Oleh:
LISKA
C12112111
KONSEP MEDIS
A. Definisi
Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum
tulang belakang, yang menyebabkan proliferasi salah satu jenis darah putih
dengan menyingkirkan jenis sel lain.
Leukemia tampak merupakan penyakit klonal, yang berarti satu sel kanker
abnormal berproliferasi tanpa terkendali, mwngghasilkan sekelompok sel
anak yang abnormal. Sel-sel ini menghambat sel darah lain di sumsum tulang
utnuk berkembang secara normal, sehingga mereka tertimbun di sumsum
tulang. Karena faktor-faktor ini, leukemia disebut gangguan akumulasi
sekaligus gangguan klonal. Pada akhirnya, sel-sel leukemia mengambil alih
sumsum tualng, sehingga menurunkan kadar sel-sel nonleukemik di dalam
darah yang merupakan penyebab berbagai gejala umum leukemia.
Leukemia limfoblastik akut merupakan penyakit keganasan sel darah yang
berasal dari sumsum tulang, ditandai dengan proliferasi maligna sel leukosit
immatur, dan pada darah tepi terlihat adanya pertumbuhan sel-sel yang
abnormal. Sel leukosit dalam darah penderita leukemia berproliferasi secara
tidak teratur dan menyebabkan perubahan fungsi menjadi tidak normal
sehingga mengganggu fungsi sel normal lain .
B. Etiologi
Ada beberapa faktor yang terbukti dapat menyebabkan leukemia, faktor
genentik, sinar radioaktof, dan virus.
1 Faktor genetik
Insidensi leukemia akut pada anak-anak penderita sindrom Down adalah
20 kali lebih banyak daripada normal. Pada anak kembar identik yang
akan berisiko tinggi bila kembaran yang lain mengalami leukemia.
2 Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat
menyebabkan leukemia pada manusia. Akhir-akhir ini dibuktikan bahwa
penderita yang diobati dengan dinar radioaktif akan menderita leukemia
pada 6 % klien,dan baru terjadi sesudah 5 tahun.
3 Virus
Sampai saat ini belum dapat dibuktikan bahwa penyebab leukemia pada
manusia adalah virus.namun, ada beberapa hasil penelitian yang
mendukung teori virus sebagai penyebab leukemia, yaitu enzyme reverse
transcriptase ditemukan dalam darah manusia.
C. Klasifikasi
Faktor pertama dalam mengklasifikasikan leukemia pada pasien adalah
apakah sebagian besar dari sel-sel abnormal terlihat seperti sel darah putih
normal (matang) atau terlihat lebih seperti sel-sel induk (belum matang).
Leukemia dibagi menjadi leukemia akut dan leukemia kronik.
Pembagian ini tidak menggambarkan lamanya harapan hidup tetapi
menggambarkan kecepatan timbulnya gejala dan komplikasi.
1. Leukemia akut
Pada leukemia akut, sel-sel sumsum tulang tidak bisa matang dengan baik.
Sel-sel leukemia belum matang namun terus mereproduksi dan
membangun. Tanpa pengobatan, kebanyakan pasien dengan leukemia akut
akan hidup hanya beberapa bulan. Beberapa jenis leukemia akut merespon
dengan baik terhadap pengobatan, dan banyak pasien dapat disembuhkan.
Jenis lain dari leukemia akut memiliki pandangan yang kurang
menguntungkan.
2. Leukemia Kronis
Pada leukemia kronis, sel-sel dapat matang sebagian tapi tidak
sepenuhnya. Sel-sel ini mungkin terlihat cukup normal, tetapi sebenarnya
tidak. Mereka umumnya tidak melawan infeksi seperti fungsi sel darah
putih normal. Dapat bertahan hidup lebih lama, membangun, dan
menggeser sel-sel normal. Leukemia kronis cenderung berkembang
selama jangka waktu yang lama, dan sebagian besar pasien dapat hidup
selama bertahun-tahun.
Leukemia limfoblastik akut, sel B atau sel T, dibagi lagi oleh WHO (2008)
berdasarkan defek genetik yang mendasarinya. Pada kelompok B-LLA (LLA sel
B) terdapat beberapa subtipe genetik spesifik misalnya subtipe dengan translokasi
t (9; 22) atau t (12; 21), tata ulang gen (gene rearrangement) atau perubahan
jumlah kromosom (diploidi). Subtipe merupakan petunjuk penting untuk protokol
pengobatan optimal dan prognosis. Pada T-LLA (LLA sel T) kariotipe abnormal
ditemukan pada 50% - 70% kasus.
Sedangkan secara morfologik, menurut FAB (French, British and
America), LLA dibagi menjadi tiga yaitu:
1. L1 : LLA dengan sel limfoblas kecil-kecil dan merupakan 84% dari LLA.
2. L2 : Sel lebih besar, inti ireguler, kromatin bergumpal, nukleoli
prominen dan sitoplasma agak banyak, merupakan 14% dari LLA.
3. L3 : LLA mirip dengan limfoma Burkitt, yaitu sitoplasma basofil
dengan banyak vakuola, hanya merupakan 1% dari LLA.
D. Gambaran klinis
1. Leukemia Non Limfoid
a. Leukemia Mielogeneus Kronik (LMK)
LGK adalah suatu penyakit mieloproliferatif yang ditandai dengan
produksi berlebihan seri granulosit yang relatif matang. Gejala LGK
antara lain rasa lelah, penurunan BB, rasa penuh di perut dan mudah
berdarah. Pada pemeriksaan fisis hampir selalu ditemukan
splenomegali, yaitu pada 90% kasus. Juga sering didapatkan nyeri
tekan pada tulang dada dan hepatomegali. Kadang-kadang ada
purpura, perdarahan retina, panas, pembesaran kelenjar getah bening
dan kadang-kadang priapismus.
b. Leukemia Mielogeneus Akut (LMA)
Gejala penderita LMA antara lain rasa lelah, pucat, nafsu makan
hilang, anemia, petekie, perdarahan, nyeri tulang, infeksi, pembesaran
kelenjar getah bening, limpa, hati dan kelenjar mediastinum.Kadang-
kadang juga ditemukan hipertrofi gusi, khususnya pada leukemia akut
monoblastik dan mielomonositik.
2. Leukemia Limfoid
a. Leukemia Limfositik Kronik (LLK)
Gejala LLK antara lain limfadenopati, splenomegali, hepatomegali,
infiltrasi alat tubuh lain (paru, pleura, tulang, kulit), anemia hemolitik,
trombositopenia, hipogamaglobulinemia dan gamopati monoklonal
sehingga penderita mudah terserang infeksi.
b. Leukemia Limfositik Akut (LLA)
Gejala penderita LLA adalah sebagai berikut: rasa lelah, panas tanpa
infeksi, purpura, nyeri tulang dan sendi, macam-macam infeksi,
penurunan berat badan dan sering ditemukan suatu masa yang
abnormal. Pada pemeriksaan fisis ditemukan splenomegali (86%),
hepatomegali, limfadenopati, nyeri tekan tulang dada, ekimoses dan
perdarahan retina.
E. Patofisiologi
Menurut Hidayat (2006) dan Handayani (2008), leukimia terjadi
akibat dari beberapa faktor antara lain faktor genetik, sinar radioaktif, dan
virus. Menurut Corwin (2009) dan Hidayat (2006), leukimia tampak
merupakan penyakit klonal, yang berarti satu sel kanker abnormal
berpoliferasi tanpa terkendali, menghasilkan sekelompok sel anak yang
abnormal sehingga dapat menyebabkan terjadinya anemia trombositopenia.
Kemudian leukimia atau limfositik akut merupakan kanker jaringan yang
menghasilkan leukosit yang imatur dan berlebih sehingga jumlahnya yang
menyusup ke berbagai organ seperti sum-sum tulang dan mengganti unsur sel
yang normal sehingga mengakibatkan jumlah eritrosit kurang untuk
mencukupi kebutuhan sel (Hidayat, 2006). Karena faktor-faktor ini leukimia
disebut gangguan akumulasi sekaligus gangguan klonal. Pada akhirnya, sel-
sel leukemik mengambil alih sum-sum tulang. Sehingga menurunkan kadar
sel-sel nonleukemik di dalam darah yang merupakan penyebab berbagai
gejala umum leukimia. Trombosit pun berkurang sehingga timbul
pendarahan. Proses masuknya leukosit yang berlebihan dapat menimbulkan
hepatomegali apabila terjadi pada hati, splenomegali, dll.
