KANKER PARU
OLEH:
NAMA: HELENA HERET
NIM :PO5303211211583
1. Pengertian
Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas
atau epitel bronkus. Proses keganasan pada epitel bronkus didahului oleh masa pra
kanker. Perubahan pertama yang terjadi pada masa prakanker disebut metaplasia
skuamosa yang ditandai dengan perubahan bentuk epitel dan menghilangnya silia
(Suryo 2018)
Tumor paru adalah jaringan yang tumbuh secara abnormal dan bersifat jinak atau
ganas. Tumor bisa ditemukan di jaringan dalam paru atau aluran pernapasan yang
mengarah ke paru - paru (Suryo 2018).
2. Penyebab
Etiologi yang pasti dari kanker paru belum diketahui, namun diperkirakan
inhalasi jangka panjang bahan-bahan karsinogen merupakan factor utama, tanpa
mengesampingkan kemungkinan peranan predisposisi hubungan keluarga ataupun suku
bangsa, ras serta status imunologis. Bahan inhalasi karsinogen yang banyak disorot
adalah rokok yang memegang peranan penting, yaitu 85% dari seruh kasus.
Dibawah ini akan diuraikan mengenai faktor risiko penyebab terjadinya tumor
paru :
1. Merokok
Menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang berperan paling penting,
yaitu 85% dari seluruh kasus. Rokok mengandung lebih dari 4000 bahan
kimia, diantaranya telah diidentifikasi dapat menyebabkan kanker. Kejadian
kanker paru pada perokok dipengaruhi oleh usia mulai merokok, jumlah batang
rokok yang diisap setiap hari, lamanya kebiasaan merokok, dan lamanya
berhenti merokok.
2. Perokok pasif
Semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan antara perokok pasif,
atau mengisap asap rokok yang ditemukan oleh orang lain di dalam ruang
tertutup, dengan risiko terjadinya kanker paru. Beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa pada orang- orang yang tidak merokok, tetapi mengisap
asap dari orang lain, risiko mendapat kanker paru meningkat dua kali.
3. Polusi udara
Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi
pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok kretek. Kematian akibat
kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan
dengan daerah pedesaan. Bukti statistik juga menyatakan bahwa penyakit ini
lebih sering ditemukan pada masyarakat dengan kelas tingkat sosial ekonomi
yang paling rendah dan berkurang pada mereka dengan kelas yang lebih tinggi.
Hal ini, sebagian dapat dijelaskan dari kenyataan bahwa kelompok sosial
ekonomi yang lebih rendah cenderung hidup lebih dekat dengan tempat
pekerjaan mereka, tempat udara kemungkinan besar lebih tercemar oleh polusi.
Suatu karsinogen yang ditemukan dalam udara polusi (juga ditemukan pada
asap rokok) adalah 3,4 benzpiren.
4. Paparan zat karsinogen
Beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon, arsen, kromium,
nikel, polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat menyebabkan kanker paru.
Risiko kanker paru di antara pekerja yang menangani asbes kira-kira sepuluh
kali lebih besar daripada masyarakat umum. Risiko kanker paru baik akibat
kontak dengan asbes maupun uranium meningkat kalau orang tersebut juga
merokok.
5. Diet
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap
betakarotene, selenium, dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena
kanker paru.
6. Genetik
Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko lebih besar
terkena penyakit ini. Penelitian sitogenik dan genetik molekuler
memperlihatkan bahwa mutasi pada protoonkogen dan gen-gen penekan tumor
memiliki arti penting dalam timbul dan berkembangnya kanker paru. Tujuan
khususnya adalah pengaktifan onkogen (termasuk juga gen-gen K-ras dan myc)
dan menonaktifkan gen-gen penekan tumor (termasuk gen rb, p53, dan CDKN2)
(Alsagaff, 2017).
3. Tanda dan Gejala
Menurut Wijaya & Putri (2017) manifestasi klinis tumor paru yaitu :
a. Batuk yang terus menerus dan berkepanjangan
Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Batuk mulai sebagai
batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang sampai titik dimana
dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam berespon terhadap infeksi sekunder.
b. Sesak napas dan suara para
c. Batuk berdarah dan berdahak/Hemoptisis
Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang mengalami
ulserasi.
d. Nyeri pada dada, ketika batuk dan menarik napas yang dalam
e. Hilang nafsu makan dan berat badan
4. Patofisiologi
Dimulai dari etiologi yang menyebabkan kanker Paru yaitu berasal dari merokok,
asap rokok, asap pabrik, zat karsinogen, dsb. Etiologi ini menyerang percabangan
segmen / sub bronkus menyebabkan cilia hilang. Fungsi dari cilia ini adalah untuk
menggerakkan lendir yang akan menangkap kotoran kecil agar keluar dari paru-paru.
Jika cilia hilang maka akan terjadi deskuamasi sehingga timbul pengendapan
karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia,
hyperplasia, dan displasia yang selanjutnya akan menyebabkan Tumor Paru (Wilson
2015).
kanker Paru ada beberapa jenis yaitu karsinoma sel skuamosa, adenokarsinoma,
karsinoma sel bronkoalveolar, dan karsinoma sel besar. Setiap lokasi memiliki tanda
dan gejala yang berbeda. Pada karsinoma sel skuamosa, karsinoma bronkus akan
menjadi berkembang sehingga batuk akan lebih sering terjadi yang akan
menimbulkan himoptisis. Pada adenokarsinoma akan menyebabkan meningkatnya
produksi mukus yang dapat mengakibatkan penyumbatan jalan nafas. Sedangkan
pada karsinoma sel bronkoalveolar sel akan membesar dan dengan cepat bermetastase
sehingga menimbulkan obstruksi bronkus dengan gejala dispnea ringan (Wilson 2015).
Pada kanker akan terjadi penyebaran neoplastik ke mediastinum sehingga timbul
area pleuritik dan menyebabkan nyeri. Pada stadium lanjut, penurunan berat badan
biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Tumor paru dapat
bermetastase ke struktur-struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus,
pericardium, otak, dan tulang rangka. Di bagian organ paru-paru, sel tumor terus
berkembang dan bisa mematikan sel imunologi. Artinya sel tumor bersifat imortal
dan bisa menghancurkan sel yang sehat supaya tidak berfungsi. Paru-paru adalah organ
akhir bagi sel kanker atau tempat berakhirnya sel kanker, yang sebelumnya dapat
menyebar di area payudara, ovarium, dan usus (Wilson 2015)
Kanker cenderung bermetastasis ke kelenjar limpa, otak, tulang, hati dan organ
lainnya. Kebingungan (konfusi), gangguan berjalan dan keseimbangan, sakit kepala,
perubahan perilaku bisa saja merupakan manifestasi dari metastasis pada otak.
Kanker yang menyebar ke tulang akan menyebabkan nyeri pada tulang tersebut,
fraktur, dan bisa saja menekan spinal cord, seperti halnya trombositopenia dan anemia
jika sumsum tulang di invasi oleh tumor. Ketika hati diserang, gejala dari kelainan
fungsi hati dan obstruksi biliari meliputi jaundice (penyakit kuning), anoreksia,
nyeri pada kuadran kanan atas Sindrom vena cava superior, obstruksi sebagian atau
seluruh vena cava superior berpotensi menyebabkan komplikasi pada kanker
paru, terutama pada saat tumor menginvasi ke mediastinum superior atau kelenjar
limpa mediastinal. Baik akut maupun subakut gejalanya dapat dicatat. Terlihat edema
pada leher dan wajah klien, sakit kepala, pening, gangguan penglihatan, dan sinkop.
Vena bagian atas dada dan vena di leher akan mengalami dilatasi dan terjadinya
sianosis. Edema pada cerebral akan mengubah tingkat kesadaran, edema pada laring
dapat merusak sistem pernafasan (Wilson 2015)
6. Pemeriksaan Penunjang
a. CT-scan dan MRI
Pemeriksaan CT-scan dada lebih sensitif dibandingkan dengan foto dada PA
karena dapat mendeteksi massa ukuran 3 mm. MRI dilakukan untuk mengetahui
penyebaran kanker ke tulang belakang.
b. Foto dada secara postero-anterior
Pada foto dada PA dapat dilihat adanya gambaran massa di daerah hilus atau
parahiler atau apeks, lesi parenkim, obstruksi, kolaps didaerah peripleura dan
pembesaran mediastinum.
c. Pemeriksaan sitologi sputum
Pemeriksaan sputum rutin dikerjakan terutama bila pasien ada keluhan seperti
batuk. Pemeriksaan sitologi tidak selalu memberikan hasil positif karena ia
tergantung dari :
1) Letak tumor terhadap bronkus
2) Waktu pemeriksaan sputum ( sputum harus segar)
Pemeriksaan sitologi lain untuk diagnostic kanker paru dapat dilakukan pada
cairan pleura, aspirasi kelenjar getah bening servikal, supraklavikula, bilasan
dan sikatan bronkus pada bronkoskopi
d. Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi merupakan standar baku penegakan diagnosis kanker
paru. Pengumpulan bahannya dapat melalui bronkoskopi, biopsi transtorakal,
torakoskopi, mediastinoskopi dantorakotomi.Hasil pemeriksaan dapat
mengklasifikasikan tipekanker.SCLC ditandai dengan gambaran yang khas dari sel
kecil mirip gandum dengan sitoplasma yang sedikit dalam sarang-sarang atau
kelompok tanpa organisasi skuamosa atau glandular.
e. Pemeriksaan serologi
Beberapa petanda kanker paru yang dipakai sebagai penunjang diagnosis yaitu
CEA (carcinoma embryonic antigen), NSE(neuron-spesific enolase) dan Cyfra 21-
1(Cytokeratin fragment19).
f. Pemeriksaan bone scanning
Pemeriksaan ini diperlukan bila diduga ada tanda-tanda metastasis ke tulang.
Insedens metastasis tumor non small cell lung cancer ( NSCLC ) ke tulang
dilaporkan sebesar 15 % (Pra dipta dan Uyainah 2018).
7. Penatalaksanaan
Pengobatan Tumor paru dapat dilakukan dengan cara – cara sebagai berikut :
1) Pembedahan
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk
mengankat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak
mungkin fungsi paru –paru yang tidak terkena kanker.
2) Toraktomi eksplorasi
Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya
karsinoma, untuk melakukan biopsy.
3) Pneumonektomi (pengangkatan paru)
Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa
diangkat.
4) Lobektomi (pengangkatan lobus paru)
5) Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau
bula emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.
6) Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan
bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi, seperti
mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/ bronkus.
7) Kemoterapi
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk
menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas serta
untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi (Suryo 2018).
B. Konsep Askep
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah tahap pertama dalam proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sitematis dalam mengumpulkan data dari berbagai
sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.
a. Identitas
Meliputi nama klien, umur, pendidikan, pekerjaan, agama, suku bangsa, dan alamat
klien
b. Identitas penanggung jawab
Nama, umur, hubungan keluarga, pekerjaan
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Umumnya keluhan yang dialami meliputi batuk produktif, dahak bersifat
mukoid atau purulen, batuk berdahak, malaise, demam, anoreksia, berat badan
menurun, suara serak, sesak napas pada penyakit yang lanjut dengan kerusakan
paru yang makin luas, serta mengalami nyeri dada yang dapat bersifat lokal atau
pleuritik.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya memiliki riwayat terpapar asap rokok, industri asbes, uranium, kromat,
arsen (insektisida), besi dan oksida besi, serta mengkonsumsi bahan pengawet.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya ditemukan adanya riwayat keluarga yang pernah menderita penyakit
Kanker.
d. Kebutuhan dasar
1) Makanan dan cairan
Biasanya mengalami kehilangan nafsu makan, mual/muntah, kesulitan menelan
mengakibatkan kurangnya nafsu makanan, kurus karena terjadi penurunan berat
badan dan mengalami rasa haus.
2) Eliminasi
Biasanya ditemukan adanya diare, serta mengalami peningkatan frekuensi dan
jumlah urine.
3) Hygiene/ pemeliharaan kesehatan
Biasanya memiliki kebiasaan merokok atau sering terpapar oleh asap rokok,
mengkonsumsi bahan pengawet, terjadi penurunan toleransi dalam melakukan
aktivitas personal hygiene.
4) Aktivitas/ istirahat
Biasanya ditemukan adanya kesulitan beraktivitas, mudah lelah, susah untuk
beristirahat, mengalami nyeri, sesak, kelesuan serta insomnia.
e. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien Ca paru
1) Keadaan umum: biasanya ditemukan keadaan umum lemah, sesak yang disertai
dengan nyeri dada
2) Tingkat kesadaran : biasanya mengalami penurunan kesadaran
3) TTV
RR : biasanya pernapasan cepat
N : biasanya mengalami takhikardi
S : biasanya mengalami hipertermi jika ada infeksi
TD : biasanya bisa hipotensi dan hipertensi
4) Kepala dan leher : biasanya ditemukan kepala kotor karena tidak mampu
melakukan personal higiene, leher jika sudah ada komplikasi maka akan
terdapat pembengkakan akibat kelencar getah bening
5) Mata : biasanya ditemukan adanya pucat pada konjungtiva sebagai akibat anemia
atau gangguan nutrisi.
6) Kulit : biasanya ditemukan adanya pucat atau sianosis sentral atau perifer,
yang dapat dilihat pada bibir atau ujung jari/ dasar kuku menandakan penurunan
perfusi perifer.
7) Jari dan kuku : biasanya ditemukan adanya sianosis, clubbing finger
8) Muka, hidung dan rongga mulut : biasanya ditemukan adanya pucat atau sianosis
bibir/ mukosa menandakan penurunan perfusi, ketidakmampuan menelan dan
suara serak.
9) Vena leher : biasanya ditemukan adanya distensi atau bendungan
10) Thorak
a) Paru:biasanya ditemukan adanya pernapasan takipnea, napas dangkal,
penggunaan otot aksesori pernapasan, batuk kering/nyaring/non produktif
atau mungkin batuk terus menerus dengan atau tanpa sputum, terjadi
peningkatan fremitus, krekels inspirasi atau ekspirasi. Terdengar
wheezing, stridor karena adanya obstruksi jalan nafas.
b) Jantung : biasanya ditemukan adanya frekuensi jantung mungkin
meningkat/ takikardia, bunyi gerakan perikardial (pericardial effusion).
11) Abdomen, biasanya ditemukan adanya bising usus yang meningkat/ menurun
akibat dari konstipasi atau masalah kesehatan lainnya
12) Sistem urogenital, biasanya adanya peningkatan frekuensi atau jumlah urine.
13) Sistem muskuluskeletal, biasanya ditemukan adanya penurunan kekuatan otot.
2. Diagnosa
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d. hipersekresi dibuktikan dengan batuk tidak
elfektif, tidak mampu batuk, sputum berebih, menggi, wheing, ronki kering,
mekonium di jalan napas, dispena, sulit bicara, ortopnea, gelisah, sianosis, bunyi
napas menurun, frekuensi napas berubah, pola napas berubah
b. Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas dibuktikan dengan dispnea,
penggunaan otot bantu pernapasan, fase ekspirasi memanjang, pola nafas abnormal,
ortopnea, pernapasan cuping hidung, pernapasan pursed-lip, ventilasi semenit
menurun, tekanan ekspirasi mnurun, tekanan inspirasi menurun
c. Penurunan curah jantung b.d perubahan irama jantung dibuktikan dengan perubahan
irama jantung, perubahan preload : edema, distensi vena jugularis, hepatomegali,
perubahan afterload : tekanan darah meningkat, nadi perifer teraba lemah, warna
kulit pucat, terdengar suara jantung S3
d. Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif d.d tumor otak Dibuktikan dengan
Pengisian kapiler <3 detik. Nadi perifer menurun, akral teraba dingin, warna kulit
pucat, tugor kulit menurun, edema.
e. Gangguan eliminasi urin b.d penurunan kapasitan kandung kemih dibuktikan dengan
desakan berkemih, uri menetes, sering buang air kecil, nokturia, mengompol,
enuresis, distensi kandung kemih, volume residu urin menigkat
f. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan Dibuktikan dengan : Berat
badan menuru 10 %, Cepat kenyang, nyeri abdomen, napsu makan menurun, otot
mengunyah lemah, otot menelan lemah, membran mukosa pucat
g. Gangguan komunikasi verbal b.d sirkulasi serebral Dibuktikan dengan pelo, disartia,
gangguan komunikasi, gangguan erbicara, tidak mampu menggunakan ekspresi
wajah
h. Gangguan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot Dibuktikan dengan :
mengeluh sulit bergerakan ekstremitas, kekuatan otot menurun, rentang gerak
menurun, nyeri saat bergerak, enggan melakukan pergerakan, merasa cemas saa`t
bergerak, sendi kaku, gerakan terbatas, fisik lemah, gerakan tidak terkordinasi
i. nyeri akut b.d agen cedera fisiologis dibuktikan dengan mengeluh nyeri, tampak
meringis, tampak protektif, gelisah, frekuensi nadi menigkat, sulit tidur, tekanan
darah meningkat, pola napas berubah, napsu makan berubah, berfokus paa diri
sendiri.
j. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial b.d edema serebral dibuktikan dengan sakit
kepala, tekanan darah meningkat, bradikardia, pola nappas ireguler, tingkat
kesadaran menurun, respon pupil melambat, respon neurologis terganggu, gelisah,
lemah, muntah
3. Intervensi
Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
Bersihan jalan Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi (1.01014)
napas tidak efektif tindakan keperawatan Observasi
dibuktikan dengan dalam jangka waktu 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman
batuk tidak 1x24 jam diharapkan dan upaya napas
elfektif, tidak bersihan jalan napas 2. Monitor pola napas (seperti
mampu batuk, meningkat dengan bradipnea, takipnea, hoperventilasi,
sputum berebih, menunjukan kriteria kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot,
menggi, wheing, hasil : ataksik)
ronki kering, 1. Batuk efektif 3. Monitor kemampuan batuk efektif
mekonium di jalan meningkat 4. Monitor adanya produksi sputum
napas, dispena, 2. Produksi sputum 5. Monitor adanya sumbatan jalan
sulit bicara, menurun napas
ortopnea, gelisah, 3. Mengi menurun 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
sianosis, bunyi 4. Wheezing menurun 7. Auskultasi bunyi napas
napas menurun, 5. Frekuensi napas 8. Monitor saturasi oksigen
frekuensi napas membaik 9. Monitor nilai AGD
berubah, pola 6. Jalan napas 10. Monitor hasil x-ray toraks
napas berubah membaik
Terapeutik
1. Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
Pola napas tidak Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi (1.01014)
efektif b.d spasme tindakan keperawatan Observasi
jalan napas dalam jangka waktu 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman
dibuktikan dengan 1x24 jam diharapkan dan upaya napas
dispnea, pola napas membaik 2. Monitor pola napas (seperti
penggunaan otot dengan menunjukan bradipnea, takipnea, hoperventilasi,
bantu pernapasan, kriteria hasil : kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot,
fase ekspirasi 1. dispnea menurun ataksik)
memanjang, pola 3. Monitor kemampuan batuk efektif
2. penggunaan otot
nafas abnormal, 4. Monitor adanya produksi sputum
bantu menurun
ortopnea, 5. Monitor adanya sumbatan jalan
pernapasan cuping napas
3. ortopnea menurun
hidung, pernapasan 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
pursed-lip, 4. Frekuensi napas 7. Auskultasi bunyi napas
ventilasi semenit membaik 8. Monitor saturasi oksigen
menurun, tekanan 9. Monitor nilai AGD
4. kedalaman napas
ekspirasi mnurun, 10. Monitor hasil x-ray toraks
membaik
tekanan inspirasi Terapeutik
menurun 1. Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu
4. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana
keperawatan. Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri (independent), saling
ketergantungan/kolaborasi (interdependent), dan tindakan dependen atau
ketergantungan.
5. Evaluasi
Untuk eveluasi hasil yang diharapkan dan respons terhadap asuhan keperawatan,
dibandingkan hasil yang didapatkan pada klien saat ini dengan hasil yang diharapkan
saat perencanaan: seperti kemampuan klien untuk mempertahankan atau memperbaiki
kesejajaran tubuh, meningkatkan mobilisasi, dan melindungi klien dari bahaya
imobilisasi. Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan unntuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi terus menerus dilakukan terhadap respon
klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan, digunakan komponen
SOAP/SOAPIE
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff, Hood. 2017. Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga Universiti
Press
Price, S.A. 2020. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC
Pradipta, E.,Wardhani D., & Uyainah, A. (2018). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media
Aesculapius (BAB II)
Suryo, J., 2018, Herbal Penyembuhan Gangguan Sistem Pernapasan, B First, Yogyakarta
Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2017. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan Dewasa Teori
dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Meika
Wilson. 2015. Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit. Edisi 6 Jakarta EGC
PPNI, Tim Pokja SIKI DPP . (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
PPNI, Tim Pokja SDKI DPP . (2018) Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
PPNI, Tim Pokja SLKI DPP . (2018) Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia