Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH GERONTIK

“Asuhan Keperawatan Pada Lansia dengan Gangguan BAB (Konstipasi)”

OLEH

NAMA NIM
FRANSISKA ELLSYANA KALL PO.530320917151
OLVIAN MARA WELI PO.530320917167

TINGKAT 3 PPN A

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG JURUSAN KEPERAWATAN

PROGAM STUDI D-IV KEPERAWATAN

2020

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Gerontik dengan topik “
Asuhan Keperaawatan Pada Lansia dengan Gangguan BAB (konstipasi)‘’ dengan
baik. Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas kami.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat waktu. Makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami
harapkan demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca serta untuk pengembangan
wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Kupang, April 2020

Kelompok

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Usia lanjut merupakan kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses
perubahan secara bertahap dalam jangka waktu tertentu. Pada usia lanjut akan terjadi
banyak perubahan seiring dengan proses penuaanya salah satu dari perubahan tersebut
adalah perubahan pada system gastrointestinal. Keluhan yang sering dijumpai ialah
sembelit atau konstipasi, yang disebabkan kurangnya kadar selulosa, insiden ini mencapai
puncak pada usia 60-70 tahun (Lilik, 2011).
Salah satu masalah yang banyak diderita para lansia adalah sembelit atau
konstipasi (susah BAB). Konstipasi atau sembelit sering dikeluhkan oleh usia lanjut,
yang dapat disebabkan karena usia lanjut kurang aktifitas, kurang masukan air (kurang
dari delapan gelas/1.600 cc per hari) serta diet kurang serat (kurang dari 20 gram serat per
hari) cendrung mudah mengalami konstipasi (Supartondo, dkk. 2000).
Pada umumnya, lansia menganggap konstipasi sebagai hal yang biasa.Sekitar 30–
40% orang diatas usia 65 tahun di Inggris mengeluh konstipasi, 30% penduduk diatas
usia 60 tahun merupakan konsumen yang teratur menggunakan obat pencahar. Sekitar
20% populasi diatas 65 tahun di Australia, mengeluh menderita konstipasi (Siswono,
2003). Namun jika tidak diatasi, konstipasi dapat menimbulkan situasi yang lebih serius
seperti impaksi (feses menjadi keras dan kering) dan obstruksi. Konstipasi kronis dapat
mengakibatkan 2 divertikulosis, kanker kolon dan terjadinya hemoroid (Sudoyo, dkk,
2006 dalam Mulyani 2012). Kejadian kanker kolon menempati urutan ke-4, dan
menempati peringkat ke-2 penyebab kematian karena kanker di dunia. Di Indonesia,
karsinoma kolon termasuk dalam sepuluh jenis kanker terbanyak dan menempati urutan
keenam dari penyakit keganasan yang ada. Menurut penelitian Hastuti (2010) di RSUP
dr. Kariadi Semarang terdapat 101 kasus kanker kolon dan rektum. Menurut hasil
penelitian Zendrato (2009) proporsi penderita kanker colorectal terbanyak pada
kelompok umur ≥ 40 tahun yaitu 73,2%.
Laporan Riset Kesehatan Dasar 2007 menunjukkan sebagian besar penduduk
Indonesia masih kurang konsumsi serat dari sayur dan buah, kurang olah raga dan
bertambah makan makanan yang mengandung pengawet. Keadaan ini tentu saja
menimbulkan gangguan dalam pencernaan dengan keluhan yang sering timbul antara lain
kembung dan tidak dapat buang air besar secara lancar atau konstipasi. Kasus konstipasi
umumnya diderita masyarakat umum sekitar 4- 30% pada kelompok usia 60 tahun ke atas
atau lansia. Insiden konstipasi meningkat seiring bertambahnya umur, terutama usia 65
tahun ke atas Pada suatu penelitian pada orang berusia usia 65 tahun ke atas, terdapat
penderita konstipasi sekitar 34 persen wanita dan pria 26 persen (Wahyu, 2012).
Dari data yang diperoleh peneliti dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo
didapatkan data untuk wilayah Desa Sukorejo pra usila 45-60 tahun, lakilaki sebanyak
3678 dan wanita sebanyak 4426. Dan untuk Desa Gandu Kepuh sekitar 1417 lansia.
Semakin meningkatnya jumlah lansia di Kecamatan 3 SukorejoKabupaten Ponorogo
tersebut akan semakin banyak kejadian penyakit yang akan dialami lansia dengan
berbagai perubahan-perubahan pada lansia salah satunya pada system gastrointestinal
lansia akan mengalami berbagai keluhan seperti sembelit atau konstipasi (Dinkes, 2013).
Konstipasi pada lansia disebabkan karena proses penuaan yang mereka alami dan
di dukung oleh beberapa faktor seperti kurang gerak, asupan cairan dan serat yang
kurang. Jika konstipasi dibiarkan terus-menerus tanpa penangganan yang tepatakan
berdampak buruk pada kesehatan lansia salah satunya ialah kanker kolon. Dalam
mencegah terjadinya konstipasi pada lansia keluarga berperan sebagai perawat keluarga
dimana peran yang terkait merawat anggota keluarga jika ada yang sakit keluarga harus
berperan penting dalam pencegahan konstipasi dari mulai meningkatkan asupan cairan
dan serat yang cukup, menganjurkan untuk terus beraktifitas fisik, menggingatkan untuk
berak secara rutin untuk mencegah terjadinya konstipasi (Iqbal, Mubarak. 2012).
Keluarga memberikan perawatan kesehatan yang bersifat preventif dan secara
bersamasama merawat anggota keluarga yang sakit. Lebih jauh lagi keluarga mempunyai
tanggung jawab utama untuk memulai dan mengkoordinasikan pelayanan yang diberikan
anggota keluarga individual (Iqbal, Mubarak. 2012). Oleh karenanya, peran keluaraga
dalam merawat usia lanjut sangat penting untuk menjaga kesehatan dan kesejahteraan
usia lanjut.
Kemampuan keluarga atau peran 4 keluarga dalam merawat usia lanjut dirumah
diartikan sebagai kemampuan keluarga dalam melakukan tindakan untuk memenuhi
kebutuhan fisik, psikologis, social, dan spiritual pada usia lanjut (Kolifah, 2011).
Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan akan mempengaruhi tingkat
kesehatan keluarga dan individu. Tingkat pengetahuan keluarga terkait konsep sehat sakit
akan mempengaruhi perilaku keluarga dalam menyelesaikan masalah kesehatan keluarga
maka dari itu peran keluarga dapat ditinggkatkan dengan cara meningkatkan pengetahuan
pada keluarga tersebut. Anjurkan keluarga dalam modifikasi diet tinggi serat serta cairan
yang adekuat, menetapkan peningkatan aktivitas fisik pada lansia, menetapkan
keteraturan defekasi (Maas, 2011)
1.2 Tujuan
 Tujuan umum :
Mahasiswa/I mampu memahami dan menerapkan asuhan keperawatan pada lansia denga
gangguan BAB (konstipasi)
 Tujuan khusus :
1. Melakukan pengkajian pada lansia dengan konstipasi
2. Menetapkan diagnose keperawatan pada lansia dengan konstipasi
3. Membuat perencanaan pada lansia dengan konstipasi
4. Melakukan implementasi dan evaluasi pada lansia dengan konstipasi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Lanjut Usia
A. Definisi Lanjut Usia Lanjut
usia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk memperatahankan
keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan
penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual,
karena faktor tertentu Lansia tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara
jasmani, rohani maupun sosial. Seseorang dikatakan Lansia ialah apabila berusia 60
tahun atau lebih, Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki
tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan Lansia ini akan
terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan (Nugroho, 2008).
B. Batasan Lanjut Usia
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan Lansia menjadi
empat, yaitu usia pertengahan (middle age) adalah 45-59 tahun, lanjut usia (elderly)
adalah 60-74 tahun. lanjut usia tua (old) adalah 75-90, usia sangat tua (very old) adalah
diatas 90 tahun. Sedangkan menurut Undang-Undang No.13 Tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia, seseorang disebut Lansia bila telah memasuki atau
mencapai usia 60 tahun lebih (Nugroho, 2008).
C. Tipe Lanjut Usia
Menurut Nugroho (2008) lanjut usia dapat pula dikelompokan dalam beberapa
tipe yang bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental,
sosial, dan ekonominya. Tipe ini antara lain:
1) Tipe Optimis: lanjut usia santai dan periang, penyesuaian cukup baik, mereka
memandang masa lanjut usia dalam bentuk bebas dari tanggung jawab dan sebagai
kesempatan untuk menuruti kebutuhan pasifnya.
2) Tipe Konstruktif: lanjut usia ini mempunyai integritas baik, dapat menikmati hidup,
memiliki toleransi yang tinggi, humoristik, fleksibel, dan tahu diri. Biasanya, sifat ini
terlihat sejak muda. Mereka dengan tenang menghadapi proses menua.
3) Tipe Ketergantungan: lanjut usia ini masih dapat diterima di tengah masyarakat, tetapi
selalu pasif, tidak berambisi, masih tahu diri, tidak mempunyai inisiatif dan bila
bertindak yang tidak praktis. Ia senang pensiun, tidak suka bekerja, dan senang
berlibur, banyak makan, dan banyak minum.
4) Tipe Defensif: lanjut usia biasanya sebelumnya mempunyai riwayat pekerjaan/jabatan
yang tidak stabil, bersifat selalu menolak bantuan, emosi sering tidak terkontrol,
memegang teguh kebiasaan, bersifat konpultif aktif, dan menyenangi masa pensiun.