F. Pemeriksaan Penunjuang
1 Hitung darah lengkap (FBC) biasanya menunjukkan gambaran anemia
dan trombositopenia. Jumlah sel darah putih yang normal biasanya
berkurang dan jumlah sel darah putih total dapat rendah, normal, atau
meningkat. Apabila normal atau meningkat, sebagian besar selnya adalah
sel darah putih primitif (blas).
a Leukemia limfoblastik akut
Pada kira-kira 50% pasien ditemukan jumlah leukosit melebihi
10.000/mm3 pada saat didiagnosis, dan pada 20% pasien melebihi
50.000/mm3. Neutropenia (jumlah neutrofil absolut kurang dari
500/mm3 [normalnya 1500/mm3] sering dijumpai. Limfoblas dapat
ditemukan di darah perifer, tetapi pemeriksa yang tidak berpengalaman
dapat melaporkan limfoblas tersebut sebagai limfosit atipik.
b Leukemia nonlimfositik akut
Evaluasi laboratorium secara tipikal menunjukkan adanya
neutropenia, anemia, da trombositopenia. Jumlah leukosit bervariasi,
walaupun pada saat didiagnosis kira-kira 25% anak memiliki jumlah
leukosit melebihi 100.000/mm3. Pada darah perifer dapat ditemukan
sel blas. Diagnosis pasti ditegakkan dengan dilakukan pemeriksaan
aspirat sumsum tulang, yang menunjukkan adanya sel blas lebih dari
25%. Seperti pada leukemia limfoblastik akut, cairan spinal juga harus
diperiksa untuk menemukan bukti adanya leukemia. Mencapai 15%
pasien memiliki bukti sel blas pada cairan spinal pada saat
didiagnosis.
c Leukemia mielositik kronis
Evaluasi laboratorium secara tipikal memperlihatkan leukositosis
nyata, trombositosis, dan anemia ringan. Sumsum tulang hiperselular
tetapi disertai maturasi mieloid yang normal. Sel blas tidak banyak
dijumpai. Pada kira-kira 90% kasus, tanda sitogenik yang khas pada
leukemia mielositik kronis yang terlihat adalah: kromosom
Philadelphia.
2 Pemeriksaan biokimia dapat menunjukkan adanya disfungsi ginjal,
hipokalemia, dan peningkatan kadar bilirubin. (Patrick, 2005)
3 Profil koagulasi dapat menunjukkan waktu protombin dan waktu
tromboplastin parsial teraktivasi (APPT) yang memanjang karena sering
terjadi DIC (disseminated intravaskular coagulation). (Patrick, 2005)
4 Kultur darah karena adanya risiko terjadi infeksi. (Patrick, 2005)
5 Foto toraks: pasien dengan ALL (acute tymphoblastic leukaemia) jalur sel
T sering memiliki massa mediastinum yang dapat dilihat pada foto toraks.
6 Golongan darah karena cepat atau lambat akan dibutuhkan transfusi darah
dan trombosit.
Beberapa pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk konfirmasi
diagnostik LLA, klasifikasi prognostik dan perencanaan terapi yang tepat,
yaitu:
1. Hitung Darah Lengkap (Complete Blood Count) dan Apus Darah Tepi
Jumlah leukosit dapat normal, meningkat, atau rendah pada saat
diagnosis. Hiperleukositosis (>100.000/mm) terjadi pada kira-kira 15%
pasien dan dapat melebihi 200.000/mm. Pada umumnya terjadi anemia
dan trombositopenia. Proporsi sel blast pada hitung leukosit bervariasi dari
0 sampai 100%. Kira-kira sepertiga pasien mempunyai hitung trombosit
kurang dari 25.000mm .
Selain itu, terapi suportif pada penderita leukemia tidak kalah pentingnya
dengan terapi spesifik karena akan menentukan angka keberhasilan terapi.
Kemoterapi intensif harus ditunjang oleh terapi suportif yang intensif pula, jika
tidak maka penderita dapat meninggal karena efek samping obat. Terapi
suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yang ditimbulkan oleh
penyakit leukemia itu sendiri dan juga untuk mengatasi efek samping obat.
Terapi suportif yang diberikan adalah :
a. Terapi untuk mengatasi anemia: transfusi PRC (Packed Red Cells) untuk
mempertahankan hemoglobin sekitar 9-10g/dl. Untuk calon transplantasi
sumsum tulang, transfusi darah sebaiknya dihindari.
b. Terapi untuk mengatasi infeksi, terdiri atas :
1)Antibiotika adekuat
2)Transfusi konsentrat granulosit
3)Perawatan khusus (isolasi)
4)Hemopoietic growth factor
c. Terapi untuk mengatasi perdarahan terdiri atas :
Transfusi konsentrat trombosit untuk mempertahankan trombosit.
d. Terapi untuk mengatasi hal-hal lain, yaitu :
1)Pengelolaan leukostasis: dilakukan dengan hidrasi intravenous dan
leukapharesis. Segera lakukan induksi remisi untuk menurunkan
jumlah leukosit
2) Pengelolaan sindrom lisis tumor: dengan hidrasi yang cukup, pemberian
alopurinol dan alkalinisasi urine.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat penyakit : pengobatan kanker sebelumnya
b. Riwayat keluarga : adanya gangguan hematologis, adanya faktor
herediter misal kembar (monozigot)
c. Kaji adanya tanda tanda anemia : kelemahan, kelelahan, pucat, sakit
kepala, anoreksia, muntah, sesak, nafas cepat
d. Kaji adanya tanda tanda leukopenia : demam, stomatitis, gejala
infeksi pernafasan atas, infeksi perkemihan; infeksi kulit dapat timbul
kemerahan atau hiotam tanpa pus
e. Kaji adanya tanda tanda trombositopenia : ptechiae, purpura,
perdarahan membran mukosa, pembentukan hematoma, kaji adanya
tanda tanda invasi ekstra medulla; limfadenopati, hepatomegali,
splenomegali.
f. Kaji adanya pembesaran testis, hematuria, hipertensi, gagal ginjal,
inflamasi di sekitar rektal dan nyeri.
3. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko cedera berhubungan dengan proses malignan / keganasan ,
terapi
b. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan system pertahanan
tubuh sekunder (leukosit)
c. Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan muntah dan
perdarahan
d. Nyeri akut berhubungan dengan penekanan priosteum dan
peningkatan produksi asam laktat
e. Kelemahan fisik berhubungan dengan kelelahan, penurunan produksi
energy, peningkatan laju metabolism akibat suplai oksigen yang
kurang
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia
g. Resti kerusakan membrane oral , hipertermi berhubungan dengan
efek kemoterapi
h. Cemas (orang tua) berhubungan dengan penurunan status kesehatan
anak, krisis situasi dan ancaman kematian
A. Rencana Tindakan/ Intervensi Keperawatan
5. Kolaborasi :
Nutrisi lengkap gizi
a. Dengan nutrient untuk pasokan meningkatkan pertahanan alami
nutrisi lengkap bagi pasien tubuh
Menghilangkan kuman-kuman
b. Pemberian antibiotik atau bakteri yang dapat
menyebablan infeksi
7. Kolaborasi :
a. Pemberian antiemetic Mengurangi output yang
berlebihan
b. Pemberian cairan IV sesuai Mempertahankan hidrasi
program
Alimul Hidayat, Aziz. 2008. Pengantar Ilmu Anak untuk Pendidikan Kebidanan.
Jakarta: Salemba Medika
Handayani, Wiwik & Hariwibowo, Andi Sulistyo. 2008. Buku Ajar Asuhan
Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta:
Salemba Medika .
Silbernagi, S. & Florian, Lang (2006). Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Alih
Bahasa : Iwan S & Iqbal M, Editor Bahasa Indonesia : Titiek Resmisari,
EGC, Jakarta.