Oleh :
Puji syukur senantiasa kelompok sampaikan kepada Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kelompok dapat menyelesaikan
desiminasi ilmu ini yang berjudul “Pemberian Rebusan Daun Pepaya Terhadap
Konstipasi Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin”
Desiminasi Ilmu ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan
kompetensi Praktek Keperawatan Gerontik pada Program Studi Profesi Ners STIKes
YPAK Padang.
Kelompok menyadari bahwa dalam penulisan Desiminasi Ilmu ini masih jauh dari
kesempurnaan. Tetapi berkat usaha bersama dan dukungan dari berbagai pihak, dengan
ini kelompok mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Drs. Syahbana selaku Kepala Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih
Sicincin Kabupaten Padang Pariaman.
2. Bapak/ ibu pejabat struktual Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin
Kabupaten Padang Pariaman.
3. Bapak/ ibu pegawai dan pengasuh Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih
Sicincin Kabupaten Padang Pariaman.
4. Bapak/ibu lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin Kabupaten
Padang Pariaman.
5. Ibu Ns. Shuci Putri Hayu, S. Kep selaku Pembimbing Klinik di Panti Sosial Tresna
Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin Kabupaten Padang Pariaman.
6. Ibu Ns. Rika Syafitri, M. Kep selaku pembimbing akademik STIKes YPAK
PADANG
Kelompok
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut WHO lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berumur 60 tahun atau lebih.
Batasan usia lansia yaitu, lansia usia pertengahan (middle age 45-59 tahun), usia lanjut
(elderly 60-74 tahun) usia lanjut tua (old 75-90 tahun), usia sangat tua (very old, diatas 90
tahun). Secara global pada tahun 2013 proporsi dari populasi penduduk berusia lebih dari 60
tahun adalah 11,7% dan diperkirakan jumlah tersebut akan terus meningkat seiring dengan
peningkatan usia harapan hidup (WHO, 2015).
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Administration of Aging dalam Fadila
(2013) diperoleh bahwa populasi lansia usia enam puluh tahun ke atas akan melambat di
negara-negara maju namun akan tetap meningkat di negara berkembang. Lebih lanjut
dijelaskan bahwa pada tahun 2000 jumlah orang berusia 60 tahun ke atas diperkirakan sekitar
605 juta jiwa . selanjutnya, akan terjadi peningkatan pada tahun 2050 yang untuk pertama
kalinya dipekirakan jumlah lansia di dunia akan melampaui jumlah populasi anak-anak
berusia 14 tahun ke bawah (Holdsworth, 2014). Di Indonesia sendiri jumlah lansia pada
tahun 2013 yaitu 8,9% dengan usia harapan hidup 770,8 tahun dan pada tahun 2050
diperkirakan jumlah lansia di Indonesia 21,4% dari total populasi. Sementara di Sumatera
Barat merupakan provinsi urutan ke-7 dengan jumlah lansia terbanyak di Indonesia
(Kementrian Kesehatan RI, 2015).
Lansia merupakan peroses penuaan dengan bertambahnya usia individu yang ditandai
dengan penurunan fungsi organ tubuh seperti otak, jantung, hati, ginjal serta peningkatan
kehilangan jaringan aktif tubuh berupa otot-otot tubuh. Penurunan fungsi organ tubuh pada
lansia akibat dari berkurangnya jumlah kemampuan sel tubuh, sehingga kemampuan jaringan
tubuh untuk mempertahankan fungsi secara normal menghilang, sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Fatimah, 2014).
Masalah kesehatan terbanyak yang dialami lansia adalah penyakit degenerative atau tidak
menular yang sering terjadi akibat gaya hidup yang tidak sehat pada lansia (Kementrian
kesehatan RI, 2015). Berdasarkan data Kementrian Kesehatan RI, (2013), 1,53% lansia di
Indonesia mengalami masalah pada system eliminasi. Konstipasi merupakan masalah
eliminasi yang sering dialami karena asupan serat yang telampau lama (kurun waktu lama)
mengakibatkan konstipasi (Soelistijani, 2002).
Masalah kesehatan yang dialami lansia sering berbeda dengan dewasa muda, karena
penyakit pada lansia merupakan gabungan dari kelainan-kelainan yang timbul akibat
penyakit dan proses penuaan, yaitu menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri atau mengganti diri serta mempertahankan struktur dan fungsi. Salah
satu perubahan yang terjadi pada proses penuaan yaitu perubahan pada system
gastrointestinal. Perubahan-perubahan yang terjadi pada system gastrointestinal tersebut
yaitu termasuk perubahan struktur dan fungsi usus besar. Pada lansia sendiri terjadi
perubahan dalam usus besar termasuk penurunan sekre mucus, elastisitas dinding rectum,
peristaltic kolon yang melemah, dan gagal mengosongkan rektum yang dapat menyebabkan
konstipasi (Leueckenotte, 2000). Hal inilah yang menjadi dasar bahwa konstipasi merupakan
masalah kesehatan pada lansia.
Pada umumnya, lansia menganggap konstipasi sebagai hal yang biasa. Sekitar 30–40%
orang diatas usia 65 tahun di Inggris mengeluh konstipasi, 30% penduduk diatas usia 60
tahun merupakan konsumen yang teratur menggunakan obat pencahar. Sekitar 20% populasi
diatas 65 tahun di Australia, mengeluh menderita konstipasi (Siswono, 2003). Namun jika
tidak diatasi, konstipasi dapat menimbulkan situasi yang lebih serius seperti impaksi (feses
menjadi keras dan kering) dan obstruksi. Konstipasi kronis dapat mengakibatkan
divertikulosis, kanker kolon dan terjadinya hemoroid (Sudoyo, dkk, 2006 dalam Mulyani
2012).
Laporan Riset Kesehatan Dasar (2015), menunjukkan sebagian besar penduduk Indonesia
masih kurang konsumsi serat dari sayur dan buah, kurang olahraga dan bertambah makan
makanan yang mengandung pengawet. Keadaan ini tentu saja menimbulkan gangguan dalam
pencernaan dengan keluhan yang sering timbul antara lain kembung dan tidak dapat buang
air besar secara lancar atau konstipasi.
Kasus konstipasi umumnya diderita masyarakat umum sekitar 4-30% pada kelompok usia
60 tahun ke atas atau lansia. Insiden konstipasi meningkat seiring bertambahnya umur,
terutama usia 65 tahun ke atas Pada suatu penelitian pada orang berusia usia 65 tahun ke atas,
terdapat penderita konstipasi sekitar 34 persen wanita dan pria 26 persen (Wahyu, 2012).
Semua orang dapat mengalami konstipasi terlebih pada lanjut usia akibat gerakan
peristaltik lebih lambat. Konstipasi terjadi jika makan kurang berserat, kurang minum, dan
kurang olahraga. Kasus konstipasi umumnya diderita masyarakat umum sekitar 4-30 persen
pada kelompok usia 60 tahun ke atas. Konsumsi serat yang cukup dapat memperlancar proses
defekasi. . Serat ini akan mengikat lemak sehingga lemak tidak akan diserap oleh tubuh
melainkan akan dikeluarkan dari tubuh bersama feses. Salah satu serat yang dapat
mempermudah proses defekasi terdapat pada daun pepaya. Daun pepaya mengandung enzim
papain. Enzim proteolytic dan serat kasar tinggi yang dapat melancaran defekasi. Daun
papaya mengandung selulosa untuk merangsang otot-otot usus (Abdul Ghofar, 2012 dalam
Najma, 2017).
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan mengkonsumsi makanan
tinggi serat, salah satunya air rebusan daun pepaya dan banyak minum air putih, terutama
ketika lambung dalam keadaan penuh. Mengkonsumsi air daun pepaya ketika lambung terasa
penuh dapat merangsang gerak peristatik usus, Jika lansia sudah mengalami dorongan maka
segeralah untuk buang air besar agar tidak terjadi konstipasi (Wayu, 2012).
Penelitian tentang air rebusan daun papaya ini sangat bermanfaat untuk dunia
keperawatan guna memperkaya praktek pendidikan keperawatan yang professional dalam hal
ini dapat membantu perawat meningkatkan pemahaman khususnya tentang pencegahan
konstipasi, sehingga perawat dapat memberikan pelayanan keperawatan yang tepat pada
masyarakat untuk mencegah terjadinya konstipasi dengan cara memberikan informasi dan
pendidikan kesehatan terhadap masyarakat sebagai upaya pencegahan konstipasi.
B. Tujuan Desiminasi
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan desiminasi ilmu diharapkan audience(Pegawai atau pengasuh) dapat
menerapkan pemberian rebusan daun papaya terhadap konstipasi lansia di Panti Sosial
Tresna Werdha (PSTW) Sabai Nan Aluih Sicincin
2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti desiminasi ilmu diharapakan audience (Pegawai atau pengasuh) dapat
memahami dan menerapkan tentang :
a. Konsep tentang konstipasi
b. Manfaat pemberian rebusan daun papaya terhadap konstipasi pada lansia di Panti
Sosial Tresna Werdha (PSTW) sabai Nan Aluih
C. Manfaat Desiminasi
1. Bagi pegawai atau pengasuh Di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin
Diharapkan dengan adanya desiminasi ilmu ini dapat memberikan tambahan
pengetahuan kepada pengasuh dan pegawai untuk mampu menerapkan pemberian daun
papaya terhadap penurunan konstipasi pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha
(PSTW) Sabai Nan Aluih Sicincin
2. Bagi Mahasiswa Keperawatan
Diharapakan dapat dijadikan sebagai referensi dan ilmu pengetahuan dalam
menangani lansia yang mengalami konstipasi dengan memberikan rebusan daun papaya
di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Sabai Nan Aluih Sicincin
3. Bagi Lansia
Diharapkan dapat dijadikan pengobatan alternatif untuk mencegah dan
meminimalisir komplikasi yang akan terjadi pada lansia yang terkena konstipasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Defenisi Lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia. Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) undang-undang no 13 tahun 1998
tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia
apabila usianya 60 tahun keatas. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap
lanjut dari semua proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh
untuk beradaptasi dengan stress lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh
fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta
Menurut pendapat berbagai ahli dalam efendi (2009) batasan-batasan umur yang
berbunyi “ lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas”.
kriteria berikut: usia pertengahan (midle age) ialah 45-59 tahun, lanjut usia
(elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun, usia sangat tua
inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase firilities) ialah 40-55 tahun, ketiga (fase
presenium) ialah 55-65 tahun, keempat (fase senium) ialah 65 hingga tutup usia.
d. Menurut Prof. Dr. Koesoemato setyonegoro masa lanjut usia (geriatric) dibagi
menjadi tiga batasan umur, yaitu young old (70-75 tahun), old (75-80 tahun), very
1. Proses Menua
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan
manusia. Proses menua merupakan proses epanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu
waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses
alamiah, yang berarti seseorang telah memulai kehidupannya yaitu anak, dewasa dan tua.
Tiga tahapan ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis (Fadila, 2013).
dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar, yaitu teori biologis dan teori psikologis.
Penelitian yang terlihat dengan jalur biologi memusatkan perhatian pada indikator yang
dapat melihat dengan jelas pada proses penuaan, banyak pada tingkat seluler, sedangkan
ahli teori psikososial mencoba untuk menjelaskan bagaiaman proses tersebut dipandang
dalam kaitan dengan kepribadian dan prilaku (Stanley and Beare, 2006).
a. Teori Biologis
tubuh termasuk perubahan mulekular dan seluler dalam sistem organ utama dan
kemampuan organ tubuh untuk berfungsi secara adekuat dan melawan penyakit.
Teori biologis juga menjelaskan mengapa orang mengalami penuaan dengan
cara berbeda dari waktu ke waktu dan faktor apa yang mempengaruhi umur panjang,
tentang faktor spesifik dihubungkan dengan penuaan dan bagaimana orang dapat
b. Teori Genetika
Teori genetika terdiri dari teori asam deoksiri bonukleat (DNA), teori ketepatan
dan kesalahan mutasi seomatik dan teori glukogen. Teori ini menyatakan bahwa
proses replikasi pada tingkatan seluler menjadi tidak teratur karena adanya informasi
tidak sesuai yang diberikan dari inti sel. Molekul DNA menjadi saling bersilangan
(kroslink) dengan unsur yang lain sehingga merubah informasi genetik. (Fadila, 2013)
c. Teori Wear-And-Tear
sampai metabolik atau zat nutrisi dapat merusak sintesis DNA, sehingga mendorogng
mal fungsi molekuler dan akhirnya malfungsi organ tubuh. Pendukung teori ini
percaya bahwa tubuh akan mengalami kerusakan berdasarkan suatu jadwal. (Fadila,
2013)
d. Teori Imunitas
tertentu yang mempunyai suatu dampak pada reaksi yang diatur oleh sistem saraf. Hal
ini lebih jelas ditunjukkan dalam kelenjer hipfisis tiroid, adrenal dan reproduksi.
Salah satu area neurologi yang mengalami gangguan scara universal akibat penuaan
adalah waktu reaksi yang diperlukan untuk menerima, memproses dan bereaksi
terhadap perintah. Dikenal sebagai perlambatan tingkah laku, respon ini kadang-
f. Teori Psikososial
yang menyerta peningkatan usia, sebagai lawan dari implikasi biologi dan kerusakan
g. Teori kepribadian
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini
menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seorang lanjut usia sangat
dipengaruhi oleh tipe personalitas yang dimilikinya. Teori ini mengemukakan adanya
hidup seseorang pada suatu saat merupakan gambaran kelak pada saat ia menjadi
Teori tugas perkembangan adalah aktifitas dan tantangan yang harus dipenuhi
penuaan sukses. Tugas utama lansia adalah mampu melihat kehidupan seseorang
sebagai kehidupan yang dijalani dan integritas. Pada kondisi tidak adanya pencapaian
perasaan bahwa ia telah menikmati kehidupannya yang baik, maka lansia tersebut
beresiko untuk disibukkan dengan rasa penyesalan atau putus asa. (Fadila, 2013)
i. Teori disangagament
Teori ini membahas putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan
mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan
sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik
secara kualitas maupun kuantitas sehingga lanjut usia sering mengalami kehilangan
ganda (triple loss) yaitu kehilangan peran hambatan kontak sosial dan berkurangnya
j. Teori Aktivitas
Teori ini menyatakan bahwa lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif
dan banyak ikut serta dalam kegiatan sosial. Lanjut usia akan merasakan kepuasan
mungkin. Selain itu, pentingnya aktifitas mental dan fisik yang berkesinambungan
Teori ini juga dikenal dengan teori pertimbangan, dimana teori ini
terhadap perubahan akibat penuaan. Ciri kepribadian dasar dikatakan tetap tidak
berubah walaupun usia lanjut. Selanjutnya, ciri kepribadian secara khas menjadi lebih
jelas pada saat orang tersebut bertambah tua (stanley and Beare, 2006).
Menurut Nugroho (2008), perubahan yang terjadi pada lansia adalah sebagai
berikut :
a. Perubahan-perubahan fisik
Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai semua sistem organ tubuh
b. Perubahan-perubahan mental
keturunan dan lingkungan. Sedangkan perubahan mental yang terjadi pada lansia
adalah :
a). Kenangan (Memori)
Kenangan jangka panjang, beberapa jam sampai beberapa hari yang lalu
dan mencakup beberapa perubahan, kenangan jangka pendek atau seketika (0-10
2. Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan atau posisi yang cukup tinggi,
4. Kehilangan pekerjaan
Menurut Mubarak dan Chayatin (2007), saluran pencernaan bawah meliputi usus halus
dan usus besar. Usus halus terdiri atas tiga bagian yaitu duodenum, jejenum, dan ileum.
Sedangkan usus besar terdiri atas empat bagian yaitu sekum, kolon, apendiks, dan rektum.
Panjang jejunum dan ileum bervariasi antara 300 dan 900 cm. Jejunum berukuran lebih
besar, memiliki dinding yang tebal, lipatan membran mukosa yang lebih banyak, dan plak
Usus besar adalah sebuah saluran otot yang dilapisi oleh membran mukosa. Serat
otot berbentuk sirkular dan longitudinal, yang memungkinkan usus besar berkontraksi
melebar dan memanjang. Fungsi utama usus besar (kolon) adalah absorpsi air dan zat
masuk ke lambung terjadi gerakan massa di kolon yang disebabkan oleh refleks gastrokolon.
Ketika gerakan massa di kolon mendorong isi kolon ke dalam rektum, terjadi peregangan
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2003), dalam proses defekasi terjadi dua macam
refleks, yaitu :
Refleks ini berasal dari feses yang masuk ke rectum sehingga terjadi distensi
terjadilah gerakan peristaltik. Setelah feses tiba di anus secara sistematis spinkter interna
Feses yang masuk ke rektum akan merangsang saraf rectum yang kemudian
diteruskan ke spinal cord. Dari spinal cord kemudian dikembalikan ke kolon desenden,
sigmoid, dan rectum yang menyebabkan intensifnya peristaltik dan relaksasi spinkter
Selain itu dorongan feses juga dipengaruhi oleh kontraksi otot abdomen, tekanan
diafragma dan kontraksi otot elevator ani. Defekasi juga dipermudah oleh fleksi otot
2. Usus halus
Usus halus merupakan lumen muskular yang dilapisi membran mukosa yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Sebagian besar proses pencernaan dan
1. Definisi Konstipasi
konstipasi adalah pengeluaran sejumlah kecil feses keras dan kering kurang dari tiga kali
dalam seminggu atau perubahan signifikan kebiasaan buang air besar seseorang, yaitu
yang diikuti mengedan, dan perasaan begah, atau pertut terasa penuh.gejala yang menetap
selama tiga bulan atau lebih disebut kostipasi kronik (Folden, 2002).
2. Etiologi Konstipasi
1. Asupan serat
Konsumsi serat makanan, khususnya serat tak larut (tak dapat dicerna dan tak larut
air panas) menghasilkan kotoran yang lembek.Insoluble fibre (serat tidak larut)
bersifat menahan air pada fragmen serat sehingga menghasilkan tinja yanglebih
banyak dan berair. Akibatnya akan terjadi stimulasi gerakan peristaltik, mempercepat
waktu transit kolon, peningkatan frekuensi defekasi, dan penurunan tekanan di dalam
kolon.
2. Intake cairan
air untuk memecah makanan padat. Bahan sisa metabolisme dalam saluran cerna
akan membawa sejumlah air yang telah digunakan untuk mencairkan makanan, dan
hal ini tergantung pada ketersediaan air di dalam tubuh. Air yang membawa sisa
metabolisme akan bertindak sebagai pelumas untuk membantu sisa metabolisme ini
bergerak di sepanjang kolon. Semakin tubuh membutuhkan air, semakin besar
usahanya untuk menyerap kembali air yang tersedia di dalam usus. Proses ini
memberikan tekanan besar pada sisa metabolisme agar airnya dapat diabsorbsi
kembali oleh mukosa atau dinding selaput dari kolon. Dampaknya tinja menjadi lebih
3. Aktivitas fisik
dan fisik semua lansia. Pada umumnya, para lansia akan mengalami penurunan
aktifitasfisik. Salah satu faktor penyebabnya adalah pertambahan usia yang dapat
melambatnya feses menuju rectum dalam waktu lama dan terjadi reabsorpsi cairan
feses sehingga feses mengeras. Aktivitas fisik juga membantu seseorang untuk
mempertahankan tonus otot. Tonus otot yang baik dari otot-otot abdominal, otot
4. Gangguan metabolik
inkoordinasi, anoreksia, dan konstipasi dapat karena penurunan tonus pada otot lurik
dan polos. Hipotiroid yaitu dimana produksi hormon pada kelenjar tiroid mengalami
metabolisme makanan dalam tubuh terhambat maka proses pengeluarannya pun juga
lebih lambat.
5. Obstruksi mekanik
Kanker Kolon adalah tumor ganas yang berasal dari mukosa kolon.Kanker yang
berada pada kolon kiri cenderung mengakibatkan perubahan pola defekasi sebagai
akibat iritasi dan respon refleks, perdarahan, mengecilnya ukuran feses, dan
konstipasi karena lesi kolon kiri yang cenderung melingkar mengakibatkan obstruksi.
6. Penggunaan obat-obatan
Obat penenang, opiat, antikolinergik, zat besi (zat besi mempunyai efek menciutkan
dan kerja yang lebih secara lokal pada mukosa usus untuk menyebabkan konstipasi.
Zat besi juga mempunyai efek mengiritasi dan dapat menyebabkan diare pada
sebagian orang), diuretik, antasid dalam kalsium atau aluminium, dan obat-obatan
penurunan sekresi mukosa usus. Lansia sering mengonsumsi makanan rendah serat.
3. Manifestasi Klinis
No
Subyektif : Objektif
.
4. Patofisiologi
Defekasi seperti juga pada berkemih adalah suatu proses fisiologis yang
menyertakan kerja otot-otot polos dan serat lintang, persarafan sentral dan perifer,
koordinasi dari sistem refleks, kesadaran yang baik dan kemampuan fisis untuk mencapai
tempat BAB. Kesukaran diagnosis dan pengelolaan dari konstipasi adalah karena
banyaknya mekanisme yang terlibat pada proses BAB normal (Dorongan untuk defekasi
secara normal dirangsang oleh distensi rektal melalui empat tahap kerja, antara lain:
rangsangan refleks penyekat rektoanal, relaksasi otot sfingter internal, relaksasi otot
sfingter external dan otot dalam region pelvik, dan peningkatan tekanan intra-abdomen).
Defekasi dimulai dari gerakan peristaltik usus besar yang menghantarkan feses
ke rektum untuk dikeluarkan. Feses masuk dan meregangkan ampula dari rektum diikuti
relaksasi dari sfingter anus interna. Untuk meghindarkan pengeluaran feses yang spontan,
terjadi refleks kontraksi dari sfingter anus eksterna dan kontraksi otot dasar pelvis yang
depersarafi oleh saraf pudendus. Otak menerima rangsang keinginan untuk BAB dan
isinya dengan bantuan kontraksi otot dinding perut. kontraksi ini akan menaikkan
tekanan dalam perut, relaksasi sfingter dan otot elevator ani. Baik persarafan simpatis
1. Komplikasi
konstipasi :
d). Ca colon
3. Penatalaksanaan
konstipasi :
a. Pengobatan non-farmakologis
1. Latihan usus besar : melatih usus besar adalah suatu bentuk latihan perilaku
terhadap tanda-tanda dan rangsang untuk BAB, dan tidak menahan atau
Serat meningkatkan massa dan berat feses serta mempersingkat waktu transit
di usus. untuk mendukung manfaa serat ini, diharpkan cukup asupan cairan
sekitar 6-8 gelas sehari, bila tidak ada kontraindikasi untuk asupan cairan.
konstipasi jalan kaki atau lari-lari kecil yang dilakukan sesuai dengan umur
a. Pengobatan farmakologis
dan biasanya dipakai obat-obatan golongan pencahar. Ada 4 tipe golongan obat pencahar,
(Setiadi, 2017):
1. Memperbesar dan melunakkan massa feses, antara lain : Cereal, Methyl selulose,
Psilium.