5) Tipe Militan dan serius: lanjut usia yang tidak mudah menyerah, serius, senang
berjuang, bisa menjadi panutan.
6) Tipe Pemarah: lanjut usia yang pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, selalu
menyalahkan orang lain, menunjukan penyesuaian yang buruk. Lanjut usia sering
mengekspresikan kepahitan hidupnya.
7) Tipe Bermusuhan: lanjut usia yang selalu menganggap orang lain yang menyebabkan
kegagalan, selalu mengeluh, bersifat agresif, dan curiga. Biasanya, pekerjaan saat ia
muda tidak stabil. Menganggap menjadi tua itu bukan hal yang baik, takut mati, iri
hati pada orang yang muda, senang mengadu masalah pekerjaan, dan aktif
menghindari masa yang buruk.
8) Tipe Putus asa, membenci dan menyalahkan diri sendiri: lanjut usia ini bersifat kritis
dan menyalahkan diri sendiri, tidak mempunyai ambisi, mengalami penurunan sosial-
ekonomi, tidak dapat menyesuaiakan diri.
Lanjut usia tidak hanya mengalami kemarahan, tetapi juga depresi,
memandang lanjut usia sebagai tidak berguna karena masa yang tidak menarik.
Biasanya perkawinan tidak bahagia, merasa menjadi korban keadaan, membenci diri
sendiri, dan ingin cepat mati. Perawat perlu mengenal tipe lanjut usia sehingga dapat
menghindari kesalahan atau kekeliruan dalam melaksanakan pendekatan asuhan
keperawatan. Tentu saja tipe tersebut hanya suatu pedoman umum dalam praktiknya,
berbagai variasi dapat ditemukan.
D. Proses Penuaan dan Perubahan yang Terjadi pada Lansia
Proses penuaan merupakan proses alamiah setelah tiga tahap kehidupan, yaitu
masa anak, masa dewasa, dan masa tua yang tidak dapat dihindari oleh setiap individu.
Pertambahan usia akan menimbulkan perubahan-perubahan pada struktur dan fisiologis
dari berbagai sel/jaringan/organ dan sistem yang ada pada tubuh manusia. Proses ini
menjadi kemunduran fisik maupun psikis.
Kemunduran fisik ditandai dengan kulit mengendur, rambut memutih, penurunan
pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat, dan kelaianan berbagai fungsi
organ vital. Sedangkan kemunduran psikis terjadi peningkatan sensitivitas emosional,
penurunan gairah, bertambahnya minat terhadap diri, berkurangnya minat terhadap
penampilan, meningkatkan minat terhadap material, dan minat kegiatan rekreasi tidak
berubah (hanya orientasi dan subyek saja yang berbeda) (Mubarak, 2009). Namun, hal di
atas tidak menimbulkan penyakit. Oleh karena itu, Lansia harus senantiasa berada dalam
kondisi sehat, yang diartikan sebagai kondisi :
1) Bebas dari penyakit fisik, mental, dan sosial.
2) Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
3) Mendapatkan dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat.
Adapun dua proses penuaan, yaitu penuaan secara primer dan penuaan secara
sekunder. Penuaan primer akan terjadi bila terdapat perubahan pada tingkat sel,
sedangkan penuaan sekunder merupakan proses penuaan akibat faktor lingkungan fisik
dan sosial, stres fisik/psikis, serta gaya hidup dan diet dapat mempercepat proses penuaan
(Mubarak, 2009).
E. Masalah yang Terjadi pada Lansia
Menurut Mubarak (2009), terdapat beberapa permasalahan yang sering dialami
oleh seseorang yang telah memasuki masa lanjut usia, antara lain:
1) Perubahan Perilaku, pada Lansia sering dijumpai terjadinya perubahan perilaku, di
antaranya : daya ingat menurun, pelupa, sering menarik diri, ada kecenderungan
penurunan merawat diri, timbulnya kecemasan karena dirinya sudah tidak
menarik lagi, dan Lansia sering menyebabkan sensitivitas emosional seseorang
yang akhirnya menjadi sumber banyak masalah.
2) Perubahan Psikososial, masalah perubahan psikososial serta reaksi individu
terhadap perubahan ini sangat beragam, bergantung pada kepribadian individu
yang bersangkutan. Lansia yang telah menjalani dengan bekerja, mendadak
dihadapkan untuk menyesuaikan dirinya dengan masa pensiun. Bila Lansia cukup
beruntung dan bijaksana, maka ia akan mempersiapkan diri dengan menciptakan
berbagai bidang minat untuk memanfaatkan waktunya, masa pensiunya akan
memberikan kesempatan untuk menikmati sisa hidupnya. Namun, bagi banyak
pekerja, pensiun berarti terputus dari lingkungan, dan teman-teman yang akrab.
3) Pembatasan Aktivitas Fisik, semakin lanjut usia seseorang, mereka akan
mengalami kemunduran, terutama di bidang kemampuan fisik yang dapat
mengakibatkan penurunan pada peranan-peranan sosialnya. Hal ini
mengakibatkan timbulnya gangguan dalam hal mencukupi kebutuhan hidupnya,
sehingga dapat meningkatkan ketergantungan yang memerlukan bantuan orang
lain.
4) Kesehatan Mental, pada umumnya Lansia mengalami penurunan fungsi kognitif
dan psikomotor, perubahan-perubahan mental ini erat sekali kaitanya dengan
perubahan fisik. Semakin lanjut usia seseorang, kesibukan sosialnya akan
semakin berkurang dan akan mengakibatkan berkurangnya interaksi dengan
lingkunganya.
2.2 Konsep Penyakit
A. Definisi Konstipasi
Konstipasi adalah persepsi gangguan buang air besar berupa berkurangnya
frekuensi buang air besar, sensasi tidak puas/lampiasnya buang air besar, terdapat rasa
sakit, perlu ekstra mengejan atau feses yang keras. Disepakati bahwa buang air besar
yang normal frekuensinya adalah 3 kali sehari sampai 3hari sekali. Dalam praktek sehari-
hari dikatakan konstipasi bila buang air besar kurang dari 3 kali seminggu atau 3 hari
tidak buang air besar atau buang air besar diperlukan mengejan secara berlebihan
(Djojoningrat, 2009).
Konstipasi berarti pelannya pergerakan tinja melalui usus besar dan sering
disebabkan oleh sejumlah besar tinja yang kering dan keras pada kolon desenden yang
menumpuk karena absorpsi cairan yang berlebihan (Guyton, 2007). Penyedia layanan
kesehatan biasanya menggunakan frekuensi buang air besar (yaitu, kurang dari 3 x buang
air besar per minggu) untuk mendefinisikan konstipasi. Namun, kriteria Roma, awalnya
diperkenalkan pada tahun 1988 dan kemudian diubah dua kali untuk menghasilkan
kriteria Rome III, telah menjadi definisi standar konstipasi dalam penelitian ini.
Menurut kriteria Roma III untuk konstipasi, pasien harus mengalami setidaknya 2
dari gejala berikut selama 3 bulan sebelumnya:
 buang air besar<3 kali dalam perminggu
 Mengejan
 Tinja Lunak atau keras
 Sensasi Tersumbat
 Sensasi buang air besar yang tidak lampias
 Bantuan manual yang diperlukan untuk buang air besar
B. Etiologi konstipasi
Adapun etiologi dari konstipasi sebagai berikut :
1. Pola hidup : diet rendah serat, kurang minum, kebiasaan buang air besar yang tidak
teratur, kurang olahraga.
a. Diet rendah serat
Makanan lunak dan rendah serat yang berkurang pada feses sehingga menghasilkan
produk sisa yang tidak cukup untuk merangsang refleks pada proses defekasi.
Makan rendah serat seperti ; beras, telur dan daging segar bergerak lambat di
saluran cerna. Meningkatnya asupan cairan dengan makanan seperti itu
meningkatkan pergerakan makanan tersebut (Siregar, 2004). D
b. Kurang cairan/minum
Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan cairan
yang adekuat ataupun pengeluaran (cth: urine, muntah) yang berlebihan untuk
beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk mereabsorbsi air dari chyme ketika ia
lewat di sepanjang kolon. Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari normal,
menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi berkurangnya pemasukan cairan
memperlambat perjalanan chyme di sepanjang intestinal, sehingga meningktakan
reabsorbsi dari chyme (Siregar, 2004).
c. Kebiasaan buang air besar (BAB) yang tidak teratur :
Salah satu penyebab yang paling sering menyebabkan konstipasi adalah kebiasaan
BAB yang tidak teratur. Refleks defekasi yang normal dihambat atau diabaikan,
refleks-refleks ini terkondisi untuk menjadi semakin melemah. Ketika kebiasaan
diabaikan, keinginan untuk defekasi habis. Anak pada masa bermain bisa
mengabaikan refleks-refleks ini; orang dewasa mengabaikannya karena tekanan
waktu dan pekerjaan. Klien yang dirawat inap bisa menekan keinginan buar air
besar karena malu menggunakan bedpan atau karena proses defekasi yang tidak
nyaman. Perubahan rutinitas dan diet juga dapat berperan dalam konstipasi. Jalan
terbaik untuk menghindari konstipasi adalah membiasakan BAB teratur dalam
kehidupan (Siregar, 2004).
2. Obat – obatan.
Banyak obat yang menyebabkan efek samping konstipasi. Beberapa di
antaranya seperti ; morfin, codein sama halnya dengan obat-obatan adrenergik dan
antikolinergik, melambatkan pergerakan dari kolon melalui kerja mereka pada sistem
syaraf pusat. Kemudian, menyebabkan konstipasi yang lainnya seperti: zat besi,
mempunyai efek menciutkan dan kerja yang lebih secara lokal pada mukosa usus
untuk menyebabkan konstipasi. Zat besi juga mempunyai efek mengiritasi dan dapat
menyebabkan diare pada sebagian orang (Siregar, 2004).
3. Kelainan struktural kolon : tumor, stiktur, hemoroid, abses perineum, magakolon.
4. Penyakit sistemik : hipotiroidisme, gagal ginjal kronik, diabetes mellitus.
5. Penyakit neurologik : hirschprung, lesi medulla spinalis, neuropati otonom.
6. Disfungsi otot dinding dasar pelvis.
