Anda di halaman 1dari 11

Case Report Session

Leukemia Akut

Oleh :
1. Roza Aulia
2. Gama Agusto L

1010313074
1110312049

Preseptor :
dr. Rony Yuliwansyah, Sp.PD, KKV

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RSUP DR M DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Leukemia (kanker darah) merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan pertambahan

jumlah sel darah putih (leukosit). Pertambahan ini sangat cepat dan tidak terkendali serta bentuk
sel-sel darah putihnya tidak normal. Pada pemeriksaan mikroskopis hapus darah tepi terlihat sel
darah putih muda, besar-besar dan selnya masih berinti (disebut megakariosit) putih (neoplasma
hematology).
Beberapa ahli menyebut leukemia sebagai keganasan sel darah putih (neoplasma
hematology). Leukemia ini sering berakibat fatal meskipun leukemia limpositik yang menahun
(chronic lympocytic leucaemia), dahulu disebut sebagai jenis leukemia yang bisa bisa bertahan
lama dengan pengobatan yang intensif.
Pengobatan leukemia pada anak-anak berbeda dari orang dewasa, karena mereka masih
di usia pertumbuhan. Kanker darah atau leukemia merupakan bertambahnya sel darah abnormal
(sel darah putih) secara berlebihan dan tidak terkendali, dan penyebarannya ke seluruh tubuh
sangat cepat. Pasien dapat bertahan lama dengan pengobatan yang intensif.
1.2.

Tujuan
Memberikan informasi mengenai definisi, epidemiologi, patofisiologi dan pathogenesis,

kriteria diagnosis, dan penatalaksanaan pada Leukemia Akut


1.3.

Manfaat
Case Repport Session ini disusun dengan harapan dapat meningkatkan pemahaman dan

pengetahuan penulis dan pembaca mengenai Leukemia agar nantinya dapat menegakkan
diagnosis dan penatalaksanaan yang baik dan benar terhadap pasien dengan Leukemia.
1.4.

Metode Penulisan
Case Repport Session ini disusun dengan metode tinjauan kepustakaan yang merujuk

kepada berbagai literatur, termasuk buku teks dan berbagai makalah atau jurnal ilmiah.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1.

Definisi
Leukimia akut merupakan suatu keganasan dari sel progenitor hematopoietic, yang

biasanya gagal menjadi matur dan berdiferensiasi. Leukimia akut dibagi menjadi dua
golongan, yaitu acute lymphocytic leukemia (ALL) dan acute myelogenous leukemia (AML).
Karakteristik ALL, 65% berasal dari limfosit B, 20% limfosit T dan 15% ALL diklasifikasikan
sebagai nul sel leukemia karena berasal dari limfosit B dan limfosit T.
Pada paseien yang sudah tua AML didahuli oleh preleukemic atau sindrom
Myelodysplastic, dimana terdapat kelainan sumsum tulang yang mempengaruhi RBCs,
leukocytes, dan platelet. Prognosis pada jenis ini buruk.
Leukemia merupakan suatu penyakit ganas dari jaringan hematopoietic, ditandai
dengan adanya penggantian elemen-elemen sumsum tulang normal dengan sel-sel darah
abnormal (neoplastik). Sel-sel leukemik seringkali (tapi tidak selalu) terdapat pada darah perifer
dan biasanya menginvasi jaringan retikuloendotelial, termasuk lien, hati, dan nodus limfatikus.
Sel-sel tersebut juga dapat menginvasi jaringan lainnya, infiltrasi organ muapun dalam tubuh.
Jika tidak ditangani, leukemia dengan cepat dapat menyebabkan kematian.
1.2.

Patofisiologi
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap

infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah, dapat dikontrol sesuai dengan
kebutuhan tubuh. Leukemia meningkatkan produksi sel darah putih pada sumsum tulang yang
lebih dari normal. Mereka terlihat berbeda dengan sel darah normal dan tidak berfungsi seperti
biasanya. Sel leukemi memblok produksi sel darah normal, merusak kemampuan tubuh terhadap
infeksi. Sel leukemi juga merusak produksi sel darah lain pada sumsum tulang termasuk sel
darah merah dimana sel tersebut berfungsi untuk menyuplai oksigen pada jaringan.
Analisis

sitogenik

menghasilkan

banyak

pengetahuan

mengenai

aberasi

kromosomal yang terdapat pada pasien dengan leukemia. Perubahan kromosom dapat meliputi
perubahan angka, yang menambahkan atau menghilangkan seluruh kromosom, atau perubahan
struktur termasuk translokasi (penyusunan kembali), delesi, inversi dan insersi. Pada kondisi ini,

dua kromosom atau lebih mengubah bahan genetik, dengan perkembangan gen yang berubah
dianggap menyebabkan mulainya proliferasi sel abnormal.
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah putih
mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Perubahan tersebut
seringkali melibatkan penyusunan kembali bagian dari kromosom (bahan genetik

sel

yang

kompleks). Translokasi kromosom mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel,


sehingga sel membelah tidak terkendali dan menjadi ganas. Pada akhirnya sel-sel ini menguasai
sumsum tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel yang menghasilkan sel-sel darah yang
normal. Kanker ini juga bisa menyusup ke dalam organ lainnya termasuk hati, limpa, kelenjar
getah bening, ginjal, dan otak.
1.3.

Determinan Penyakit Leukemia


Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini. Menurut hasil

penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan risiko timbulnya
penyakit leukemia.
1. Host

Umur, jenis kelamin, ras


Insiden leukemia secara keseluruhan bervariasi menurut umur. ALL merupakan leukemia
paling sering ditemukan pada anak-anak, dengan puncak insiden antara usia 2-4 tahun,
AML terdapat pada umur 15-39 tahun, sedangkan LMK banyak ditemukan antara umur
30-50 tahun. LLK merupakan kelainan pada orang tua (umur rata-rata 60 tahun). Insiden
leukemia lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita. Tingkat insiden yang

lebih

tinggi terlihat di antara Kaukasia (kulit putih) dibandingkan dengan kelompok


kulit hitam.

Faktor Genetik
Insiden leukemia pada anak-anak penderita sindrom down adalah 20 kali lebih banyak
daripada normal. Kelainan pada kromosom 21 dapat menyebabkan leukemia akut.
Insiden

leukemia

akut

juga

meningkat

pada

penderita

dengan

kelainan

kongenital misalnya agranulositosis kongenital, sindrom Ellis Van Creveld, penyakit


seliak, sindrom Bloom, anemia Fanconi, sindrom Wiskott Aldrich, sindrom
Kleinefelter dan sindrom trisomi D. Pada sebagian penderita dengan leukemia, insiden

leukemia meningkat dalam keluarga. Kemungkinan untuk mendapat leukemia pada


saudara kandung penderita naik 2-4 kali.Selain itu, leukemia juga dapat terjadi pada
kembar identik.
2. Agen

Virus
Adult T cell leukemia (ATL) berhubungan dengan infeksi oleh human T cell leukemia
virus (HTLV);

human

limphotrophic

virus-1 penyebab

leukemia

pada manusia.

Pada pasien yang terinfeksi. Protein HTLV melekat pada protein limfosit yang
bertanggung jawab dalam mengatur pertumbuhan sel.

sebagian Karibia.
Sinar Radioaktif
Sinar radioaktif

merupakan

faktor

eksternal

menyebabkan leukemia. Angka kejadian AML dan

Umumya terjadi di Asia dan

yang

paling

jelas

dapat

LGK jelas sekali meningkat

setelah sinar radioaktif digunakan. Sebelum proteksi terhadap sinar radioaktif rutin
dilakukan, ahli radiologi mempunyai risiko menderita leukemia 10 kali lebih besar
dibandingkan yang tidak bekerja di bagian tersebut. Penduduk Hirosima dan
Nagasaki yang hidup setelah ledakan bom atom tahun 1945 mempunyai insidensi AML

dan LGK sampai 20 kali lebih banyak.