2. Melunakkan dan melicinkan feses, obat ini bekerja dengan menurunkan tegangan
3. Golongan osmotik yang tidak diserap, sehingga cukup aman untuk digunakan,
misalnya pada penderita gagal ginjal, antara lain : sorbitol, laktulose, gliserin
4. Merangsang peristaltik, sehingga meningkatkan motilitas usus besar. Golongan
ini yang banyak dipakai. Perlu diperhatikan bahwa pencahar golongan ini bisa
Daun pepaya adalah daun bertulang menjalar (Palmineus) dengan warna hijau tua
pada bagian atasnya dan hijau muda pada bagian mudanya. Daun papaya mengandung
sejumlah komponen aktif yang dapat meningkatkan kekuatan total antioksidan didalam
darah dan menurunkan level perooxidation level, seperti papain, chymopapain, cystain,
(Najma, 2017).
tubuh
sumber energi
kekebalan tubuh
dan karbohidrat
Daun pepaya memiliki getah bewarna putih yang mengandung enzim pemecah protein
atau yang biasa disebut dengan enzim proteolitik. Enzim ini berperan dalam meningkatkan
nafsu makan. Daun pepaya juga mengandung enzim papain yang memiliki fungsi
melancarkan buang air besar. Enzim papain juga memiliki peran dalam memecah protein
menjadi arginin. Arginin adalah salah satu asam amino yang dalam kondisi normal tidak
dapat diproduksi oleh tubuh. Papain terbentuk di seluruh bagian buah papaya, baik kulit,
daging buah, maupun bijinya, namun kandungan enzim papain dalam daun papaya lebih besar
2 kali seminggu 1
Jarang 1
Kadang-kadang 2
Biasa Saja 3
Selalu 4
Jarang 1
Kadang-kadang 2
Biasa saja 3
Selalu 4
Jarang 1
Kadang-kadang 2
Biasa saja 3
Selalu 4
10 – 20 menit 1
20 – 30 menit 2
Menggunakan pencahar 1
Bantuan Secara Digital 2
3-6 2
6-9 3
More than 9 4
1 hingga 5 tahun 1
5 sehingga 10 tahun 2
10 hingga 20 tahun 3
Keterangan :
Konstipasi : > 15
B. Kontraindikasi
Tidak diperbolehkan untuk lansia yang mengalami diare, karena air rebusan daun
papaya memiliki getah bewarna putih yang mengandung enzim pemecah protein atau yang
biasa disebut dengan enzim papain yang berfungsi mengandung serat tinggi sehingga
Diperbolehkan untuk lansia yang mengalami konstipasi, karena air rebusan daun
papaya memiliki getah bewarna putih yang mengandung enzim pemecah protein atau yang
biasa disebut dengan enzim papain yang berfungsi mengandung serat tinggi sehingga
Air rebusan daun papaya ialah hasil dari rebusan daun papaya dengan air. Metode air
3. Potong-potong dan rendam dengan air sekitar 2 lietr air didalam panci.
4. Rebusan air dn daun papaya, dan didihkan tanpa ditutup sampai air rebusan
berkurang setengahnya.
Menurut Najma, 2017 cara penyajian air rebusan daun papaya, yaitu :
Akmal, M. Zely, I. (2010). Ensiklopedi kesehatan untuk umum. Jogjakarta: Arruzz Media.
Audrey B., Shirlee J., Barbara K., et al., (2009). Pengkajian Kesehatan Pada Orang
Dewasa. Jakarta : EGC.
Darmojo, R.B & Martono, H.H. (2006). Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut (Edisi
Ketiga).Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Hidayat, A.A. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan Buku 1, Jakarta: Salemba Medika.
Juniarti N. (2008) .Gambaran Jenis dan Tingkat Kesepian Pada Lansia di Balai Panti
Sosial Tresna Werdha Pakuntandang Ciparay Bandung.