7. Idiopatik transit kolon yang lambat, pseudo obstruksi kronis
8. Irritable Bowel syndrome tipe konstipasi (Djojoningrat, 2009).
Penyebab umum konstipasi yang dikutip dari Potter dan Perry, 2005 adalah
sebagai berikut :
1. Kebiasaan defekasi yang tidak teratur dan mengabaikan keinginan untuk defekasi
dapat menyebabkan konstipasi.
2. Klien yang mengonsumsi diet rendah serat dalam bentuk hewani (misalnya
daging, produk"produk susu, telur) dan karbohidrat murni (makanan
penutup yang berat) sering mengalami masalah konstipasi, karena
bergerak lebih lambat didalam saluran cerna. Asupan cairan yang rendah juga
memperlambat peristaltik.
3. Tirah baring yang panjang atau kurangnya olahraga yang teratur menyebabkan
konstipasi.
4. Pemakaian laksatif yag berat menyebabkan hilangnya reflex defekasi normal. !
elain itu, kolon bagian bawah yang dikosongkan dengan sempurna, memerlukan
waktu untuk diisi kembali oleh masa feses.
5. Obat penenang, opiat, antikolinergik, zat besi (zat besi mempunyai efek
menciutkan dan kerja yang lebih secara lokal pada mukosa usus untuk
menyebabkan konstipasi. zat besi juga mempunyai efek mengiritasi
dan dapat menyebabkan diare pada sebagian orang), diuretik, antasid
dalam kalsium atau aluminium, dan obat-obatan antiparkinson dapat
menyebabkan konstipasi.'.
6. Lansia mengalami perlambatan peristaltik, kehilangan elastisitas otot abdomen,
dan penurunan sekresi mukosa usus.Lansia sering mengonsumsi makanan rendah
serat.
7. Konstipasi juga dapat disebabkan oleh kelainan saluran GI gastrointestinal seperti
obstruksi usus, ileus paralitik,dan divertikulitus.
8. Kondisi neurologis yang menghambat implus saraf ke kolon (misalnya cedera
pada medula spinalis, tumor) dapat menyebabkan konstipasi.
9. Penyakit"penyakit organik, seperti hipotirodisme, hipokalsemia, atau hypokalemia
dapat menyebabkan konstipasi.
10. Peningkatan stres psikologi. Emosi yang kuat diperkirakan
menyebabkan konstipasi dengan menghambat gerak   peristaltik usus
melalui kerja dari epinefrin dan sistem syaraf simpatis. Stres juga dapat
menyebabkan usus spastik (spastic / konstipasi hipertonik atau iritasi kolon ).
Yang berhubungan dengan konstipasi tipe ini adalah kram pada abdominal,
meningkatnya jumlah mukus dan periode bertukar"tukarnya antara diare dan
konstipasi
11. Umur otot semakin melemah dan melemahnya tonus spinkter yang terjadi pada
orang tua turut berperan menyebabkan konstipasi.
C. Patofisiologi konstipasi
Defekasi dimulai dari gerakan peristaltik usus besar yang menghantar feses ke
rektum untuk dikeluarkan. Feses masuk dan merenggangkan ampula dari rekum diikuti
relaksasi dari sfingter anus interna. Untuk menghindari pengeluaran feses secara spontan,
terjadi refleks kontraksi dari sfingter anus eksterna dan kontraksi otot dasar pelvis yang
dipersarafi oleh saraf pudendus. Otak menerima rangsangan keinginan untuk buang air
besar dan sfingter anus eksterna diperintahkan untuk relaksasi, sehingga rektum
mengeluarkan isinya dengan bantuan kontraksi otot dinding perut. Kontraksi ini akan
menaikkan tekanan dalam perut, relaksasi sfingter dan otot-otot levator ani (Pranaka,
2009).
Ketika serat yang dikonsumsi sedikit, kotoran akan menjadi kecil dan keras.
Konstipasi akan timbul, dimana dalam proses defekasi terjadi tekanan yang berlebihan
dalam usus besar (kolon) keluar dari otot, membentuk kantong kecil yang disebut
divertikula. Hemoroid juga bisa sebagai akibat dari tekanan yang berlebihan saat defekasi
(Wardlaw, Hampl, and DiSilvestro, 2004). Hampir 50% dari pasien dengan penyakit
divertikular atau anorektal, ketika ditanya, menyangkal mengalami konstipasi/sembelit.
Namun, hampir semua pasien ini memiliki gejala ketegangan atau jarang defekasi
(Basson, 2010)
Patogenesis dari konstipasi bervariasi, penyebab multipel mencakup beberapa
faktor yaitu:
1. Diet rendah serat , karena motalitas usus bergantung pada volume isi usus.
semakin besar volume akan semakin besar motalitas.
2. Gangguan refleks dan psikogenik. Hal ini termasuk (1) fisura ani yang terasa
nyeri dan secara refleks meningkatkan tonus sfingter ani sehingga semakin
meningkatnya nyeri; (2) yang disebut anismus (obstruksi pintu bawah panggul),
yaitu kontraksi (normalnya relaksasi) dasar pelvis saat rektum terenggang.
3. Gangguan transport fungsional, dapat terjadi karena kelainan neurogenik,
miogenik, refleks, obat-obatan atau penyebab iskemik (seperti trauma atau
arteriorsklerosis arteri mesentrika).
4. Penyebab neurogenik. Tidak adanya sel ganglion di dekat anus karena kelainan
kongenital (aganglionosis pada penyakit Hirschsprung) menyebabkan spasme
yang menetap dari segmen yang terkena akibat kegagalan relaksasi reseptif dan
tidak ada refleks penghambat anorektal (sfingter ani internal gagal membuka saat
rektum mengisi).
5. Penyakit miogenik. distrofi otot, sklerosisderma, dermatomiosistis dan lupus
eritamatosus sistemik.
6. Obstruksi mekanis di lumen usus (misal, cacing gelang, benda asing, batu
empedu).
7. Pada beberapa pasien konstipasi dapat terjadi tanpa ditemukannya penyebabnya.
Stress emosi atau psikis sering merupakn faktor memperberat keadaan yang
disebut irritable colon (Silbernag, 2006).
D. Gambaran klinis
Beberapa keluhan yang berhubungan dengan konstipasi adalah :
1. Kesulitan memulai atau menyelesaikan buang air besar.
2. Mengejan keras saat buang air besar.
3. Massa feses yang keras dan sulit keluar.
4. Perasaan tidak tuntas saat buang air besar.
5. Sakit pada daerah rektum saat buang air besar.
6. Adanya pembesaran feses cair pada pakaian dalam.
7. Menggunakan bantuan jari- jari untuk mengeluarkan feses.
8. Menggunakan obat-obat pencahar untuk bisa buang air besar (Pranaka, 2009).
E. Penatalaksanaan
konstipasi Sebagian tergantung pada pandangan pasien mengenai masalahnya
1. Diet dan Hidrasi
Pada pasien dengan gejala yang menggangu, langkah pertama adalah
mengoptimalkan asupan serat dan cairan.
2. Obat-obat pencahar, ada 4 tipe golongan obat pencahar
a. Memperbesar dan melunakkan masa feses, antara lain : Cereal, Methyl Selulose,
Psilium.
b. Melunakkan dan melicinkan feses, obat ini bekerja dengan menurunkan
tegangan permukaan feses, sehingga mempermudah penyerapan air. Contoh
Minyak Kasto, Golongan docusate.
c. Golongan osmotik yang tidak diserap, sehingga cukup aman digunakan,
misalnya pada penderita gagal ginjal, antara lain : Sorbitol, Lactulose, Glycerin.
d. Merangsang peristaltik sehingga meningkatkan motilitas usus besar (Pranaka,
2009).
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Biodata pasien
2. Keluhan utama
3. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan dibuat untuk mendapatkan informasi tentang awitan dan durasi
konstipasi, pola emliminasi saat ini dan masa lalu, serta harapan pasien tentang elininasi
defekasi. Informasi gaya hidup harus dikaji, termasuk latihan dan tingkat aktifitas,
pekerjaan, asupan nutrisi dan cairan, serta stress.
Riwayat medis dan bedah masa lalu, terapi obat-obatan saat ini, dan penggunaan
laksatif serta enema adalah penting. Pasien harus ditanya tentang adanya tekanan rektal
atau rasa penuh, nyeri abdomen, mengejan berlebihan saat defekasi, flatulens, atau diare
encer.
Pengkajian objektif mencakup inspeksi feses terhadap warna, bau, konsistensi,
ukuran, bentuk, dan komponen. Abdomen diauskultasi terhadap adanya bising usus dan
karakternya. Distensi abdomen diperhatikan. Area peritonial diinspeksi terhadap adanya
hemoroid, fisura, dan iritasi kulit.
4. Anamnesis
Anamnesis terperinci merupakanhal terpenting untuk mengungkapkan adakah konstipasi
dan faktor penyebab. Kriteria Rome-III untuk diagnosis konstipasi fungsional
1. Harus mencakup dua atau lebih hal berikut :
a. Mengedan 25% dari buang air besar.
b. Tinja lunak atau keras 25% dari buang air besar.
c. Rasa tidak lampias 25% dari buang air besar.
d. Rasa tersumbat 25% dari buang air besar.
e. Menggunakan bantuan manual 25% dari buang air besar (misalnya
mengeluarkan tinja dengan jari atau dengan menopang dasar panggul).
f. Buang air besar kurang dari tiga kali per minggu.
2. Mencret jarang terjadi tanpa menggunakan obat pencahar.
3. Kriteria cukup untuk sindrom iritasi usus besar (Rome-III).
2. Pemeriksaan fisik meliputi :
a. Inspeksi perineal mencari lesi yang nyeri dan lain-lain.
b. Pemeriksaan rektal perhatikan tonus anus, tekanan menjepit dan apakah rektum
kosong atau terisi dan penuh dengan feses.
c. Pemeriksaan abdomen untuk melihat ada massa atau jaringan parut.
d. Pemeriksaan neurologik.
e. Pemeriksaan vagina untuk mengobservasi adanya rektokel.
3. Sigmoidoskopi untuk mencari lesi lokal
4. Pemeriksaan darah lengkap, LED
5. Urea, elektrolit, kalsium darah, tes fungsi tiroid.
6. Radiologi
g. Foto otot polos penting pada kecurigaan adanya obstruksi.
h. Barium enema merupakan indikasi pada semua kasus (Cooper).
B. Diagnosa Keperawatan
1. Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu
makan
3. Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen

C. Intervensi Keperawatan
N DIAGNOSA NOC NIC
O
1 Konstipasi Tujuan : pasien dapat defekasi Mandiri
berhubungan dengan teratur (setiap hari)  Tentukan pola defekasi
dengan pola Kriteria hasil : bagi klien dan latih klien
defekasi tidak  Defekasi dapat untuk menjalankannya
teratur dilakukan satu kali  Atur waktu yang tepat
sehari untuk defekasi klien
 Konsistensi feses seperti sesudah makan
lembut  Berikan cakupan nutrisi
 Eliminasi feses tanpa berserat sesuai dengan
perlu mengejan indikasi
berlebihan  Berikan cairan jika
tidak kontraindikasi 2-3
liter per hari
Kolaborasi
 Pemberian laksatif atau
enema sesuai indikasi
2. Perubahan Tujuan : menunjukkan status Mandiri
nutrisi kurang gizi baik  Buat perencanaan
dari kebutuhan Kriteria Hasil : makan dengan pasien
berhubungan  Toleransi terhadap diet untuk dimasukkan ke
dengan yang dibutuhkan dalam jadwal makan.
hilangnya nafsu  Mempertahankan  Dukung anggota
makan massa tubuh dan berat keluarga untuk membawa
badan dalam batas normal makanan kesukaan pasien
 Nilai laboratorium dari rumah.
dalam batas normal  Tawarkan makanan
 Melaporkan porsi besar disiang hari
keadekuatan tingkat ketika nafsu makan tinggi
energy  Pastikan diet memenuhi
kebutuhan tubuh sesuai
indikasi.
 Pastikan pola diet yang
pasien yang disukai atau
tidak disukai.
 Pantau masukan dan
pengeluaran dan berat
badan secara periodik.
 Kaji turgor kulit pasien

Kolaborasi
 Pantau nilai
laboratorium, seperti Hb,
albumin, dan kadar
glukosa darah
 Ajarkan metode untuk
perencanaan makan
3 Nyeri akut Tujuan : menunjukkan nyeri  Bantu pasien untuk
berhubungan telah berkurang lebih berfokus pada
dengan Kriteria Hasil : aktivitas dari nyeri
akumulasi feses dengan melakukan
keras pada penggalihan melalui
 Menunjukkan teknik
abdomen televisi atau radio
relaksasi secara
individual yang efektif  Perhatikan bahwa lansia
untuk mencapai mengalami peningkatan
kenyamanan sensitifitas terhadap efek
 Mempertahankan analgesik opiate
tingkat nyeri pada  Perhatikan
skala kecil kemungkinan interaksi
 Melaporkan kesehatan obat – obat dan obat
fisik dan psikologisi penyakit pada lansia
 Mengenali faktor
penyebab dan
menggunakan tindakan
untuk mencegah nyeri
 Menggunakan tindakan
mengurangi nyeri
dengan analgesik dan
non-analgesik secara
tepat.

D. Evaluasi
Setiap tindakan yang telah dilakukan perlu dievaluasi / dinilai baik verbal maupun non
verbal untuk mengetahui sejauh mana lansia atau keluarga mampu melakukan apa yang
telah dianjurkan.
BAB III
STUDI KASUS

Kasus :
Nenek X berusia 62 tahun, berjenis kelamin perempuan dan beragama katolik. Nenek X
telah menika namun suami nenk X telah meninggal. Nenek A mengeluh tidak dapat
buang air besar dengan konsistensi keras dan sedikit sehingga selalu mengedan jika
buang air besar, nenk X juga mengeluh pusing dan sering sakit kepala. Nenek X di
bawah ke panti karena tidak memiliki keluarga atau sanak saudara.

A. PENGKAJIAN
I.    DATA DEMOGRAFI LANSIA
Nama : NY. X
umur : 62 tahun
Jenis Kelamin : perempuan
Suku : Jakarta barat
Agama : khatolik
Pendidikan : SD
Status perkawinan : Sudah menikah (janda)
Alamat : jl. patimura
Tanggal masuk Panti : 1 mei 2016
Alasan Msuk Panti : tidak memiliki keluarga atau sanak saudara
Tanggal pengkajian : 12 juni 2016
II. RIWAYAT KELUARGA
1   Pasangan ( Apabila pasangan masih hidup):
Status kesehatan : --
Umur : --
Pekerjaan : --
2 Apabila pasangan telah meninggal,
Tahun meninggal : 2012
Penyebab kematian : sakit
3.  Anak –anak ( Apabila anak-anak masih hidup),
Nama dan alamat : (Ny. X tidak memiliki anak)
III.  RIWAYAT KESEHATAN SAAT INI
1. Penyakit yang diderita 1 tahun terakhir : katarak, anemia dan hipertensi.
2. Penyakit yang diderita saat ini : Hipertensi, anemia dan DM.
3. Keluhan yang dialami 1 tahun terakhir : Sering pusing dan sakit kepala.
4. Keluhan saat ini : Susah BAB dengan karakteristik feses yang keras dan sedikit
sehingga membuat nenek X mengedan.
Penggunaan Obat
Nama obat : Captopil, Fe, Metformin
Dosis obat : Captropil 1x2,5 mg, Fe 1x1 tab, metformin 1x1 tab
Bagaimana/kapan menggunakan : Di minum setelah makan
Nutrisi ( ingat kembali diet 24 jam, termasuk intake cairan )
1. Kebiasaan makan (tinggi garam, kolesterol, purin) :
 Ny X, Makan 3x sehari dan selalu menghabiskan 1 porsi makanan dan minum 2-
4 gelas sehari atau 720-960 cc perhari dan hamper setiap hari minum kopi
2. Diet khusus, pembatasan makanan
 Ny X, tidak di perbolehkan mengonsumsi makanan tinggi garam dan gula
3. Riwayat peningkatan/penurunan berat badan
 Ny. X mengalami penurunan BB
4. Indeks Massa Tubuh
 IMT : 19,63 ( TB : 148 cm dan BB : 43 KG) status nutrisi normal.
5. Pola konsumsi makanan (misal frekuensi, sendiri/dengan orang lain)
 Makan 3x1 ( makan dengan lansia lainnya di panti)
Pola istirahat tidur
Lama tidur : Tidur kurang lebih 9 jam perhari
Gangguan tidur yang sering dialami : Ny X, tidak menglami gangguan tidur

IV. RIWAYAT KELUARGA


1.Silsilah keluarga (identifikasi kakek atau nenek, orang tua, paman, bibi, saudara k
andung, pasangan, anak-anak)
Keterangan

: Laki- laki (meninggal)

: Perempuan
(meninggal)

: Klien

: keluarga menderita HT

2. Riwayat penyakit yang pernah diderita oleh anggota keluarga


 Tidak ada anggota keluarga yang memiliki penyakit yang diturunkan seperi DM
dan keganasan, namun ada yang memiliki penyakit HT.

V.  TINJAUAN SISTEM


Tanda-tanda vital:
Tekanan darah : 152/71 mmHg
Nadi : 73 x/menit
Suhu : 36,6 °c
RR : 21x/menit
Kesadaran
GCS : 15 (komposmentis)
   VI. PEMERIKSAAN FISIK

a) Kepala
Sakit kepala : ( * ) ya ( ) tidak
Trauma : ( ) ya ( *) tidak
Pusing : ( *) ya ( ) tidak
Gatal pada kulit kepala : ( ) ya ( * ) tidak
b) Mata
Perubahan penglihatan : ( * ) ya ( ) tidak
Konjungtiva : anemis
Kacamata/lensa kontak : ( ) ya ( *) tidak
Nyeri : ( * ) ya ( ) tidak
Air mata berlebihan : ( ) ya ( * ) tidak
Bengkak sekitar mata : ( ) ya ( *) tidak
Diplopia : ( ) ya ( * ) tidak
Pandangan kabur : ( * ) ya ( ) tidak
Fotofobia : ( ) ya ( * ) tidak
c) Telinga
Perubahan pendengaran : ( * ) ya ( ) tidak
Tinitus : ( ) ya ( * ) tidak
Sensitivitas pendengaran : ( ) ya ( * ) tidak
Riwayat infeksi : ( ) ya ( * ) tidak
d) Hidung:
Rinorea :( ) ya ( * ) tidak
Epistaksis :( ) ya ( * ) tidak
Obstruksi :( ) ya ( * ) tidak
Mendengkur :( ) ya ( * ) tidak
Nyeri pada sinus :( ) ya ( * ) tidak
Riwayat infeksi :( ) ya ( * ) tidak
e) Mulut dan tenggorokan:
Sakit tenggorokan :( ) ya ( * ) tidak
Lesi/ulkus :( ) ya ( * ) tidak
Serak :( ) ya ( * ) tidak
Perubahan suara :( ) ya ( * ) tidak
Kesulitan menelan :( ) ya ( * ) tidak
Perdarahan gusi :( ) ya ( * ) tidak
Karies :( ) ya ( * ) tidak
Riwayat infeksi :( ) ya ( * ) tidak
f) Leher
Kekuan :( ) ya ( * ) tidak
Nyeri/nyeri tekan :( ) ya ( * ) tidak
Benjolan/ massa :( ) ya ( * ) tidak
Keterbatasan gerak :( ) ya ( * ) tidak
g) Payudara
Benjolan/ massa :( ) ya ( * ) tidak
Nyeri/nyeri tekan :( ) ya ( * ) tidak
Bengkak :( ) ya ( * ) tidak
Keluar cairan dari puting susu :( ) ya ( * ) tidak
Perubahan pada puting susu :( ) ya ( * ) tidak
h) Pernafasan
Batuk :( ) ya ( * ) tidak
Sesak nafas :( ) ya ( * ) tidak
Hemoptisis :( ) ya ( * ) tidak
Sputum :( ) ya ( * ) tidak
Asma/alergi pernafasan :( ) ya ( * ) tidak
i) Kardiovaskular
Ditensi vena jugularis :( ) ya ( * ) tidak
Nyeri/ketidaknyamanan dada :( ) ya (* ) tidak
Palpitasi :( ) ya ( * ) tidak
Sesak nafas :( ) ya ( * ) tidak
Dispnea nocturnal paroksimal :( ) ya ( * ) tidak
Ortopnea :( ) ya ( *) tidak
Murmur :( ) ya ( * ) tidak
Edema :( ) ya (* ) tidak
j) Gastrointestinal
Disfagia :( ) ya ( * ) tidak
Tidak dapat mencerna :( ) ya ( * ) tidak
Nyeri ulu hati :( ) ya ( * ) tidak
Mual/muntah :( ) ya ( * ) tidak
Hematemesis :( ) ya ( * ) tidak
Perubahan nafsu makan :( ) ya ( * ) tidak
Intoleransi makanan : ( ) ya ( * ) tidak
Nyeri : ( ) ya ( * ) tidak
Ikterik : ( ) ya ( * ) tidak
Benjolan/massa : ( ) ya ( * ) tidak
Perubahan kebiasaan defekasi : ( * ) ya ( ) tidak
Diare : ( ) ya ( * ) tidak
Konstipasi : ( * ) ya ( ) tidak
Melena : ( ) ya ( * ) tidak
Hemoroid : ( ) ya ( * ) tidak
Perdarahan rektum : ( ) ya ( * ) tidak
Pola defekasi biasanya : 5 hari sekali defekasi, bising usus
2x/menit
Distensi abdomen : ( ) ya ( * ) tidak
Palpasi lunak : ( ) ya ( * ) tidak
massa : ( ) ya ( * ) tidak
Perkusi abdomen timpani
k) Perkemihan
Disuria :( ) ya ( * ) tidak
Frekuensi BAK :( ) 1x/sehari ( * ) 3x/hari
Urine menetes :( ) ya ( *) tidak
Dorongan miksi :( ) ya ( * ) tidak
Hematuria :( ) ya ( * ) tidak
Poliuria :( ) ya ( * ) tidak
Oliguria :( ) ya ( * ) tidak
Nokturia :( ) ya ( * ) tidak
Inkontinensia :( ) ya ( * ) tidak
Nyeri saat berkemih :( ) ya ( *) tidak
l) Genitalia wanita
Lesi :( ) ya ( * ) tidak
Rabas :( ) ya ( * ) tidak
Dispareuni :( ) ya ( * ) tidak
Perdarahan pasca senggama :( ) ya ( * ) tidak
Nyeri pelvis :( ) ya ( * ) tidak
Sistokel/rektokel/prolpas :( ) ya ( * ) tidak
Penyakit kelamin :( ) ya ( * ) tidak
Infeksi :( ) ya ( *) tidak
m) Integumen
Lesi/luka : ( ) ya ( *) tidak
Pruritus : ( ) ya (*) tidak
Perubahan pigmentasi : ( ) ya ( *) tidak
Perubahan tekstur : (* ) ya ( ) tidak
Perubahan rambut : ( * ) ya ( ) tidak
Perubahan kuku : ( ) ya ( *) tidak
Turgor : kering
Anemia : ( * ) ya ( ) tidak
Riwayat transfusi darah : ( * ) ya ( ) tidak

VII.  RIWAYAT PSIKOSOSIAL


Cemas : ( ) ya ( *) tidak
Stabilitas emosi
a. Labil b. Stabil c. Iritable d. Datar
Jelaskan : secara umum tenag dan kooperatif, namun mudah emosi jika diperlakuakn
kasar oleh lansia lain atau petugas.
Permasalahan emosional dengan petanyaan
Pertanyaan tahap 1
1. Apakah klien mengalami susah tidur : tidak
2. Apakah klien merasa gelisah : tidak
3. Apakah klien murung menangis sendiri : tidak
4. Apakah klien sering was-was atau kuatir : Tidak
Lanjutkan pertanyaan tahap 2 jika lebih dari satu atau sama dengan jawaban 1 ya
Pertanyaan tahap 2
1. Keluhan lebih dari 3 bulan atau lebih dari 1 bulan 1 kali dalam satu bulan.
2. Ada masalah atau banyak pikiran
3. Ada gangguan atau masalah dengan orang lain
4. Menggunakan obat tidur atau penenang atas anjuran dokter
5. Cenderung mengurung diri ?
Lebih dari 1 atau sama dengan 1 jawabannya ya, maka masalah emosional ada atau
ada gangguan emosional
Insomnia : ( ) ya ( * ) tidak
Gugup : ( ) ya ( * ) tidak
Takut : ( ) ya ( * ) tidak
Stres : ( ) ya ( * ) tidak

VIII.       STATUS FUNGSIONAL


Pemeriksaan Indek barthel
No Jenis aktivitas Nilai Penilaian
Bantuan Mandiri
1 Makan/minum 5 10 10
2 Berpindah dari kursi roda ke tempat 5-10 15
15
tidur/sebaliknya
3 Kebersihan diri: cuci muka, menyisir, dll 0 5 5
4 Keluar/masuk kamar mandi 5 10 10
5 Mandi 0 5 5
6 Berjalan (jalan datar) 10 15 15
7 Naik turun tangga 5 10 5
8 Berpakaian/bersepatu 5 10 10
9 Mengontrol defekasi 5 10 10
10 Mengontrol berkemih 5 10 10
Jumlah 95
Keterangan :
0 – 20 : Ketergantungan penuh/total
21 – 61 : Ketergantungan berat
62 – 90 : Ketergantungan moderat
91 – 99 : Ketergantungan ringan
100 : Mandiri

IX. STATUS KOGNITIF


Pemeriksaan Short Portable Mental Status Questsionnaire
Benar Salah Nomor Pertanyaan
 1 Tanggal berapa hari ini?

 2 Hari apa sekarang?

 3 Apa nama tempat ini?

 4 Di mana alamat Anda?

 5 Kapan Anda lahir?

 6 Berapa umur Anda?

 7 Siapa presiden Indonesia sekarang?

 8 Siapa presiden Indonesia sebelumnya?

 9 Siapa nama ibu Anda?

 10 Angka 20 dikurangi 3=? Dan seterusnya dikurangi 3


Jumlah 1 Salah ( fungsi intelektual utuh)

Keterangan :
Salah 0 – 3 : fungsi intelektual utuh
Salah 4 – 5 : kerusakan intelektual ringan
Salah 6 – 8 : kerusakan intelektual sedang
Salah 9 – 10 : kerusakan intelektual berat

Analisa Data
NO DATA MASALAH
1 DS : Konstipasi
1. Ny. X mengatakan sudah 5 hari tidak
BAB, feses sulit keluar dengan
konsistensi keras dan sedikit sehingga
mengedan
2. Ny X mengatakan mengalami sulit
BAB sejak 2 bulan terakhir
3. Ny X mengatakan minum kurang lebih
3 gelas perhari
DO :
1. Bising usus 2 kali permenit
2. Tidak tampak distensi abdomen
3. Palpasi lunak, tidak ada massa, otot
abdomen kurang lentur
4. Perkusi abdomen timpani
2 DS : Intoleransi aktivitas
1. Ny. X mengatakan sering pusing
DO :
1. Ny. X memiliki tekanan darah 152/71
mmHg, nadi 73x/menit, RR 21x/menit
dan suhu 36,6°c
2. Konjungtiva anemis
3. Riwayat anemia
4. Wajah tampak sedikit pucat
5. Jalan sedikit lamban dan lemas
B. DIAGNOSA
1. Konstipasi b/d pola defekasi tidak teratur d/d DS : Ny. X mengatakan sudah 5 hari tidak
BAB, feses sulit keluar dengan konsistensi keras dan sedikit sehingga mengedan,
mengalami sulit BAB sejak 2 bulan terakhir, minum kurang lebih 3 gelas perhari. DO :
Bising usus 2 kali permenit, Tidak tampak distensi abdomen, Palpasi lunak, tidak ada
massa, otot abdomen kurang lentur, Perkusi abdomen timpani
2. Intoleransi aktifitas b/d anemia d/d DS : Ny. X mengatakan sering pusing DO : Ny. X
memiliki tekanan darah 152/71 mmHg, nadi 73x/menit, RR 21x/menit dan suhu 36,6°c,
Konjungtiva anemis, Riwayat anemia, Wajah tampak sedikit pucat, Jalan sedikit lamban
dan lemas.
C. INTERVENSI

DX NOC NIC
Domain 3 : Domain II-physologic health Manajemen konstipasi (0450) :
elimination and Kelas F-eliminasi 1. Pantau tanda dan gejala
exchange Hasil : bowel elimination konstipasi
Kelas 2 : Fungsi (pembentukan dan evakuasi 2. Jelaskan etiologi masalah dan
Gastrointestinal feses) (0501) rasionaltindakan pada klien
Konstipasi (00011) Indicator : 3. Dorong meningkatkan asupan
Definisi : penurunan (050101) pola eliminasi cairan sesuai kebutuhan
frekuensi normal meningkat 4. Anjurkan minum air hangat
defekasi yang disertai (050105) Feses yang lembut setelahmakan. Anjurkan
kesulitan pengeluaran dan berbentuk meningkat minum dipagi hari
fese atau tidak tuntas (050112) kemudahan 5. Ajarkan klien diet tinggi serat
dan/ pengeluaran feses mengeluarkan feses meningkat 6. Ajarkan klien mengenai
yang keras dan kering (050110) konstipasi berkurang hubungan diet, olahraga dan
(0501) bising usus normal asupan cairan terhadap
konstipasi
Manajemen bowel :
1. Mencatat defekasi terakhir
2. Memantau karakteristik
defekasi, bising usus, dan
tanda gejala konstipasi.
3. Mendorong klien konsumsi
diet tinggi serat
4. Memberikan air hangat setelah
makan
Domain 4 : aktivitas / Domain 1-Kesehatan fungsi
Terapi Latihan : mobilitas sendi
istirahat Kelas A-pertahanan energy
(0224)
Kelas 4 : respon Hasil : toleransi aktivitas
1. Menjelaskan tujuan dan
kardiovaskuler dan (0005)
rencana latihan
pulmoner Indicator :
2. Memantau lokasi
Intoleransi aktivitas (000508) kemudahan bernapas
ketidaknyamanan atau nyeri
(00092) dengan aktivitas meningkat
selama pergerakan
Definisi : (000518) kemudahan
3. Melindungi pasien dari trauma
ketidakcukupan melakukan ADL meningkat
selama latihan
energy fisiologis dan
4. Membantu mengobtimalkan
psikologis untuk
posisi tubuh untuk pergerakan
menahan atau
sendi aktif
melengkapi aktivitas
5. Mendorong ambulansi
sehari-hari yang
6. Memberi penguatan positif
dibutuhkan atau
selama latihan
diinginkan
D. IMPLEMEBTASI DAN EVALUASI
Dx Tanggal Implementasi Evaluasi
konstipasi 13 juni 1. Melakukan massase abdomen S : pasien mengatakan perut
2020 2. Mengajarkan posisi defekasi lebih enak dan ringan, dan penuh
3. Memantau dan menyediakan sebelum massase
minum di pagi hari dan air O : otot absomen tampak lebih
hanggat setelah makan siang lentur, minum 6 gelas sehari
dan sore A : eliminasi belum meningkat
4. Memantau frekuensi P : lanjutkan massase abdomen,
defekasi dan karakteristik pantau dan motivasi penggunaan
feses setelah defekasi posisi defekasi, pantau dan bantu
minum sesuai kebutuhan, pantau
bising usus.

14 juni 1. Melakukan massase S : pasien mengqqatakan perut


2020 abdomen. lebih enak dan tidak sakit
2. Mengajarkan posisi defekasi O : otot abdomen tampak lebih
3. Memantau dan menyediakan lentur, bising usus 3x/menit,
minum di pagi hari dan air defekasi dengan feses berwarna
hanggat setelah makan siang coklat gelap, sedikit, tidaksekeras
dan sore sebelumnya dan sedikit
4. Memantau frekuensi mengedan, tidak ada darah dan
defekasi dan karakteristik tidak nyeri. Minum 7 gelas
feses setelah defekasi A : eliminasi meningkat
5. Memotifasi menghabiskan P : lanjutkan massase abdomen,
sayur dan buah pantau dan motivasi penggunaan
posisi defekasi, pantau dan bantu
minum sesuai kebutuhan, pantau
bising usus.

15 juni 1. Melakukan massase S : pasien mengatakan perut


2020 abdomen. lebih enak dan tidak sakit
2. Motivasi penggunaan posisi O : otot abdomen tampak lebih
defekasi lentur, bising usus 3x/menit,.
3. Memantau dan menyediakan Minum 7 gelas
minum di pagi hari dan air A : eliminasi menurun
hanggat setelah makan siang P : lanjutkan massase abdomen,
dan sore pantau dan motivasi penggunaan
4. Memantau frekuensi posisi defekasi, pantau dan bantu
defekasi dan karakteristik minum sesuai kebutuhan, pantau
feses setelah defekasi bising usus.
5. Memotifasi menghabiskan
sayur dan buah

16 juni 1. Melakukan massase S : Pasien mengatakan perut


2020 abdomen. lebih enak dan tidak sakit
2. Motivasi penggunaan posisi O : Defekasi dengan karakteristik
defekasi feses lebih banyak, warna feses
3. Memantau dan menyediakan sedikit coklat gelap, lebih lunak,
minum di pagi hari dan air dan tidak mengedan serta tidak
hanggat setelah makan siang ada darah atau nyeri. Bising usus
dan sore 5x/menit. Minum 7 gelas perhari
4. Memantau frekuensi defekasi A : eliminasi meningkat
dan karakteristik feses setelah P : lanjutkan pemberian posisi
defekasi defekasi dan minum sesuai
5. Memotifasi menghabiskan kebutuhan. Pantau pola defekasi.
sayur dan buah
6. Membantu senan dan
memberikan bubur kacang
hijau

17 juni 1. Motivasi penggunaan posisi S : pasien mengatakan BAB


2020 defekasi lancar
2. Memantau dan menyediakan O : Klien defekasi dengan
minum di pagi hari dan air karakteristik Panjang 3 kali,
hanggat setelah makan siang berwarna sedikit coklat gelap,
dan sore tidak terlalu bau, tidak ada darah,
3. Memantau frekuensi defekasi dan tidak mengedan. Bising usus
dan karakteristik feses setelah 8x/menit. Minum 6 gelas sehari.
defekasi A : eliminasi meningkat
4. Memotifasi menghabiskan P : beri edukasi kepada lansia
sayur dan buah untuk meneruskan posisi
5. Memberikan rencana tindak defekasi dan minum sesuai
lanjut pada klien : kebutuhan di pagi hari, dan air
meneruskan kebiasaan hangat setelah makan. Beri
minum sesuai kebutuhan pelatihan kepada perawat panti
harian, posisi defekasi sesuai mengenai intervensi terutama
yang telah diajarkan, diet massase abdomen.
tinggi serat dan olahraga
teratur
6. Memberikan rencana tindak
lanjut pada perawat panti :
melakukan massase abdomen
sesuai indikasi atau SOP
yang telah diajarkan dan
diberikan

Intoleransi 13 juni 1. Periksa tekanan darah S : pasien mengatakan tekanan


aktivitas 2020 2. Motivasi minum obat teratur masih pusing dan sakit kepala
3. Membantu kebutuhan dasar O : tekanan darah 130/70 mmHg.
seperti menyiapkan Pucat dan lesu
minuman hangat setelah A : toleransi aktivitas belum
makan meningakat
P : lakukan manajemen energy
(melakukan aktivitas secara
bertahap)

15 juni 1. Membantu senam S : p[asien mengatakan tidak


2020 2. Memberikan asam folat dan kuat mengikuti semua gerakan
motivasi minum obat teratur dan pusing
O : tampak lesu
A : toleransi aktivitas belum
meningkat
P : lakukan menejemen energy
(melakukan aktivitas secara
bertahap)

17 juni 1. Membantu senam S : Pasien mengatakan lebih


2020 2. Memberi asam folat dan segar
memotifasi minum obat O : tidak pucat, tidak lesu
teratur A : toleransi aktifitas meningkat
P : lakukan menejemen energi
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Konstipasi adalah persepsi gangguan buang air besar berupa berkurangnya frekuensi
buang air besar, sensasi tidak puas/lampiasnya buang air besar, terdapat rasa sakit, perlu
ekstra mengejan atau feses yang keras. Disepakati bahwa buang air besar yang normal
frekuensinya adalah 3 kali sehari sampai 3hari sekali. Dalam praktek sehari-hari dikatakan
konstipasi bila buang air besar kurang dari 3 kali seminggu atau 3 hari tidak buang air besar
atau buang air besar diperlukan mengejan secara berlebihan (Djojoningrat, 2009).
Beberapa keluhan yang berhubungan dengan konstipasi adalah :
1. Kesulitan memulai atau menyelesaikan buang air besar.
2. Mengejan keras saat buang air besar.
3. Massa feses yang keras dan sulit keluar.
4. Perasaan tidak tuntas saat buang air besar.
5. Sakit pada daerah rektum saat buang air besar.
6. Adanya pembesaran feses cair pada pakaian dalam.
7. Menggunakan bantuan jari- jari untuk mengeluarkan feses.
8. Menggunakan obat-obat pencahar untuk bisa buang air besar (Pranaka, 2009).
B. Saran
Semoga dengaa adanya makalah ini dapat meningkatkan pengetahuan bagi mahasiswa dan
juga tenaga medis lainnya dan juga membantu mahasiswa khususnya makahsiswa
keperawatan dalam melakuakan suhankeperawaatan kepada lansia dengan masalah BAB
DAFTAR PUSTAKA

http://erni-jasmita.blogspot.com/2012/04/askep-konstipasi.html
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Perry, Poter 2005 Fundamental Keperawatan, edisi 4,volume 2. Jakarta : EGC
Dewi, S.R. 2014. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Deepublish.
Herdman, T.H., & Kamitsuru, S. (2014). Nursing diagnoses : definitions & classification.UK :
Wiley Blackwell
Bulechek, G.M,. Butcher, H.K,.Dochterman, J.M.,& Wagner, C.M.(2013). Nusing intervention
classification (NIC) 6 ed. St. Louis : Elsevier Mosby

Anda mungkin juga menyukai