Zat Kimia
Zat-zat kimia (misal benzene, arsen, pestisida, kloramfenikol, fenilbutazon) diduga dapat
meningkatkan risiko

terkena leukemia.

Sebagian besar obat-obatan dapat menjadi

penyebab leukemia (misalnya Benzene), pada orang dewasa menjadi leukemia


nonlimfoblastik akut. Penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control
menunjukkan bahwa orang yang terpapar benzene dapat meningkatkan risiko terkena
leukemia terutama AML (OR=2,26 dan CI=1,17-4,37) artinya orang yang menderita
leukemia kemungkinan 2,26 kali terpapar benzene dibandingkan dengan yang tidak
menderita leukemia.
1.4.

Klasifikasi
Leukemia diklasifikasikan berdasarkan tipe sel, yaitu kematangan sel dan cell

lineage. Kematangan sel digunakan untuk membedakan antara leukemia akut dengan kronis.

Ketika sel-sel ganas bersifat immature (steam cell, blast, atau prekursor imatur lainnya, leukemia
diklasifikasikan sebagai leukemia akut; ketika sel ganas bersifat mature, diklasifikasikan sebagai
leukemia kronis. Secara umum kedua grup tersebut berhubungan dengan perjalanan klinisnya,
yaitu cepat (akut) dan lambat (kronis). Selanjutnya leukemia dibagi berdasarkan turunannya
yaitu lymphoid atau myeloid. Myeloid meliputi granulositik, monositik, megariositik, dan
eritrositik. Oleh karena itu, klasifikasi leukemia dibagi kedalam empat kategori: acute
lymphoblasticleukemia (ALL), acute

myeloid

leukemia (AML;

juga

disebut

acut

nonlymphoblastic leukemia, ANLL), chronic lymphocytic leukemia (CLL), dan chronic


myelogenous leukemia (CML).
1.5.

Manifetasi Klinis
Leukimia akut dapat terjadi pada berbagai umur, namun ALL sering terjadi pada anak-

anak. Sedangkan AML sering terjadi pada orang dewasa. Gejala dan tandanya yaitu supresi
atau infiltrasi sel leukemic pada organ dan jaringan lain. Perubahan
menyebabkan
Anemia

anemia,

menyebabkan

thrombocytopenia,
pucat,

nafas

dan penurunan

menjadi pendek,

pada

fungsi
dan

sumsum
normal

mudah

tulang

neutrofil.

lelah,

yang

merupakan gejala utama dari penyakit ini. Thrombocytopenia menyebabkan perdarahan


spontan.
Terkadang pasien leukemia dapat mengalami peningkatan jumlah leukosit yang
signifikan, namun sel leukemic tersebut tidak

berfungsi normal,

sehingga menyebabkan

kecacatan migrasi, fagositosis atau aksi bakterisidal. Sehingga infeksi mengalami komplikasi dan
dapat berujung pada kematian.
Infiltrasi

organ

dan

jaringan

oleh

sel

leukemic

dapat

menyebabkan

lymphadenopathy, hepatomegaly, and splenomegaly. Sel juga dapat berinfiltrasi ke sistem saraf
pusat

yang

dapat

menyebabkan

cranial

nerve

palsy,

paresthesia, anesthesia, and

paralysis.
1.6.

Tatalaksana
Kombinasi chemotherapy termasuk daunorubicin and cytarabine, merupakan pilihan

perawatan akut leukemia. Cytotoxic drugs yang terkandung di dalamnya dapat membunuh
99.9% sel leukemic. Terapi kemoterapi cukup sukses untuk ALL pada anak-anak. Sedangakan

penderita AML, belum ditemukan perawatan yang dapat berhasil, dan banyak pasien dengan
AML yang meninggal.
Klebsiella, dan Proteus adalah umum, seperti halnya infeksi jamur dengan Candida,
Aspergillus,

dan

Physomycetes.

Diagnosis

dini

dan

menganjurkan perawatan infeksi

saluran kencing, saluran pernapasan, rwktum, kulit, dan mulut yang diperlukan. Infeksi virus
yang umum,

terutama

dengan

herpes

simpleks

(HSV), variselazoster virus, dan

cytomegalovirus, juga merupakan komplikasi yang umum.


