LANSIA
Disusun Oleh:
KRISTANTO SETYA WIDODO
(18121057)
d. Usus Halus
Mukosa usus halus juga mengalami atrofi, sehingga luas permukaan
berkurang, sehingga jumlah vili berkurang dan sel epithelial berkurang. Di
daerah duodenum enzim yang dihasilkan oleh pankreas dan empedu juga
menurun, sehingga metabolisme karbohidrat, protein, vitamin B12 dan lemak
menjadi tidak sebaik sewaktu muda.
e. Usus Besar dan Rektum
Pada lansia terjadi perubahan dalam usus besar termasuk penurunan
sekresi mukus, elastisitas dinding rektum, peristaltik kolon yang melemah
gagal mengosongkan rektum yang dapat menyebabkan konstipasi. Pada usus
besar kelokan-kelokan pembuluh darah meningkat sehingga motilitas kolon
menjadi berkurang. Keadaan ini akan menyebabkan absorpsi air dan elektrolik
meningkat (pada kolon sudah tidak terjadi absorpsi makanan), feses menjadi
lebih keras, sehingga keluhan sulit buang air besar merupakan keluhan yang
sering didapat pada lansia. Proses defekasi yang seharusnya dibantu oleh
kontraksi dinding abdomen juga seringkali tidak efektif karena dinding
abdomen sudah melemah.
f. Pankreas
Produksi enzim amilase, tripsin dan lipase akan menurun sehingga
kapasitas metabolisme karbohidrat, protein dan lemak juga akan menurun.
Pada lansia sering terjadi pankreatitis yang dihubungkan dengan batu empedu.
Batu empedu yang menyumbat ampula Vateri akan menyebabkan oto-digesti
parenkim pankreas oleh enzim elastase dan fosfolipase-A yang diaktifkan oleh
tripsin dan/ atau asam empedu.
g. Hati
Hati berfungsi sangat penting dalam proses metabolisme, karbohidrat,
protein dan lemak. Disamping juga memegang peranan besar dalam proses
detoksikasi, sirkulasi, penyimpanan vitamin, konjugasi billirubin dan lain
sebagainya. Dengan meningkatnya usia, secara histologik dan anatomik akan
terjadi perubahan akibat atrofi sebagian besar sel, berubah bentuk menjadi
jaringan fibrous. Hal ini akan menyebabkan penurunan fungsi hati. Proses
penuaan telah mengubah proporsi lemak empedu tanpa perubahan
metabolisme asam empedu yang signifikan. Faktor ini mempengaruhi
peningkatan sekresi kolesterol. Banyak perubahan-perubahan terkait usia
terjadi dalam sistem empedu yang juga terjadi pada pasien-pasien yang
obesitas.
3. Perubahan Fungsional
Fungsi pada lansia meliputi bidang fisik, psikososial, kognitif, dan sosial.
Penurunan fungsi yang terjadi pada lansia biasanya berhubungan dengan penyakit
dan tingkat keparahannya yang akan mempengaruhi kemampuan fungsional dan
kesejahteraan seorang lansia.
Status fungsional lansia merujuk pada kemampuan dan perilaku aman dalam
aktivitas harian Activity Daily Living (ADL). ADL sangat penting untuk
menentukan kemandirian lansia. Perubahan yang mendadak dalam ADL
merupakan tanda penyakit akut atau perburukan masalah kesehatan.
4. Perubahan Kognitif
Perubahan struktur dan fisiologis otak yang dihubungkan dengan gangguan
kognitif (penurunan jumlah sel dan perubahan kadar neurotransmiter) terjadi pada
lansia yang mengalami gangguan kognitif maupun tidak mengalami gangguan
kognitif. Gejala gangguan kognitif seperti disorientasi, kehilangan keterampilan
berbahasa dan berhitung, serta penilaian yang buruk bukan merupakan proses
penuaan yang normal.
5. Perubahan Psikososial
Perubahan psikososial selama proses penuaan akan melibatkan proses transisi
kehidupan dan kehilangan. Semakin panjang usia seseorang, maka akan semakin
banyak pula transisi dan kehilangan yang harus dihadapi. Transisi hidup, yang
mayoritas disusun oleh pengalaman kehilangan, meliputi masa pensiun dan
perubahan keadaan finansial, perubahan peran dan hubungan, perubahan
kesehatan, kemampuan fungsional dan perubahan jaringan sosial.
E. Permasalahan Lansia
Menurut Suardiman (2011) usia lanjut rentan terhadap berbagai masalah kehidupan.
Masalah umum yang dihadapi oleh lansia diantaranya :
1. Masalah ekonomi
Usia lanjut ditandai dengan penurunan produktivitas kerja, memasuki masa
pensiun atau berhentinya pekerjaan utama. Di sisi lain, usia lanjut dihadapkan pada
berbagai kebutuhan yang semakin meningkat seperti kebutuhan akan makanan
yang bergizi seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin, kebutuhan sosial dan
rekreasi. Lansia yang memiliki pensiun kondisi ekonominya lebih baik karena
memiliki penghasilan tetap setiap bulannya. Lansia yang tidak memiliki pensiun,
akan membawa kelompok lansia pada kondisi tergantung atau menjadi tanggungan
anggota keluarga.
2. Masalah social
Memasuki masa lanjut usia ditandai dengan berkurangnya kontak sosial, baik
dengan anggota keluarga atau dengan masyarakat. kurangnya kontak sosial dapat
menimbulkan perasaan kesepian, terkadang muncul perilaku regresi seperti mudah
menangis, mengurung diri, serta merengek-rengek jika bertemu dengan orang lain
sehingga perilakunya kembali seperti anak kecil.
3. Masalah kesehatan
Peningkatan usia lanjut akan diikuti dengan meningkatnya masalah kesehatan.
Usia lanjut ditandai dengan penurunan fungsi fisik dan rentan terhadap penyakit.
4. Masalah psikososial
Masalah psikososial adalah hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan
keseimbangan sehingga membawa lansia ke arah kerusakan atau kemrosotan yang
progresif terutama aspek psikologis yang mendadak, misalnya, bingung, panik,
depresif, dan apatis. Hal itu biasanya bersumber dari munculnya stressor
psikososial yang paling berat seperti, kematian pasangan hidup, kematian sanak
saudara dekat, atau trauma psikis.
DAFTAR PUSTAKA
Darmojo, Boedhi. 2015. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: FKUI
Maryam dkk.(2012). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.
Suardiman, S.P (2011) Psikologi Usia Lanjut. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
LAPORAN PENDAHULUAN
GOUT ATRITIS
Disusun Oleh:
KRISTANTO SETYA WIDODO
(18121057)
POLITEKNIK KESEHATAN BHAKTI MULIA SUKOHARJO
PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN
TAHUN 2021
A. Definisi
Asam urat adalah zat yang merupakan hasil akhir dari metabolisme purin
dalam tubuh yang kemudian dibuang melalui urin. Pada kondisi gout, terdapat
timbunan atau defosit kristal asam urat didalam persendian. Sendi merupakan
bagian yang paling mudah dihinggapi kristal-kristal asam urat selain juga pada
bagian kulit dan ginjal yang merupakan akibat dari penambahan kadar asam urat
dalam darah. Kristal-kristal tersebut akan menyebar ke dalam rongga-rongga sendi
sehingga terjadilah peradangan akut atau gout (Erni,2012)
Gout merupakan peradangan pada sendi akibat adanya endapan kristal asam
pada sendi (Asikin, 2016). Jadi gout atau asam urat adalah zat yang merupakan hasil
akhir dari metabolisme purin dalam tubuh yang kemudian dibuang melalui urin dan
merupakan peradangan pada sendi akibat adanya endapan kristal asam pada
sendi.
B. Klasifikasi
Penyakit asam urat digolongkan menjadi penyakit gout primer dan penyakit gout
sekunder menurut Erni, (2012):
1) Penyakit gout primer
Diduga berkaitan dengan kombinasi faktor genetik dan faktor hormonal yang
menyebabkan gangguan metabolisme yang dapat mengakibatkan
meningkatnya produksi asam urat atau bisa juga diakibatkan karena
berkurangnya pengluaran asam urat dari tubuh.
2) Penyakit gout sekunder
Penyakit gout sekunder disebabkan antara lain karena meningkatnya produksi
asam urat karena nutrisi, yaitu mengonsumsi makanan dengan kadar purin yang
tinggi. Purin adalah salah satu senyawa basa organik yang menyusun asam
nukleat (asam inti dari sel) dan termasuk dalam kelompok asam amino,unsur
pembentukan protein.
C. Etiologi
Penyebab dari gout menurut Erni, (2012) adalah:
1) Dalam keadaan normal, beberapa asam urat (yang merupakan hasil pemecahan sel)
ditemukan dalam darah karena tubuh terus menerus memecahkan sel dan
membentuk sel yang baru dan karena makanan yang dikonsumsi mengandung
cikal bakal asam urat.
2) Kadar asam urat manjadi sangat tinggi jika ginjal tidak dapat membuangnya
melalui air kemih.
3) Tubuh juga bisa menghasilkan sejumlah besar asam urat karena adanya kelainan
enzin yang sifatnya diturunkan atau karena suatu penyakit (misalnya kanker
darah), dimana sel-sel berlipat ganda dan dihancurkan dalam waktu yang singkat
(Erni,2012).
D. Tanda dan Gejala
Tanda gejala pada penderita asam urat menurut Deni, (2012):
1. Kesemutan dan linu
2. Nyeri terutama malam hari atau pagi hari saat bangun tidur
3. Sendi yang terkena asam urat terlihat bengkak, kemerahan, panas dan nyeri
luar biasa pada malam dan pagi
E. Patofisiologi
Hiperurisemia dapat menyebabkan penumpukan kristal monosodium urat.
Serangan gout tampaknya berhubungan dengan peningkatan atau penurunan
mendadak kadar asam urat serum. Kalau kristal urat mengendap dalam sebuah sendi,
respon inflamasi akan terjadi dan serangan gout dimulai. Dengan serangan berulang-
ulang penumpukan kristal natrium urat yang dinamakan tofus akan mengendap di
bagian perifer tubuh seperti ibu jari kaki, tangan, telinga. Sendi metatarsophalangeal
pertama paling sering diserang. Lokasi umum yang lain termasuk sendi midtarsal,
ankle, lutut, jari, lengan, dan siku. Penumpukan kristal kemudian mencetuskan
aktivasi imun dan pelepasan beberapa sitokin inflamasi dan neutrophil. Seiring waktu,
rongga sendi dapat rusak secara irreversibel yang akhirnya mencetus nyeri dan
disabilitas pada sendi (Helmi, 2016).
F. Pathway
Primer: sekunder:
- Kelainan metabolisme - diet
Purin - obat-obatan
Purin tinggi
Darah Urin
Hiperurisemia asam urat
di urin
penumpukan di sendi
ketidaktahuan
Defisit
inflamasi Pengetahuan
Gangguan Resiko
Pergerakan jatuh
G. Komplikasi
Komplikasi dari gout menurut Deni, (2012) adalah:
1. Kerusakan pada ginjal karena tersumbatnya saringan ginjal akan berdampak
munculnya batu ginjal, atau bisa mengakibatkan gagal ginjal.
2. Penyakit jantung koroner, diduga kristal asam urat akan merusak endotel (lapisan
bagian dalam pembulu darah) koroner. Karena itu, siapapun yang kadar asam
uratnya tinggi harus berupaya untuk menurunkannya agar kerusakan tidak
merembet keorgan- organ tubuh yang lain.
3. Kelumpuhan sendi
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan kadar asam urat dalam darah pada
Apabila kadar asam urat pada laki-laki lenih dari 7 mg/dl dan pada wanita lebih
dari 6 mg/dl. Maka dikatakan mendrita asam urat apabila kadar asam urat lebih
tinggi dari hasil.
2. Pemeriksaan kadar asam urat dalam urin per 24 jam.
Kadar asma urat dalam urine berlebihan bila kadarnya lebih dari 800 mg/24 jam
pada diet biasa atau lebih dari 600 mg/24 jam.
I. Penatalaksanaan
1. Keperawatan
a. Dorong pasien untuk membatasi konsumsi makanan tinggi purin terutama
daging (jeroan), hati, ikan sarden,daging kambing, dan membatasi alkohol
serta perbanyak minum air putih.
b. Dorong pasien untuk mempertahankan berat badannormal.
c. Tirah baring/istirahatcukup
d. Kontrol asam urat setiap satu bulan sekali.
2. Medis
a. Kolkisin merupakan pilihan utama pada serangan asam urat maupun
pencegahan dnegan dosis rendah.
b. Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (DAINS) yang paling serig digunakan adalah
endometasin.
c. Kortikosteroid.
d. Analgesik diberikan apabila rasa nyeri sangat berat.
J. Fokus Pengkajian
Pengkajian keperawatan pada gout menurut Asikin, (2016):
1. Tanyakan pada klien tentang:
a. Keluhan nyeri yang terjadi
b. Lokasi nyeri (biasanya dirasakan pada ibu jari kaki atau sendi lain).
c. Bagaimana gejala awalnya nyeri saat digerakan.
d. Bagaimana klien menanggulanginya.
e. Obat apa saja yang diperoleh dan digunakan oleh klien.
f. Keluhan adanya bengkak, kemerahan, demam subfebris, dan adanya nodul
di atas sendi.
g. Riwayat gout dalam keluarga.
h. Adanya kecemasan dan ketakutan dalam melakukan aktivitas, serta
masalah yang terkait dengan psikososial.
2. Pemeriksaan diagnosis
a. Asam urat meningkat dalam darah dan urin.
b. Sel darah putih dan laju endap darah meningkat (selama fase akut).
c. Pada aspirasi cairan sendi ditemukan Kristal urat.
d. Rontgen.
K. Fokus Intervensi
Terdapat 3 diagnosa pada gout menurtu (Asikin, 2016):
1. Nyeri akut b.d proses penyakit
a. Kriteria hasil: klien melaporkan bahwa nyeri hilang/terkontrol, menunjukan
keadaan yang rileks dan lebihnyaman serta waktu istirahat dan aktivitas
seimbang.
b. Intervensi keperawatan:
1) Lakukan pengkajian secara komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik, frekuensi/lamanya nyeri yang dirasakan skala nyeri, dan
faktor pencetus nyeri.
Rasional: untuk menentukan kebutuhan menejemen nyeri dan keefektifan.
2) Posisikan klien agar merasa nyaman misalnya sendi yang nyeri kaki
diistirahatkan dan berikan bantalan.
Rasioanal: istirahat dapat menurunkan metabolisme setemat dan
mengurangi pergerakan sendi yang terjadi.
3) Hindari sesuatu agar tidak iritasi tofi, misalnya menghindari penggunaan
sepatu yang sempit.
Rasioanl: jika terjadi iritasi, maka akan semakin nyeri dan pemakaian
sepatu yang sempit akan menyebabkan terjadinya iritasi sehingga dapat
meningkatkan derajat nyeri.
4) Lakukan menejemn nyeri, misalnya kompres dingin.
Rasional: rasa dingin dapat menghilangkan nyeri dan mengurangi persepsi
ketidaknyamanan.
5) Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai dnegan resep dokter dan
amati efek samping obat-obatan tersebut.
Rasional: dapat membantu meredakan nyeri.
2. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri persendian.
a. Kriteia hasil: klien mampu melakukan tentang gerak aktif dan ambulasi dengan
perlahan serta sedini mungkin melakukan mobilisasi
b. Intervesi keperawatan:
1) Kaji tingkat imobilisasi klien
Rasional:
a) Klien mandiri
b) Klien memerlukan alat bantu
c) Klien memerlukan bantuan dari orang lain
d) Klien memerlukan alat bantu dan bantuan orang lain
e) Klien bergantung pada orang lain/total
2) Bantu klien untuk melakukan rentang gerak aktif maupun rentang gerak
pasif pada sendi yang terkena gout.
Rasional: gout dnegan intensietas mobilisasi yang terus-menerus dapat
menurunkan fungsi sendi.
3) Lakuakan ambulasi dengan alat bantu (misalnya tongkat, wlker, kruk, atau
kursi roda).
Rasional: untuk mempertahankan kemampuanaktivitas klien.
4) Motivasi klien untuk meningkatkan kembali aktivitas yang normal, jika
bengkak dan nyeri tekan berkurang.
Rasional: mengembalikan kemampuan aktivitas yang optimal.
5) Menilai hambatan mobilitas
Rasional: mengidentifikasi hambatan terhadap mobilitas
3. Kurang pengetahuan b.d kurang informasi tentang pengobatan dan perawatan
di rumah.
a. Kriteria hasil: klien menunjukan tentang pemahaman tentang kondisi/prognosis
dan perawatan serta mampu merencanakan pengobatan dan perawatan
dirumah.
b. Intervensi keperawatan:
1) Berikan jadwal obat yang harus digunakan meliputi nama obat, dosis,
tujuan, dan efek samping.
2) Rasional: penjelasan tentang terapi obat dapat meningkatkan koordinasi
dan kesadaran klien terhadap kepatuhan minum obat secara teratur.
3) Diskusikan tentang pentingnya diet yang terkontrol, misalnya dengan
menghindari makanan tinggi purin seperti jeroan, kacang-kacangan,
sayuran hijau dan sarden.
Rasional: meningkatkan pemahaman tentang proses pemulihan dan
mencegah kambuhnya penyakit di kemudian hari.
4) Berikan lingkungan yang tenang dan tujukan perhatian yang
tulus terhadap klien
5) Rasional: Menurunkan rangsangan eksternal yang dapat memperburuk
keadaan nyeri yang terjadi.
6) Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas
Rasional: menurunkan kerja miokard/konsumsi oksigen menurunkan
resiko komplikasi.
7) Bantu melakukan teknik relaksasi (nafas dalam / perlahan, distraksi,
visualisasi, bimbingan imajinasi)
Rasional : membantu menurunkan persepsi ada nyeri dengan
memanipulasi adaptasi fisiolong adalah tubuh terhadap nyeri.
DAFTAR PUSTAKA
Damayanti, Deni. (2012). Panduan lengkap mencegah dan mengobati asam urat.
Yogyakarta: Araska.
Kartikawati Erni. 2012. Panduan Praktis Kolestrol dan Asam Urat. Ungaran : V-media