adalah:

a. Umur tua (> 60 tahun)

b. Riwayat adanya tukak peptic sebelumnya

c. Dyspepsia kronik

d. Intoleransi terhadapa penggunakan NSAIDs

e. Jenis, obat dan lamanya penggunaan NSAIDs

f. Penggunaan secara bersamaan dengan kortikosteroid, antikoagulan dan


penggunaan 2 jenis NSAIDs bersamaan

g. Penyakit penyerta lainnya.5

H. pylori merupakan bakteri gram negative mikroaerophilic, berbentuk spiral


pendek /S shape, hidup dalam suasana asam dalam lambung dan duodenum
dengan ukuran panjang 3µm dan diameter 5µm, mempunyai satu atau lebih flagel
11
pada ujungnya. Bila terjadi infeksi, maka bakteri ini akan melekat pada
permukaan epitel dengan bantuan adhesin.2,7 Infeksi H. pylori merupakan
penyebab utama ulkus peptikum di Negara berkembang. H. pylori hidup di lapisan
dalam mukosa, terutama mukosa antrum menyebabkan kelemahan pada sistem
pertahanan mukosa dengan mengurangi ketebalan lapisan mukosa dengan
melepaskan berbagai macam enzim seperti urease, lipase, protease dan posfolipase
dan mengeluarkan berbagai macam sitotoksin (vacuolating cytotxin/ Vac A gen)
yang dapat menyebabkan vakuolisasi sel-sel epitel. Urease dapat memecah urea
dalam lambung menjadi amonia yang toksik terhadap sel-sel epitel, sedangkan
protease dan fosfolipase A2 menekan sekresi mucus yang menyebabkan daya
tahan mukosa menurun, merusak lapisan yang kaya lipid pada apical sel epitel
dan melalui kerusakan sel-sel ini asam lambung berdifusi balik menyebabkan
nekrosis yang lebih luas sehingga terjadi ulkus peptikum. 2,5,7,8,9

Gambar 5. Bakteri H.pylori10


H. pylori yang terkonsentrasi dalam antrum mengakibatkan antrum
predominant gastritis sehingga terjadi kerusakan pada sel D yang mengeluarkan
stomatostatin, yang berfungsi mengerem produksi gastrin. Akibatnya produksi
gastrin meningkat dan merangsang sel parietal mengeluarkan asam lambung yang
berlebihan. Asam lambung masuk ke duodenum sehingga keasaman meningkat
1,5
menyebabkan duodenitis yang berlanjut menjadi ulkus duodenum. Asam
lambung yang tinggi dalam duodenum mengakibatkan gastric metaplasia yang
12
dapat merupakan tempat hidup H. pylori dan sekaligus dapat memproduksi asam
sehingga lebih menambah keasaman dalam duodenum. Keasaman yang tinggi
akan menekan produksi mucus dan bikarbonat, menyebabkan daya tahan mukosa
lebih menurun dan mempermudah terbentuknya ulkus duodenum.2,5,8,9

Gambar 6. Proses infeksi H. pylori11


2.6 Gejala Klinis
Secara umum pasien ulkus peptikum biasanya mengeluh dyspepsia.
Dyspepsia adalah suatu sindroma klinik/kumpulan keluhan beberapa penyakit
saluran cerna seperti mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa, rasa
terbakar, rasa penuh ulu hati dan cepat merasa kenyang. Dyspepsia secara klinis
dibagi atas : 1) dyspepsia akibat gangguan motilitas, 2) dyspepsia akibat ulkus, 3)
dyspepsia akibat refluks, 4) dyspepsia tidak spesifik.1,5,9

Pada dyspepsia akibat gangguan motilitas keluhan yang paling menonjol adalah
perasaan kembung, rasa penuh ulu hati setelah makan, cepat merasa kenyang
disertai sendawa. Pada dyspepsia akibat refluks keluhan yang menonjol berupa
perasaan nyeri ulu hati dan rasa terbakar. Pada ulkus peptikum memberikan ciri
keluhan seperti nyeri ulu hati, rasa tidak nyaman disertai muntah. Pada ulkus
duodenum rasa sakit timbul pada waktu pasien merasa lapar, rasa sakit
membangunkan pasien tengah malam, rasa sakit hilang setelah makan dan minum
obat antasida (Hunger Pain Food Relief=HPFR). Rasa sakit ulkus gaster timbul
setelah makan, berbeda dengan ulkus duodenumyang merasa lebih enak setelah

13
makan, rasa sakit ulkus gaster di sebelah kiri dan rasa sakit ulkus duodenum
sebelah kanan garis tengah perut. 1,5,9
Gejala ulkus duodenum memiliki periode remisi dan eksaserbasi, menjadi
tenang dan berminggu-minggu-berbulan-bulan dan kemudian terjadi eksaserbasi
beberapa minggu merupakan gejala khas. Nyeri epigastirum merupakan gejala
yang paling dominan, nyeri seperti rasa terbakar, nyeri rasa lapar, rasa sakit/tidak
nyaman yang menganggu dan tidak terlokalisasi, biasanya terjadi setelah 90
menit- 3 jam post prandial dan nyeri dapat berkurang sementara sesudah makan.
1,5,9

Pada beberapa pasien, ulkus tidak memberikan gejala/asimptomatik. Gejala


ulkus yang penting adalah perdarahan dan nyeri. Namun, tidak semua nyeri
abdomen merupakan ulkus. Perdarahan ulkus bisa terjadi lambat dan tidak
disadari, namun juga bisa merupakan ancaman langsung. Pada perdarahan ulkus
yang lambat bisa memberikan gejala berupa anemia. Gejala anemia berupa
fatigue, kulit pucat dan sesak terutama saat aktivitas. Perdarahan yang terjadi
secara cepat bisa menimbulkan gejala berupa melena, feses kental hitam seperti
tar, atau dalam jumlah besar bisa memberikan gejala merah gelap atau merah
maroon. Pada perdarahan biasanya diikuti dengan muntah berwarna hitam (coffee
grounds). Perdarahan yang masif merupakan suatu kegawatdaruratan, sehingga
diperlukan penanganan yang cepat. 3
Sepuluh persen dari ulkus peptikum terutama akibat NSAIDs menimbulkan
komplikasi perdarahan tanpa adanya keluhan nyeri sebelumnya. Tinja berwarna
seperti teer (melena) harus diwaspadai sebagai suatu perdarahan ulkus. Pada
dispepsia kronik, sebagai pedoman untuk membedakan antara dyspepsia
fungsional dan dyspepsia organik dapat ditemukan gejala peringatan (alarm sign)
berupa : 1,5,9
 Umur > 45-50 tahun keluhan muncul pertama kali
 Adanya perdarahan hematemesis/melena
 BB menurun > 10%
 Anoreksia/cepat kenyang
 Riwayat ulkus peptikum sebelumnya
 Muntah yang persisten
14
 Anemia yang tidak diketahui sebabnya5
Pada pemeriksaan fisik tidak banyak tanda fisisk yang didapatkan, selain
kemungkinan berupa nyeri tekan epigastrium, kecuali bila sudah terjadi
komplikasi. 5
2.7 Diagnosis dan diagnosis banding
Diagnosis ulkus peptikum ditegakkan berdasarkan : 1) pengamatan klinis,
dyspepsia, kelainan fisik yang dijumpai, 2) hasil pemeriksaan penunjang
(radiologi dan endoskopi), 3) hasil biosi untuk pemeriksaan CLO, histopatologi
kuman H. pylori. Diagnosis banding untuk ulkus peptikum adalah ; 1) dyspepsia
non ulkus,
2) dyspepsia fungsional, 3) tumor lambung/saluran cerna bagian atas 4) GERD, 5)
Penyakit vascular, 6) penyakit pankreatobilier dan 7) penyakit gastroduodenal
Crohn’s.1,5
Ada dua cara untuk mendiagnosis ulkus. Pertama, disebut sebagai “upper GI
series”, dimana pasien diminta untuk menelan barium, kemudian difoto dengan
x- ray untuk melihat mukosa lambung. Kedua, disebut sebagai “EGD
(EsophagoGastro Duodenoscopy)” , disebut juga “upper endoscopy”, untuk
melihat secara langsung mukosa lambung dan duodenum. 3 Disamping itu, untuk
memastikan diagnosa keganasan ulkus gaster harus dilakukan pemeriksaan
histopatologi, sitologi brushing dengan biopsy melalui endoskopi. Biopsy diambil
dari pinggiran dasar ulkus, dengan ditemukannya bakteri H. pylori sebagai etiologi
ulkus peptikum maka dianjurkan pemeriksaan ter CLO, serologi, UBT
denganbiopsi melalui endoskopi.1,5

Gambaran radiologi ulkus berupa crater/kawah dengan batas jelas disertai


lipatan mukosa yang teratur keluar dari pinggiran ulkus dan niche dan
gambaran suatu proses keganasan lambung yang biasa dijumpai adalah gambaran
filling defect. Gambaran endoskopi untuk suatu ulkus jinak berupa luka terbuka
dengan pinggiran teratur, mukosa licin dan normal disertai lipatan yang teratur
keluar dari pinggiran ulkus. Karena tingginya kejadian keganasan pada ulkus
gaster (70%) maka dianjurkan untuk dilakukan biopsy dan endoskopi ulang
setelah 8-12 minggu terapi eradikasi. 1,9

15
Gambar 7. Gambaran endoskopi dan radiologi ulkus gaster11,12

Gambar 8. Gambaran endoskopi dan radiologi ulkus duodenum11,12

2.8 Komplikasi ulkus peptikum

Komplikasi ulkus peptikum menurun setelah adanya obat ARH2, PPI dan
terapi eradikasi bakteri H. pylori. Komplikasi terdiri atas :
1. Perdarahan, insiden perdarahan 15-25%, meningkat pada usia lanjut (>60
tahun) akibat adanya penyakit degenerative dan meningkatnya pemakaian
NSAIDs. Sebagian besar perdarahan spontan, sebagian memerlukan tindakan
endoskopi terapi, bila gagal dilanjutkan dengan terapi operasi (5% pasien
memerlukan transfusi darah). Pantozol/PPI 2amp/100ccNACL 0,9 drips
selama 10 jam secara parenteral dan diteruskan selama beberapa hari dapat

16
menurunkan kejadian perdarahan ulang.1,3,9
2. Perforasi, insidensi 6-7%, hanya 2-3% mengalami perforasi terbuka ke
peritoneum, 10% tanpa keluhan/tanda perforasi dan 10% disertai perdarahan
ulkus dengan mortalitas yang meningkat. Insidensi perforasi pada usia lanjut
karena proses aterosklerosis dan meningkatnya penggunaan NSAIDs.
Perforasi ulkus gaster biasanya ke lobus kiri hati dapat menimbulkan fistula
gastro kolik. Penetrasi adalah suatu bentuk perforasi yang tidak terbuka/tanpa
pengeluaran isi lambung karena tertutup omentum/organ perut sekitar. Terapi
perforasi; dekompresi, pemasangan nasogastric tube, aspirasi cairan lambung,
pasien dipuasakan, diberi nutrisi parenteral total dan pemberian antibiotika
diikuti tindakan operasi. 1,5
3. Stenosis pilorik/gastric outlet obstruction, insidensi 1-2% dari pasien ulkus.
Keluhan pasien akibat obstruksi mekanik berupa cepat kenyang, muntah berisi
makanan tak tercerna, mual, sakit perut setelah makan, berat badan menurun.
Kejadian obstruksi bisa temporer akibat peradangan daerah peripilorik timbul
edema dan spasme. Ini akan membaik, jika peradangan sembuh.

2.9 Penatalaksaan
Ada banyak mitos seputar ulkus. Ulkus tidak disebabkan oleh stress atau
cemas. Ulkus juga tidak disebabkan oleh makanan pedas atau makanan dalam
porsi besar. Beberapa jenis makanan mungkin menyebabkan iritasi pada ulkus
yang sudah terbentuk, namun makanan tidak akan menyebabkan ulkus. 3
Pemberian diet yang mudah dicerna khususnya pada ulkus yang aktif perlu
dilakukan. Mengurangi makanan yang merangsang pengeluaran asam
lambung/pepsin, makanan yang merangsang timbulnya nyeri dan zat-zat lain yang
dapat menganggu pertahanan mukosa gastroduodenal perlu diperhatikan.1
Pada umumnya manajemen atau pengobatan ulkus peptikum dilakukan secara
medikamentosa, sedangkan cara pembedahan dilakukan apabila terjadi
komplikasi seperti perforasi, obstruksi dan perdarahan yang tidak dapat diatasi.5
Tujuan terapi adalah ; 1) menghilangkan keluhan, 2) menyembuhkan/
memperbaiki kesembuhan ulkus, 3) mencegah kekambuhan/rekurensi dan 4)
mencegah komplikasi. Walaupun ulkus gaster dan ulkus duodenum sedikit

17
berbeda dalam patofisiologi tetapi respon terhadap terapi sama. Ulkus gaster
biasanya lebih besar, akibatnya memerlukan waktu terapi yang lebih lama. Untuk
pengobatan ulkus gaster sebaiknya dilakukan biopsy untuk menyingkirkan adanya
suatu keganasan.1,3,5,
a. Terapi ulkus dengan kausa H. pilori
Eradikasi merupakan tujuan utama dalam terapi. Walaupun antibiotic
mungkin cukupuntuk terapi, namun kombinasi dengan penghambat pompa
proton (PPI) dengan dua jenis antibiotic merupakan cara pilihan. Kombinasi
tersebut :
 PPI 2x1 + amoksisilin 2x1 g/hari + klaritromisin 2x500mg
 PPI 2x1 + amoksisilin 2x1 g/hari + metronidazole 2x500mg
 PPI 2x1 + klaritromisin 2x500mg + metronidazole 2x500mg
Jenis preparat dan kemasan PPI yang tersedia : Omeprazol 20mg, rabeprazol
10 mg, pantoprazol 40mg, lanzoprazol 30mg, dan esomeprazol magnesium
20/40mg. 1,3,5
b. Terapi ulkus dengan H. pylori disertai NSAIDs
Eradikasi H. pylori sebagai tindakan utama, bila mungkin pengobatan
NSAIDs dihentikan atau diganti dengan obat NSAIDs spesifik COX 2
inhibitor. PPI diberikan untuk meningkatkan pH lambung di atas 4.
Penggunaan NSAIDs terus menerus setelah eradikasi H. pylori perlu
diberikan PPI sebagai upaya pencegahan terjadinya komplikasi. 1,3,5
c. Terapi ulkus akibat NSAIDs
Penggunaan NSAIDs terutama memblok kerja COX-1 akan meningkatkan
kelainan structural gastroduodenal. Oleh karena itu penggunaan NSAIDs
pada pasien-pasien dengan kelainan musculoskeletal yang lama harus
disertai dengan obat-obatan yang menekan produksi asam lambung seperti
antagonis reseptor H2 (H2RA) atau PPI dan diupayakan pH lambung di atas
4 atau dengan menggunakan obat sintetik prostaglandin (misoprostol
200µg/hari) sebagai sitoprotektif apabila penggunaan NSAIDs tidak bisa
dihentikan. 1,3,5
d. Terapi ulkus non-H. pilori dan non-NSAIDs
Pada ulkus yang hanya disebabkan oleh peningkatan asam lambung, maka
18
terapi dilakukan dengan memberikan obat yang dapat menetralisir asam
lambung dalam lumen atau obat yang menekan produksi asam lambung.
 Antasida, dapat menyembuhkan ulkus namun dosis biasanya lebih tinggi
dan digunakan dalam jangka waktu lebih lama dan lebih sering (7x sehari,
dosis 1008mEq/hari) dengan komplikasi diare yang mungkin terjadi. 1,5
 H2 receptor Antagonist (H2RA), berperan dalam menghambat pengaruh
histamine sebagai mediator untuk sekresi asam melalui reseptor histamin-
2 pada sel parietal,tetapi kurang berpengaruh terhadap sekresi asam
melalui pengaruh kolinergik atau gastrin postprandial. Beberapa jenis
preparat yang dapat digunakan seperti ; cimetidin 2x400mg/hari, atau
1x800mg pada malam hari, ranitidine diberikan 300mg sebelum tidur
malam atau 2x150mg/hari, famotidin diberikan 40mg sebelum tidur malam
atau 2x20 mg/hari. Masing-masing diberikan selama 8-12 minggu dengan
penyembuhan sekitar 90%.1,5
 Proton pump inhibitor (PPI), merupakan obat pilihan untuk ulkus
peptikum, diberikan sekali sehari sebelum sarapan pagi atau jika perlu 2
kali sehari sebelum makan pagi dan makan malam, selama 4minggu
dengan tingkat penyembuhan di atas 90%.1,5

Obat lain selain sukralfat 2x2gr sehari, atau 4x1 sehari berfungsi menutup
permukaan ulkus sehingga menghindari iritasi/pengaruh asam-pepsin dan
garam empedu, dan disamping itu mempunyai efek tropic. 1,5

19
BAB 3

KESIMPULAN

Ulkus peptikum adalah keadaan terputusnya kontinuitas mukosa yang meluas


dibawah epitel atau kerusakan pada jaringan mukosa, sub mukosa tinggal lapisan
otot dari suatu daerah saluran cerna yang langsung berhubungan dengan cairan
lambung asam atau pepsin. ulkus peptikum dapat terletak pada setiap bagian
saluran cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu esofagus, lambung,
duodenum, dan setelah gastroenterostomi, juga jejunum. Dua jenis ulkus peptikum
yang paling sering ditemukan adalah ulkus gaster dan ulkus duodenum.
Penyebab utama ulkus peptikum yang paling penting adalah infeksi H.
pylori dan NSAIDs. H. pylori merupakan bakteri yang hidup dalam lambung
orang yang terinfeksi. Patogenesis ulkus peptikum terjadi akibat multifaktor yang
menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan antara faktor agresif dan faktor
defensif. Faktor agresif terbagi menjadi faktor agresif endogen (HCl,
pepsinogen/pepsin, garam empedu) dan faktor agresif eksogen (obat-obatan,
alcohol, infeksi). Faktor defensif meliputi mucus, bikarbonat, dan prostaglandin.
Keadaan lingkungan dan individu juga memberikan kontribusi dalam terjadinya
ulkus yang mengakibatkan terjadinya peningkatan sekresi asam lambung atau
melemahnya barier mukosa.
Secara umum pasien ulkus peptikum biasanya mengeluh dyspepsia. Pada
ulkus peptikum memberikan ciri keluhan seperti nyeri ulu hati, rasa tidak nyaman
disertai muntah. Pada ulkus duodenum rasa sakit timbul pada waktu pasien merasa
lapar, rasa sakit membangunkan pasien tengah malam, rasa sakit hilang setelah
makan dan minum obat antasida (Hunger Pain Food Relief=HPFR). Rasa sakit
ulkus gaster timbul setelah makan, berbeda dengan ulkus duodenum yang
merasa lebih enak setelah makan, rasa sakit ulkus gaster di sebelah kiri dan rasa
sakit ulkus duodenum sebelah kanan garis tengah perut.
Pada umumnya manajemen atau pengobatan ulkus peptikum dilakukan secara
medikamentosa, sedangkan cara pembedahan dilakukan apabila terjadi
komplikasi seperti perforasi, obstruksi dan perdarahan yang tidak dapat diatasi.
Tujuan terapi adalah menghilangkan keluhan,nmenyembuhkan/ memperbaiki
20
kesembuhan ulkus, mencegah kekambuhan/rekurensi dan mencegah komplikasi.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Tarigan, P., Tukak Gaster, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
editor Aru W. Sudoyo, dkk., Edisi IV, FKUI, 2007.
2. Efendi, R., et. al., Level of Gastrin Serum and Ulcer Size on Gastric Ulcer
Correlated to Helicobacter pylori Infection, Division of Gastroentero-
hepatology, Department of Internal Medicine Adam Malik Hospital, Medan.,
Vol: 10, Number 3, December 2009.
3. Schafer, T.W., Peptic Ulcer Disease, The American College of
Gastroenterology, Bethesda, Maryland., 2008, www.acg.gi.org, diakses 15
juli 2010.
4. Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit, edisi 6, Jakarta: Penerbit EGC, 2006.
5. Akil, H.A.M, Tukak duodenum, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam,editor Aru W. Sudoyo, dkk., Edisi IV, FKUI, 2007.
6. www.emedicine.com , diakses 16 juli 2010.
7. Shayne, P., Gastritis and Peptic Ulcer Disease, Department of Emergency
Medicine, Emory University School of Medicine, 2009, www.emedicine.org
diakses 15 juli 2010.
8. Mirkin, G., Helicobacter and stomach ulcers, www.drmirkin.com diakses 16
juli 2010
9. Harrison’s., Principle of Internal Medicine, 16th edition, editors Kasper, D.L.,
et. al., McGarw-Hills Companies, New York, 2005.
10. www.mwedscape.com , diakses 19 juli 2010.
11. www.johnhopkins.com , diakses 19 juli 2010

22
23
24
25

Anda mungkin juga menyukai