Transplantasi

dari

sel

hemopoietic

stem

sebelumnya

dikenal

sebagai

transplantasi sumsum tulang, telah digunakan untuk memperlakukan hematologic leukemia


akut dan keganasan lain, penyakit genetic kekebalan tubuh dan system darah, dan yang lebih
baru-baru ini tumor padat. Tujuan HSCT di leukemia adalah untuk memberantas semua sel-sel
ganas dan menggantinya dengan sel-sel normal dahulu
induk

pada

tumor

solid,

seperti

dari

sumsum.

Transplantasi

sel

kanker payudara, digunakan untuk mengobati pasien

dengan dosis sangat tinggi beracun kemoterapi, yang akan biasanya berakibat fatal karena
kegagalan sumsum tulang.
Transplantasi sel stem dilakukan dengan kombinasi dari kemoterapi dosis tinggi dan pada
beberapa kasus, radiasi total badan. Sel stem pluripotent menanam sampai dengan 4 minggu
setelah transplantasi, dan selama periode ini, pasien sangat rentan terhadap infeksi dan
perdarahan dan karenanya harus didukung dengan hati-hati di pusat-pusat kesehatan yang
memiliki oncologist terampil.
Setelah engraftment, meliputi komplikasi akut dan penyakit graft-versus-host kronis yang
disebabkan oleh limfosit T dari korupsi yang menghancurkan jaringan inang vital normal dan
organ. GVHD akut terjadi dalam 100 hari pertama setelah transplantasi,

menyebabkan

kulit

ringan sampai parah, hati, usus, dan penyakit immunologic. GVHD kronis terjadi lebih dari
100 hari setelah transplantasi dan menyerupai

penyakit

autoimun

seperti

lupus

dan

sklerodema. Komplikasi ini biasanya sembuh dengan penggunaan imunosupresi.


1.7.

Acute Limphoblastic Leukemia (ALL)


Acute Limphoblastic Leukemia (ALL) adalah keganasan klonal dari sumsum tulang

dimana prekursor limfoid berproliferasi dan mendesak sel-sel hemapoetik di sumsum tulang.
Leukemia

limfoblastik

akut

mungkin

sulit

dibedakan

dengan

keganasan limfoid

lainnya.

Pemeriksaan

immunokimia,

sitokimia,

dan

sitogenetik

dapat membedakan

kategori dari keganasan limfoid


1.8.

Etiologi ALL
Hanya sedikit etiologi ALL yang dapat diketahui, bila dibandingkan dengan AML.

Kebanyakan ALL yang lerjadi pada orang dewasa tidak memiliki faktor resiko. Prevalensi ALL
meningkat ketika terjadi serangan bom atom ke

Hiroshima dan Nagasaki. Kebanyakan

etiologinya disebabkan oleh adanya radiasi, ALL juga bisa dicetuskan

pada

sebelumnya

kasus

memiliki

Sindrom

Mielodisplastik. Meningkatnya

mereka

yang

ALL

juga

berkaitan dengan kelainan kromosom (11q23) sebanyak 80-90 % kasus dari ALL. ALL juga
bisa terjadi secara sekunder, dimana terjadi pada pasien yang telah menjalani kemoterapi
untuk jenis leukemia yang berbeda
1.9.

Gambaran Klinis ALL


Pasien

dengan

ALL

menunjukkan

gejala

yang

berkaitan

dengan

adanya

infiltrasi sel-sel ganas ke sumsum tulang dan gejala yang disebabkan penurunan produksi sel-sel
darah yang normal. Adanya infiltrasi sel-sel leukemi ke sumsum tulang dimanifestasikan dengan
adanya nyeri tulang. Nyeri tulang ini bisa terjadi sangat hebat.
Sekitar 10-20 % pasien mengalami keluhan rasa penuh di abdomen kuadran kiri atas
karena terjadi splenomegali. Pada pasien ALL yang sub tipe sel T, Biasanya mengalami gejala
nafas yang pendek, karena pembesaran massa mediastinal. Karena pasien

ini

mengalami

anemia, maka ia mengalami keluhan cepat lelah, pusing, palpitasi, dan dyspnea juga
beraktifitas

fisik.

