Anda di halaman 1dari 12

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

G DENGAN SINDROME NEFROTIK


DI RUANG ICU RSUP DR.M DJAMIL PADANG

IIN RAHYUNI, S.Kep

NIM : 02104005

Pembimbing Klinik
Pembimbing Akademik

( )
( Ns. Chici Hafifah T, M.Kep)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES YPAK PADANG

2021-2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi

Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh kerusakan

glomerulus karena ada peningkatan permebialitas glomerulus, terhadap protein

plasma menimbulkan proteinuria, hipoalbuminemia, hyperlipidemia, dan edema

(Betz & Sowden, 2009). Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema,

proteinuria, hipoalbuminemia, dan hiperkolestrolemia. Kadang- kadang terdapat

hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (Nurarif & Kusuma, 2013).

Sindrom nefrotik merupakan keadaan klinis yang meliputi proteinuria massif,

hipoalbuminemia, dan edema (Wong, 2008).

Sindrom nefrotik adalah suatu keadaan klinik dan laboratorik tanpa

menunjukkan penyakit mendasar, dimana menunjukkan kelaianan inflamasi

glomerulus. Secara fungsional sindrom nefrotik diakibatkan oleh keabnormalan

pada proses filtrasi dalam glomerulus yang biasanya menimbulkan berbagai macam

masalah yang membutuhkan perawatan yang tepat, cepat, dan akurat (Alatas,

2007).

B. Etiologi

Penyebab sindrom nefrotik belum diketahui, akhir- akhir ini dianggap sebagai

suatu penyakit autoimun, yaitu reaksi antigen antibody. Umumnya etiologi dibagi

sebagai berikut:

1) Sindrom nefrotik bawaan

Diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi matemofetal. Resisten

terhadap suatu pengobatan. Gejala edema pada masa neonates. Pernah dicoba
pencangkokan ginjal pada neonates tetapi tidak berhasil. Prognosis buruk dan

biasanya pasien meninggal pada bulan- bulan pertama kehidupannya.

2) Sindrom nefrotik sekunder

Disebabkan oleh :

a. Malaria quartana atau parasite lainnya.

b. Penyakit kolagen seperti SLE, purpura anafilaktoid.

c. Glomerulonefritis akut atau glomerulonephritis kronik, thrombosis vena

renalis.

d. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas,

sengatan lebah, racun otak, air raksa.

e. Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis

membranneproliferatif hipokomplementemik.

3) Sindrom nefrotik idiopatik

Adalah sindrom nefrotik yang tidak diketahui penyebabnya atau juga disebut

sindrom nefrotik primer. Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsy

gunjal dengan pemeriksaan mikroskopi biasa dan mikroskopi electron, Churg

dkk membagi dalam 4 golongan yaitu kelainan minimal, nefropati membranosa,

glomerulonephritis proliferatif, glomeruloskleorosis fokal segmental (Nurarif &

Kusuma 2013).

Sedangkan menurut Whaley and Wong (1998) membagi tipe-tipe sindrom

nefrotik:

1) Sindrom nefrotik lesi minimal (MCNS : Minimal Change Nefrotik Sindrome).

Merupakan kondisi yang tersering yang menyebabkan sindrom nefrotik pada

anak sekolah.
2) Sindom Nefrotik Sekunder. Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler

kolagen, seperti lupus eritematomasus sistemik dan purpura anafilaktoid,

glomerulonephritis, infeksi sistem endokarditis, baktetialis dan neoplasma

limfoproliferatif.

3) Sindrom nefotik kongenital. Faktor heriditer sindrom nefrotik disebabkan oleh

gen resesif autosomal. Bayi yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya

pendek dan gejala awalnya adalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten

terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadi pada tahun-tahun

pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialisis.

C. Manifestasi klinis

Tanda dan gejala sindrom nefrotik adalah sebagai berikut:

1) Proteinuria

2) Retensi cairan

3) Edema

4) Berat badan meningkat

5) Edema periorital

6) Edema fasial

7) Asites

8) Distensi abdomen

9) Penurunan jumlah urin

10) Urin tampak berbusa dan gelap

11) Hematuria

12) Nafsu makan menurun

13) wajah tampak pucat (Hidayat, 2006)


D. Patofisiologi

Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh kerusakan

glomerulus. Peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma

menimbulkan protein, hipoalbumin, hyperlipidemia, dan edema. Hilangnya protein

dari rongga vaskuler meyebabkan penurunan tekanan osmotik plasma dan

peningkatan tekanan hidrostatik, yang menyebabkan terjadinya akumulasi cairan

dalam rongga interstitial dan rongga abdomen. Penurunan Volume cairan vaskuler

menstimulasi sistem renin- angiotensin yang mengakibatkan diskresikannya

hormone antidiuretik dan aldosterone. Reabsorbsi tubular terhadap natrium (Na)

dan air mengalami peningkatan dan akhirnya menambah volume intravaskuler.

Retensi cairan ini mengarah pada peningkatan edema. Koagulasi dan thrombosis

vena dapat terjadi karena penurunan volume vaskuler yang mengakibatkan

hemokonsentrasi dan hilangnya urin dari koagulasi protein. Kehilangan

immunoglobulin pada urin dapat mengarah pada peningkatan kerentanan tergapat

infeksi (Betz & Sowden, 2009).


E. Pathway
reaksi antigen-antibody

penurunan fungsi ginjal gangguan


keseimbangan asam
basa
kerusakan glomerular

produksi asam

permeabilitas glomerular
kebocoran plasma meningkat meningkatkan
mual muntah

masuk ke intestitial proteinuria


anoreksia

hipoalbuminemia
edema
kesimbangan
nutrisi kurang dari
tekanan onkotik
kelemahan karena edema kebutuhan
yang berat
tekanan onkotik

intoleransi igG menurun


aktivitas plasma menurun

sel imun tertekan


cairan intravaskuler
berpindah kedalam intestitial
respon imun
menurun

hypovolemia
resiko infeksi

konpensasi ginjal

renin angiostensin
renin angiostensin

vasokontriksi
peningkatan sekresi
ADH & aldosteron
penatalaksanaan

retensi air + natrium hospitalisasi

edema ketakutan

kelebihan volume kurang


cairan pengetahuan

kerusakan jaringan
epidermis dan dermis

terjadi kemerahan

turgor kulit jelek

kerusakan inegritas
kulit

sumber : Doenges, 2000, Hartono, 2011


F. Pemeriksaan penunjang

1) Uji urin

a. Urinalisis : Proteinuria (dapat mencapai lebih dari 2g/m²/hari), bentuk hialin

dan granular, hematuria

b. Uji dipstick urin : Hasil positif untuk protein dan darah.

c. Berat jenis urin : Meningkat palsu karena proteinuria.

d. Osmolalitas urin : Meningkat

2) Uji darah

a. Kadar albumin serum : Menurun (kurang dari 2 g/dl).

b. Kadar kolestrol serum : Meningkat (dapat mencapai 450 sampai 1000mg/dl).

c. Kadar trigliserid serum : Meningkat

d. Trombosit : Meningkat (mencapai 500.000 sampai 1.000.000/ul).

e. Kadar elektrolit serum : Bervariasi sesuai dengan keadaan penyakit

perorangan.

3) Uji diagnostik

Biopsi ginjal (tidak dilakukan secara rutin).

G. Penatalaksanaan medis

1) Pemberian kortikosteroid (prednisone atau prednisolon) untuk menginduksi

remisi. Dosis akan diturunkan setelah 4 sampai 8 minggu terapi. Kekambuhan

diatasi dengan kortikosteroid dosis tinggi untuk beberapa hari.

2) Penggantian protein (albumin dari makanan atau intravena).

3) Pengurangan edema
a. Terapi diuretik (diuretik hendaknya digunakan secara cermat untuk

mencegah terjadinya penurunan volume intravaskuler, pembentukan

thrombus, dan atau ketidakseimbangan elektrolit).

b. Pembatasan natrium (mengurangi edema).

4) Mempertahankan keseimbangan elektrolit.

5) Pengobatan nyeri (untuk mengatasi ketidaknyamanan yang berhubungan dengan

edema dan terapi invasif).

6) Pemberian antibiotik (penisilin oral profilaktik atau agens lain).

7) Terapi imunosupresif (siklofosfamid, klorambusil, atau siklosporin) atau anak

yang gagal berespon terhadap steroid (Wong, 2008).


ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Pengkajian

Pengkajian kasus sindrom nefrotik sebagai berikut, menurut Wong, 2008.

a. Lakukan pengkajian fisik, termasuk pengkajian luasnya edema.

b. Kaji riwayat kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan adanya

peningkatan berat badan dan kegagalan fungsi ginjal.

c. Observasi adanya manifestasi dari sindrom nefrotik : kenaikan berat badan,

edema, bengkak pada wajah (khususnya disekitar mata yang timbul pada

saat bangun pagi, berkurangnya di siang hari), pembengkakan abdomen

(asites), kesulitan nafas (efusi pleura), pucat pada kulit, mudah lelah,

perubahan pada urin (peningkatan volume, urin berbusa).

d. Pengkajian diagnostic meliputi analisa urin untuk protein, dan sel darah

merah, analisa darah untuk serum protein (total albumin/globulin ratio,

kolestrol) jumlah darah, serum sodium.

B. Diagnosa keperawatan

a. Resiko Ketidakseimbangan Cairan berhubungan dengan akumulasi cairan

dalam jaringan dan ruang ketiga

b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan tugor kulit

c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

d. Defisit Nutrisi berhubungan dengan mual, muntah, dan anoreksia

e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai

proses penyakit

f. Ketakutan anak berhubungan dengan tindakan keperawatan

g. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya respon imun.


C. Intervensi Keperawatan

SDKI SLKI SIKI


Resiko Keseimbangan Cairan Manajement Cairan
Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan Observasi
Cairan keperawatan selama ... maka o Monitor status dehidrasi
keseimbangan cairan o Monitor BB harian
meningkat o Monitor BB sebelum dan
sesudah dialisis
o Monitor hasil pemeriksaan
labaratorium
o Monitor status dinamik
Terapeutik
o Catat intake dan output dan
hitung balance cairan
Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian
deuterik jika perlu
Resiko Infeksi Tingkat infeksi Pencegahan infeksi, tindakan
Setelah dilakukan intervensi Observasi
selama . . . . . maka tanda- o Monitor tanda dan gejala
tanda infeksi tidak terlihat infeksi local dan sistemik
dengan kriteria hasil: Teraupeutik
o Demam berkurang o Batasi jumlah pengunjung
o Kemerahan berkurang o Berikan perawatan kulit pada
o Nyeri berkurang area edema
o Kadar sel darah putih o Cuci tangan sebelum dan
normal sesudah kontak dengan pasien
o Nafsu makan meningkat o Pertahankan teknik aseptic
o Kebersihan tangan pada pasien resiko tinggi
meningkat Edukasi
o Latergi berkurang o Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
o Ajarkan cara mencuci tangan
yang benar
o Ejarkan etika batuk
o Ajarkan cara memeriksa
konsisi luka atau luka operasi
o Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
o Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
kolaborasi
o Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen nutrisi
intervensi selama Observasi :
3x24 jam maka o Identifikasi status
status nutrisi nutrisi
membaik dengan o Identifikasi makanan
kriteria hasil : yang disukai
a. Porsi makanan Terapetik :
yang dihabiskan o Monitor asupan
meningkat makanan
b. IMT membaik o Monitor hasil
c. BB membaik pemeriksaan
laboraturium
Kolaborasi :
o Kolaborasi dengan ahli gizi
menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrien yang
dibutuhkan

Anda mungkin juga menyukai