Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN KANKER PARU

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1


Dosen Mata Ajar :
Linda Widyarani, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun Oleh :

Yoan Tyas Pambudi


Kelas 2B

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NOTOKUSUMO


YOGYAKARTA
2020
A. Definisi Penyakit
Kanker adalah penyakit tidak menular yang ditandai dengan pertumbuhan sel tidak
normal atau terus menerus dan tidak terkendali yang dapat merusak jaringan
sekitarnya serta dapat menjalar ke tempat yang jauh dari asalnya yan disebut
metastasis.
Kanker paru adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan yang
berasal dari paru sendiri (primer). Dalam pengertian klinik yang dimaksud dengan
kanker paru primer adalah tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus (karsinoma
bronkus/bronchogenic carcinoma) (Kemenkes RI, 2017). Kanker paru atau disebut
karsinoma bronkogenik merupakan tumor ganas primer sistem pernapasan bagian
bawah yang bersifat epithelial dan berasal dari mukosa percabangan bronkus (Nurarif
& Kusuma, 2015). Kanker paru adalah keganasan yang berasal dari luar paru maupun
yang berasal dari paru sendiri (primer), dimana kelainan dapat disebabkan oleh
kumpulan perubahan genetika pada sel epitel saluran nafas yang dapat mengakibatkan
proliferasi sel yang tidak dapat dikendalikan. (Purba & Wibisono, 2015).
B. Etiologi Penyakit
Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru belum
diketahui, tapi merokok dan paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang
bersifat karsinogenik merupakan faktor resiko utama. Beberapa faktor risiko penyebab
terjadinya kanker paru adalah (Stopler, 2010):
1. Merokok
Merokok merupakan faktor yang berperan paling penting yaitu 85% dari seluruh
kasus. Kejadian kanker paru pada perokok dipengaruhi oleh usia mulai merokok,
jumlah batang rokok yang diisap setiap hari, lamanya kebiasaan merokok, dan
lamanya berhenti merokok.
2. Perokok pasif
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pada orang-orang yang tidak
merokok, tetapi mengisap asap rokok dari orang lain, risiko menderita kanker paru
meningkat dua kali.
3. Polusi udara
Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi
pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok. Kematian akibat kanker
paru jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan dengan
daerah pedesaan.
4. Paparan zat karsinogen
Beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon, arsen, kromium, nikel,
polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat menyebabkan kanker paru. Risiko
kanker paru di antara pekerja yang menangani asbes kira-kira sepuluh kali lebih
besar daripada masyarakat umum.
5. Genetik
Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko lebih besar
terkena penyakit ini. Penelitian sitogenik dan genetik molekuler memperlihatkan
bahwa mutasi pada protoonkogen dan gen-gen penekan tumor memiliki arti
penting dalam timbul dan berkembangnya kanker paru.
6. Penyakit paru
Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga dapat
menjadi risiko kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru obstruktif kronik
berisiko empat sampai enam kali lebih besar terkena kanker paru.
7. Metastase dari organ lain
Kanker paru yang merupakan metastase dari organ lain adalah kanker paru
sekunder. Paru-paru menjadi tempat berakhirnya sel kanker yang ganas. Meskipun
stadium penyakitnya masih awal, seolah-olah pasien menderita penyakit kanker
paru stadium akhir. Di bagian organ paru, sel kanker terus berkembang dan bisa
mematikan sel imunologi. Artinya, sel kanker bersifat imortal dan bisa
menghancurkan sel yang sehat supaya tidak berfungsi. Paru- paru itu adalah end
organ bagi sel kanker atau tempat berakhirnya sel kanker, yang sebelumnya dapat
menyebar di aera payudara, ovarium, usus, dan lain- lain.
C. Patofisiologi
Dari etiologi yang menyebabkan Ca paru ada 2 jenis yaitu primer dan sekunder.
Primer yaitu berasal dari merokok, asap pabrik, zat karsinogen, dll dan sekunder
berasal dari metastase organ lain, Etiologi primer menyerang percabangan segmen/sub
bronkus menyebabkan cilia hilang. Fungsi dari cilia ini adalah menggerakkan lendir
yang akan menangkap kotoran kecil agar keluar dari paru-paru. Jika silia hilang maka
akan terjadi deskuamasi sehingga timbul pengendapan karsinogen. Dengan adanya
pengendapan karsinogen maka akan menimbulkan ulserasi bronkus dan menyebabkan
metaplasia, hyperplasia dan displasia yang selanjutnya akan menyebabkan Ca Paru.
Ca paru ada beberapa jenis yaitu karsinoma sel skuamosa, adenokarsinoma,
karsinoma sel bronkoalveolar, dan karsinoma sel besar. Setiap lokasi memiliki tanda
dan gejala khas masing masing. Pada karsinoma sel skuamosa, karsinoma bronkus
akan menjadi berkembang sehingga batuk akan lebih sering terjadi yang akan
menimbulkan iritasi, ulserasi, dan pneumonia yang selanjutnya akan menimbulkan
himoptosis. Pada adenokarsinoma akan menyebabkan meningkatnya produksi mukus
yang dapat mengakibatkan penyumbatan jalan nafas. Sedangkan pada karsinoma sel
bronkoalveolar sel akan membesar dan cepat sekali bermetastase sehingga
menimbulkan obstruksi bronkus dengan gejala dispnea ringan. Pada karsinoma sel
besar akan terjadi penyebaran neoplastik ke mediastinum sehingga timbul area
pleuritik dan menyebabkan nyeri kronis. Pada stadium lanjut, penurunan berat badan
biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat
bermetastase ke struktur–struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus,
pericardium, otak, tulang rangka (Nurarif & Kusuma, 2015).
Sedangkan pada Ca paru sekunder, paru-paru menjadi tempat berakhirnya sel
kanker yang ganas. Meskipun stadium penyakitnya masih awal, seolah-olah pasien
menderita penyakit kanker paru stadium akhir. Di bagian organ paru, sel kanker terus
berkembang dan bisa mematikan sel imunologi. Artinya, sel kanker bersifat imortal
dan bisa menghancurkan sel yang sehat supaya tidak berfungsi. Paru-paru itu adalah
end organ bagi sel kanker atau tempat berakhirnya sel kanker, yang sebelumnya dapat
menyebar di aera payudara, ovarium, usus, dan lain-lain (Stopler, 2010)
D. Manifestasi Klinis
Tabel 1.3 Manifestasi klinis Ca Paru sesuai dengan lokasinya

Adenokarsinoma Karsinoma Karsinoma Sel Karsinoma


dan Sel kecil Sel besar
Bronkoalveola Skuamosa
r
Tanda 1. Nafas dangkal 1. Batuk 1. SIADH 1. Batuk
dan 2. Batuk 2. Dyspnea 2. Sindrom chusing berkepanjanga
Gejala 3. Penurunan 3. Nyeri dada 3. Hiperkalsemia n
nafsu makan 4. Atelektasis 4. Batuk 2. Nyeri dada
4. Trossea 5. Pneumonia 5. Stridor saat
u postobstruk 6. Nafas dangkal menghirup
syndro tif 7. Sesak nafas 3. Suara serak
me 6. Mengi 8. Anemia 4. Sesak napas
7. Hemoptisis
8. Kelelahan
9. Penurunan
berat badan
Sumber: Tan, 2017

E. Pemeriksaan Diagnostic dan Penunjang


• Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kanker paru ini adalah
pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk (Purba &
Wibisono, 2015):
a. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru;
b. Kerusakan pada paru dapat dinilai dengan pemeriksaan faal paru atau
pemeriksaan analisis gas;
c. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru pada
organ-organ lainnya; dan
d. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru pada
jaringan tubuh baik oleh karena tumor primernya maupun oleh karena
metastasis.
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah (Purba &
Wibisono, 2015):
1. Radiologi
Pemeriksaan radiologi adalah pemeriksaan yang paling utama
dipergunakan untuk mendiagnosa kanker paru. Kanker paru memiliki
gambaran radiologi yang bervariasi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk
menentukan keganasan tumor dengan melihat ukuran tumor, kelenjar getah
bening, dan metastasis ke organ lain.
2. Sitologi
Merupakan metode pemeriksaan kanker paru yang mempunyai nilai
diagnostik yang tinggi dengan komplikasi yang rendah. Pemeriksaan
dilakukan dengan mempelajari sel pada jaringan. Pemeriksaan sitologi dapat
menunjukkan gambaran perubahan sel, baik pada stadium prakanker
maupun kanker. Pemeriksaan sputum adalah salah satu teknik pemeriksaan
yang dipakai untuk mendapatkan bahan sitologik.
3. Bronkoskopi
Setiap pasien yang dicurigai menderita tumor bronkus merupakan
indikasi untuk bronkoskopi. Dengan menggunakan bronkoskop fiber optik,
perubahan mikroskopik mukosa bronkus dapat dilihat berupa nodul atau
gumpalan daging. Bronkoskopi akan lebih mudah dilakukan pada tumor
yang letaknya di sentral. Tumor yang letaknya di perifer sulit dicapai oleh
ujung bronkoskop.
4. Biopsi Transtorakal
Biopsi aspirasi jarum halus transtorakal banyak digunakan untuk
mendiagnosis tumor pada paru terutama yang terletak di perifer.
5. Torakoskopi
Torakoskopi adalah cara lain untuk mendapatkan bahan guna
pemeriksaan histopatologik untuk kanker paru. Torakoskopi adalah
pemeriksaan dengan alat torakoskop yang ditusukkan dari kulit dada ke
dalam rongga dada untuk melihat dan mengambil sebagian jaringan paru
yang tampak
• Pemeriksaan Diagnostic
A. Pemeriksaan Fisik
1. Foto Toraks
2. CT-Scan Toraks
3. Pemeriksaan Radiologi Lain
B. Pemeriksaan Khusus
1. Bronkoskopi
2. Biospi
3. Transbroncial Needle Aspiration ( TBNA )
4. Transbronchial Lung Biopsy ( TBLB )
5. Biopsi Transtorakal ( Transthoraxic Biopsy, TTB )
6. Biopsi Lain
7. Torakoskopi Medik
8. Sitologi Sputum

F. Komplikasi Penyakit
1. Efusi pleura.
2. Sindrom Vena kava superior (SVCS)
3. Obstruksi bronkus.
4. Invasi Dinding Toraks.
5. Batuk darah (Hemoptisis).
6. Kompresi penekanan Esofogus.
7. Kompresi sumsum tulang. Biasanya terjadi karena efek samping obat maupun
radiasi. Gejala yang paling sering muncul adalah leucopenia dan
trombositopenia.
8. Metastasis sel kanker ke bagian tubah yang lain.

(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003:17)


G. Penatalaksanaan Medik
Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2017, manajemen
penatalaksanaan pada penyakit kanker paru dibagi berdasarkan klasifikasinya. Pada
kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK), terdiri dari berbagai jenis,
antara lain adalah karsinoma sel skuamosa (KSS), adenokarsinoma, karsinoma
bukan sel kecil (KBSK) penatalaksanaannya tergantung pada stadium penyakit,
tampilan umum penderita, komorbiditas, tujuan pengobatan, dan cost-effectiveness.
Modalitas penanganan yang tersedia adalah bedah, radiasi, dan kemoterapi.
Penatalaksanaan kanker paru karsinoma bukan sel kecil antara lain:
1. Bedah
Terapi utama utama untuk sebagian besar KPBSK, terutama stadium I-II dan
stadium IIIA yang masih dapat direseksi setelah kemoterapi neoadjuvan. Jenis
pembedahan yang dapat dilakukan adalah lobektomi, segmentektomi dan
reseksi sublobaris. Pasien dengan kardiovaskular atau kapasitas paru yang lebih
rendah, pembedahan segmentektomi dan reseksi sublobaris paru dilakukan.
2. Radioterapi
Radioterapi dalam tatalaksana kanker paru Bukan Sel Kecil (KPKBSK) dapat
berperan di semua stadium KPKBSK sebagai terapi kuratif definitif, kuratif
neoajuvan atau ajuvan maupun paliatif. Radioterapi dapat diberikan pada
stadium I yang menolak dilakukan operasi setelah evaluasi bedah thoraks dan
pada stadium lokal lanjut (Stadium II dan III) konkuren dengan kemoterapi.
Pada pasien Stadium IIIA resektabel, kemoterapi pre operasi dan radiasi pasca
operasi merupakan pilihan. Pada pasien Stadium IV, radioterapi diberikan
sebagai paliatif atau pencegahan gejala (nyeri, perdarahan, obstruksi).
Penatalaksanaan kanker paru karsinoma sel kecil (KPKSK) berbeda
dengan KPBSK, pasien dengan KPKSK, penatalaksanaan dilakukan
berdasarkan stadium, antara lain :
1. Stadium terbatas
Pilihan modalitas terapi pada stadium ini adalah kombinasi dari kemoterapi
berbasis-platinum dan terapi radiasi toraks. Kemoterapi dilakukan paling
banyak 4-6 siklus, dengan peningkatan toksisitas yang signifikan jika
diberikan lebih dari 6 siklus. Regimen terapi kombinasi yang memberikan
hasil paling baik adalah concurrent therapy, dengan terapi radiasi dimulai
dalam 30 hari setelah awal kemoterapi. Regimen kemoterapi yang tersedia
untuk stadium ini adalah EP, sisplatin/karboplatin dengan etoposid (pilihan
utama, sisplatin/karboplatin dengan irinotekan. Reseksi bedah dapat
dilakukan dengan kemoterapi adjuvant atau kombinasi kemoterapi dan
radiasi terapi adjuvant pada TNM stadium dini, dengan/tanpa pembesaran
kelenjar getah bening.
2. Stadium lanjut
Pilihan utama modalitas terapi stadium ini adalah kemoterapi kombinasi.
Regimen kemoterapi yang dapat digunakan pada stadium ini adalah:
sisplatin/karboplatin dengan etoposid (pilihan utama), atau
sisplatin/karboplatin dengan irinotekan. Pilihan lain adalah radiasi paliatif
pada lesi primer dan lesi metastasis.

H. Penatalaksanaan Keprawatan
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1. Ketidakefektifan bersihan Setelah dilakukan Terapi Oksigen (3320)
jalan nafas (00031) tindakan selama 2x24 1. Membersihkan 1. Kotoran atau sikrsi
berhubungan dengan jam tidak ada mulut hidung dan dalam mulut dan
peningkatan produksi sumbatan jalan nafas sikresi hidung bisa
Mucus. klien dengan kriteria 2. Mempertahankan menghambat
hasil : ketepatan jalan pernafasan.
Status pernafasan: nafas 2. Irama ketepatan dalam
Kepatenan jalan nafas 3. Memberikan bernafas membuat
(0410) oksigen tambahan paisen nyaman dalam
1. Frekuensi 4. Memonitor istirahat.
pernafasan dari pemberian 3. Memberikan oksigen
skala 1 menjadi 5 oksigen. saat pasien sulit
2. Irama pernafasan bernafas.
dari skal 1 4. Memonitor pemebrian
menjadi 5 oksigen untuk
3. Kemampuan mengetahui pasien
mengluarkan skret masih sulit bernafas
dari skala 1 atau tidak.
menjadi 5
4. Akumulasi sputum
dari skala 1
menjadi 5
5. Suara nafas
bertambah dari
skla 1sampai 5

2. Ketidakaktifan pola nafas Setelah dilakukan Manajemen jalan


(00032) berhubungan dengan perawatn selama 3x24 nafas (3140)
obstruksi bronkus atau jam status pola nafas 1. Memposisikan 1. Posisi klien berguna
sumbatan parsial pada
klien efektif kriteria klien untuk untuk memaksimalkan
intrapulmoner proksimal
hasil : memaksimalkan ventilasi.
Status pernafasan ventilas.
1. Frekuensi 2. Memotivasi pasien 2. Bernafas dalam dan
pernafasan dari untuk bernafas pelan membuat paisen
skala 1 menjadi 5 dalam dan pelan lebih rileks.
2. Kapsitas vital dan pelan
3. Memonitor pernafasan
volume dari skala 3. Memonitor status
agar pasien bisa
1 menjadi 4 pernafasan dan
berirama saat bernafas.
3. Suara austulkasi oksigenasi.
nafas dari skala 1
menjadi 4
4. Irama pernafasan
dari skala 1
menjadi 5

3. Nyeri kronis (00132) Setelah dilakukan


berhubungan dengan perawatan 2x24 jam
penyebaran neoplastic ke pasien sedikit atau
mediastinum. tidak menunjukan
nyeri dengan kriteria
hasil :
Kontrol Nyeri (1605) Pemberian Analgesik
1. Mengenali kapan (2210)
nyeri terjadi 1. Mengecek 1. Mengecek pemberian
2. Mengambarkan pemebrian obat obat agar pasien tidak
factor penyebeab dan dosis overdosis dalam
nyeri dari 2. Mengecek pemberian
3. Melaporkan nyeri adanya alergi 2. Mengecek alergi obat
terkontrol. obat agar pasien tidak terjadi
Tingkat Nyeri (2102) 3. Memonitor tanda drop atau gatal.
4. Ekspresi wajah tanda vital 3. Memonitor tanda tanda
pasien sebelum dan vital untuk mengetahui
sesudah tekanan darah stabil
pemberian obat atau tidak saat
4. Memberikan pemberian obat.
analgesic pada 4. Pemberian obat pada
waktunya waktunya supaya
pasien tidak overdosis.
I. Reading jurnal
Penulis/judul Tujuan Metodologi Intervensi Hasil
Budi Rustandi, Menegetahui Quersi- Latihan Terdapat
pengaruh eksperimental relaksasi otot perbedan
latian dengan pengaruh
relaksasi otot pendekatan terapi
progresif pre and post relaksasi otot
terhadap test without progresif
penurunan control yang terhadap nilai
tingkat terdiri dari 42 kecemasan
kecemaan responden pasien kanker
dengan paru dengan
consecutive (p-value
sampling <0,001)

J. Kesimpulan Jurnal
Terdapat pengaruh latian relaksasi otot progresif terhadap penurunan tingkat
kecemasan. Hal ini dipengaruhi oleh banyak hal seperti mekanisme koping,
frekuensi latian relaksasi otot progresif, serta lingkungan.

K. Daftar Pustaka
Mardiyah, I. A. 2018. Asuhan Keprawatan pada Pasien dengan Kanker Paru
di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Balaladhika Husada Kabupaten Jember. Laporan
Pendahuluan Aplikasi Klinis. Fakultas Keperawatan Universitas Jember, Jember.

Rustanti, B., Arie J. Pitono, dan Muhammad Nur Rahmad. 2018. Pengaruh terapi
relaksasi otot progresif terhadap nilai kecmasan pada pasien ca paru yang sedang
menjalani kemoterapi di RS. Dr. H. A Rotinsulu Kota Bandung. JKA 5 (1) : 25-30.
1. Studi Korelasi Jurusan Sekolah dan Prestasi Akademik (IPK) dengan Skor Uji Kompetensi Perawat
Angga Wilandika, Diah Nur Indah Sari

2. Pengaruh Terapi Qur’anic Healing terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Lanjut Usia Penderita Hipertensi
Aghim Ilham Nurhakim, Inggriane Puspita Dewi, Nurohmah

3. Hidroterapi Air Hangat terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Lansia Penderita Hipertensi di Panti Sosial
Tresna Werdha Senjarawi Bandung
Kusumawati R., Meilirianta, Rustandi B.

4. Pengaruh Terapi Relaksasi Otot Progresif terhadap Nilai Kecemasan pada Pasien Ca Paru yang Sedang
Menjalani Kemoterapi di RS. Dr. H.A Rotinsulu Kota Bandung
Budi Rustandi, Arie J. Pitono , Muhamad Nur Rahmad

5. Perilaku Orangtua yang Merokok terhadap Kesehatan Anak (0-5 Tahun)


Hasbi Taobah Ramdani, Wahyudin, Annisa Alail Nursela

6. Pengaruh Terapi Pijat Bayi terhadap Kualitas Tidur Bayi Usia 1-12 Bulan di Puskesmas
Lisbet, B. Somantri, Setianingsih

7. Pengembangan Instrumen Penegakan Diagnosis Keperawatan pada Pasien Congestive Heart Failure (CHF)
Berbasis Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI)
Cikwanto, Nupiyanti

8. Pengetahuan Penderita tentang Pencegahan Penularan Tuberculosis di Bandung


Upik Rahmi

9. Hubungan Dukungan Sosial dengan Resiliensi Caregiver Penderita Skizofrenia di Klinik


Ratna Eka Rahmawati, Anggriyana Tri Widianti, Sajodin

10. Hubungan Kualitas Pelayanan Kesehatan dengan Kepuasan Pasien di Wilayah Kerja di Puskesmas Kota
Bandung
Farra Ainiyyah Putri, Nandang Jamiat Nugraha, Hendra Gunawan

7305269
Alamat Redaksi:
STIKes ‘Aisyiyah Bandung
Jl. KH. Ahmad Dahlan Dalam No. 6 Bandung
40264 Telp. (022) 7305269, 7312423 - Fax. (022)
Volume 5 | Nomor 1 | Juni 2018
DEWAN REDAKSI

JURNAL KEPERAWATAN ‘AISYIYAH (JKA)


Volume 5 | Nomor 1 | Juni 2018

Pelindung:
Ketua STIKes ‘Aisyiyah Bandung

Penanggung Jawab:
Fatiah Handayani, S.ST.,M.Keb.

Ketua:
Sajodin, S.Kep., M.Kes., AIFO.

Sekretaris/Setting/Layout:
Aef Herosandiana, S.T., M.Kom.

Bendahara:
Riza Garini, A.Md.

Penyunting/Editor :
Perla Yualita, S.Pd., M.Pd.

Pemasaran dan Sirkulasi :


Nandang JN., S.Kp., M.Kep.,Ns., Sp.Kep., Kom.

Mitra Bestari :
Neti Juniarti, BN, M.Health, M.Nurs, PhD (Universitas
Padjadjaran) DR. Sitti Syabariyah, S.Kp.,MS.Biomed (STIK
Muhammadiyah Pontianak)
DR. Aprina Murhan, S.Kp, M.Kes (Poltekkes Kemenkes Tanjungkarang
Lampung) Mohammad Afandi, S.Kep., Ns., MAN. (Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta) DR. Dessy Hermawan, S.Kep.Ners.,M.Biomed.
(Universitas Malahayati)

Alamat Redaksi:
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah
Jl. KH. Ahmad Dahlan Dalam No. 6, Bandung
Telp. (022) 7305269, 7312423 - Fax. (022)
7305269
e-mail: jka.aisyiyahbdg@gmail.com
DAFTAR ISI

1. Studi Korelasi Jurusan Sekolah dan Prestasi Akademik (IPK) dengan Skor Uji
Kompetensi Perawat
Angga Wilandika, Diah Nur Indah Sari ................................................................................1 - 6

2. Pengaruh Terapi Qur’anic Healing terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Lanjut
Usia Penderita Hipertensi
Aghim Ilham Nurhakim, Inggriane Puspita Dewi, Nurohmah ........................... 7 - 15

3. Hidroterapi Air Hangat terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Lansia Penderita
Hipertensi di Panti Sosial Tresna Werdha Senjarawi Bandung
Kusumawati R., Meilirianta, Rustandi B. .......................................................................... 17 - 24

4. Pengaruh Terapi Relaksasi Otot Progresif terhadap Nilai Kecemasan pada Pasien Ca
Paru yang Sedang Menjalani Kemoterapi di RS. Dr. H.A Rotinsulu Kota Bandung
Budi Rustandi, Arie J. Pitono, Muhamad Nur Rahmad ................................................. 25 - 30

5. Perilaku Orangtua yang Merokok terhadap Kesehatan Anak (0-5 Tahun)


Hasbi Taobah Ramdani, Wahyudin, Annisa Alail Nursela ........................................... 31 - 44

6. Pengaruh Terapi Pijat Bayi terhadap Kualitas Tidur Bayi Usia 1-12 Bulan di Puskesmas
Lisbet, B. Somantri, Setianingsih ....................................................................................... 41 - 53

7. Pengembangan Instrumen Penegakan Diagnosis Keperawatan pada Pasien Congestive


Heart Failure (CHF) Berbasis Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI)
Cikwanto, Nupiyanti .............................................................................................................. 51 - 63

8. Pengetahuan Penderita tentang Pencegahan Penularan Tuberculosis di Bandung


Upik Rahmi ............................................................................................................................. 65 - 70

9. Hubungan Dukungan Sosial dengan Resiliensi Caregiver Penderita Skizofrenia di


Klinik
Ratna Eka Rahmawati, Anggriyana Tri Widianti, Sajodin ...................................... 71 - 78

10. Hubungan Kualitas Pelayanan Kesehatan dengan Kepuasan Pasien di Wilayah Kerja di
Puskesmas Kota Bandung
Farra Ainiyyah Putri, Nandang Jamiat Nugraha, Hendra Gunawan ..............................79 - 87
JKA.2018;5(1): 25-30 ARTIKEL
PENELITIAN
PENGARUH TERAPI RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP NILAI
KECEMASAN PADA PASIEN CA PARU YANG SEDANG MENJALANI
KEMOTERAPI
DI RS. Dr. H.A ROTINSULU KOTA BANDUNG

Budi Rustandi1 , Arie J. Pitono2, Muhamad Nur Rahmad3


ABSTRAK

Kemoterapi merupakan salah satu terapi pilihan untuk pasien kanker, tetapi memiliki
banyak efek samping yang sering membuat pasien cemas. efek samping dari kecemasan
pada pasien kemoterapi adalah agresif, depresi, keletihan, gugup, peningkatan
meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah, sehingga proses pemberian
kemoterapi tidak bisa dilakukan. penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
pengaruh PMR terhadap kecemasan pada pasien kanker paru yang menjalani
kemoterapi di Rumah Sakit Dr. H.A. Rotinsulu Kota Bandung. Dengan desain
penelitian adalah quasi eksperimental dengan desain pre and post without control ini
melibatkan 42 responden yang menjalani kemoterapi di Ruang Dahlia Rumah Sakit Dr.
H.A Rotinsulu. Dengan mengggunakan Tehnik Consecutive sampling. Kuesioner
penelitian menggunakan Kuesioner Kecemasan SRAS yang dirancang oleh Wiliam WK
Zung. Data dianalisis menggunakan analisis dengan uji Paired t-test. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa rata-rata skor kecemasan pada pengukuran sebelum diberikan
intervensi sebesar 66,97 dengan standar deviasi 3,57 sementara skor kecemasan setelah
diberikan intervensi sebesar 47,78 dengan standar deviasi 4,98. Hasil analisis lanjutan
menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan skor kecemasan sebelum dan
setelah diberikan intervensi PMR (p-value < 0,001). Disimpulkan bahwa terdapat
pengaruh terapi PMR terhadap penurunan tingkat kecemasan pada pasien kanker paru
yang menjalani kemoterapi.
Kata kunci : kemoterapi, kecemasan dan PMR

Abstract

Chemotherapy is one of the preferred therapies for cancer patients, but it has many side effects
that often make the patient anxious. side effects of anxiety in chemotherapy patients are
aggressive, depression, fatigue, nervousness, increased heart rate and blood pressure increase,
so the process of chemotherapy can not be done. One of the behavioral therapies used to treat
anxiety is Progressive Muscle Relaxation (PMR). this study aims to identify the effect of PMR on
anxiety in lung cancer patients undergoing chemotherapy at Dr. Hospital. HA. Rotinsulu City of
Bandung. the research design was quasi experimental with pre and post without control design
involving 42 respondents who underwent chemotherapy in Dahlia Room Dr. Hospital.
H.A Rotinsulu. By using Consecutive sampling technique. The research questionnaire used the
SRAS Anxiety Questionnaire designed by Wiliam WK Zung. Data were analyzed by using Paired
t-test. The results showed that the average score of anxiety on the measurement before the
intervention was given 66.97 with the standard deviation of 3,57 while the anxiety score after
the intervention of 47,78 with the standard deviation 4,98. Further analysis results showed that
there was a significant difference in anxiety scores before and after PMR intervention (p value
< 0,001). It was concluded that there was an effect of PMR therapy on decreasing anxiety levels
in lung cancer patients undergoing chemotherapy.

Keywords : chemotherapy, anxiety and PMR


Dosen Prodi Keperawatan STIKes Rajawali Bandung
1,2
3
Mahasiswa Sarjana Keperawatan STIKes Rajawali Bandung
25
Pengaruh Terapi Relaksasi Otot Progresif terhadap Nilai Kecemasan pada Pasien Ca Paru yang 26
Sedang Menjalani Kemoterapi di RS. Dr. H.A Rotinsulu Kota Bandung

PENDAHULUAN tahunnya antara lain disebabkan oleh kanker


paru, hati, perut, kolorektal, dan kanker payudara.
Kecemasan merupakan kekhawatiran Penyakit kanker paru merupakan penyakit yang
yang tidak jelas dan menyebar yang berkaitan memiliki tingkat
dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya,
keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang
spesifik (Stuart, 2006). Gangguan kecemasan
merupakan masalah yang sangat serius, dengan
prevalensi 14,9% atau sekitar 264 juta orang
mengalami kecemasan di dunia. Gangguan
kecemasan tersebut meliputi gangguan panik,
gangguan obsesif-kompulsif, serta gangguan
stress paska trauma (WHO, 2017). Di Indonesia
prevalensi terkait dengan gangguan kecemasan
menurut hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) pada tahun 2013 menunjukan
bahwa sekitar 14 juta penduduk di Indonesia
mengalami gangguan mental emosional yang
ditunjukan dengan gejala-gejala kecemasan dan
depresi (Kemenkes RI, 2016). Kecemasan bisa
disebabkan adanya ketidakpastian (uncertainty)
akan prognosa penyakit, efektifitas pengobatan
terhadap pemulihan kondisi yang sering
ditemukan pada pasien-pasien kanker terutama
stadium lanjut (Shaha dalam Syarif & Putra,
2014).

Gangguan kecemasan juga terjadi pada


pasien kanker paru. Kanker paru adalah suatu
penyakit yang mematikan dan sangat ditakutkan
proses pengobatanya sehingga penderitanya
menimbulkan kecemasan. Penyakit kanker
menjadi salah satu penyebab kematian utama di
seluruh dunia. Pada tahun 2012, kanker menjadi
penyebab kematian sekitar 8,2 juta orang.
Berdasarkan Data GLOBOCAN, International
Agency for Research on Cancer (IARC)
diketahui bahwa pada tahun 2012 terdapat
14.067.894 kasus baru kanker dan 8.201.575
kematian akibat kanker di seluruh dunia.
Penyebab terbesar kematian akibat kanker setiap

JKA | Volume 5 | Nomor 1 | Juni 2018


Pengaruh Terapi Relaksasi Otot Progresif terhadap Nilai Kecemasan pada Pasien Ca Paru yang 27
Sedang Menjalani Kemoterapi di RS. Dr. H.A Rotinsulu Kota Bandung

morbiditas yang tinggi hampir di seluruh radiasi atau operasi yang bersifat lokal,
dunia. Kasus kanker paru pada tahun 2010 kemoterapi merupakan terapi sistemik, yang
menurut National Cancer Institute (NCI) berarti obat menyebar ke seluruh tubuh dan
dilaporkan sebanyak 1,61 juta angka kasus baru dapat mencapai sel kanker yang telah menyebar
serta 1,38 juta angka kematian karena kanker jauh atau metastase ke
paru (Kemenkes RI, 2015).

Berdasarkan hasil penelitian di


Indonesia yang berbasis Rumah Sakit dari 100
Rumah Sakit di Jakarta, kanker paru
merupakan kasus terbanyak yang menyerang
laki-laki dan nomor 4 terbanyak pada
perempuan. Kanker paru juga merupakan
penyebab kematian utama pada laki- laki dan
perempuan. Data hasil pemeriksaan di
laboratorium Patologi Anatomik RSUP
Persahabatan Kanker Paru merupakan lebih
dari 50 persen kasus dari semua jenis kanker
yang didiagnosa. Data registrasi kanker Rumah
Sakit Dharmais tahun 2003-2007 menunjukkan
bahwa kanker trakea, bronkus dan paru
merupakan keganasan terbanyak kedua pada
pria (13,4%) setelah kanker nasofaring
(13,63%) dan merupakan penyebab kematian
akibat kanker terbanyak pada pria (28,94%)
(Kemenkes RI, 2015).

Penatalaksanaan penyakit kanker paru


adalah dengan pembedahan, radiasi,
kemoterapi, terapi biologi, dan terapi yang
ditargetkan (Padila, 2013). Kemoterapi adalah
proses pemberian obat-obatan anti kanker
dalam bentuk pil cair atau kapsul atau melalui
infus yang bertujuan membunuh sel kanker.
Kemoterapi dalam pelaksanaannya
menggunakan obat-obatan sitostatika. Obat
sitotoksik adalah obat yang sifatnya
membunuh atau merusakkan sel-sel
propaganda (Rasjidi, 2007).

Kemoterapi adalah pemberian obat


untuk membunuh sel kanker. Tidak seperti JKA | Volume 5 | Nomor 1 | Juni 2018
Pengaruh Terapi Relaksasi Otot Progresif terhadap Nilai Kecemasan pada Pasien Ca Paru yang 28
Sedang Menjalani Kemoterapi di RS. Dr. H.A Rotinsulu Kota Bandung

tempat lain (Rasjidi, 2007). Suatu sel normal Beberapa terapi nonfarmakologi sebagai
akan berkembang mengikuti pembelahan sel manajemen ansietas adalah dengan hipnoterapi,
yang teratur. Beberapa sel akan membelah diri meditasi, yoga, dan relaksasi otot progresif
dan membentuk sel baru dan sel lain akan mati. (PMR).
Sel abnormal akan membelah diri dan Relaksasi otot progresif (PMR)
berkembang secara tidak terkontrol, pada adalah bentuk dari manajemen ansietas
akhirnya akan terjadi suatu massa yang dikenal yang
sebagai tumor.

Perubahan citra tubuh akibat perubahan


fisik yang menyertai pengobatan telah
ditemukan menjadi respon psikologis yang amat
menekan bagi pengidap kanker (Stuart, 2006).
Penderita kanker yang menjalani pengobatan
kemoterapi, mengalami efek fisiologis yang
sangat tidak menyenangkan seperti rambut
rontok, mudah lelah, dapat mengalami
pendarahan, kulit menjadi hitam kering serta
gatal–gatal, mual, muntah dan nyeri perut,
menurunnya nafsu seksual dan tingkat
fertilitas. Pengobatan kemoterapi selain
menimbulkan efek samping fisiologis juga
menimbulkan efek psikologis yang sangat serius
antara lain stress, rasa takut akan kematian,
takut menjadi beban, takut ditinggalkan,
ketidakmampuan dan gangguan harga diri serta
kecemasan (Potter & Perry, 2010).

Kecemasan dialami secara subjektif dan


dikomunikasikan secara interpersonal respon
individu yang bersifat unik dan membutuhkan
pendekatan unik pula. Menurut T Cox dalam
Pailak dkk (2013), mengidentifikasi dampak
yang ditimbulkan dari kecemasan yang
berlebihan yaitu dampak subjektif meliputi
agresif, depresi, keletihan, frustasi, gugup dan
merasa kesepian. Serta dampak fisiologis yang
dapat ditimbulkan dari kecemasan yang
berlebihan adalah dapat meningkatkan denyut
jantung dan tekanan darah, berkeringat,
membesarnya pupil mata, serta panas dingin.

JKA | Volume 5 | Nomor 1 | Juni 2018


Pengaruh Terapi Relaksasi Otot Progresif terhadap Nilai Kecemasan pada Pasien Ca Paru yang 29
Sedang Menjalani Kemoterapi di RS. Dr. H.A Rotinsulu Kota Bandung

dikembangkan pada awal tahun 1920 oleh mual muntah pada pasien kemoterapi
Edmund Jakson, seorang physian Amerika, Berdasarkan latar belakang di atas maka,
sebagai teknik untuk membantu pasiennya pentingnya untuk dilakukan penelitian tentang
menurunkan ketegangan otot terlalu banyak
dan berbagai gangguan physian dan psikologis.
PMR ini sangat efektif untuk di lakukan serta
bisa dilakukan oleh semua orang, dan terapi
PMR ini bisa dilakukan oleh terapis kepada
klien dengan mengikuti prosedur yang telah
ada, oleh karena itu PMR ini sangat baik
digunakan oleh klien yang sedang mengalami
kecemasan, serta terapi ini dapat dilakukan
oleh klien sendiri nantinya, sebab terapi ini
tidak sulit karena PMR ini tidak
memerlukan imajinasi dan sugesti untuk
melakukanya (Widyastuti, 2003).

Penelitian Jakson mengungkapkan


bahwa ketegangan otot selalu disertai dengan
pemendekan serabut otot dan mengurangi
otot berkurang aktivitas sistem nervus pusat.
Artinya, karena ketegangan otot dikaitkan
dengan berbagai jenis ketegangan psikologi
(kecemasan), kecemasan dapat dikurangi
dengan belajar untuk mengurangi ketegangan
otot tersebut (Widyastuti, 2003). Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Uma &
Vijayalakhshmi pada tahun 2016 menunjukan
bahwa Progresive Muscle Relaxation Training
(PMRT) untuk pasien dialisis dapat membantu
penurunan tingkat stress dan berdampak positif
pada kualitas hidup klien. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Prasetyo (2016), di Balai
Rehabilitasi Sosial ”Wira Adhi Karya”
Ungaran menyatakan bahwa terdapat pengaruh
terapi relaksai otot progresif dan musik
terhadap penurunan stress pada lansia. Sejalan
dengan hasil penelitian yang dilakukan
Agustini (2013) di RSUP Sanglah Denpasar
mengatakan bahwa terdapat pengaruh relaksasi
otot progresif terhadap penurunan keluhan JKA | Volume 5 | Nomor 1 | Juni 2018
Pengaruh Terapi Relaksasi Otot Progresif terhadap Nilai Kecemasan pada Pasien Ca Paru yang 30
Sedang Menjalani Kemoterapi di RS. Dr. H.A Rotinsulu Kota Bandung

pengaruh terapi relaksasi otot progresif terhadap tidur dan duduk diatas tempat tidur/bed.
tingkat kecemasan pada pasien kanker paru Menurut Conrad & Roth dalam
yang mendapatkan kemoterapi Wulandari dkk (2015), menyatakan bahwa
METODOLOGI kecemasan dapat diatasi dengan terapi relaksasi
otot progresif,
Penelitian ini adalah quarsi-eksperimental
dengan pendekatan pre and post test without control
yang terdiri dari 42 responden dengan consecutive
sampling. Penelitian dilakukan di Ruang Kemoterapi
Dahlia Rumah sakit Paru Dr. H.
A. Rotinsulu dari tanggal 21 November sampai
22 Desember 2017. Instrumen Kecemasan dari
wiliam
W.K Zung dilakukan 2 kali pengukuran
sebelum dan sesudah diberikan relaksasi otot
progresif. Data dikumpul dan dianalisis secara
deskriptif dan inferensial yaitu dengan
menggunakan uji paired t-test dengan skala
signifikansi p<0,05

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukan terdapat


perbedaan yang signifikan skor rerata
kecemasan sebelum dan rerata kecemasan
setelah di berikan tehnik relaksasi otot progresif
yaitu skor rerata pre test sebesar 66,97
sedangkan skor rerata post test sebesar 47,78.

Hasil penelitian ini menunjukkan


terdapat perbedaan pengaruh terapi relaksasi otot
progresif terhadap nilai kecemasan pasiekn
kanker paru dengan (p-value <0,001).
Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa
terdapat pengaruh terapi relaksasi otot progresif
terhadap nilai kecemasan klien, pada saat
penelitian berlangsung beberapa responden juga
berpendapat bahwa terapi relaksasi otot
progresif ini membuat otot dan ekstermitas
mereka relaks dan tidak menjadi kaku karena
yang mereka lakukan saat menunggu untuk
menjalani kemoterapi hanya berada pada posisi

JKA | Volume 5 | Nomor 1 | Juni 2018


Pengaruh Terapi Relaksasi Otot Progresif terhadap Nilai Kecemasan pada Pasien Ca Paru yang 31
Sedang Menjalani Kemoterapi di RS. Dr. H.A Rotinsulu Kota Bandung

teori ini mengatakan bahwa manfaat relaksasi berdasarkan penelitian adalah Norephineprin
otot progresif secara umum sama dengan (NE), serotonin dan gamma aminobutyric
manfaat relaksasi lainnya. Relaksasi otot (GABA). Sistem norephineprin merupakan
progresif memiliki cara kerja dengan pikiran yang menjembatani respon fight-flight,
melibatkan sistem saraf simpatis dan dihubungkan dengan neurotransmitter ke
parasimpatis, yang dimana kerja dari kedua struktur lain dari
sistem saraf ini yang saling berlawanan. Sistem
saraf simpatis bekerja saat ketika tubuh
terkejut, takut, cemas, atau berada dalam
keadaan tegang seperti pada pasien- pasien
yang menjalani kemoterapi. Sedangkan
aktivitas saraf parasimpatis yang sering disebut
juga thropotropic yaitu aktivitas kerja saraf
yang dapat menyebabkan perasaan ingin
istrahat dan perbaikan fisik tubuh. Aktivitas
saraf ini merupakan dasar yang disebut benson
yaitu respon relaksasi. Respon dari aktivitas
saraf parasimpatik dapat menyebabkan
penurunan denyut nadi, tekanan darah serta
memperlancar aliran darah. Oleh sebab itu
melalui relaksasi otot proresif dapat
menimbulkan respon relaks sehingga seseorang
dapat mencapai keadaan tenang.

Hal yang sama diungkapkan oleh Desen


dalam Syarif & Putra (2014), yang
mengemukakan bahwa dengan relaksasi otot
progresif, akan timbul perasaan relaks dan
sugesti relaks tersebut dapat merangsang sistem
saraf parasimpatis yang selanjutnya akan
mengontrol aktivitas yang berlangsung selama
penenangan tubuh, kemudian akan
mempengaruhi neurotransmiters yang
merupakan bahan kimia pembawa pesan di
dalam otak yang mengatur perasaan dan
pikiran seseorang. Stimulus yang sampai pada
sistem saraf pusat yang pada akhirnya akan
merangsang sistem kelenjar sebagai respon
fisiologis tubuh baik secara menyeluruh
maupun lokal. Tiga neurotransmitter utama
yang berhubungan dengan kecemasan JKA | Volume 5 | Nomor 1 | Juni 2018
Pengaruh Terapi Relaksasi Otot Progresif terhadap Nilai Kecemasan pada Pasien Ca Paru yang 32
Sedang Menjalani Kemoterapi di RS. Dr. H.A Rotinsulu Kota Bandung

otak yang berhubungan dengan kecemasan yaitu progresif terhadap keluhan mual
amigdala, hipokampus dan korteks serebral
(berpikir, menginterpretasikan dan perencanaan).

Hasil penelitian ini sejalan dengan


penelitian yang dilakukan oleh Praptini dkk
(2013), menunjukkan bahwa ada perbedaan
tingkat kecemasan pada pasien kanker yang
menjalani kemoterapi sebelum dan sesudah
diberikan relaksasi otot progresif yang
dilakukan di rumah singgah denpasar, penelitian
ini menunjukkan hasil yang sangat signifikan
dengan p-value = 0,002 (<0,05) sehingga terapi
relaksasi progresif terbukti dapat mengurangi
tingkat kecemasan.

Penelitian ini juga di dukung oleh


penelitian yang dilakukan oleh Syarif & Putra
(2014), pengaruh relaksasi otot progresif
terhadap penurunan tingkat kecemasan pada
pasien yang menjalani kemoterapi. Hasil
penelitian menunjukkan ada pengaruh relaksasi
otot progresif terhadap penurunan tingkat
kecemasan saat menjalani kemoterapi dengan p-
value = 0,003 (<0,05).

SIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah


terdapat pengaruh latihan relaksasi otot progresif
terhadap penurunan tingkat kecemasan. Hal ini
dipengaruhi oleh banyak hal, seperti mekanisme
koping, frekuensi latihan relaksasi otot
progresif, serta lingkungan. Oleh karena itu
perlu dilakukan eksplorasi lebih lanjut mengenai
pengaruh tekhnik relaksasi otot progresif
terhadap penurunan kecemasan dengan jumlah
sampel yang lebih besar, waktu penelitian yang
lebih panjang, frekuensi latihan relaksasi otot
progresif yang lebih sering.
DAFTAR PUSTAKA

Agustini PE. Pengaruh teknik relaksasi otot


JKA | Volume 5 | Nomor 1 | Juni 2018
Pengaruh Terapi Relaksasi Otot Progresif terhadap Nilai Kecemasan pada Pasien Ca Paru yang 33
Sedang Menjalani Kemoterapi di RS. Dr. H.A Rotinsulu Kota Bandung

muntah pada pasien kanker payudara Indonesia; 2015.


yang menjalani kemoterapi d i Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Rawat Inap C RSUP Sanglah Denpasar. Data dan informasi kesehatan: situasi
Naskah Publikasi. Denpasar: penyakit kanker. Jakarta: Kementerian
Universit Kesehatan Republik Indonesia;
as Udayana; 2013. 2015.
Black JM, Hawks JH, editors. Keperawatan
medikal bedah manajemen klinis
untuk
hasil yang diharapkan (Suslia A, editor
Bahasa Indonesia). 8th ed. Jakarta:
Salemba Emban Patria; 2014.

Dahlan MS. Statistik: untuk


kedokteran dan kesehatan. 6th ed.
Jakarta: Epidemiologi Indonesia; 2014.

Dahlan MS. Besar sampel dalam penelitian


kedokteran dan kesehatan. 4th ed.
Jakarta: Epidemiologi Indonesia; 2016.

Dharma KK. Metodologi penelitian


keperawatan: panduan pelaksanaan d
a n
menerapkan hasil penelitian. Jakarta:
CV. Trans Info Media; 2011.

Digiuilo M, Jackson D, Keogh J, editors.


Keperawatan medikal bedah.
Yogyakarta: Rapha Publishing; 2014.

Irianto ADS, Kristiyawati SP, Supriyadi.


Pengaruh hipnoterapi terhadap
penurunan
tingkat kecemasan pada pasien yang
menjalani kemoterapi di RS
Telogorejo. Jurnal Ilmu Keperawatan
dan Kebidanan. 2014:1-10.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.


Pedoman nasional pelayanan
kedokteran: kanker paru. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik JKA | Volume 5 | Nomor 1 | Juni 2018
Pengaruh Terapi Relaksasi Otot Progresif terhadap Nilai Kecemasan pada Pasien Ca Paru yang 34
Sedang Menjalani Kemoterapi di RS. Dr. H.A Rotinsulu Kota Bandung

JKA | Volume 5 | Nomor 1 | Juni 2018


Pengaruh Terapi Relaksasi Otot Progresif terhadap Nilai Kecemasan pada Pasien Ca Paru yang 35
Sedang Menjalani Kemoterapi di RS. Dr. H.A Rotinsulu Kota Bandung

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peran keluarga dukung kesehatan


jiwa masyarakat. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2016.

Notoatmodjo S. Metodologi penelitian kesehatan.


Jakarta: Rineka Cipta; 2012.

Nursalam. Metodologi penelitian ilmu keperawatan. 4th ed. Jakarta: Salemba


Medika; 2016.

Padila. Asuhan keperawatan: penyakit dalam.


Yogyakarta: Nuha Medika; 2013.

Pailak H, Widodo S, Shobirun. Perbedaan pengaruh terapi relaksasi otot progresif


dan napas dalam terhadap tingkat kecemasan pada pasien pre opera5s2i di
Rumah Sakit Telogorejo Semarang.
Naskah Publikasi. Semarang: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Telogorejo;
2013.

Prasetyo T. Pengaruh terapi progressive muscle relaxation dengan musik terhadap


stres pada lansia. Skripsi. Semarang: Universitas Negeri Semarang; 2016.

Praptini KD, Sulistiowati NMD, Suarnata IK. Pengaruh relaksasi otot progresif
terhadap tingkat kecemasan pasien kemoterapi di Rumah Singgah
Kanker Denpasar. Naskah Publikasi. Denpasar: Universitas Udayana; 2013.

Potter PA, Perry AG, editors. Fundamental keperawatan (Nggie AF, editor Bahasa
Indonesia). 7th ed. Jakarta: Salemba Medika; 2010.

Rasjidi I. Kemoterapi kanker ginekologi dalam praktik sehari-hari. Jakar


t a : C V . Sagung Seto; 2007.

Rasjidi I. Perawatan paliatif suportif dan bebas


Pengaruh Terapi Relaksasi Otot Progresif terhadap Nilai Kecemasan pada Pasien Ca Paru yang 36
Sedang Menjalani Kemoterapi di RS. Dr. H.A Rotinsulu Kota Bandung

nyeri pada kanker. Jakarta: C V . Sagung Seto; 2010.

Sari ADK, Subandi. Pelatihan teknik relaksasi untuk menurunkan


kecemasan pada primary caregiver penderita kanker payudara.
Gadjah
Mada Journal of Professional Psychology. 2015 Dec;1(3):173-92.

Syarif H, Putra A. Pengaruh progressive muscle relaxation terhadap penurunan


kecemasan pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi. Idea Nursing
Journal. 2014 Dec;5(3):1-8.

Stuart GW, editor. Buku saku keperawatan jiwa (Karyuni PE, editor Bahasa
Indonesia). 5th ed. Jakarta: EGC; 2006.

Widyastuti P, editor. Manajemen stress (Yulianti D, editor Bahasa Indonesia). J a k


a r t a : EGC; 2003.

Widodo GG, Purwaningsih P. Pengaruh meditasi terhadap


kualitas hidup lansia yang menderita hipertensi di Unit Rehabilitasi
Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang. Jurnal
Keperawatan Medikal Bedah.
2013;1(2):111-8.

Wulandari N, Wihastuti TA, Supriati L. Pengaruh relaksasi otot progresif


t e r h a d a p penurunan ansietas dan peningkatan
kualitas tidur pasien neurosa di wilayah kerja Puskesmas Kepanjen Kidul
Kota Blitar. Jurnal Ners dan Kebidanan. 2015 Aug;2(2):163-72.

World Health Organization. Depression and other common mental disorders: g


l o b a l health estimates. Switzerland: World Health
Organization; 2017.

Anda mungkin juga menyukai