Pasien ALL sering

mengalami penurunan jumlah neutrofil, meskipun

jumlah total sel darah putihnya meningkat. Hasilnya, mereka sangat rentan terhadap infeksi.
Prevalensi dan tingkat keparahan infeksi

berbanding terbalik

dengan

jumlah

neutrofil.

Infeksi sangat rentan pada jumlah neutrofil yang kurang dari 500/ul, dan semakin bertambah
berat jika jumlah neutrofil kurang dari 100/ul. Pasien ALL sering mengalami demam (sekitar
25%) tanpa adanya proses infeksi. Namun bagaimanapun juga pada pasien ini kita harus
membuktikan bahwa demam ini bukan disebabkan oleh infeksi. Namun. di lain pihak, infeksi
tetap merupakan penyebab kematian terbesar pada pasien yang menjalani terapi ALL.

Dari pemeriksaan fisik, kita bisa menemukan pasien nampak pucat dan lemah, dapat
ditemukan adanya murmur karena terjadinya anemia. Dapat ditemukan tanda-tanda infeksi dan
demam.

Demam

harus

diinterpretasikan

adanya

infeksi.

Karena

pasien

mengalami

trombositopenia, maka dapat ditemukan adanya petekia, terutama pada ekstrimitas bawah.
Adanya ekimosis yang luas merupakan indikasi terjadinya DIC.

Juga

ditemukan

hepatosplenomegali dan limfadenopati karena infiltrasi sel leukemi. Pada beberapa keadaan,
juga bisa ditemukan adanya kemerahan (rash) pada kulit pasien,
leukemi

ke

kulit. Pada

pemeriksaan

karena

infiltrasi

sel

laboratorium hematotogi, ditemukan anemia dan

trombositopeni dalam berbagai derajat. Pasien ALL jumlah sel darah putihnya bisa meningkat,
normal, atau rendah, tetapi biasanya neutropenia. Peningkatan dari protlirombintime / activated
partial thromboplastin time dan penurunan fibrinogen atau fibrin degradation products
menandakan terjadinya DIC.
Pada

pemeriksaan

sel darah

tepi

akan ditemukan

adanya

sel

blas. Pada

pemeriksaan kimia darah akan ditemukan peningkatan kadar laktat dehydrogenase (LDH) dan
peningkatan kadar asam urat. Pemeriksaan fungsi liver dan fungsi ginjal (BUN/
diperlukan

pada

awal

terapi.

Pemeriksaan

kultur

darah

kreatinin)

harus dilakukan pada pasien

yang mengalami demam, atau pada pasien yang mengalami tanda-tanda infeksi yang lain tanpa
disertai demam.
1.10.

Diagnosis ALL
Diagnosis ALL dikesankan dengan adanya sel blas pada preparat apus darah

tepi,namun lebih dipastikan dengan pemeriksaan sumsum tulang. Aspirasi dan biopsy sumsum
tulang adalah pemeriksaan diagnostik definitif untuk memastikan diagnosis leukemia. Sumsum
tulang yang telah diaspirasi diberi pewarnaan Wright atau Giemsa. Diagnosis ALL ditegakkan
apabila ditemukan sedikitnya 30% limfoblas (menurut klasifikasi

FAB)

atau

setidaknya

20% limfoblas (menurut klasifikasi WHO) di sumsum tulang atau di darah tepi.

Klasifikasi menurut FAB (French-American-British):


LI: sel-sel kecil dengan kromatin homogen, bentuk nukleus reguler, Nukleoluskecil atau

bahkan tidak ada, dan sitoplasmanya sedikit.


L2: sel berukuran besar dan heterogen, kromatin heterogen, bentuk nuklear irreguler, dan
nukleolusnya berukuran besar.

L3: sel besar dan homogen dengan nukleolus multipel, sitoplasma. Berwarna
kebiruan, dan terdapat vakuol sitoplasmik.
Klasifikasi WHO mengelompokkan subtipe LI dan L2 sebagai leukemialimfoblastik

prekursor B atau leukemia limfoblastik prekursor T. Sedangkan subtype L3 termasuk dalam


keganasan sel B matur, termasuk subtipe limfoma Burkitt. Sampel dari sumsum tulang sebaiknya
diperiksa sitogenetik dan flow sitometri.Pada orang dewasa, setidaknya terdapat keabnormalan
sitogenetik sebanyak 70% dari seluruh kasus ALL.
1.11.

Diagnosis Banding ALL


Diagnosis

banding,

yang

berdasarkan

anamnesis

dan

pemeriksaan

fisik,

termasuk infeksi kronis seperti virus Epstain-Barr virus (EBV) dan cytomegalovirus (CMV)
yang mengakibatkan lymphadenopati, hepatosplenomegali, demam dan anemia. Penyakitpenyakit yang termasuk diagnosis banding adalah penyakit dengan kegagalan sumsum tulang,
seperti anemia aplastik, Keganasan lain yang mungkin harus dipikirkan adalah Leukemia
Mieloid Akut (LMA), Limfoma sel B, Lymphoma High

Grade

Malignant

Immunoblastic,

Lymphoma Mantle Cel, dan Lymphoma NonHodgkin.


1.12.

Tatalaksana ALL
Kombinasi chemotherapy termasuk daunorubicin and cytarabine, merupakan pilihan

perawatan

akut

leukemia. Cytotoxic

drugs yang

terkandung

di dalamnya

dapat

membunuh 99.9% sel leukemic. Terapi kemoterapi cukup sukses untuk ALL pada anak-anak.
Sedangakan penderita AML, belum ditemukan perawatan yang dapat berhasil, dan banyak
pasien dengan AML yang meninggal.
Klebsiela, dan Proteus adalah umum, seperti halnya infeksi jamur dengan Candida,
Aspergillus,

dan

Physomycetes.

Diagnosis

dini

dan

menganjurkan perawatan infeksi

saluran kencing, saluran pernapasan, rwktum, kulit, dan mulut yang diperlukan. Infeksi virus
yang umum,

terutama

dengan

herpes

simpleks

(HSV), variselazoster virus, dan

cytomegalovirus, juga merupakan komplikasi yang umum. Secara umum, perawatan ALL
sama dengan perawatan AML.

DAFTAR PUSTAKA
Couper CL, Loewen R, Shore T. Gingival hyperplasia complicating myelomonocytic leukemia. J
Can Dent Assoc 2000
Greenberg, M.S. & Glick, M. 2003. Burkets Oral Medicine Diagnosis and treatment. BC Decker
Inc.
Freireich E J. 2010. Acute lymphocytic leukemia (ALL).

http://www.merck.com/

mmhe/sec14/ch176/ ch176b.html. Diakses tanggal 6 Oktober 2011


Harmening, Denise M. 2002. Clinical Hematology and Fundamentals of Hemostasis. 4 th Ed.
USA: F. A. Davis
M.C

William.

2000.

Leukemia.

Dalam:

Samik

Wahab.

Ilmu

Kesehatan

Anak

Nelson,Edisi 15. Jakarta. EGC.


Maloney K, Foreman K N, Giller R H, Greffe B S, Graham K D, et all. 2008. Neoplasticdisease.
Dalam.

Hay

W,

Levin

J,

Sondheimer

M,

Deterding

R,

penyuting.Current diagnosis & treatment pediatrics. 19


Seiter

Karen.

Acute

Lymphoblastic

Leukemia.

Diambil

dari

http://www.emedicine.com/med/topic3146.htm. Diakses pada tanggal 24 November


2015 Wahyuni, Nelmi. 2006. Peran Dokter Gigi Dalam Mendeteksi Dini Leukemia
Melalui Manifestasinya di Rongga Mulut (Laporan Kasus). USU: Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai