Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

‘’ Sindrom Nefrotik’’

disusun oleh

Nama : Endeh

Npm : 19.156.03.11.017

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (S1 & Ners)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MEDISTRA INDONESIA
BEKASI
2019
1. Definisi

Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh kerusakan

glomerulus karena ada peningkatan permebialitas glomerulus, terhadap

protein plasma menimbulkan proteinuria, hipoalbuminemia, hyperlipidemia,

dan edema (Betz & Sowden, 2009). Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan

gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia, dan hiperkolestrolemia. Kadang-

kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (Nurarif &

Kusuma, 2013). Sindrom nefrotik merupakan keadaan klinis yang meliputi

proteinuria massif, hipoalbuminemia, dan edema (Wong, 2008).

Sindrom nefrotik adalah suatu keadaan klinik dan laboratorik tanpa

menunjukkan penyakit mendasar, dimana menunjukkan kelaianan inflamasi

glomerulus. Secara fungsional sindrom nefrotik diakibatkan oleh

keabnormalan pada proses filtrasi dalam glomerulus yang biasanya

menimbulkan berbagai macam masalah yang membutuhkan perawatan yang

tepat, cepat, dan akurat (Alatas, 2007).

2. Etiologi

Penyebab sindrom nefrotik belum diketahui, akhir- akhir ini dianggap

sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu reaksi antigen antibody. Umumnya

etiologi dibagi sebagai berikut:

1) Sindrom nefrotik bawaan

Diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi matemofetal.

Resisten terhadap suatu pengobatan. Gejala edema pada masa neonates.

Pernah dicoba pencangkokan ginjal pada neonates tetapi tidak berhasil.

Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal pada bulan- bulan

pertama kehidupannya.
2) Sindrom nefrotik sekunder

Disebabkan oleh :

a. Malaria quartana atau parasite lainnya.

b. Penyakit kolagen seperti SLE, purpura anafilaktoid.

c. Glomerulonefritis akut atau glomerulonephritis kronik, thrombosis vena

renalis.

d. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas,

sengatan lebah, racun otak, air raksa.

e. Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis

membranneproliferatif hipokomplementemik.

3) Sindrom nefrotik idiopatik

Adalah sindrom nefrotik yang tidak diketahui penyebabnya atau juga

disebut sindrom nefrotik primer. Berdasarkan histopatologis yang tampak

pada biopsy gunjal dengan pemeriksaan mikroskopi biasa dan mikroskopi

electron, Churg dkk membagi dalam 4 golongan yaitu kelainan minimal,

nefropati membranosa, glomerulonephritis proliferatif,

glomeruloskleorosis fokal segmental (Nurarif & Kusuma 2013).

Sedangkan menurut Whaley and Wong (1998) membagi tipe-tipe

sindrom nefrotik:

1) Sindrom nefrotik lesi minimal (MCNS : Minimal Change Nefrotik

Sindrome). Merupakan kondisi yang tersering yang menyebabkan

sindrom nefrotik pada anak sekolah.

2) Sindom Nefrotik Sekunder. Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler

kolagen, seperti lupus eritematomasus sistemik dan purpura anafilaktoid,


glomerulonephritis, infeksi sistem endokarditis, baktetialis dan neoplasma

limfoproliferatif.

3) Sindrom nefotik kongenital. Faktor heriditer sindrom nefrotik disebabkan

oleh gen resesif autosomal. Bayi yang terkena sindrom nefrotik, usia

gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah edema dan proteinuria.

Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan kematian dapat

terjadi pada tahun-tahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan

dialisis.

3. Manifestasi klinis

Tanda dan gejala sindrom nefrotik adalah sebagai berikut:

1) Proteinuria

2) Retensi cairan

3) Edema

4) Berat badan meningkat

5) Edema periorital

6) Edema fasial

7) Asites

8) Distensi abdomen

9) Penurunan jumlah urin

10) Urin tampak berbusa dan gelap

11) Hematuria

12) Nafsu makan menurun

13) wajah tampak pucat (Hidayat, 2006).


4. Patofisiologi

Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh kerusakan

glomerulus. Peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma

menimbulkan protein, hipoalbumin, hyperlipidemia, dan edema. Hilangnya

protein dari rongga vaskuler meyebabkan penurunan tekanan osmotik plasma

dan peningkatan tekanan hidrostatik, yang menyebabkan terjadinya

akumulasi cairan dalam rongga interstitial dan rongga abdomen. Penurunan

Volume cairan vaskuler menstimulasi sistem renin- angiotensin yang

mengakibatkan diskresikannya hormone antidiuretik dan aldosterone.

Reabsorbsi tubular terhadap natrium (Na) dan air mengalami peningkatan dan

akhirnya menambah volume intravaskuler. Retensi cairan ini mengarah pada

peningkatan edema. Koagulasi dan thrombosis vena dapat terjadi karena

penurunan volume vaskuler yang mengakibatkan hemokonsentrasi dan

hilangnya urin dari koagulasi protein. Kehilangan immunoglobulin pada urin

dapat mengarah pada peningkatan kerentanan tergapat infeksi (Betz &

Sowden, 2009).
5. Pathway
reaksi antigen-antibody

penurunan fungsi ginjal gangguan


keseimbangan asam
basa
kerusakan glomerular

produksi asam

permeabilitas glomerular
kebocoran plasma
meningkat meningkatkan
mual muntah

masuk ke intestitial proteinuria


anoreksia

hipoalbuminemia
edema
kesimbangan
tekanan onkotik nutrisi kurang dari
kelemahan karena edema kebutuhan
yang berat

tekanan onkotik

intoleransi igG menurun


aktivitas plasma menurun

sel imun tertekan


cairan intravaskuler
berpindah kedalam
intestitial respon imun
menurun

hypovolemia
resiko infeksi

konpensasi ginjal

renin angiostensin
renin angiostensin

peningkatan sekresi vasokontriksi


ADH & aldosteron

penatalaksanaan

retensi air +
natrium hospitalisasi

edema ketakutan

kelebihan volume kurang


cairan pengetahuan

kerusakan jaringan
epidermis dan dermis

terjadi kemerahan

turgor kulit jelek

kerusakan inegritas
kulit

sumber : Doenges, 2000, Hartono, 2011

6. Pemeriksaan penunjang

1) Uji urin

a. Urinalisis : Proteinuria (dapat mencapai lebih dari 2g/m²/hari), bentuk

hialin dan granular, hematuria

b. Uji dipstick urin : Hasil positif untuk protein dan darah.


c. Berat jenis urin : Meningkat palsu karena proteinuria.

d. Osmolalitas urin : Meningkat

2) Uji darah

a. Kadar albumin serum : Menurun (kurang dari 2 g/dl).

b. Kadar kolestrol serum : Meningkat (dapat mencapai 450 sampai

1000mg/dl).

c. Kadar trigliserid serum : Meningkat

d. Trombosit : Meningkat (mencapai 500.000 sampai 1.000.000/ul).

e. Kadar elektrolit serum : Bervariasi sesuai dengan keadaan penyakit

perorangan.

3) Uji diagnostik

Biopsi ginjal (tidak dilakukan secara rutin).

7. Penatalaksanaan medis

1) Pemberian kortikosteroid (prednisone atau prednisolon) untuk

menginduksi remisi. Dosis akan diturunkan setelah 4 sampai 8 minggu

terapi. Kekambuhan diatasi dengan kortikosteroid dosis tinggi untuk

beberapa hari.

2) Penggantian protein (albumin dari makanan atau intravena).

3) Pengurangan edema

a. Terapi diuretik (diuretik hendaknya digunakan secara cermat untuk

mencegah terjadinya penurunan volume intravaskuler, pembentukan

thrombus, dan atau ketidakseimbangan elektrolit).

b. Pembatasan natrium (mengurangi edema).

4) Mempertahankan keseimbangan elektrolit.


5) Pengobatan nyeri (untuk mengatasi ketidaknyamanan yang berhubungan

dengan edema dan terapi invasif).

6) Pemberian antibiotik (penisilin oral profilaktik atau agens lain).

7) Terapi imunosupresif (siklofosfamid, klorambusil, atau siklosporin) atau

anak yang gagal berespon terhadap steroid (Wong, 2008).


ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENDERITA SINDROM NEFROTIK

1. Pengkajian

Pengkajian kasus sindrom nefrotik sebagai berikut, menurut Wong, 2008.

a. Lakukan pengkajian fisik, termasuk pengkajian luasnya edema.

b. Kaji riwayat kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan adanya

peningkatan berat badan dan kegagalan fungsi ginjal.

c. Observasi adanya manifestasi dari sindrom nefrotik : kenaikan berat

badan, edema, bengkak pada wajah (khususnya disekitar mata yang

timbul pada saat bangun pagi, berkurangnya di siang hari),

pembengkakan abdomen (asites), kesulitan nafas (efusi pleura), pucat

pada kulit, mudah lelah, perubahan pada urin (peningkatan volume,

urin berbusa).

d. Pengkajian diagnostic meliputi analisa urin untuk protein, dan sel

darah merah, analisa darah untuk serum protein (total albumin/globulin

ratio, kolestrol) jumlah darah, serum sodium.

2. Dignosa keperawatan

a. Kelebihan volume cairan (tubuh total) berhubungan dengan akumulasi

cairan dalam jaringan dan ruang ketiga (Wong, 2008).

b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan tugor kulit

(Wong, 2008).

c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan (Wong, 2008).

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan mual, muntah, dan anoreksia (Wong, 2008).

e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi

mengenai proses penyakit (Wilkinson, 2011).


f. Ketakutan anak berhubungan dengan tindakan keperawatan

(Wilkinson, 2011).

g. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya respon imun (Wong,

2008).

3. Rencana tindakan

a. Kelebihan volume cairan (tubuh total) berhubungan dengan akumulasi

cairan dalam jaringan dan ruang ketiga (Wong, 2008).

Batasan karakteristik mayor : edema (perifer, sakral), kulit menegang,

mengkilap, sedangkan batasan minor : asupan lebih banyak dari pada

keluaran, sesak nafas, peningkatan berat badan (Carpenito, 2009).

Tujuan : pasien tidak menunjukan bukti-bukti akumulasi cairan atau

bukti akumulasi cairan yang ditunjukkan pasien minimum. Kriteria

hasil :

a) Berat badan ideal

b) Tanda-tanda vital dalam batas normal

c) Asites dan edema berkurang

d) Berat jenis urin dalam batas normal

Intervensi :

a) Kaji lokasi dan luas edema

b) monitor tanda-tanda vital

c) Monitor masukana makanan/ cairan

d) Timbang berat badan setiap hari

e) ukur lingkar perut

f) Tekan derajat edema pitting, bila ada

g) Observasi warna dan tekstur kulit


h) Monitor hasil urin setiap hari

i) Kolaborasi pemberian terapi diuretic

b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan turgor kulit/

edema (Nurafif & Kusuma, 2013). Batasan karakteristik mayor :

gangguan jaringan epidermis dan dermis, sedangkan batasan

karakteristik minir : pencukuran kulit, lesi, eritema, pruritis (Carpenito,

2009).

Tujuan : kulit anak tidak menunjukan adanya kerusakan integritas,

kemerahan atau iritasi. Kriteria hasil :

a) Tidak ada luka/lesi pada kulit

b) perfusi jaringan baik

c) Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit

dengan perawatan alami.

Intervensi :

a) Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian longgar

b) hindari kerutan pada tempat tidur.

c) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering

d) Mobilisasi pasien (Ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali.

e) monitor kulit akan adanya kemerahan

f) Oleskan lotion atau minyak baby oil pada daerah yang tertekan.

g) Memandika pasien dengan sabun dan air hangat.

c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan (Wong, 2008).

Batasan karakteristik mayor : kelemahan, pusing, dyspnea, sedangkan

batasan minor : pusing, dispea, keletihan, frekuensi akibat aktivitas

(Carpenito, 2009).
Tujuan : anak dapat melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuan

dan mendapatkan istirahat dan tidur yang adekuat. Kriteria hasil : anak

mampu melakukan aktivitasdan latihan secara mandiri.

Intervensi :

a) pertahankan tirah baring awal bila terjadi edema hebat

b) seimbnagkan istirahat dan aktivitas bila ambulasi

c) rencanakan dan berikan aktivitas tenang

d) instruksikan anak untuk istirahat bila merasa lelah

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan mual, muntah, dan anoreksia (Wong, 2008). Tujuan :

kebutuhan nutrisi terpenuhi. Kriteria hasil : tidak terjadi mual dan

muntah, menunjukan masukan yang adekuat, mempertahankan berat

badan.

Intervensi :

a) tanyakan makanan kesukaan pasien

b) anjurkan keluarga untuk mendampingi anak pada saat makan

c) pantau adanya mual muntah

d) bantu pasien untuk makan

e) berikan makanan sedikit tapi sering

f) berikan informasi kepada keluarga tentang diet pasien

e. Ketakutan anak berhubungan dengan tindakan keperawatan

(Wilkinson, 2011). Tujuan : ketakutan anak berkurang. Kriteria hasil :

anak merasa tenang dan kooperatif.

Intervensi :

a) gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan


b) jelakan semua prosedur termansuk sensasi diperkirakan akan

dialami selama prosedur yang dilakukan

c) berusaha memahami persepektif pasiien dari situasi stress

d) dorong keluarga untuk tinggal dengan pasien

e) lakukan terapi bermain

f. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi

mengenai proses penyakit (Wilkinson, 2011). Tujuan : pengetahuan

pasien / keluarga pasien bertambah. Kriteria hasil: informasi mengeani

proses penyakit bertambah.

Intervensi :

a) kaji pengetahuan orangtua tentang penyakit dan keperawatannya

b) identifikasi kebutuhan terhadap informasi tambahan mengenai diit

c) berikan waktu kepada pasien untuk mengajukan petanyaan

d) gunakan berbagai strategi penyuluhan

g. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya respon imun (Wong,

2008). Tujuan : anak tidak menunjukan tanda-tanda infeksi. kriteria

hasil : hasil laboratorium normal, tanda-tanda vital stabil, tidak ada

tanda-tanda infeksi.

Intervensi :

a) lindungi anak dari kontak individu terinfeksi

b) gunakan teknik mencuci tangan yang baik

c) jaga agar anak tetap hangat dan kering

d) pantau suhu

e) ajari orangtua tentang tanda dan gejala infeksi.

Anda mungkin juga menyukai