Anda di halaman 1dari 89

LAPORAN PENDAHULUAN

CA PARU
STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

OLEH :
HENY TRIANY. NZ, S.ST
NIM. 891232011
MINGGU 2

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM
PONTIANAK
202
LAPORAN PENDAHULUAN
TUMOR PARU

A. Pengertian

Tumor adalah kondisi pertumbuhan sel yang tidak normal sehingga membentuk
suatu lesi atau dlam banyak kasus membenntuk benjolan dibagian tubuh (kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2015). Tumor paru adalah tumor ganas paru primer yang
berasal dari saluran napas atau epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan
pertumbuhan sel yang tidak normal, tidak terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang
normal. Proses keganasan pada epitel bronkus didahului oleh masa pra kanker.
Perubahan pertama yang terjadi pada masa prakanker disebut metaplasia skuamosa yang
ditandai dengan perubahan bentuk epitel dan menghilangnya silia (Slamet, 2015).
Tumor paru dalam arti luas adalah semua penyakit kaeganasan diparu, mencakup
keganasan yang berasal dari paru itu sendiri (primer) maupun keganasan dari luar paru
( metastase). Dalam penfertian klinis yang dimaksud dengan tumor paru adalah tumor
paru primer adalah tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus (Zulkifli, 2014)
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa tumor paru
adalah penambahan sel yang abnormal yang berasal dari saluran pernafasan yang dapat
merusak jaringan yang normal.

B. Klasifikasi

Menurut Sudoyo (2021), Klasifikasi tipe tumor yaitu :

1. Tumor paru sel kecil (small lung cancer/SLC) yang umumnya bersifat agresif dan
memiliki prognosis buruk

2. Tumor paru bukan sel kecil atau non-small lung cancer adalah tumor paru yang
sering dilaporkan termasuk Indonesia, yaitu 85% dari seluruh tumor paru (national
cancer Institute, 2019) yang berdasarkan jenis selnya terdiri dari: adenocarsinoma,
karsinoma sel skuamosa dan karsinoma sel besar.
C. Etiologi

Umumnya Tumor yang lain, penyebab yang pasti dari tumor paru belum
diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat
karsinogenik merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain seperti
kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain. Dibawah ini akan diuraikan mengenai faktor
risiko penyebab terjadinya tumor paru (Deberty MG, 2015).
1. Merokok, menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang berperan paling
penting, yaitu 85% dari seluruh kasus. Rokok mengandung lebih dari 4000 bahan
kimia, diantaranya telah diidentifikasi dapat menyebabkan tumor. Kejadian tumor
paru pada perokok dipengaruhi oleh usia mulai merokok, jumlah batang rokok yang
diisap setiap hari, lamanya kebiasaan merokok, dan lamanya berhenti merokok.
2. Perokok pasif, semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan antara
perokok pasif, atau mengisap asap rokok yang ditemukan oleh orang lain di dalam
ruang tertutup, dengan risiko terjadinya kanker paru. Beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa pada orang- orang yang tidak merokok, tetapi mengisap asap
dari orang lain, risiko mendapat tumor paru meningkat dua kali.
3. Polusi udara, kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara,
tetapi pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok kretek. Kematian
akibat tumor paru jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah perkotaan
dibandingkan dengan daerah pedesaan. Bukti statistik juga menyatakan bahwa
penyakit ini lebih sering ditemukan pada masyarakat dengan kelas tingkat sosial
ekonomi yang paling rendah dan berkurang pada mereka dengan kelas yang lebih
tinggi. Hal ini, sebagian dapat dijelaskan dari kenyataan bahwa kelompok sosial
ekonomi yang lebih rendah cenderung hidup lebih dekat dengan tempat pekerjaan
mereka, tempat udara kemungkinan besar lebih tercemar oleh polusi. Suatu
karsinogen yang ditemukan dalam udara polusi (juga ditemukan pada asap rokok)
adalah 3,4 benzpiren.
4. Paparan zat karsinogen, beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon,
arsen, kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat menyebabkan
tumor paru. Risiko tumor paru di antara pekerja yang menangani asbes kira-kira
sepuluh kali lebih besar daripada masyarakat umum. Risiko tumor paru baik akibat
kontak dengan asbes maupun uranium meningkat kalau orang tersebut juga
merokok.
5. Diet, beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap
betakarotene, selenium, dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena
tumor paru.
6. Genetik, terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko lebih
besar terkena penyakit ini. Penelitian sitogenik dan genetik molekuler
memperlihatkan bahwa mutasi pada protoonkogen dan gen-gen penekan tumor
memiliki arti penting dalam timbul dan berkembangnya kanker paru. Tujuan
khususnya adalah pengaktifan onkogen (termasuk juga gen-gen K-ras dan myc) dan
menonaktifkan gen-gen penekan tumor.
7. Penyakit paru, seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga dapat
menjadi risiko kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru obstruktif kronik
berisiko empat sampai enam kali lebih besar terkena kanker paru ketika efek dari
merokok dihilangkan

D. Faktor resiko tumor paru

Hingga saat ini belum ada metode skrining yang sesuai bagi tumor paru secara
umum. Metode skrining yang telah direkomendasikan untuk deteksi tumor paru terbatas
pada kelompok pasien risiko tinggi. Kelompok pasien dengan risiko tinggi mencakup
pasien usia > 40 tahun dengan riwayat merokok ≥30 tahun dan berhenti merokok dalam
kurun waktu 15 tahun sebelum pemeriksaan, atau pasien ≥50 tahun dengan riwayat
merokok ≥20 tahun dan adanya minimal satu faktor risiko lainnya. Faktor risiko tumor
paru lainnya adalah pajanan radiasi, paparan okupasi terhadap bahan kimia karsinogenik,
riwayat tumor pada pasien atau keluarga pasien, dan riwayat penyakit paru seperti PPOK
atau fibrosis paru. Pada pasien berisiko tinggi, dengan anamnesa dan pemeriksaan fisik
yang mendukung kecurigaan adanya keganasan pada paru-paru, dapat dilakukan
pemeriksaan low-dose CT scan untuk skrining tumor paru setiap tahun, selama 3 tahun,
namun tidak dilakukan pada pasien dengan komorbiditas berat lainnya. Pemeriksaan ini
dapat mengurangi mortalitas akibat tumor paru hingga 20%..
E. Patofisiologi

Etiologi yang menyebabkan tumor paru ada 2 jenis yaitu primer dan sekunder.
Primer yaitu berasal dari merokok, asap pabrik, zat karsinogen dll, dan sekunder
berasal dari metastase organ lain. Etiologi primer menyerang percabangan segemen sub
bronchus yang menyebabkan silia hilang. Fungsi dari silia inia adalah menggerakkan
lendir yang akan mengangkap kotoran kecil agar keluar dari paru paru. Jika silia hilang,
fungsi dari silia hilang maka akan terjadi deskuamasi sehingga timbul pengendapan
karsinogen. Adanya pengendapan karsinogen maka akan menimbulkan ulserasi
bronchus dan menyebabkan tumor paru (Nurarif & Kusuma, 2015)

Tumor paru ada beberapa jenis yaitu karsinoma sel skuamosa, adenokarsinoma,
karsinoma sel bronchoalveolar dan karsinoma sel besar. Setiap lokasi memiliki tanda
dan gejala khas masing masing. Pada karsinoma sel skuomosa, karsinoma bronchus
akan menjadi berkembang sehingga batuk akan lebih sering terjadi yang akan
menimbulkan iritasi, ulserasi dan pneumonia yang selanjutnya akan menimbulkan
himoptosis. Pada adenokarsinoma akan menyebabkan meningkatnya produksi mukus
yang dapat mengakibatkan penyumbatan jalan nafas. Sedangkan pada karsinoma sel sel
besar akan terjadi peneyebaran neoplastik ke mediastium sehingga timbul area pleuritik
dan menyebabkan nyeri akut. Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya
menunujukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Tumor paru dapat bermetastase
ke struktur struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esophagus, pericardium,
otak, tulang rangka (Nurarif & Kusuma, 20015)

Pada tumor paru sekunder, paru paru menjadi tempat berakhirnya sel kanker yang
ganas. Meskipun stadium penyakitnya masih awal, seoah olah pasien menderita
penyakit tumor paru stadium akhir. Di bagian organ paru, sel tumor terus berkembang
dan bsa mematikan sel imnologi. Artinya sel tumor bersifat imortal dan bisa
menghancurkan sel yang sehat supaya tidak berfungsi. (Deberty, 2015)
F. MANIFESTASI KLINIS (guyton,Arthur 2003)
Menurut Tan (2017) manifestasi klinis tumor paru, yaitu
1) Adeno carsinoma dan bronchoalveolar: nafas dangkal, batuk, penurunan nafsu
makan, trasseau syndrom
2) Karsinoma sel skuamosa : batuk, dyspnea, nyeri dada, atelektasi, pneumonia post
obstruktif, mengi dan hemoptsis
3) Karsinoma sel kecil: SIADH, Sindrom chusing, hiperkalsemia, batuk, stridor, nafas
dangkal, sesak nafas dan anemia.
4) Karsinoma sel besar : batuk berkepanjangan, nyeri dada saat menghirup udara, suara
serak dan sesak nafas
G. Pathway

-Asap rokok
-Polusi Udara
-Pemajanan Okupasi

Iritasi mukosa Bronkus

Peradangan Kronik

Pembelahan sel yang tidak


terkendali

Karsinoma paru

Iritasi oleh massa tumor Adanya massa dalam paru

Nyeri Peningkatan Kerusakan membran alveoli


Sekresi mukus

Gangguan pertukaran gas

Batuk
Penurunan ekspansi paru

Sesak nafas

Pola nafas
Bersihan jalan nafas tidak efektif
tidak efektif

Malaise

Intoleran aktivitas

Sumber : Arif Muttaqin (2008: 204).


H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Menurut Purba % Wibisono (2015) pemeriksaan penunjang pada


tumor paru adalah

1) Sitologi

Sitologi merupakan medtode pemeriksaan tumor paru yang


mempunyai nilai diagnostik yang tinggi dengan komplikasi yang
rendah.pemeriksaan dilakukan dengan mempelajari sel pada
jaringan. Pemeriksan sitologi dapat menunjukkan gambaran
perubahan sel, baik pada stadium pra tumor maupun tumor.
Pemeriksaan sputum adalah salah satu teknik pemeriksaan yang
diapakai untuk mendapatkan bahan sitologik

2) Radiologi

Pemeriksaan radiologi adalah pemeriksaan yang paling utama


dipergunakan untuk mendiagnosa tumor paru. Tumor paru
memiliki ganabaran radiologi yang bervariasi. Pemeriksaan ini
dilakukan untuk menentukan keganasan tumor dengan melihat
ukuran tumor, kelenjar getah bening dan metastase ke organ lain.

3) Bronchoscopi

Setiap pasien yang dicurigai menederita tumor bronchus


merupakan indikasi untuk bronchoscopi. Dengan menggunakan
bronchoscop fiber optik, perubahan mikroscopik nukosa bronchus
dapat dilihat beruapa nodul segumpalan daging. Bronchoscopi
akan lebih mudah dilakukan pada tumor yang letaknya disentral.
Tumor yang letaknya diperifer sulit dicapai oleh ujung
bronkoskop

4) Biopsi tanstorakal

Biopsi aspirasi jarum halus tarnstorakal banyak digunakan untuk


mendiagnosis tumor pada paru terutama yang terletak diperifer
5) Torakoskopi

Torakoskopi adalah cara lain untuk mendapatkan bahan guna


pemeriksaan histopatologik untuk tumor paru. Torakoskopi adalah
pemeriksaan dengan alat torakoskop yang dimasukkan darikulit
dada kedalam rongga dada lunak untuk melihat dan mengambil
sebagian jaringan.

I. Pentalaksanaan

Pentalaksanaan menurut Sulekale (2016)

a) Pembedahan, memiliki kemungkinan kesembuhan terbaik, namun hanya < 25%


kasus yang bisa dilakukan pemebdahan
b) Radioterapi radikal,digunakan pada tomor paru bukan sel kecil yang tidak bisa
dilakukan pembedahan. Terapi radikal sesuai untuk penyakit yang bersifat lokal dan
hanya menyembuhkan sedikit
c) Radioterapi paliatif, untuk hemoptisis, batuk, sesak dan nyeri lokal
d) Terapi endobronkial, seperti kemoterapi tetapi laser atau pengunaan stent dapat
memulihkan gejala dengan cepat
e) Perawatan paliatif, membantu untuk mengurangi nyeri dan dispnea dan
memperbaiki selera makan.
f) Suportif
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal seperti pemberian nutrisi,
transfusi darah dan komponen darah, obat antinyeri dan anti infeksi.

Penatalaksanaan Perawat:

1) Bantu pasien untuk mencari posisi yang paling sedikit nyerinya

2) Dalam tindakan psikologi kurangi ansietas dengan memberikan informasi yang


sering, sederhana, jelas tentang apa yang sedang dilakukan untuk mengatasi kondisi
danresponterhadappengobatan
b) Dalam tindakan psikologi kurangi ansietas dengan memberikan informasi
yang sering, sederhana, jelas tentang apa yang sedang dilakukan untuk
mengatasi kondisi dan respon terhadap pengobatan.

J. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1) PENGKAJIAN

Pengkajian keperawatan adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbgai sumber data
untuk mengevaluasi danmengidentifikasi status kesehatan klien (Haryono, 2019)

Berikut adalah pengkajian tumor paru menurut Doengus, Moorhouse dan


Geissler (2014)

a) Aktifitas/istirahat

Tanda : Kelemahan, ketidakmampuanmempertahankan kebiasaan rutin,


dispnea karena aktifitas

Gejala : kelesuhan

b) Sirkulasi

Tanda : Bunyi jantung: gesekan pericardial (menunjukkan efusi),


Takikardi, jari Tabuh (clubbing finger)

b. Terpajan terhadap lingkungan karsinogen (polusi udara, arsenik, debu logam,


asap kimia, debu radioaktif, dan asbestos).
c. Penyakit kronis sebelumnya yang telah mengakibatkan pembentukan
jaringan parut dan fibrosis pada jaringan paru.
d. Riwayat kesehatan keluarga

Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah riwayat keluarga. Faktor gen
menjadi salah satu penyebab kanker.
e. Pemeriksaan fisik

1) Inspeksi dada untuk mengetahui

a) Deformitas atau ketidakseimbangan


b) Retraksi interkostal

c) Gangguan atau penyimpangan gerakan pernapasan

d) Frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya bernapas.

e) Retraksi inspirasi pada area supraklavikular

f) Kontraksi inspirasi sternomastoideus

2) Palpasi dada untuk mengetahui

a) Nyeri tekan

b) Pengkajian terhadap abnormalitas yang dapat dilihat

c) Ekspansi pernapasan
d) Fremitus taktil

f. Perkusi dada Bunyi jantung normal mungkin tidak ada pada


emfisema.
g. Auskultasi

a) Bunyi napas

b) Bunyi napas tambahan Crackles/rales, mengi atau


ronchi, wheezing.
c) Jika ada indikasi, bunyi suara yang ditransmisikan.

h. Pemeriksaan kuku jari dan tangan

Inspeksi : Falang dorsal membulat dan menggelembung.


Kecembunngan dari lempeng kuku meningkat. Sudut antara
lempeng kuku dan lipatan kuku proksimal bertambah sampai
180º atau lebih. Lipatan kuku proksimal teraba seperti busa.
Banyak penyebab dan kondisi ini, termasuk hipoksia kronis dan
kanker paru.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d produksi sputum yang


berlebih
2. Nyeri akut b.d agen cedera biologis

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d


faktor biologis
4. Intoleran aktivitas b.d ketidaksimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
NANDA International.(2015). Diagnosa Keperawatan Defenisi
dan Klasifikasi 2015-2017, ed 10. Jakarta: EGC
2.2.3 Intervensi Keperawatan

1. Diagnosa 1

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d produksi sputum yang


berlebih Goal :
Klien akan mempertahankan pola nafas yang efektif selama dalam
perawatan
Objektif :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama dalam perawatan


pasien akan mempertahan keefektifan pola nafas dengan kriteria hasil
:
a. Menunjukan jalan nafas yang paten

b. RR normal (16-20x/m)

c. Saturasi O2 dalam batas


normal Intervensi :
a. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam

b. Atur posisi semi fowler

c. Observasi TTV

d. Auskultasi suara nafas

e. Berkolaborasi untuk memberikan antibiotik

2. Diagnosa 2

Nyeri akut b.d agen cedera


biologis Goal :
Nyeri berkurang selama dalam proses
keperawatan Objektif :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama dalam perawatan
nyeri pasien akan berkurang dengan kriteria hasil:
a. Skala nyeri berkurang

b. Pasien mampu mengontrol nyeri

c. Pasien menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

d. Tanda vital dalam rentang normal

e. Tidak mengalami gangguan


tidur Intervensi
a) Kaji tingkat nyeri, beratnya (skala 0-10).

Rasional : Berguna dalam pengawasan keefektifan obat,


kemajuan penyembuhan
b) Berikan istirahat dengan posisi semifowler

Rasional : Dengan posisi semi-fowler dapat


menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan
posisi telentang
c) Anjurkan klien untuk menghindari makanan yang
dapat meningkatkan kerja asam lambung
Rasional :

Mencegah terjadinya perih pada ulu hati/epigastrium

d) Observasi TTV tiap 24


jam Rasional :
Sebagai indikator untuk melanjutkan intervensi berikutnya

e) Diskusikan dan ajarkan teknik


relaksasi Rasional :
Mengurangi rasa nyeri atau dapat terkontrol

f) Kolaborasi dengan pemberian obat


analgesik Rasional :
Menghilangkan rasa nyeri dan mempermudah kerjasama
dengan intervensi terapi lain
3. Diagnosa 3

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d faktor


biologis Goal :
Pasien akan mempertahankan keseimbangan nutrisi selama dalam
perawatan Objektif:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama dalam perawatan
pasien akan mempertahankan keseimbangan nutrisi dengan kriteria hasil:
a. Nafsu makan pasien akan meningkat

b. BB kembali normal

c. Bab lancar
Intervensi
1. Identifikasi perubahan berat badan
terakhir Rasional :
Memantau perubahan berat badan

2. Bantu pasien makan jika tidak


mampu Rasional :
Membantu pasien makan

3. Berikan makanan sedikit tapi


sering Rasional :
Meningkatkan nafsu makan

4. Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan,


integritas mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising
usus, riwayat mual/rnuntah atau diare.
Rasional : Berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan
intervensi yang tepat
5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk diet yang tepat bagi pasien dan
dengan dokter dalam pemberian obat antiemetik
Rasional :

Diet sesuai dengan kebutuhan pasien dan antiemetik dapat


mengurangi mual.
4. Diagnosa 4

Intoleransi aktivitas b.d ketidaksimbangan antara suplai dan


kebutuhan oksigen
Goal :

Pasien dapat mempertahankan toleransi aktivitas selama dalam


perawatan Objektif:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama dalam perawatan
pasien akan mempertahankan toleransi aktivitas dengan kriteria hasil:
a. Pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri

b. TTV pasien dalam batas normal

c. Pasien nyaman saat


beraktivitas Intervensi :
a. Identifikasi aktivitas-aktivitas pasien yang diinginkan dan sangat
berarti baginya.
Rasional : Untuk meningkatkan motivasinya agar lebih aktiv

b. Berikan latihan gerak pasif dan aktif


Rasional : Memperbaiki mekanika
tubuh
c. Bantu klien untuk dalam melakukan aktivitas yang
memberatkan Rasional : Menghindari hal yang dapat
memperparah keadaan
d. Ajarkan kepada pasien latihan yang dapat meningkatkan kekuatan
dan ketahanan
Rasional : Dapat meningkatkan pernafasan dan secara bertahap
meningkatkan aktivitas
e. Beri dukungan dan dorongan pada tingkat aktivitas pasien yang
dapat ditoleransi
Rasional : Untuk membantu pasien membangun kemandirian

2.2.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk


mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah
rencana tindakan disusun dan ditunjukkan pada perawat untuk
membuat klien dalam mencapai tujuan yang diharapkan oleh karena
itu rencan tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi
faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien. Tujuan
dari pelaksaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit dan pemulihan (Nursalam,2001).
2.2.5 Evalusi keperawatan

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi


proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa
keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaan yang sudah berasil
di capai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor
yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa data, perencanaan dan
pelaksanaan tindakan.
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang
menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang
telah direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang
diamati dengan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap
perencanaan (Nursalam, 2001). Evaluasi dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan SOAP
LAPORAN PENDAHULUAN CA PARU

I. Konsep Dasar Teori A.


Pengertian
Kanker paru adalah keganasan yang berasal dari luar paru (metastasis tumor
paru) maupun yang berasal dari paru sendiri, dimana kelainan dapat disebabkan oleh
kumpulan perubahan genetika pada sel epitel saluran nafas, yang dapat mengakibatkan
proliferasi sel yang tidak dapat dikendalikan. Kanker paru primer yaitu tumor ganas
yang berasal dari epitel bronkus atau karsinoma bronkus (Purba, 2015).
Kanker paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali dalam
jaringan paru-paru yang dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen lingkungan,
terutama asap rokok (Suryo, 2010 : 27).
Menurut World Health Organization(WHO), kanker paru-paru merupakan
penyebab kematian utama dalam kelompok kanker baik pada pria maupun wanita.
Sebagaian besar kanker paru-paru berasal dari sel- sel di dalam paru-paru, tetapi bisa
juga berasal dari kanker di bagian tubuh lain yang menyebar ke paru-paru(Suryo,
2010 : 27). Karsinoma bronkogenik atau kanker paru dapat berupa metastasis atau lesi
primer. Kebanyakan tumor ganas primer dari sistem pernapasan bawah bersifat
epithelial dan berasal dari mukosa percabangan bronkhus (Muttaqin, 2008: 198).
Proses fisiologi pernapasan dimana oksigen dipindahkan dari udara ke dalam
jaringan, dan karbondioksida dikeluarkan ke udara ekspirasi dapat dibagi menjadi 3
stadium.
1. Stadium pertama adalah ventilasi, yaitu masuknya campuran gas-gas ke
dalam dan keluar paru-paru.
2. stadium kedua adalah transportasi, yang terdiri dari beberapa aspek :
a. Difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi
eksterna) dan antara darah sistemik dan sel-sel
jaringan
b. Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonar Reaksi kimia dan
fisik dari O2 dan CO2 dengan darah
3. Stadium terakhir adalah respirasi sel atau respirasi interna, yaitu
pada saat metabolik dioksidasi untuk mendapatkan energi, dan
CO2 terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan
dikeluarkan oleh paru-paru. Jumlah udara yang diinspirasi atau
diekspirasi pada setiap kali bernapas disebut volume tidal yaitu
sekitar 500 ml. Kapasitas vital paru-paru, yaitu jumlah udara
maksimal yang dapat diekspirasi sesudah inspirasi maksimal
sekitar 4500 ml. Volume residu, yaitu jumlah udara yang
tertinggal dalam paru-paru sesudah ekspirasi maksimal sekitar
1500 ml (Saifuddin,2008).
C. Etiologi
Etiologi kanker paru menurut Arif Muttaqin (2008: 198-199) :
1. Merokok
Kanker paru beresiko 10 kali lebih tinggi dialami perokok berat
dibandingkan dengan bukan perokok. Peningkatan faktor resiko ini
berkaitan dengan riwayat jumlah merokok dalam tahun (jumlah
bungkus rokok yang digunakan setiap hari dikali jumlah tahun
merokok) serta faktor saat mulai merokok (semakin muda individu
mulai merokok, semakin besar resiko terjadinya kanker paru). Faktor
lain yang juga dipertimbangkan termasuk didalamnya jenis rokok
yang diisap (kandungan tar, rokok filter dan kretek).
2. Polusi udara
Ada berbagai karsinogen telah diidentifikasi, termasuk didalamnya
adalah sulfur, emisi kendaraan bermotor, dan polutan dari
pengolahan dan pabrik. Bukti-bukti menunjukkan bahwa insiden
kanker paru lebih besar didaerah perkotaan sebagai akibat
penumpukan polutan dan emisi kendaraan.
3. Polusi lingkungan kerja
Pada keadaan tertentu, karsinoma bronkogenik tampaknya
merupakan suatu penyakit akibat polusi di lingkungan kerja. Dari
berbagai bahaya industri, yang paling berbahaya adalah asbes yang
kini banyak sekali diproduksi dan digunakan pada bangunan. Resiko
kanker paru diantara para pekerja yang berhubungan atau
lingkungannya mengandung asbes ±10 kali lebih besar daripada
masyarakat umum. Peningkatan resiko ini juga dialami oleh mereka
yang bekerja dengan uranium, kromat, arsen (misalnya insektisida
yang digunakan untuk pertanian), besi, dan oksida besi. Resiko
kanker paru akibat kontak dengan asbes maupun uranium akan
menjadi lebih besar lagi jika orang itu juga perokok.
4. Penyaki-penyakit paru
Kehadiran penyakit-penyakit paru tertentu, khususnya chronic
obstructive pulmonary disease (COPD), dikaitkan dengan suatu
risiko yang meningkat sedikit (empat sampai enam kali risiko dari
seorang bukan perokok) untuk mengembangkan kanker paru bahkan
setelah efek-efek dari menghisap rokok serentak telah ditiadakan.
5. Rendahnya asupan vitamin A
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa perokok yang dietnya
rendah vitamin A dapat memperbesar resiko terjadinya kanker paru.
Hipotesis ini didapat dari berbagai penelitian yang menyimpulkan
bahwa vitamin A dapat menurunkan resiko peningkatan jumlah sel-
sel kanker. Hal ini berkaitan dengan fungsi utama vitamin A yang
turut berperan dalam pengaturan diferensiasi sel.
6. Faktor herediter
Terdapat juga bukti bahwa anggota keluarga dari penderita kanker
paru memiliki resiko yang lebih besar mengalami penyakit yang
sama. Walaupun demikian masih belum diketahui dengan pasti
apakah hal ini benar-benar herediter atau karena faktor-faktor
familiar.
D. Patofisiologi
Kanker paru dimulai oleh aktivitas onkogen dan inaktivasi gen
supresor tumor. Onkogen merupakan gen yang membantu sel-sel tumbuh
dan membelah serta diyakinin sebagai penyebab seseorang untuk terkena
kanker (Novitayanti, 2017). Proto-onkogen berubah menjadi onkogen
jika terpapar karsinogen yang spesifik. Sedangkan inaktivasi gen supresor
tumor disebabkan oleh rusaknya kromosom sehingga dapat
menghilangkan keberagaman heterezigot. Zat karsinogen merupakan zat
yang merusak jaringan tubuh yang apabila mengenai sel neuroendrokin
menyebabkan pembentukan small cell lung cancer dan apabila mengenai
sel epitel menyebabkan pembentukan non small cell lung cancer.
E. Faktor Pencetus Kanker Paru
Paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat karsinogenik
merupakan faktor risiko utama selain adanya faktor lain seperti kekebalan
tubuh, genetik dan lain- lain (Husen, 2016). Merokok diduga menjadi
penyebab utama kanker paru (Riskesdas, 2013). Namun, tidak semua
orang yang terkena kanker paru-paru adalah perokok. Banyak orang
dengan kanker paru adalah mantan perokok, tetapi sebagian lain tidak
pernah merokok sama sekali.
Kanker paru dapat disebabkan oleh polusi udara, paparan zat
karsinogenik di tempat kerja seperti asebstos, kromium, hidrokarbon
polisiklik dan gas radon yang ditemukan secara alami dalam batu, air
tanah dan tanah (Purba, 2015) serta perokok pasif. Perokok pasif adalah
orang yang menghirup asap rokok dari orang lain. Risiko kanker paru
dapat terjadi pada anak- anak yang terpapar asap rokok selama 25 tahun
(Ernawati, 2019). Wanita yang hidup dengan pasangan perokok juga
terkena risiko kanker paru 2-3 kali lipat (Rahmawan, 2010).
Pada usia muda terjadi perubahan gen tertentu sehingga
menyebabkan pertumbuhan sel yang tidak normal dan dapat berlanjut
menjadi kanker. Beberapa gen berisi instruksi untuk mengontrol ketika
sel-sel tumbuh, membelah untuk membuat sel- sel baru dan untuk mati.
Kanker dapat disebabkan oleh perubahan DNA yang mengaktifkan
onkogen atau mematikan gen supresor tumor. Beberapa orang mewarisi
mutasi DNA dari orang tua mereka yang sangat meningkatkan risiko
mereka untuk menderita kanker tertentu. Hal ini sangat berperan pada
beberapa keluarga dengan riwayat kanker paru (Husen, 2016)
Phatway
F. Manifestasi Klinis
Manifestasi kanker paru (Sudoyo, dkk. 2008) :
1. Gejala awal
Stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh
obstruksi bronkus
2. Gejala umum
a. Batuk
Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor.
Batuk mulai sebagai batuk kering tanpa membentuk sputum,
tetapi berkembang sampai titik dimana dibentuk sputum yang
kental dan purulen dalam berespon terhadap infeksi sekunder
b. Infeksi saluran nafas bawah berulang
c. Hemoptisis
Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor
yang mengalami ulserasi
d. Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan
e. Kelelahan
f. Suara serak
g. Nyeri atau disfungsi pada organ yang jauh menandakan
metastasis
1. Local (tumor tumbuh setempat)
a. Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis
b. Hemoptisis
c. Terdengar wheezing, stridor karena adanya obstruksi jalan nafas
d. Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
e. Atelektasis
2. Infasi local
a. Nyeri dada
b. Dispnea karena efusi pleura
c. Invasi ke pericardium sehingga menyebabkan temponade atau
aritmia
d. Suara serak karena adanya penekanan pada nervus (laryngeal
recurrent)
3. Gejala terjadinya metastasis
a. Menyebar ke otak, tulang, hati, adrenal
b. Limfadenopati servikal dan supraklavikula
4. Sindrom paraneoplastik : terdapat pada 10% kanker paru
a. Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam
b. Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi
c. Neurologik : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer
d. Endokrin : sekresi berlebih hormone paratiroid (hiperkalsemia)

G. Pemeriksaan Diagnostik.
1. Radiologi.
a. Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi
dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi
adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi
lesi. Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse
pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.
b. Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
2. Laboratorium.
a. Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap
karsinoma.
b. Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi
kebutuhan ventilasi.
c. Tes kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum
pada kanker paru).
3. Histopatologi.
a. Bronkoskopi.
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan
sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
b. Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer
dengan ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.
c. Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik
dengan cara torakoskopi.
d. Mediastinosopi.
Umtuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah
bening yang terlibat.
e. Torakotomi.
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila
bermacam – macam prosedur non invasif dan invasif
sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.
4. Pencitraan.
a. CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan
pleura.
b. MRI, untuk menunjukkan keadaan
mediastinum. H. Penatalaksanaan.
1. Penatalaksanaan Keperawatan :
a. Kuratif
Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka
harapan hidup klien.
b. Paliatif.
Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
c. Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.
Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada
pasien maupun keluarga.
d. Supotif.
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia
pemberian nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti
nyeri dan anti infeksi. (Ilmu Penyakit Dalam, 2001 dan
Doenges, rencana Asuhan Keperawatan, 2000)
2. Penatalaksanaan Medis
a. Pembedahan.
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit
paru lain, untuk mengankat semua jaringan yang sakit sementara
mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru – paru yang
tidak terkena kanker.
b. Toraktomi eksplorasi.
Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau
toraks khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy.
c. Pneumonektomi pengangkatan paru).
Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua
lesi bisa diangkat.
d. Lobektomi (pengangkatan lobus paru).
Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus,
bronkiaktesis bleb atau bula emfisematosa; abses paru; infeksi
jamur; tumor jinak tuberkulois.
e. Resesi segmental.
Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru.
f. Resesi baji.
Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit
peradangan yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari
permukaan paru – paru berbentuk baji (potongan es).
g. Dekortikasi.
Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura
viscelaris)
h. Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan
kuratif dan bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor
dengan komplikasi, seperti mengurangi efek obstruksi/
penekanan terhadap pembuluh darah/ bronkus.
i. Kemoterafi.
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan
tumor, untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau
dengan metastasi luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi
radiasi.
II.Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah tahap pertama dalam proses keperawatan
dan merupakan suatu proses yang sitematis dalam mengumpulkan data
dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi
status kesehatan klien. Pengkajian keperawatan ditunjukan pada respon
klien terhadap masalah kesehatan yang berhubungan dengan kebutuhan
dasar manusia (Nursalam 2001).
1. Pengkajian
Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, golongan darah,
pendidikan terakhir, agama, suku, status perkawinan, pekerjaan,
TB/BB, alamat
2. Identitas penanggung jawab
Nama, umur, hubungan keluarga, pekerjaan
a. Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
Umumnya keluhan yang dialami meliputi batuk produktif,
dahak bersifat mukoid atau purulen, batuk berdahak,
malaise, demam, anoreksia, berat badan menurun, suara
serak, sesak napas pada penyakit yang lanjut dengan
kerusakan paru yang makin luas, serta mengalami nyeri
dada yang dapat bersifat lokal atau pleuritik.
2. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya memiliki riwayat terpapar asap rokok, industri
asbes, uranium, kromat, arsen (insektisida), besi dan oksida
besi, serta mengkonsumsi bahan pengawet.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya ditemukan adanya riwayat keluarga yang pernah
menderita penyakit Kanker.
b. Kebutuhan dasar
1. Makanan dan cairan
Biasanya mengalami kehilangan nafsu makan,
mual/muntah, kesulitan menelan mengakibatkan kurangnya
nafsu makanan, kurus karena terjadi penurunan berat badan
dan mengalami rasa haus.
2. Eliminasi
Biasanya ditemukan adanya diare, serta mengalami
peningkatan frekuensi dan jumlah urine.
3. Hygiene/ pemeliharaan kesehatan
Biasanya memiliki kebiasaan merokok atau sering terpapar
oleh asap rokok, mengkonsumsi bahan pengawet, terjadi
penurunan toleransi dalam melakukan aktivitas personal
hygiene.
4. Aktivitas/ istirahatBiasanya ditemukan adanya kesulitan
beraktivitas, mudah lelah, susah untuk beristirahat,
mengalami nyeri, sesak, kelesuan serta insomnia.
c. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien Ca paru menurut Wijaya (2013):
1. Inspeksi
Pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian
tubuh yang diperiksa melalui pengamatan.cahaya yang
adekuat diperlukan
2. Keadaan umum: biasanya ditemukan keadaan umum lemah,
sesak yang disertai dengan nyeri dada
3. Tingkat kesadaran : biasanya mengalami penurunan
kesadaran
4. TTV
RR : biasanya mengalami takipnea
N : biasanya mengalami takhikardi
S : biasanya mengalami hipertermi jika ada infeksi
TD : biasanya bisa hipotensi dan hipertensi
5. Kepala dan leher : Peningkatan tekanan vena jugularis,
devisiasi trakea.
6. Mata : biasanya ditemukan adanya pucat pada
konjungtiva sebagai akibat anemia atau gangguan nutrisi.
7. Kulit : biasanya ditemukan adanya pucat atau sianosis
sentral atau perifer, yang dapat dilihat pada bibir atau ujung
jari/ dasar kuku menandakan penurunan perfusi perifer.
8. Jari dan kuku : biasanya ditemukan adanya sianosis,
clubbing finger
9. Muka, hidung dan rongga mulut : biasanya ditemukan
adanya pucat atau sianosis bibir/ mukosa menandakan
penurunan perfusi, ketidakmampuan menelan dan suara
serak.
10. Vena leher : biasanya ditemukan adanya distensi atau
bendungan
11. Thorak
12. Paru : biasanya ditemukan adanya pernapasan takipnea,
napas dangkal, penggunaan otot aksesori pernapasan, batuk
kering/ nyaring/ non produktif atau mungkin batuk terus
menerus dengan atau tanpa sputum, terjadi peningkatan
fremitus, krekels inspirasi atau ekspirasi. Terdengar
wheezing, stridor karena adanya obstruksi jalan nafas.
13. Jantung : biasanya ditemukan adanya frekuensi jantung
mungkin meningkat/ takikardia, bunyi gerakan perikardial
(pericardial effusion).
14. Abdomen, biasanya ditemukan adanya bising
usus meningkat/ menurun.
15. Sistem urogenital, biasanya adanya peningkatan frekuensi
atau jumlah urine.
16. Sistem muskuluskeletal, Piasanya ditemukan
adanya penurunan kekuatan otot.
17. Sistem persarafan : biasanya ditemukan adanya perubahan
status mental.
d. Data Psikologis
biasanya terjadi kegelisahan, pernyataan yang diulang ulang,
perasaan tidak berdaya, putus asa, emosi yang labil serta kesulitan
berkonsentrasi.
e. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan non invasif
a) Sinar X (PA dan lateral), tomografi dada:
menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi.
Dapat menyatakan masa udara pada bagian hilus,
efusi pleura, dll.
b) Pemeriksaan sitologi: mengkaji tahapan karsinoma
c) Mediastinoskopi: digunakan untuk per tahapan
karsinoma
d) Scan Radioisotop: digunakan pada paru, hati, otak
,tulang dan organ lain untuk bukti metastasis.
e) Pemeriksaan fungsi paru dan GDA: dilakukan untuk
mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan
ventilasi pasca operasi.
2. Pemeriksaan invasif
a) Bronkoskopi dan biopsi dan penyikatan mukosa
bronkus serta pengambilan bilasan bronkus yang
kemudian diperika secara patologianatomik.
b) Biopsi transtorakal dengan bimbingan USG/CT Scan.
c) Biopsi dapat dilakukan pada nodus skalen, nodus
limfe hilus, dll.
d) Tes kulit, jumlah absolut limfosit untuk
mengevaluasi kompetensi imun pada kanker paru
B. Kemungkinan Diagnosa Yang Muncul
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi
jalan napas
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan obstruksi
bronkus,deformitas dinding dada,keletihan otot pernapasan
3. Nyeri akut berhubungan dengan cidera (karsinoma), penekanan saraf
oleh tumor paru
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidak mampuan menelan
makanan,anoreksia,kelelahan dan dyspnea
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen (anemis)
6. Ansietas berhubungan dengan proses perkembangan penyakit
7. Defenisi pengetahuan berhubungan keterbatasan informasi proses
dan pengetahuan penyakit.
C. Rencana Tindakan Keperawatan
NO. DiagnosaKeperawatan NOC NIC
1 Ketidakefektifan pola nafas NOC 1) Bukajalan nafas, gunakan teknik chin lift
Berhubungan dengan - Respiratory status: gas exchange atau jaw thrus bila perlu
Hipoventilasi - Respiratory status : ventilation 2) Posisikan pasien untuk
- Vital sign status memaksimalkan ventilasi
3) Lakukan fisioterapi jika perlu
KriteriaHasil : 4) Auskultasi suara nafas, catat adanya
1. Mendemonstrasikan peningkatan suara tambahan
ventilasi dan oksigenasi yang adekuat 5) Atur intake untuk cairan
2. Mendemonstrasikan batuk efektif dan mengoptimalkan keseimbangan
suara nafas yang paten 6) Monitor respirasi dan status
3. Tanda vital dalam rentang normal 7) Catat pergerakan dada,amati
kesimetrisan
8) Monitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
9) Monitor suaraparu
10) Observasi adanya tanda-tanda
hipoventilasi
2. Tidakefektif bersihan jalan nafas NOC 1. Pastikan kebutuhan oral/ tracheal
berhubungan dengan peningkatan - Respiration status : ventilation suctioning
jumlah / viskositassekret, sekresi - Respiration status : airway patency 2. Monitor status oksigen pasie
Darah 3. Posisikan pasien untuk
Kriteriahasil : memaksilmalkan
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan ventilasi
4. Atur intake untuk cairan
suara nafas yang bersih mengoptimalkan keseimbangan
2. Menunjukkan jalan nafas paten, 5. Monitor respirasidan status
yang O2
tidak ada suara nafas abnormal 6. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
7. Auskultasi suara nafas, catat ada suara
Mampu mengidentifikasi dan mencegah factor nafas tambahan
yang dapa tmenghambat jalan nafas 8. Keluarkan secret dengan
batuk atau section

3 Nyeri akut berhubungand NOC 1. Lakukan pengkajian nyeris secara


dengan invasi sel kanker - Pain level komprehensif termasuk
- Pain control lokasi,karakteristik,durasi, frekuensi
- Comfort level dan factor presipitasi
2. Observasi reaksi nonverbal dari
Kriteriahasil : ketidaknyamanan
1. Mampu mengontrol nyeri ( tahu 3. Kajikultur yang mempengaruhi respon
penyebab nyeri mampu untuk nyeri
menggunakan teknik nonfarmakologi 4. Ajarkan teknik non farmakologi
untuk mengurangi nyeri) 5. Tingkatkan isitrahat
2. Mampu mengenali nyeri (skala, 6. Evaluasi keefektifan control nyeri
intensitas,frekuensi dan tanda 7. Berikan analgetik untuk mengurang
nyeri) nyeri
3. Menyatakan rasa nyama 8. Cek riwayat alergi
n
setelah nyeri berkurang 4. Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri
DAFTAR PUSTAKA

Halim Danusantoso. 2000. Buku saku ilmu penyakit paru. Jakarta :


Hipokrates. Hall. 169- 192.

Muttaqin Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan


Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta. Penerbit Salemba Medika.

Nurarif, Amin Huda Dan HardhiKusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis Dan Nanda Nic-Noc.Edisi Revisi Jilid 1.
Jogjakarta :MediAction.

Price, Sylvia A. & Wilson, Lorraine M. (2006) Patofisiologi Konsep Klinis


ProsesProses Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC.

Saifuddin, A.B. (2008). Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan.


Edisi 3. Jakarta : EGC.

Sudoyo Aru, dkk. 2008. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta

Suryo, Joko. 2010. Herbal Penyembuhan Gangguan Sistem Pernapasan.

Yogyakarta: B First Suyono, Slamet (2001) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid II. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA TN. E DENGAN CA PARU
STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
DI RSUD dr. ABDUL AZIZ SINGKAWANG

OLEH :
HENY TRIANY. NZ, S.ST
NIM. 891232011
MINGGU 2

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM
PONTIANAK
2023
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA CA PARU

Nama Mahasiswa : Heny Triany NZ


NIM 891232011
Tempat Praktik : RSUD dr Abdul Aziz Singkawang
Tanggal : 9 Oktober 2023

A. Identitas
1. Identitas Klien
Nama : Tn. E L/ P
Tempat/tgl lahir : Sambas, 10/071980
Golongan darah : A/O/B /AB
Pendidikan terakhir : SD/SMP/ SMA /DI /DII /DIII /DIV /S1 /S2 /S3
Agama :
Islam /Prostestan/Katolik/Hindu/Budha/Konghucu
Suku : Melayu
Status perkawinan :
kawin/ belum/janda/duda (cerai : hidup/mati)
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Teluk Keramat

2. Identitas Penanggung jawab


Nama : Ny.. Y
Umur : 40 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Melayu
Hubungan dgn pasien : Istri Pasien
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Teluk Keramat

B. Status Kesehatan
1. Status kesehatan saat ini
a. Alasan masuk rumah sakit/keluhan utama :
Klien datang ke RS melalui IGD pada tanggal 7 Oktober 2023 Jam
21:03 WIB dengan keluhan demam selama 1 minggu sebelum
masuk Rumah Sakit, sesak nafas, batuk berdahak, badan terasa
lemas, nafsu makan menurun sejak seminggu terkahir
b. Faktor pencetus :
Pasien beraktivitas di daerah yang berdebu sehingga
pasien mersa sesak.
c. Lamanya keluhan : pasien merasa sesak sudah satu minggu
d. Timbulnya keluhan: ( ) bertahap (√ ) mendadak
e. Factor yang memperberat : Pasien merupakan perokok aktif
2. Status kesehatan masa lalu
Penyakit yang pernah dialami (kaitkan dengan penyakit sekarang) :
Pasien sering mengalami sesak nafas dan memiliki riwayat asma
3. Pernah dirawat
Penyakit : Asma
Waktu : 1 Tahun lalu
C. Pengkajian pola fungsi dan pemeriksaan fisik
1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
a. Persepsi tentang kesehatan diri
Sebelumya pasien merasa dirinya hanya sesak biasa karna penyakit
asma sebelum mengetahui diagnosa penyakitnya yang sekarang
b. Pengetahuan dan persepsi pasien tentang penyakit dan perawatannya
Pasien mengetahui tentang penyakitnya dan bersedia mengikuti
proses pengobatannya
c. Upaya yang biasa dilakukan dalam mempertahankan kesehatan
1) Kebiasaan diit yang adekuat, diit yang tidak sehat ?
Pasien tidak memiliki kebiasaan diit
2) Pemeriksaan kesehatan berkala, perawatan kebersihan diri,
imunisasi
Pasien jarang melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala,
kecuali sakit
3) Kemampuan pasien untuk mengontrol kesehatan
a) Yang dilakukan bila sakit
b) Kemana pasien biasa berobat bila sakit ?
Puskesmas terdekat
c) Kebiasaanhidup(konsumsi
jamu/ocuss/rokok/kopi/kebiasaan olahraga)
Merokok : 2 Pak/hari, lama : 15 tahun

No Obat/jamu yang biasa dikonsumsi Dosis Keterangan


- - - -

2. Penghasilan +/- Rp. 3.000.000,- / Bulan


a. Asuransi/jaminan kesehatan BPJS
3. Nutrisi, cairan & metabolic
a. Gejala (subyektif)
1) Diit biasa (tipe) : Tidak ada
2) Pola diit : Tidak ada
3) Nafsu/selera makan : Berkurang
4) Mual : (√ ) ada, waktu kadang-kadang
5) Muntah : () tidak ada ( √ ) ada, jumlah muntah kadang-
kadang, terutama saat akan makan
6) Nyeri ulu hati : ( ) tidak ada (√ ) ada,
Karakter/penyebab : merasakan sakit di ulu hati
7) Alergi makanan : (√ ) tidak ada ( ) ada
……………………………
8) Masalah mengunyak/menelan : (√) tidak ada
( ) ada, jelaskan
………………………………………………………
9) Keluhan demam : ( ) tidak ada (√) ada,
jelaskan : Satu minggu sebelum MRS pasien demam
10) Pola minum/cairan : jumlah minum +/- 2 Liter Cairan yang biasa diminum

11) Penurunan bb dalam 6 bulan terakhir : () tidak ada


(√ ) ada, jelaskan dalam 1 bulan terakhir BB pasien turun 2 kg

b. Tanda (obyektif)
0
1) Suhu tubuh : 36,8 C Diaphoresis : (√ ) tidak ada ( ) ada,
jelaskan ……………………………………………………………….
2) Berat badan : 58 kg, tinggi badan : 165 Cm Turgor kulit :
baik tonus otot : normal
3) Edema : (√ ) tidak ada ( ) ada, lokasi dan karakteristik
……………………………………………………………………
…..
4) Ascites : (√ ) tidak ada ( ) ada,
jelaskan
……………………………………………………………….
5) Integritas kulit perut tidak ada
6) Distensi vena jugularis : (√ ) tidak ada ( ) ada,
jelaskan
……………………………………………………………….
7) Hernia/masa : (√ ) tidak ada ( ) ada, lokasi dan karakteristik
……………………………………………………………………
…..
8) Bau mulut/halitosis : ( ) tidak ada (√ ) ada bau rokok
9) Kondisi mulut gigi/gusi/mukosa mulut dan lidah :
10)Kondisi mulut tidak bersih, banyak flak dan karang gigi
4. Pernafasan, aktivitas dan latihan pernapasan
a. Gejala (subyektif)
1) Dispnea : ( ) tidak ada (√ ) ada, jelaskan Pasien mengeluh sesak

2) Yang meningkatkan/mengurangi sesak jika beraktivitas pasien


mulai merasa sesak
3) Pemajanan terhadap udara berbahaya (pasien sering
terkena udara bebas)
4) Penggunaan alat bantu : (√ ) tidak ada ( ) ada
………………………………
b. Tanda (obyektif)
1) Pernapasan : frekwensi 26 x/menit kedalaman 2-3 cm Simetris
2) Penggunaan alat bantu nafas : O2 Kanul jika sesak
3) nafas cuping hidung : Tidak Ada
4) Batuk : Sering sputum (karakteristik sputum) batuk berdahak
5) Fremitus : Normal bunyi nafas : Sonor
6) Egofoni : tidak ada sianosis : Tidak ada

5. Aktivitas (termasuk kebersihan diri) dan


latihan Gejala (subyektif)
1) Kegiatan dalam pekerjaan : pasien bekerja swasta sebagai pembuat
givsum
2) Kesulitan/keluhan dalam aktivitas : pasien mudah merasa lelah jika
beraktivitas
6. Pergerakan tubuh
1) Kemampuan merubah posisi (√ ) mandiri ( ) perlu bantuan, jelaskan
……………………………………..
2) Perawatan diri (mandi, mengenakan pakaian, bersolek, makan, dll)
(√ ) mandiri ( ) perlu bantuan, jelaskan
……………………………
3) Toileting (BAB/BAK) : (√) mandiri, ( ) perlu bantuan,
Jelaskan
………………………………………………………………….
4) Keluhan sesak nafas setelah beraktivitas : ( ) tidak ada
(√ ) ada, jelaskan mudah merasa lelah dan nafas terasa sesak setelah
beraktivitas
5) Mudah merasa kelelahan : ( ) tidak ada (√ ) ada, jelaskan mudah
merasa lelah dan nafas terasa sesak setelah beraktivitas
a) Toleransi terhadap aktivitas : ( ) baik Masa/tonus :
Normal
b) Kekuatan otot : Normal
c) Rentang gerak : terbatas karna terpasang infus
d) Deformitas: tidak terdapat deformitas pada anggota gerak
6) (√ ) kurang, jelaskan semenjak sakit pasien tidak bisa beraktivitas
yang berat
b. Tanda (obyektif)
1) Respon terhadap aktifitas yang teramati
2) Status mental (misalnya menarik diri, letargi)
3) Penampilan umum
a) Tampak lemah : ( ) tidak ( ) ya, jelaskan ………………………….
b) Kerapian berpakaian
4) Pengkajian neuromuskuler
5) Bau badan ………………
Bau mulut Bau Rokok
Kondisi kulit kepala agak kotor
Kebersihan kuku
7. Pola Istirahat tidur
Lama tidur ± 7 jam sehari Masalah
berhubungan dengan tidur
1) Insomnia : (√ ) tidak ada ( ) ada
2) Kurang puas/segar setelah bangun tidur : (√ ) tidak ada ( ) ada,
8. Lain-lain, sebutkan
a. Tanda (obyektif)
1) Tampak mengantuk/mata sayu : (√ ) tidak ada ( ) ada, jelaskan
2) Mata merah : (√ ) tidak ada ( ) ada
3) Sering menguap : (√ ) tidak ada ( ) ada
4) Kurang konsentrasi : (√ ) tidak ada ( ) ada
9. Sirkulasi
a. Gejala (subyektif)
1) Riwayat hipertensi dan masalah jantung : Tidak ada
2) Riwayat edema kaki : (√) tidak ada ( ) ada,
2) Flebitis tidak ada ( ) penyembuhan lambat
3) Rasa kesemutan : Tidak ada
4) Palpitasi : Tidak ada
b. Tanda (obyektif)
1) Tekanan darah : 110/80 mmHg
2) Mean Arteri Pressure/ tekanan nadi
Nadi/pulsasi : 80 x/menit
3) Bunyi jantung : Normal
4) Friksi gesek : tidak ada murmur : samar
5) Ekstremitas, suhu : 36,8 0 C
6) Pengisian kapiler : Normal (2-3detik)
Varises : …................................... phlebitis : …......................
7) Warna : ocusse mukosa :.......................bibir : agak kering
Konjungtiva : normal sklera : ikterik.
punggung kuku : normal
10. Eliminasi
a. Gejala (subyektif)
1) Pola BAB : frekuensi : 1x sehari konsistensi : Padat
2) Perubahan dalam kebiasaan BAB (penggunaan alat tertentu misal
: terpasang kolostomi/ileostomy) : tidak ada
3) Kesulitasn BAB konstipasi : tidak ada
Diare : Tidak ada
4) Penggunaan laksatif : (√ ) tidak ada ( ) ada, jelaskan
5) Waktu BAB terakhir : pagi hari sekitar pukul (06:00 wib)
6) Riwayat perdarahan : Tidak ada
7) Hemoroid : Tidak ada
11. Riwayat inkontinensia alvi : Tidak ada
1) Penggunaan alat-alat : misalnya pemasangan kateter : Tidak ada
2) Riwayat penggunaan diuretik :
3) Rasa nyeri/rasa terbakar saat BAK :
Tidak ada
4) Kesulitan BAK :
Tidak ada
a. Tanda (obyektif)
1) Abdomen
a) Inspeksi : abdomen membuncit ada/tidak, jelaskan : abdomen
flat (datar) simetris kiri dan kakan tidak ada bekas luka oprasi
b) Auskultasi : bising usus : tiap 3 detik bunyi abnormal (√)
tidak ada
( ) ada, jelaskan
c) Perkusi
(1) Bunyi tympani (
) tidak ada (√ ) ada
(2) Kembung : (√) tidak ada ( ) ada
(3) Bunyi abnormal (√ ) tidak ada ( ) ada
2) Palpasi :
12. Nyeri tekan : Tidak terdapat nyeri tekan maupun
nyeri lepas, tidak terdapatpembengkakan atau
massa
13.Konsistensi : lunak/keras : …...................................................................
Massa : (√ ) tidak ada ( ) ada
Jelaskan
14. Pola BAB : konsistensi padat
Warna : normal
Abnormal : (√ ) tidak ada ( ) ada
15. Pola BAK : dorongan : normal
Frekuensi : 5-7x sehari retensi : Tidak ada
a) Distensi kandung kemih : (√ ) tidak ada ( ) ada
Jelaskan
16. Neurosensori dan kognitif
a. Gejala (subyektif)

1) Adanya nyeri
P = paliatif/provokatif (yang mengurangi/meningkatkan nyeri)
Ada nyeri saat batuk, dada terasa sakit dan sesak
Q = qualitas/quantitas (frekuensi dan lamanya keluhan dirasakan
serta deskripsi sifat nyeri yang dirasakan
Nyeri terasa ketika batuk saja
R = region/tempat (lokasi sumber & penyebarannya)
Nyeri pada area dada dan punggung serta tenggorokan
S = severity/tingkat berat nyeri (skala nyeri 1-10)
Skala nyeri 5
T = time (kapan keluhan dirasakan dan lamanya)
Nyeri dirasakan ketika batuk dan mulai reda sekitar 10 menit
2) Rasa ingin pingsan/pusing ( ) tidak ada (√ ) ada
Jelaskan
17. Sakit kepala : lokasi nyeri ada di bagian belakang kepala
1) Frekuensi Kadang kadang
2) Kesemutan/kebas/kelemahan (lokasi)
3) Kejang (√ ) tidak ada ( ) ada
4) Mata : penurunan penglihatan (√) tidak ada ( ) ada,
5) Pendengaran : penurunan pendengaran (√ ) tidak ada ( ) ada
6) Epistaksis : (√ ) tidak ada ( ) ada
Tanda (obyektif)
1) Status mental
Kesadaran : (√ ) composmentis, ( ) apatis. ( )somnolen, ( ) spoor, ( )
koma
2) Skala koma glasgow (gcs)
: respon membuka mata (e)
4 Respon motorik (m) 5
respon verbal 6
3) Terorientasi/disorientasi : tidak terjadi disorientasi
4) Persepsi sensori : tidak terdapat gangguan sensori
5) Alat bantu penglihatan/pendengaran (√ ) tidak ada () ada,
6) Reaksi pupil terhadap cahaya : ka/ki Normal, Ukuran pupil Normal
18. Penampilan umum tampak kesakitan : ( ) tidak ada (√ ) ada,
menjaga area sakit
19. Respon emosional adaftif
20. Keamanan
a. Gejala (subyektif)
1) Alergi : (catatan agen dan reaksi spesifik)
2) Obat-obatan : pasien tidak memiliki riwayat alergi obat-obatan
3) Makanan : pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan
4) Faktor lingkungan :
a) Riwayat penyakit hubungan seksual : (√ ) tidak ada ( )
ada,
b) Riwayat transfusi darah Tidak pernah
5) Kerusakan penglihatan, pendengaran : (√ ) tidak ada ( ) ada,
6) Riwayat cidera (√ ) tidak ada ( ) ada,
7) Riwayat kejang (√ ) tidak ada ( ) ada,
b. Tanda (objektif)
0
1) Suhu tubuh : 36,8 C
2) Diaphoresis : kadang ada di telapak tangan
2) Integritas jaringan : Normal
3) Jaringan parut : (√ ) tidak ada ( ) ada,
4) Kemerahan pucat (√ ) tidak ada ( ) ada,
5) Adanya luka : luas Tidak ada
6) Ekimosis/tanda perdarahan lain : Tidak ada
6) Faktor resiko : terpasang alat invasive ( ) tidak ada (√ ) ada,
Jelaskan : Infus
7) Gangguan keseimbangan (√ ) tidak ada ( ) ada,
8) Kekuatan umum : Rom Normal
9) tonus otot Normal
21. Seksual dan reproduksi
a. Gejala (subyektif)
1) Pemahaman terhadap fungsi seksual : Pemahaman pasien baik
2) Gangguan hubungan seksual karena berbagai kondisi ( fertilitas,
libido, ereksi, menstruasi, kehamilan, pemakaian alat kontrasepsi
atau kondisi sakit) : tidak terdapat gangguan
3) Permasalahan selama aktivitas seksual (√ ) tidak ada ( ) ada,
22. Persepsi diri, konsep diri dan mekanisme koping
a. Gejala (subyektif)
1) Faktor stress
Pasien mengatakan sempat merasa stres ketika mengetahui
penyakit yang dideritanya
2) Bagaimana pasien dalam mengambil keputusan (sendiri atau
dibantu) : Pasien mengambil keputusan di dampingi oleh
keluarga
3) Yang dilakukan jika menghadapi suatu masalah (misalnya
memecahkan masalah, mencari pertolongan/berbicara dengan
orang lain, makan, tidur, minum obat- obatan, marah, diam, dll)
:
Dalam upaya pemecahan masalah pasien selalu melibatkan
keluarganya
4) Upaya klien dalam menghadapi masalahnya sekarang :
Pasien optimis dan berupaya semaksimal mungkin dalam
proses penyembuhan
5) Perasaan cemas/takut : ( ) tidak ada (√ ) ada, jelaskan
Pasien mengatakan merasa takut akan kondisinya jika makin
memburuk
6) Perasaan ketidakberdayaan ( ) tidak ada (√) ada, jelaskan
Pasien merasa tidak berdaya ketika sakit, namun pasien tidak
merasa putus asa
7) Perasaan keputusasaan (√ ) tidak ada ( ) ada,
8) Konsep diri
23. Citra diri : pasien menyadari kondisi dirinya saat ini yang sedang sakit
24. Ideal diri : pasien menginginkan dirinya dapat segera sembuh dan
dapat beraktivitas normal kembali
25. Harga diri : pasien merasa tidak berharga ketika sakit karna merepotkan
orang lain
26. Ada/tidak perasaan akan perubahan identitas : Tidak ada
27. Konflik dalam peran : Tidak ada
 Status emosional : ( ) tenang, ( ) gelisah, ( ) marah, (√ ) takut, ( )
mudah tersinggung
28. Interaksi social
Gejala (subyektif)
 Orang terdekat & lebih berpengaruh
Orang tua pasien
 Kepada siapa pasien meminta bantuan bila mempunyai masalah
Orang tua
 Adakah kesulitan dalam keluarga hubungan dengan orang tua,
saudara, pasangan,
(√ ) tidak ada ( ) ada, sebutkan
 Kesulitan berhubungan dengan tenaga kesehata, klien lain : (√ )
tidak ada ( ) ada
Tanda (obyektif)
 Kemampuan berbicara : (√) jelas, ( ) tidak jelas
 Pola bicara tidak biasa/kerusakan :Normal tidak ada kerusakan pola
bicara
 Penggunaan alat bantu bicara : Tidak menggunakan alat bantu
bicara
 Adanya jaringan laringaktomi/trakeostomi :Tidak terdapat jaringan
lain
 Komunikasi non verbal/verbal dengan keluarga/orang lain :Baik
 Perilaku menarik diri : (√ ) tidak ada ( ) ada
29. Pola nilai kepercayaan dan spiritual
Gejala (subyektif)
 Sumber kekuatan bagi pasien : Support dari keluarga
 Perasaan menyalahkan tuhan : (√ ) tidak ada ( ) ada
 Bagaimana klien menjalankan kegiatan agama atau
kepercayaan, macam :pasien beribadah dengan normal
 Adakah keyakinan/kebudayaan yang dianut pasien yang
bertentangan dengan kesehatan (√ ) tidak ada ( ) ada , jelaskan
 Pertengtangan nilai/keyakinan/kebudayaan terhadap pengobatan
yang dijalani : (√) tidak ada ( ) ada , jelaskan

 Perubahan perilaku : Tidak ada perubahan perilaku


 Menolak pengobatan (√) tidak ada ( ) ada , jelaskan
 Berhenti menjalankan aktivitas agama : (√ ) tidak ada ( ) ada ,
jelaskan
 Menunjukan sikap permusuhan dengan tenaga kesehatan (√) tidak
ada ( ) ada,

D. Psikososial
Genogram :

Keterangan :

: Perempuan : Tinggal serumah

: Laki – laki : Klien Meninggal

Jelaskan: Klien tinggal serumah dengan orang tua dan saudaranya. Dalam
berkomunikasi klien lebih dekat dengan ibunya.
E. Data penunjang
1. Laboratorium

Pemeriksaan Parameter Normal Kesimpulan


 Alb 4.3 g/dl 3.8 - 5.4 Normal
 Alt 19 u/l 0- Peningkatan
4
 AST 32 mg/dl 0 – 37 Normal
 Bili-D 0.35 mg/dl 0. Peningkatan
20
 Bili-T 1.08 mg/dl 1.23 Penurunan
 CREAT 0.95 mg/dl 0.80 – 1.30 Normal
 GluK 108 mg/dl 74 – 106 Peningkatan
 Urea 33 mg/dl 15 - 43 Normal

2. Radiologi
3. USG
4. CT Scan
Kesan: gambaran grond glass opcity di segmen 6 pulmo dekstra dan segmen ½ pulmo
sinistra DD/tumor paru

F. Analisa Data

No Data Masalah
1. DS: Ketidakefektifan
 Klien mengatakan batuk dan susah bersihan jalan nafas
mengeluarkanya
 Klien mengatakan sakit
kerongkongan saat batuk
 Klien mengatakan nyeri dada saat batuk
 Keluarga mengatakan klien sulit
tidur
DO:
 Klien tampak batuk berdahak
 Klien tampak gelisah
 Klien tampak meringis
 Klien tampak sulit tidur dan sering
terbangun
2 DS : Nyeri akut
 Klien mengatakan sakit kepala
 Klien mengatakan pusing
 Klien mengatakan skala nyeri klien 4-5
(sedang)

DO :
 Klien tampak meringis
 Klien tampak memegang kepala yang sakit

3 DS: Ketidakseimbangan nutrisi


 Keluarga klien mengatakan berat badan kurang dari kebutuhan
sebelumnya 60 kemudian setelah sakit turun tubuh
menjadi 58 kg.
 klien mengatakan klien tidak ada nafsu
makan
 Keluarga mengatakan badan klien terasa
letih
DO :
 Klien tampak mengalami penurunan berat
badan ditandai dengan berat badan klien 58
Kg
 Klien tampak tidak nafsu makan,

G. Diagnosa Keperawatan
 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhungan dengan secret dalam
bronkialis
 Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan asupan oral
H. Rencana Keperawatan

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)


1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan nafas
bersihan jalan Nafas Keperawatan diharapka dengan  Posisikan pasien semi fowler dengan cara meletakan bantal
n
berhungan Dengan kriteria hasil: di belakang punggung klien
secret dalam bronkialis  Frekuensi pernapasa tidak ada  Memberikan o2 dengan nasal kanul
n
deviasi dari kisaran normal  Buang secret dengan motivasi pasien batuk efektif
 Irama pernapasan tida deviasi  Menganjurkan klien minum air hangat
k
dari kisaran normal  Motivasi pasien untuk bernapas pelan, dalam, berputar dan
Ad
 Tidak a penggunaan otot Batuk
bantu pernapasan  Auskultasi suara napas, cata area yang ventilasinya menurun
 Tidak ada akumulasi sputum atau tidak ada dan adanya suara tambahan
 Tidak ada suara napas  Monitor pernafasan klien
tambahan
 Tidak ada batuk
2 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
dengan agen cidera fisik keperawatan di harapkan dengan P. Provocated / pencetus
Kriteria hasil Q. Quality / kualitas
:
 Mampu mengontrol nyeri (tahu R. Region / daerah yang nyeri
penyebab nyeri, mampu menggunakan S. Skala / nilai
tehnik nonfarmakologi untuk T. Time / waktu
mengurangi nyeri) b. observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
 Melaporkan bahw nyeri berkurang c. Tingkatkan istirahat
a
dengan menggunakan manajemen nyeri
 Mampu mengenali nyeri (skal Analgesic administrasion
a
intensitas frekuensi tanda nyeri) a. Tentukan ( P,Q,R,S,T ) sebelum pemberian obat
 Mengatakan rasa nyaman setelah nyeri  Monitor TTV pasien (tekanan darah, nadi, pernafasan,
Berkurng suhu)
3 Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan tindakan Nutritional managemen
kurang dari kebutuhan keperawatan diharapkan dengan Kaji adanya alergi pada makan
tubuh Berhubungan kriteria hasil : Pantau adanya penurunan BB
dengan penurunan asupan  Adanya peningkatan BB sesui  Monitor mual muntah
oral. dengan tujuan Anjurkan klien makan sedikit tapi sering
 Tidak ada tanda manultrisi  Monitor tugor kulit
 Mampu mengidentifikasi kebutuhan Berikan motivasi pada klien tentang pentingnya nutrisi
nutris
I. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN JIWA PADA Tn. E
DENGAN CA PARU
Tanggal/ Verifi
No Dx Implementasi Evaluasi
Jam kasi

09/10/23 01 • Kaji pola nafas pasien S:


• Kaji kondisi yang
10.30 membuat pasien merasa • Saya merasa sesak
Wib sesak Jika beraktivitas
• Motivasi pasie untuk Agak berat atau
n
bernapas pelan, dalam, terlalu lama
berputar dan batuk • Saya merasa sakit di
• Auskultas suar napas, kerongkongan
i a
cata area yang • Saya merasa sakit di
ventilasinya menurun dada saat batuk
atau tidak ada dan O:
adanya suara tambahan • Pola nafas kadang
• Monitor pernafasan klien cepat 28x/menit
• Kolaboras dengan • Pasie tampak
i n
dokter dalam terapi meringis saat batuk
• Terdapat sekret saat
Batuk
• Suara nafas ronchi
• Gerakan dinding
dada tampak namun
tidak
beraturan
A:
Bersihan Jalan Nafas
tidak efektif

P:
• Lanjutkan intervensi
• Ajar kan pasien cara
batuk efektif
• Lakukan fisioterapi
dada bila
perlu
09/10/23 02 • Lakukan pengkajian nyeri S:
secara komprehensif
11.30 • observasi reaksi non • Dada saya sakit saat
wib verb l dari Batuk
a
ketidaknyamanan • Sakitnya muncul
• Monitor TTV pasien kadang- saat
kadang
(tekanan darah nadi, Batuk atau bersin
,
pernafasan, suhu) Saja
• Kolaborasi dengan dokter • Sakitnya timbul di
Dada dan
dalam terapi anti nyeri tenggorokan
O:
• Skala Nyeri 5
• TTV :
TD : 110/80 MmHg
N : 80x/Menit
R : 28x/menit
o
S : 36,8 C
A:
Nyeri
P:
• Lanjutkan intervensi
• Ajar kan pasien cara
batuk efektif
• Ajarkan pasie
n
teknik relaksasi
09/10/23 03  Kaji adanya alergi pada S :
makan
12.30  Pantau adanya penurunan • Saya tidak ada alergi
Wib BB makanan dan obat
 Monitor mual muntah • Selama sakit saya
 Anjurkan klien makan turun 2 kg
sedikit tapi sering • Kadang saya merasa
 Monitor tugor kulit Mual saat mau
 Berikan motivasi pada Makan
klien tentang pentingnya • Lidah terasa pahit
nutrisi • Kemarin ada muntah
1 kali
O:
• BB :58kg
• Pasien makan
sedikit tidak habis
• Turgor kulit kering
A:
Nutrisi kurang adekuat
P:
• Lanjutkan intervensi
• Anjurka pasien
n
Makan sediki tapi
t
sering
• Edukas pasien
i
untuk
mempertahanka
n
asupan nurtisi
10/10/23 01 • Kaji pola nafas pasien S:
• Atur posisi pasien ke
08.30 posisi semi fowler • Saya masih merasa
wib • Ajarkan pasien batuk sesak amun tidak
n
efektif seperti kemarin
• Monitor pernafasan klien • Kadan sesa saat
g k
• Kolaborasi dengan Setelah batuk atau
dokter dalam terapi sebelum tidur
• Bantu pasien • Setelah bergant
i
mengeluarkan sekret posisi duduk nafa
s
dengan fisioterapi dada saya agak lega
O:
• Pola nafas kadang
cepat 26x/menit
• Pasien tampak
meringis saat batuk
• Terdapat sekret saat
batuk dan dapat
dikeluarkan
A:

Bersihan Jalan Nafas


tidak efektif
P:
• Lanjutkan intervensi
• Ajar kan pasien cara
batuk efektif
• Lakukan fisioterapi
dada bila
perlu
10/10/23 02 • Lakukan pengkajian nyeri S:
secara komprehensif
11.30 • observasi reaksi non • Dada saya masih
wib verbal dari rasanyeri terasa sakit saat
• Monitor TTV pasien batuk
(tekanan darah, nadi, • Sakit agak
pernafasan, suhu) berkurang jika
• Ajarkan pasien teknik dibawa relaksas
i
relaksasi dada sesuai yan di
g
• Kolaborasi dengan dokter ajarkan
dalam terapi anti nyeri • Sakitnya timbul di
Dada dan
tenggorokan
O:
• Skala Nyeri 4
• TTV :
TD : 120/70 MmHg
N : 85x/Menit
R : 26x/menit
o
S : 36,6 C
A:
Nyeri
P:
• Lanjutkan intervensi
• Latih pasien cara
batuk efektif
• Latih pasien teknik
relaksasi
10/10/23 03  Pantau adanya penurunan S:
BB
13.30  Kaji pola makan pasien • Saya masih merasa
wib  Monitor mual muntah Mual saat mau
 Anjurkan klien makan makan
sedikit tapi sering • Lidah terasa pahit
 Berikan motivasi pada • Kemarin sudah tidak
klien tentang pentingnya ada muntah
nutrisi O:
• Pasie makan
n
sedikit tidak habis
• Turgor kulit kering
A:
Nutrisi kurang adekuat
P:
• Lanjutkan intervensi
• Anjurkan pasien
makan sedikit tapi
sering
• Edukasi pasien
Untuk
mempertahankan
asupan nurtisi
11/10/23 01 • Kaji pola nafas pasien S:
• Atur posisi pasien ke
09.30 posisi semi fowler • Sesak agak
wib • Ajarkan pasien batuk berkurang
efektif • Kadang sesak saat
• Monitor pernafasan klien setelah batuk
• Kolaborasi dengan • Setelah bergant
dokter dalam posisi duduk nafasi
terapi
• Bantu pasien saya agak lega
mengeluarkan sekret • Saya dapat tidur
dengan fisioterapi dada dengan nyenya
k
dengan posisi yang
diajarkan
O:
• Pola nafas kadang
cepat 24x/menit
• Pasien tampak
meringis saat tuk
ba
• Terdapat saat
batuk sekret dapat
dikeluarkdan
A: an

Bersihan Nafas
Jalan
tidak efektif
P:
• Lanjutkan intervensi
• Ajar kan pasien cara
batuk efektif
• Lakukan fisioterapi
dada bila perlu

11/10/23 02 • Lakukan pengkajian nyeri S :


secara komprehensif
11.00 • observasi reaksi non • Dada saya masih
wib verbal dari rasanyeri Terasa sakit saat
• Monitor TTV pasien Batuk
(tekanan darah, nadi, • Sakit agak
pernafasan, suhu) berkurang jika
• Ajarkan pasien teknik dibawa relaksasi
relaksasi dada Sesuai yang di
• Kolaborasi dengan dokter ajarkan
dalam terapi anti nyeri • Sakitnya timbul di
Dada dan
tenggorokan
O:
• Skala Nyeri 4
• TTV :
TD : 130/70 MmHg
N:
80x/Menit
R : 24x/menit
o
S : 36,6 C
A:
Nyeri
P:
• Lanjutkan intervensi
• Latih pasien cara
batuk efektif
• Latih pasien teknik
relaksasi
11/10/23 03  Kaji pola makan pasien S:
 Monitor mual muntah
12.40  Anjurkan klien makan • Saya masih merasa
wib sedikit tapi sering Mual saat mau
 Berikan motivasi pada makan
klien tentang pentingnya • Saya ganti cemilan
nutrisi dengan buah
• Kemarin sudah tidak
ada muntah
O:
• Pasien porsi
makan
Kecil
• Pasien
mengkonsumsi buah
• Turgor kulit kering
A:
Nutrisi kurang adekuat
P:
• Lanjutkan intervensi
• Anjurkan pasien
makan sedikit tapi
sering
• Edukasi pasien
untuk
mempertahankan
asupan nurtisi
Dampak fisioterapi pada pasien kanker
paru stadium lanjut
https://doi.org/10.1177/1479972313508965

Abstrak
Penderita kanker paru mempunyai angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Gejala dan masalah terkait
kanker paru-paru seperti dispnea, kelelahan, nyeri, dan cachexia yang dimulai pada fase awal kemudian
mengakibatkan buruknya fungsi fisik, psikososial, dan status kualitas hidup. Selain itu, bertambahnya usia
dikaitkan dengan penyakit penyerta yang signifikan. Pasien-pasien ini dapat memperoleh manfaat dari terapi
multidisiplin untuk mengurangi keparahan dispnea dan kelelahan yang dirasakan serta meningkatkan fungsi
fisik dan kualitas hidup. Berdasarkan penanganan gejala dan masalah seperti dispnea, kurangnya aktivitas fisik,
kelelahan akibat kanker, sekresi pernapasan, nyeri, dan kecemasan-depresi pada pasien-pasien ini, teknik
fisioterapi diperkirakan dapat digunakan pada pasien kanker paru stadium lanjut setelah dilakukan evaluasi
komprehensif. . Namun, uji coba yang dirancang dengan baik, prospektif, dan terkontrol secara acak diperlukan
untuk membuktikan kemanjuran fisioterapi dan rehabilitasi paru secara umum pada pasien dengan kanker paru
stadium lanjut.

Perkenalan
Kanker paru-paru adalah jenis kanker yang paling umum. Penyakit ini bertanggung jawab atas lebih banyak
kematian terkait kanker dibandingkan total kanker umum lainnya seperti kanker payudara, prostat, dan
kolorektal. 1 Pasien kanker paru mempunyai angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Pada sebagian besar
pasien, gejala yang berhubungan dengan kanker terlihat. Pasien-pasien ini menghadapi masalah seperti
dispnea, kelelahan, nyeri, dan cachexia terutama pada fase
akhir. Gejala dan masalah yang dimulai pada fase awal ini mengganggu kepatuhan terhadap pengobatan yang
menyebabkan kondisi fungsional fisik yang buruk disertai gangguan psikososial dan secara singkat berdampak
negatif pada kualitas hidup pasien kanker paru stadium lanjut yang memiliki harapan hidup terbatas. 2 , 3
Terapi farmakologis dan nonfarmakologis berfokus pada peningkatan fungsi fisik dan peningkatan kualitas
hidup. 4 Rehabilitasi paru menurunkan gejala pernafasan dan meningkatkan kapasitas latihan fungsional serta
meningkatkan kualitas hidup, terutama pada penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK). 5 Pasien kanker paru-paru, seperti PPOK, sering kali mengalami gejala seperti dispnea, kelelahan,
penurunan kondisi tubuh, intoleransi olahraga, malnutrisi, gangguan status dan kualitas hidup. Telah
ditemukan bahwa PPOK terjadi pada 73% pasien pria dan 53% pasien wanita yang menderita kanker paru-
paru. 6 Jelas bahwa ketika PPOK menyertai penyakit ini, efek sistemik dari PPOK (disfungsi otot perifer,
osteoporosis, hilangnya massa tubuh tanpa lemak, kecemasan, dan depresi) akan memperparah gejala dan
masalah kanker paru-paru. 7
Nilai rehabilitasi telah dijelaskan dalam konteks bedah toraks termasuk reseksi paru-paru, bedah pengurangan
volume, dan transplantasi paru-paru. 5 , 8 Namun, sehubungan dengan pasien dengan kanker paru stadium lanjut,
hanya ada sejumlah penelitian terbatas yang mengeksplorasi efektivitas rehabilitasi paru. Adaptasi dan
pelaksanaan rehabilitasi paru dianggap mungkin dan
efektif. 2 , 6 , 7 , 9 – 12 Pada artikel ini hanya akan dibahas aspek fisioterapi rehabilitasi paru yang diterapkan pada
kanker paru.
Dispnea
Dispnea adalah salah satu gejala yang paling menyusahkan pada kanker paru stadium lanjut, dan pengobatan
gejala ini mungkin sulit dan rumit. 3 Meskipun tingkat keparahan dispnea pada kanker paru bervariasi sesuai
dengan stadium dan perkembangan penyakit, diperkirakan 78% pasien kanker paru stadium lanjut mengalami
dispnea. 13 Setelah didiagnosis menderita kanker paru-paru, kelelahan, nyeri, anoreksia, batuk, dan insomnia
adalah masalah yang paling sering terjadi. Pada fase selanjutnya, dispnea, nyeri, pernapasan berisik, dan stres
psikologis sering kali menimbulkan masalah. 14 , 15 Telah ditentukan bahwa dispnea terlihat pada setiap stadium
kanker paru-paru dan berhubungan dengan kualitas hidup pasien. 16 – 18 Dispnea pada pasien kanker
disebabkan oleh kondisi dan penyakit terkait seperti kanker itu sendiri, pengobatan, PPOK, gagal jantung,
kecemasan, dan respons perilaku pasien terhadap gejala penyakit lainnya. 19
Pendekatan nonfarmakologis lebih disukai daripada pendekatan farmakologis seperti opioid
atau obat ansiolitik, yang digunakan untuk mengurangi dispnea yang disebabkan oleh
depresi pernapasan. 20 Terdapat berbagai metode dan strategi untuk mengurangi dispnea pada
pasien PPOK yang terbukti efektif. 14 , 21 Mendidik pasien dan keluarganya tentang mengatur
kelembapan dan suhu kamar pasien, mencegah kebisingan, dan menciptakan lingkungan
yang menenangkan dengan musik merupakan saran yang berguna. 14 , 21 , 22
Kecemasan, depresi, dan faktor psikologis lainnya sering terjadi pada pasien penyakit paru
stadium lanjut dan mempengaruhi sesak napas. 22 Oleh karena itu, kontrol pernapasan dan
terapi relaksasi mungkin bermanfaat bagi individu dan keluarga. 23 , 24 Telah terbukti bahwa
posisi condong ke depan merupakan strategi yang efektif untuk mengurangi dispnea.
Condong ke depan dikaitkan dengan penurunan signifikan aktivitas elektromiografi otot
skalen dan sternomastoid, peningkatan tekanan transdiafragmatik dan tekanan mulut
inspirasi, dan peningkatan signifikan dalam gerakan torakoabdominal. Posisi ini telah
terbukti meningkatkan fungsi diafragma dan karenanya meningkatkan semua pergerakan
dada dan mengurangi rekrutmen otot aksesori dan dispnea. 25
Telah terbukti bahwa mengipasi udara dingin di hidung, mulut, dan dagu mengurangi
persepsi dispnea. Sirkulasi udara dingin diperkirakan mengubah persepsi dispnea pasien
dengan menstimulasi mekanoreseptor ekstratoraks di wajah atau di saluran hidung. 26
Penggunaan kipas angin yang kecil, portabel, dan murah dapat mengurangi sesak napas
bahkan pada pasien kanker paru stadium lanjut. 26 – 28 Akupunktur mungkin merupakan
pendekatan alternatif untuk mengurangi sesak napas, namun datanya terbatas dan beragam. 28 ,
29

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa teknik pernapasan bibir sangat membantu dalam
mengurangi atau mengatasi dispnea. 20 , 25 , 30 , 31 Penelitian lain tentang pelatihan pernapasan
mengamati bahwa ketika pelatihan pernapasan diterapkan pada pasien (manajemen panik,
pernapasan bibir mengerucut, dan pernapasan diafragma), laju pernapasan dispnea mereka
menurun drastis dan kapasitas fungsional mereka meningkat. 21 , 28 , 31 , 32
Saat ini belum ada informasi mengenai penerapan dan efek pelatihan otot inspirasi pada
pasien kanker paru dengan penyakit paru kronis. Jika kelebihan dan manfaat teknik ini
dipertimbangkan, diasumsikan bahwa teknik ini dapat digunakan dengan program latihan
pada pasien kanker paru stadium lanjut. 33 Pelatihan resistif inspirasi hanya digunakan dalam
satu penelitian pada program rehabilitasi paru untuk pasien kanker paru-paru bukan sel kecil
(NSCLC) yang telah menjalani reseksi paru, namun efek dari penerapannya saja tidak
disebutkan. 34
Telah dinyatakan bahwa pasien kanker paru-paru menerapkan strategi penghindaran aktivitas untuk
mencegah dispnea dan situasi ini menyebabkan gaya hidup yang tidak banyak bergerak dan dekondisi. 35 Oleh
karena itu, akan bermanfaat untuk menginformasikan pasien tentang teknik konservasi energi untuk
meningkatkan kondisi fisik mereka. 20 , 36 Merekomendasikan dukungan oksigen portabel dan/atau alat bantu
untuk berjalan (pejalan kaki, kursi roda, rollator, dll.) bila diperlukan dan memberikan pelatihan kontrol
pernapasan pada pasien selama aktivitas merupakan strategi bantu lainnya untuk mengurangi
dispnea. 23 , 37 Telah ditemukan bahwa pernapasan bibir yang diajarkan selama aktivitas berjalan mengurangi
keparahan dispnea pada pasien PPOK dan meningkatkan jarak berjalan. 38
Ketidakaktifan fisik
Khusus pada stadium lanjut, kemampuan fisik pasien kanker paru-paru berkurang akibat gejala penyakit dan
masalah akibat pengobatan. 39 Telah ditentukan sebelumnya bahwa tingkat aktivitas fisik relevan dengan
kualitas hidup. 4 , 15 , 17 , 39
Diperkirakan bahwa disfungsi otot rangka pada pasien ini disebabkan oleh miopati rangka (akibat penggunaan
kortikosteroid oral), penurunan kondisi (akibat kurangnya aktivitas fisik), dan peradangan sistemik tingkat
tinggi (akibat penyakit dan terapi yang mendasarinya). 40 Oleh karena itu, latihan olah raga harus diterapkan
pada setiap stadium penyakit. Telah terbukti bahwa latihan olah raga yang sering diterapkan pada periode
sebelum dan sesudah operasi mengurangi gejala pasien kanker paru- paru dan meningkatkan kapasitas olah raga
dan kualitas hidup. 41 , 42 Namun, secara umum belum ada informasi yang jelas mengenai isi program olahraga
yang sebaiknya diterapkan pada pasien kanker paru stadium lanjut. Ketika pengaruh otot rangka pada pasien
disarankan, latihan resistensi juga harus diterapkan. Kombinasi latihan aerobik dan ketahanan diperkirakan
merupakan bentuk latihan olahraga yang paling efektif untuk meningkatkan konsumsi oksigen puncak secara
optimal pada pasien kanker paru-paru. Program komprehensif yang disarankan diyakini akan meningkatkan
kapasitas oksidatif, juga meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot, mengurangi kelelahan, dan meningkatkan
toleransi latihan. 43 , 44 Ditentukan bahwa latihan aerobik dan ketahanan dengan latihan olahraga yang sering
digunakan pada pasien kanker payudara meningkatkan kapasitas kardiopulmoner dan kualitas hidup,
mengurangi kelelahan, meningkatkan tingkat fungsional fisik, dan menyembuhkan masalah psikologis
(menghasilkan pola tidur yang teratur, baik secara umum - keberadaan, kepercayaan diri, energi, dan
sebagainya). 45 Meskipun terdapat perbedaan dalam intensitas dan frekuensi dalam studi pelatihan olahraga,
perlu dicatat bahwa olahraga yang diterapkan pada pasien kanker tidak boleh menyebabkan kelelahan
berlebihan dan harus diprogram secara individual sesuai dengan toleransi pasien. 10 , 11 , 43 – 47 Sesuai dengan
tujuan ini, program latihan interval diperkirakan lebih cocok dan bermanfaat bagi pasien kanker paru-paru
daripada olahraga terus menerus. 47 Telah diidentifikasi bahwa program latihan interval yang dapat diterapkan
bahkan pada pasien PPOK berat dapat meningkatkan kualitas hidup serta aman dan
bermanfaat. 48 Selain itu, ditemukan bahwa latihan olahraga satu kaki, yang merupakan strategi olahraga baru
yang digunakan pada pasien PPOK berat, menghasilkan tekanan ventilasi yang lebih rendah dibandingkan
bersepeda bipedal konvensional dan juga meningkatkan kapasitas aerobik lebih banyak. 49 Selain itu, strategi
latihan ini cocok terutama untuk pasien kanker paru stadium lanjut. Ada kebutuhan untuk penelitian lebih lanjut
mengenai subjek ini.
Meskipun beberapa penelitian menunjukkan bahwa program olahraga multidimensi cocok untuk pasien kanker
paru-paru, kepatuhan berolahraga masih sangat rendah (19-44%). 50 , 51 Meskipun program olahraga rawat jalan
yang diawasi lebih disukai untuk pasien dengan penyakit komorbiditas dan kesehatan yang buruk, program
berbasis komunitas dianggap lebih dapat diterima dan layak untuk pasien yang menjalani kemoterapi. Untuk
itu, diperlukan peningkatan program dengan intensitas rendah dan lebih tepat, terutama bagi pasien kanker paru
stadium lanjut yang sedang menjalani kemoterapi. Tidak ada informasi tentang pelatihan olahraga di rumah
untuk pasien
ini. Namun, program olahraga di rumah telah terbukti layak dan meningkatkan status fungsional dan kualitas
hidup pasien kanker payudara serta mengurangi disfungsi jantung. 2 , 52 , 53
Beberapa penelitian menggambarkan efektivitas olahraga pada pasien kanker paru stadium
lanjut. 8 Spruit dkk. 54 meneliti efek program rehabilitasi rawat inap multidisiplin pada pasien NSCLC dengan
penyakit penyerta seperti COPD, hipertensi arteri, dan serangan iskemik transien. Latihan olah raga terdiri dari
ergometri siklus harian, jalan treadmill, latihan beban, dan senam. Penurunan fungsi paru tidak berubah,
sementara perbaikan signifikan ditemukan pada jarak berjalan kaki 6 menit dan keluaran tenaga puncak
bersepeda. 54 Jones dkk. 55 menerapkan program latihan aerobik pada 19 pasien kanker paru-paru (I-III B
NSCLC). Peningkatan signifikan dalam kualitas hidup, kinerja olahraga, dan tingkat keparahan kelelahan
pasien dilaporkan. 55 Cesario dkk. 34 menerapkan program rehabilitasi paru rawat inap multidisiplin pada 25
pasien NSCLC yang telah menjalani reseksi
paru. Ditemukan bahwa jarak berjalan kaki meningkat secara signifikan meskipun tidak ada perubahan pada
fungsi paru. 34 Ozalevli dkk. 11 mendaftarkan 18 pasien dengan kanker paru stadium IIIA-B dan IV stadium
lanjut yang tidak memiliki indikasi bedah dan menerima kemoterapi dan radioterapi intensif dalam program
fisioterapi dada rawat inap. Meskipun tidak ada perubahan pada fungsi paru di akhir program, penurunan
signifikan dalam tingkat kelelahan dan sesak napas dirasakan oleh pasien, dan peningkatan signifikan dalam
kualitas hidup dan kapasitas olahraga ditentukan. 11 Riesenberg dan Lübbe 56 menerapkan program latihan
aerobik pada 45 pasien kanker paru multimorbid yang telah menjalani pembedahan dan/atau radioterapi
dan/atau
kemoterapi. Ditentukan bahwa setelah peningkatan performa kerja dengan ergometri sepeda dan tes jalan kaki
6 menit (status fungsional), detak jantung saat istirahat menurun, kualitas hidup meningkat,
dan kelelahan berkurang. 56 Temel dkk. 50 mendaftarkan 25 pasien dengan kanker paru stadium lanjut (NSCLC
stadium lanjut, stadium IIIB dengan efusi pleura atau perikardial atau stadium IV), yang menerima kemoterapi,
dalam program latihan aerobik dan latihan kekuatan. Penulis telah menyatakan bahwa program ini berlaku pada
pasien dengan kanker paru stadium lanjut. 50 Menariknya, penelitian mengamati bahwa ergometer siklus lebih
disukai daripada berjalan di treadmill. Intensitas latihan dapat diatur lebih akurat dan pemantauan terhadap
pasien lebih
mudah. Selain itu, cycle ergometer merupakan alat olah raga yang lebih tepat dibandingkan treadmill karena
sebagian besar pasien kanker paru sudah berusia lanjut dan kemungkinan besar mengalami gangguan
keseimbangan. 43 Tidak ada cukup informasi mengenai pendekatan olahraga dan fisioterapi untuk pasien kanker
paru stadium lanjut, terutama selama kemoterapi. Namun dikatakan bahwa untuk melindungi kinerja fisik,
meskipun terkait kemoterapi karena kelelahan dan kelelahan, latihan aerobik mungkin tepat dan efektif pada
periode ini. 57 , 58 Telah dinyatakan melalui penelitian bahwa latihan aerobik, pijat, relaksasi, dan pelatihan
kesadaran tubuh pada pasien kanker paru stadium lanjut yang menjalani kemoterapi terutama mengurangi gejala
kelelahan dan membantu mengatasi gejala. 2 , 57 Umumnya pada periode ini disarankan melakukan latihan
kontraksi ritmis tanpa menambah kelelahan dan ritme rendah dengan relaksasi pada program latihan aerobik
yang diterapkan. 58
Pada pasien dengan kanker paru stadium lanjut, mobilisasi, dengan atau tanpa oksigen, pada pasien yang
menderita dekondisi parah sangat berguna. Dinyatakan bahwa penerapan latihan bantu pasif atau aktif yang
digunakan untuk mencegah atrofi otot dapat bermanfaat bagi pasien kanker paru-paru parah yang tidak dapat
melakukan kontraksi otot aktif secara efektif. Dalam kasus ini, stimulasi listrik neuromuskular (NMES) juga
terbukti efektif. 59 Beberapa peneliti telah menunjukkan bahwa intervensi NMES dapat ditoleransi dengan baik
dan efektif jika digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan olahraga, menghasilkan peningkatan kekuatan,
massa otot, kapasitas olahraga, dan rasa dispnea selama aktivitas sehari-hari pada pasien dengan PPOK yang
sangat parah, gagal jantung kronis. , dan pasien unit perawatan intensif dengan ventilasi mekanis yang
mengalami gejala yang tidak dapat ditoleransi selama atau setelah pelatihan aktif karena perkembangan
penyakit yang
mendasarinya. 12 , 22 , 60 , 61 Telah disarankan bahwa penerapan NMES sebagai program NMES berbasis rumah
dapat mempertahankan dan meningkatkan kekuatan otot paha depan femoris pada pasien dengan kanker paru-
paru. 62 , 63 Uji coba terkontrol secara acak diperlukan untuk mempelajari kemanjuran dan keamanan NMES
untuk pasien kanker paru-paru dengan disabilitas berat.
Sejumlah kecil penelitian menunjukkan bahwa rehabilitasi paru mengurangi risiko perioperatif dan
meningkatkan kapasitas fungsional pada pasien kanker paru. Rehabilitasi paru disarankan sebagai pengobatan
terapeutik yang layak dan aman pada pasien kanker paru. 8 Namun, tidak banyak literatur mengenai efektivitas
dan isi rehabilitasi paru pada pasien kanker paru stadium
lanjut. Dirancang dengan baik, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memperluas peran rehabilitasi paru dan
program olahraga khusus pada pasien kanker paru stadium lanjut.
Kelelahan terkait kanker
Salah satu dampak kanker yang paling umum dan menyusahkan adalah kelelahan. Kelelahan yang
berhubungan dengan kanker didefinisikan sebagai “perasaan lelah subjektif yang tidak biasa dan terus-
menerus” yang timbul secara langsung dan/atau tidak langsung akibat kanker atau pengobatannya. 53 Gejala
ini terjadi sejak tahap awal penyakit dan berdampak negatif pada
pasien. 64 Sebuah penelitian menetapkan bahwa 57% pasien dengan NSCLC stadium 1A-1B mengalami
kelelahan berdasarkan Brief Fatigue Inventory. Dikatakan bahwa tingkat kelelahan yang tinggi meskipun
penyakit masih dalam tahap awal menyebabkan gangguan status fungsional pasien. 65
Telah ditemukan bahwa fungsi fisik pasien karsinoma paru stadium lanjut menurun karena kelelahan.
Kelelahan tersebut bukan disebabkan oleh penurunan berat badan dan anemia, namun berkaitan dengan faktor
psikologis. 66 Dalam sebuah penelitian yang dilakukan pada pasien rawat jalan dengan kanker paru stadium
lanjut, stadium lllA–B, IV mengalami 81,5% kelelahan dan disertai 74,5% dispnea dan 65% gejala nyeri.
Ditemukan bahwa sekitar sepertiga pasien dengan kelelahan memiliki aktivitas kehidupan sehari-hari yang
terbatas seperti berjalan karena kelelahan, yang juga mempengaruhi keadaan emosional pasien secara negatif.
15

Selain disebabkan oleh kanker itu sendiri, ada banyak penyebab kelelahan yang berhubungan dengan kanker
seperti anemia, obat-obatan, perubahan metabolisme, infeksi, dehidrasi, kehilangan kekuatan dan koordinasi
otot, penurunan kondisi fisik, tekanan emosional, kesulitan tidur. , ketidakaktifan, nyeri, gizi buruk, dan
penyakit penyerta atau kondisi medis lainnya selain
kanker. 67 Kelelahan yang berhubungan dengan kanker adalah masalah kompleks yang mempunyai pengaruh
fisik dan psikososial. Oleh karena itu, terapi dan strategi yang akan digunakan untuk mengurangi kelelahan
harus dipertimbangkan secara multiarah dan komprehensif.
Untuk memerangi kelelahan yang berhubungan dengan kanker, stadium penyakit, cara pengobatan, faktor usia,
dispnea yang memperparah kelelahan, nyeri, muntah dan masalah serupa, tingkat keparahan masalah ini, dan
kualitas hidup individu harus dinilai secara komprehensif. Berdasarkan penilaian ini, pelatihan olah raga, terapi
diet, terapi tidur, terapi kognitif, dan terapi farmakologis dapat disesuaikan dan diterapkan secara individual
untuk mengurangi kelelahan terkait kanker. 68
Intervensi nonfarmakologis untuk kelelahan terdiri dari pendidikan, konseling, dan kelompok dukungan untuk
pengurangan stres dan konservasi energi, nutrisi, dan olahraga. Dipercaya bahwa olahraga mengubah pengaruh
negatif neuromuskular yang disebabkan oleh penyakit ini. Dengan demikian, rasa lelah bisa dikurangi dengan
rutin berolahraga. Telah terbukti pada pasien PPOK bahwa latihan olahraga selama minimal 4 minggu, dengan
atau tanpa pendidikan dan/atau dukungan psikologis, menghasilkan penurunan kelelahan yang signifikan secara
klinis, serta peningkatan dispnea, fungsi emosional, dan rasa kontrol pasien. . 69 Terdapat beberapa bukti yang
mendukung penggunaan olahraga untuk mengatasi kelelahan yang berhubungan dengan kanker, meskipun peran
olahraga pada pasien kanker paru-paru secara spesifik belum diteliti. Olahraga kemungkinan besar akan
memberikan manfaat bagi populasi pasien ini, meskipun data tambahan diperlukan untuk mendukung hal ini. 12 ,
57 , 67 , 70 , 71

Kelelahan akibat kemoterapi menyebabkan ketidaknyamanan dan kelelahan fisik, yang menyebabkan
berkurangnya tingkat aktivitas dan penghindaran upaya fisik. 2 Terlepas dari gejala ini, ditemukan bahwa latihan
aerobik yang diterapkan selama periode kemoterapi mengurangi stres psikologis dan tingkat keparahan
kelelahan yang dirasakan. 57 Selain itu, latihan jalan kaki moderat sebagai program di rumah mengurangi
kelelahan. 53 Program olahraga untuk mengurangi kelelahan mungkin tidak sesuai untuk penyakit paru-paru
stadium lanjut, namun diasumsikan bahwa kelelahan dapat dikurangi dengan mengatasi gejala dispnea, depresi,
dan insomnia yang berhubungan dengan
kelelahan. 72 , 73 Selain itu, memahami mekanisme yang mendasari kehilangan dan perolehan energi, serta
hubungan antara jumlah dan jenis aktivitas dan tidur yang tepat, adalah penting dan dapat menghasilkan
program terapi yang lebih efektif. Diketahui bahwa pelatihan teknik konservasi energi mengurangi kelelahan
dan meningkatkan kapasitas fungsional, sehingga mempertahankan pengendalian gejala. 9 , 28 , 68 , 74 Strategi
konservasi energi juga dapat digunakan untuk pasien kanker paru stadium lanjut.
Batuk dan sekret pernafasan
Batuk dan keluarnya cairan berlebih merupakan gejala yang umum dan menyusahkan pada pasien kanker paru-
paru. Kedua gejala tersebut terlihat terutama pada pasien kanker paru stadium akhir dengan angka perkiraan
40%. Pasien kanker paru-paru yang menderita PPOK dapat menderita batuk yang lebih parah disertai sekresi
bronkus. 75
Batuk pada pasien kanker paru disebabkan oleh kelainan paru (infeksi saluran pernafasan atas dan bawah,
PPOK, asma atau edema paru, dll), penyakit refluks gastroesofageal, aspirasi, dan obat- obatan tertentu
(penghambat enzim pengonversi angiotensin dan obat antiinflamasi nonsteroid, dll.
.). 14 Batuk kronis dan parah meningkatkan nyeri kanker pada pasien kanker paru-paru, menyebabkan kurang
tidur, dispnea, dan kelelahan atau meningkatkan keparahannya dan menyebabkan kecemasan. 14 , 75 Meskipun
pada kanker paru-paru, batuk dapat dibantu dengan obat-obatan, telah dinyatakan bahwa hidrasi, pengisapan
lembut, drainase postural, fisioterapi dada, dan aplikasi osilasi eksternal dapat bermanfaat bagi pasien dengan
kanker paru-paru, PPOK yang mendasari, dan bronkiektasis yang menderita kanker paru-paru. refleks batuk
yang buruk untuk menjaga kebersihan bronkus. 5 , 7 , 9 , 14 , 23 , 25 , 61 Sayangnya, belum ada penelitian di bidang ini.
Karena risiko metastasis tinggi pada pasien dengan kanker paru stadium lanjut, maka masuk akal untuk
menghindari aplikasi perkusi pada dinding dada (perkusi, getaran, dll.). 76 Meskipun tidak ada bukti terkait,
interpretasi dapat dibuat untuk pasien kanker paru-paru berdasarkan penerapan teknik menjaga kebersihan
bronkus pada penyakit yang berisiko dan kompleks. Misalnya, latihan perluasan dada dan kontrol pernapasan
mungkin berguna untuk membantu memobilisasi sekresi ke pohon bronkial. Teknik ekspirasi paksa dan batuk
dapat digunakan untuk membantu pasien memobilisasi sekret. Teknik ekspirasi paksa terdiri dari satu atau dua
huff yang dipadukan dengan kontrol pernapasan. Teknik ini dapat digunakan dalam posisi apa pun sesuai
dengan kebutuhan individu, dan penelitian menunjukkan bahwa tidak ada efek terhadap hipoksemia. Selain itu,
telah dinyatakan bahwa teknik ini digunakan dan terbukti efektif pada periode eksaserbasi akut pasien PPOK. 76 ,
77 Selain itu, flutter, sebuah alat yang sederhana, mudah digunakan, dan dapat digunakan sendiri, meningkatkan

pengeluaran dahak selama pengobatan dan mengurangi resistensi saluran napas total dan perifer pada pasien
hipersekresi. 78
Nyeri
Telah diamati bahwa 56% pasien PPOK stadium lanjut dan pasien kanker menderita nyeri yang mengganggu.
13 Selain itu, ditemukan bahwa 28% pasien kanker paru-paru mengalami nyeri hebat. 79 Penyebab nyeri pada

PPOK termasuk nyeri subkostal akibat kelelahan otot diafragma dan


interkostal, patah tulang rusuk akibat batuk dan/atau osteoporosis akibat kortikosteroid, dan inflamasi pleura
akibat infeksi. 20 Pada pasien dengan kanker paru-paru, nyeri mungkin disebabkan oleh invasi tumor ke jaringan
lunak, saraf atau tulang, baik di lokasi primer atau dari metastasis. 12 Terlebih lagi, jelas bahwa nyeri yang
berhubungan dengan ketidakaktifan yang timbul akibat dispnea dan kelelahan akan semakin menurunkan
kualitas hidup pasien kanker paru stadium lanjut, yang sebagian besar juga menderita PPOK.
Strategi pengurangan nyeri yang digunakan pada pasien PPOK juga dapat digunakan pada pasien kanker paru-
paru. Biofeedback dan teknik pernapasan telah dinyatakan efektif dalam mengurangi rasa sakit pasien kanker
secara umum. 12 Secara khusus, stimulasi saraf listrik transkutan (TENS) mungkin bisa membantu. Telah
terbukti bahwa TENS mengurangi rasa sakit yang berhubungan dengan reseksi paru. 60 , 80 Ozalevli di al. 11
melaporkan bahwa 77,8% dari 18 pasien kanker paru stadium lanjut yang mereka pantau dengan program
fisioterapi rawat inap menderita nyeri, terutama di daerah pinggang-pinggul dan dada. Ditemukan bahwa
dengan penerapan TENS (TENS konvensional: 80 Hz, menggunakan pulsa gelombang persegi 100
mikrodetik), nyeri dan keparahannya berkurang secara signifikan, sedangkan asupan analgesik pasien tidak
berubah. Penelitian ini menunjukkan bahwa TENS dapat digunakan dengan aman untuk mengurangi rasa sakit
dan efektif pada pasien kanker paru stadium lanjut. 11 Pijat dapat menjadi aplikasi yang aman dan efektif dalam
meringankan gejala dan mood yang terjadi pada pasien kanker stadium lanjut. 81 Telah ditemukan bahwa terapi
pijat (6 terapi setiap 2 minggu) secara signifikan mengurangi keparahan nyeri dan meningkatkan mood pasien
dengan kanker paru stadium lanjut. 82
Kecemasan dan depresi
Telah terbukti bahwa, khususnya pada pasien PPOK stadium lanjut, depresi dan kecemasan meningkatkan
keparahan dispnea yang dirasakan dan berhubungan dengan buruknya kondisi fisik, sosial, dan kualitas hidup
pasien. 72 , 83 Mirip dengan PPOK, pasien kanker paru-paru juga dapat mengalami gangguan psikologis seperti
depresi dan kecemasan. Telah disebutkan bahwa metode yang paling sering digunakan untuk mengurangi
kecemasan dan depresi adalah terapi perilaku kognitif dan penerapan relaksasi otot progresif. 20 , 53 , 66 , 84 , 85
Metodenya meliputi relaksasi otot progresif dengan ketegangan dan relaksasi sistematis semua kelompok otot,
visualisasi dan imajinasi terbimbing, hipnosis diri, dan gangguan dengan musik 20 , 28 , 86 Telah terbukti bahwa
relaksasi otot progresif Teknik ini mengurangi kecemasan, dispnea, dan detak jantung dan pernapasan, terutama
pada pasien PPOK. 25 , 59 , 84 Diakui bahwa teknik ini dan pengajaran metode dan posisi relaksasi lainnya
bermanfaat dan sederhana bagi pasien PPOK karena tidak memerlukan alat dan memungkinkan pasien
mengendalikan gejalanya sendiri. 25 Namun, ditemukan bahwa penerapan ini tidak efektif dalam mengurangi
kecemasan dan depresi pada pasien kanker paru stadium
lanjut. 87 Pendekatan ini harus diajarkan kepada pasien, dipraktikkan, dan diadaptasi secara spesifik pada
masing-masing individu sedini mungkin ketika tidak ada masalah pernapasan dan/atau tingkat keparahan
masalah berada pada titik terendah sehingga pendekatan ini dapat digunakan untuk mengurangi gejala dan
masalah. mungkin terbukti efektif. 20 , 87
Selain itu, depresi dan kecemasan telah terbukti mengurangi tingkat aktivitas fisik seseorang, dan olahraga
menyembuhkan gejala-gejala ini. 88 Berolahraga mengurangi kecemasan dan depresi, keparahan dispnea dan
kelelahan yang dirasakan, serta meningkatkan kualitas hidup, terutama pada pasien PPOK lanjut usia. 12 , 89 , 90
Sebaliknya, efek olahraga terhadap depresi dan kecemasan tidak diketahui pada pasien kanker paru stadium
lanjut. Meskipun gejala kelelahan, nyeri, dan sesak napas pada 171 pasien kanker paru stadium lanjut dengan
rata-rata usia 63 tahun didefinisikan sebagai tingkat keparahan rendah (1 hingga 3 pada skala angka 0–10),
gejala ini terbukti efektif secara signifikan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari mereka. , berjalan, bekerja, dan
suasana hati. Selain itu, persepsi dispnea pasien telah terdeteksi dipengaruhi oleh kondisi psikologis serta gejala
seperti nyeri dan batuk. Diperkirakan bahwa, pada pasien ini, mengurangi depresi dan kecemasan akan
mengurangi keparahan dispnea dan efek negatif dispnea pada aktivitas sehari-hari. 15 Singkatnya,
menyembuhkan gejala seperti sesak napas, nyeri, dan batuk yang menyebabkan dan diperparah oleh stres
psikologis, terutama pada pasien kanker paru stadium lanjut, akan mengurangi dampak negatif penyakit ini pada
tahap awal. Atau, dukungan psikologis yang tepat yang diberikan, dimulai pada tahap awal penyakit, pasti akan
berkontribusi pada pengobatan pasien. Diperlukan penelitian yang komprehensif mengenai topik ini.
Kesimpulan
Karena masa hidup pasien kanker paru-paru metastatik semakin meningkat, kebutuhan akan aplikasi yang
memuaskan dan efektif untuk meningkatkan status fungsional dan kualitas hidup pasien kanker paru-paru sejak
tahap paling awal sangat diperlukan.
Karena faktor usia, kondisi penyakit penyerta, gejala yang kompleks, dan berbagai faktor akibat penyakit
dan pengobatannya, kebutuhan akan aplikasi fisioterapi dan rehabilitasi yang tepat, terutama pada pasien
kanker paru stadium lanjut yang perawatannya sulit, semakin jelas
terlihat. Karena hanya ada sedikit penelitian mengenai topik ini, teknik fisioterapi, yang efektivitasnya telah
terbukti pada pasien dengan penyakit paru parah, diperkirakan dapat digunakan pada pasien kanker paru
stadium lanjut. Semua pendekatan fisioterapi harus direncanakan dan diterapkan sebagai program individual
yang disesuaikan untuk pasien setelah evaluasi komprehensif. 90 Namun, uji coba yang dirancang dengan baik,
prospektif, bertenaga memadai, dan terkontrol secara acak diperlukan untuk membuktikan kemanjuran
fisioterapi dan rehabilitasi paru secara umum pada pasien dengan kanker paru stadium lanjut.

Konflik kepentingan
Para penulis menyatakan tidak ada konflik kepentingan.

Pendanaan
Penelitian ini tidak menerima hibah khusus dari lembaga pendanaan mana pun di sektor publik, komersial, atau
nirlaba.

Referensi
1. Moss M. Tahun klinis dalam tinjauan I: kanker paru-paru, penyakit pleura, tes olahraga dan rehabilitasi
paru, dan obat tidur. Proc Am Thorac Soc 2008; 15: 739–744.
2. Benzo Rp. Rehabilitasi paru pada kanker paru-paru: sebuah peluang ilmiah. J Rehabilitasi
Kardiopulm Sebelumnya 2007; 27: 61–64.
3. Temel JS, Pirl WF, Lynch TJ. Manajemen gejala komprehensif pada pasien kanker paru non-sel kecil
stadium lanjut. Klinik Kanker Paru-Paru 2006; 7: 241–249.
4. Ripamonti C, Fusco F. Masalah pernafasan pada kanker stadium lanjut. Dukungan Perawatan Canc 2002;
10: 204–216.
5. Nici L. Peran rehabilitasi paru pada pasien kanker paru. Semin Respira Crit Care Med 2009; 30: 670–674.
6. Loganathan RS, Stover DE, Shi W, Venkatraman E. Prevalensi PPOK pada wanita dibandingkan pria
pada sekitar waktu diagnosis kanker paru primer. Dada 2006; 129: 1305–1312.
7. Solà I, Thompson E, Subirana M, López C, Pascual A. Intervensi noninvasif untuk meningkatkan
kesejahteraan dan kualitas hidup pasien kanker paru-paru. Basis Data Cochrane dari Syst Rev 2004; 18:
CD004282.
8. Shannon VR. Peran rehabilitasi paru dalam penatalaksanaan pasien kanker paru. Curr Opin
Pulmon Med 2010; 16: 334–339.
9. Ries AL, Bauldoff GS, Carlin BW, Casaburi R, Emery CF, Mahler DA, dkk. Pedoman praktik klinis
berbasis bukti sendi rehabilitasi paru ACCP/AACVPR. Dada 2007; 131: 4S–42S.
10. Spruit MA, Mansour K, Wouters EFM, Hochstenbag MM. Rehabilitasi berbasis olahraga pada pasien
kanker paru-paru. Dalam: Saxton J, Daley A (eds) Latihan dan Ketahanan Kanker . New York, NY:
Springer, 2010, hlm.173–187.
11. Ozalevli S, Ilgin D, Kul Karaali H, Bulac S, Akkoclu A. Pengaruh fisioterapi dada rawat inap pada
pasien kanker paru-paru. Dukungan Perawatan Canc 2010; 18: 351–358.
12. Sachs S, Weinberg RL. Rehabilitasi paru untuk dispnea dalam rangkaian perawatan paliatif. Curr
Opin Mendukung Perawatan Palliat 2009; 3: 112–119.
13. Edmonds P, Karlsen S, Khan S, Addington-Hall J. Perbandingan kebutuhan perawatan paliatif pasien
yang meninggal akibat penyakit pernapasan kronis dan kanker paru-paru. Palliat Med 2001; 15: 287–295.
14. Shamieh O, Jazieh AR. Perawatan paliatif dan manajemen gejala untuk kanker paru-paru. Ann
Thorac Med 2010; 5: 66–69.
15. Tanaka K, Akechi T, Okuyama T, Nishiwaki Y, Uchitomi Y. Faktor yang berhubungan dengan dispnea
pada pasien kanker paru stadium lanjut: penyebab organik dan apa lagi? J Penanganan Gejala Nyeri 2002; 23:
490– 500.
16. Ripamonti C. Penatalaksanaan dispnea pada pasien kanker stadium lanjut. Dukungan
Perawatan Canc 1999; 7: 233–243.
17. Smith EL, Hann DM, Ahles TA, Furstenberg CT, Mitchell TA, Meyer L, dkk. Dispnea, kecemasan,
kesadaran tubuh, dan kualitas hidup pada pasien kanker paru. J Penanganan Gejala Nyeri 2001; 21: 323–
329.
18. Hopwood P, Stephens RJ. Depresi pada pasien kanker paru-paru: prevalensi dan faktor risiko berasal
dari data kualitas hidup. J Klinik Oncol 2000; 18: 893–903.
19.Manning HL, Schwartzstein RM. Patofisiologi dispnea. N Engl J Med 1995; 333: 1547–1553.
20. Spathis A, Booth S. Perawatan akhir hidup pada penyakit paru obstruktif kronik: mencari kematian
yang baik. PPOK Int J 2008: 3; 11–29.
21. Mahler DA, Selecky PA, Harrod CG, Benditt JO, Carrieri-Kohlman V, Curtis JR, dkk. Pernyataan
konsensus dokter dada di American College tentang pengelolaan dispnea pada pasien dengan penyakit paru
atau jantung stadium lanjut. Dada 2010; 137: 674–691.
22. McCormick JR. Rehabilitasi paru dan perawatan paliatif. Semin Respira Crit Care Med 2009; 30: 684–699.
23. Fisher S, Lowrie D. Manajemen sesak. Dalam: Rankin J, Murtagh N, Cooper J, Lewis S (eds)
Rehabilitasi dalam Perawatan Kanker . AS: Wiley-Blackwell, 2008, hlm.302–308.
24. Corner J, Plant H, A'Hern R, Bailey C. Intervensi non-farmakologis untuk sesak napas pada kanker paru-
paru. Palliat Med 1996; 10: 299–305.
25. Gosselink R. Teknik pernafasan pada PPOK. Chron Respir Dis 2004; 1: 163–172.
26. Schwartzstein RM, Lahive K, Paus A, Weinberger SE, Weiss JW. Stimulasi wajah dingin mengurangi
sesak napas yang terjadi pada subjek normal. Am Rev Respir Dis 1987; 136: 58–61.
27. Booth S, Farquhar M, Gysels M, Bausewein C, Higginson IJ. The impact of a breathlessness
intervention service (BIS) on the lives of patients with intractable dyspnea: a qualitative phase 1 study.
Palliat Support Care 2006; 4: 287–293.
28. Bausewein C, Booth S, Gysels M, Higginson I. Non-pharmacological interventions for breathlessness in
advanced stages of malignant and non-malignant diseases. Cochrane Database Syst Rev 2008; 2:
CD005623.
29. Filshie J, Penn K, Ashley S, Davis CL. Acupuncture for the relief of cancer-related breathlessness. Palliat
Med 1996; 10: 145–150.
30. Tiep BL, Burns M, Kao D, Madison R, Herrera J. Pursed lips breathing training using
ear oximetry. Chest 1986; 90: 218–221.
31. Breslin EH. Dyspnea-limited response in chronic obstructive pulmonary disease: reduced unsupported
arm activities. Rehabil Nurs 1992; 17: 12–20.
32. Nield MA, Soo Hoo GW, Roper JM, Santiago S. Efficacy of pursed-lips breathing: a breathing pattern
retraining strategy for dyspnea reduction. J Cardiopulm Rehabil Prev 2007; 27: 237–244.
33. Gilman SA, Banzett RB. Physiologic changes and clinical correlates of advanced dyspnea. Curr
Opin Support Palliat Care 2009; 3: 93–97.
34. Cesario A, Ferri L, Galetta D, Pasqua F, Bonassi S, Clini E, et al. Postoperative respiratory
rehabilitation after lung resection for nonsmall cell lung cancer. Lung Canc 2007; 57: 175–180.
35. Maltais F, LeBlanc P, Jobin J, Casaburi R. Peripheral muscle dysfunction in chronic obstructive
pulmonary disease. Clin Chest Med 2000; 21: 665–677.
36. Stulbarg MS, Carrieri-Kohlman V, Demir-Deviren S, Nguyen HQ, Adams L, Tsang AH, et al. Exercise
training improves outcomes of a dyspnea self-management program. J Cardiopulm Rehabil 2002; 22: 109–121.
37. Hill K, Goldstein R, Gartner EJ, Brooks D. Daily utility and satisfaction with rollators among persons
with chronic obstructive pulmonary disease. Arch Phys Med Rehabil 2008; 89: 1108–1113.
38. Thomas MJ, Simpson J, Riley R, Grant E. The impact of home-based physiotherapy interventions on
breathlessness during activities of daily living in severe COPD: a systematic review. Physiotherapy 2010; 96:
108–119.
39. Clarka MM, Novotnyb PJ, Pattenc CA, Rauscha SM, Garcesd YI, Jatoie A, et al. Motivational readiness
for physical activity and quality of life in long-term lung cancer survivors. Lung Canc 2008; 61: 117–122.
40. Wagner PD. Skeletal muscles in chronic obstructive pulmonary disease: deconditioning,
or myopathy? Respirology 2006; 11: 681–686.
41. Grangera CL, McDonaldb CF, Berneyc S, Chaoc C, Denehy L. Exercise intervention to improve
exercise capacity and health related quality of life for patients with Non-small cell lung cancer: a systematic
review. Lung Canc 2011; 72: 139–153.
42. Rueda JR, Solà1 I, Pascual A, Casacuberta MS. Non-invasive interventions for improving well-being and
quality of life in patients with lung cancer. Cochrane Database Syst Rev 2011; 7: CD004282.
43. Jones LW, Eves ND, Kraus WE, Potti A, Crawford J, Blumenthal JA, et al. The lung cancer exercise
training study: a randomized trial of aerobic training, resistance training, or both in postsurgical lung
cancer patients: rationale and design. BMC Canc 2010; 10: 155.
44. Deschenes MR, Kraemer WJ. Performance and physiologic adaptations to resistance training. Am J
Phys Med Rehabil 2002; 81: S3–S16.
45. Oldervolla LM, Kaasaa S, Hjermstadc MJ, Lundb JA, Loge HJ. Physical exercise results in the improved
subjective well-being of a few or is effective rehabilitation for all cancer patients? Eur J Canc 2004; 40: 951–
996.
46. Troosters T, Probst VS, Crul T, Pitta F, Gayan-Ramirez G, Decramer M, et al. Resistance training
prevents deterioration in quadriceps muscle function during acute exacerbations of chronic obstructive
pulmonary disease. Am J Respir Crit Care Med 2010; 81: 1072–1077.
47. Kortianou EA, Nasis IG, Spetsioti ST, Daskalakis AM, Vogiatzis I. Effectiveness of interval
exercise training in patients with COPD. Cardiopulm Phys Ther J 2010; 21: 12–19.
48. Puhan MA, Schünemann HJ, Buesching G, vanOort E, Spaar A, Frey M. COPD patients' ability to
follow exercise influences short-term outcomes of rehabilitation. Eur Respir J 2008; 31: 304–310.
49. Dolmage TE, Goldstein RS. Effects of one-legged exercise training of patients with COPD. Chest 2008;
133: 370–376.
50. Temel JS, Greer JA, Goldberg S, Vogel PD, Sullivan M, Pirl WF, et al. A structured exercise program
for patients with advanced non-small cell lung cancer. J Thorac Oncol 2009; 4: 595–601.
51. Adamsen L, Quist M, Midtgaard J, Andersen C, Møller T, Knutsen L, et al. The effect of a
multidimensional exercise intervention on physical capacity, well-being and quality of life in cancer patients
undergoing chemotherapy. Support Care Canc 2006; 14: 116–127.
52. Dracup K, Evangelista LS, Hamilton MA, Erickson V, Hage A, Moriguchi J, et al. Effects of a home-
based exercise program on clinical outcomes in heart failure. Am Heart J 2007; 154: 877–883.
53. Mock V, Pickett M, Ropka ME, Muscari Lin E, Stewart KJ, Rhodes VA, et al. Fatigue and quality of
life outcomes of exercise during cancer treatment. Canc Pract 2001; 9: 119–127.
54. Spruit MA, Janssen PP, Willemsen SC, Hochstenbag MM, Wouters EF. Exercise capacity before and
after an 8-week multidisciplinary inpatient rehabilitation program in lung cancer patients: a pilot study. Lung
Canc 2006; 52: 257–260.
55. Jones LW, Eves ND, Peterson BL, Garst J, Crawford J, West MJ, et al. Safety and feasibility of aerobic
training on cardiopulmonary function and quality of life in postsurgical nonsmall cell lung cancer patients:
a pilot study. Cancer 2008; 113: 3430–3439.
56. Riesenberg H, Lübbe AS. In-patient rehabilitation of lung cancer patients-a prospective study. Support
Care Canc 2010; 18: 877–882.
57. Dimeo FC. Effects of exercise on cancer-related fatigue. Cancer 2001; 92: 1689–1693.
58. Adamsen L, Midtgaard J, Andersen C, Quist M, Moeller T, Roerth M. Transforming the nature of
fatigue through exercise: qualitative findings from a multidimensional exercise programme in cancer
patients undergoing chemotherapy. Eur J Canc Care (Engl). 2004; 13: 362–370.
59. Gosselink R. Physiotherapy in respiratory disease. Breathe 2006; 3: 31–39.
60. Sillen MJ, Speksnijder CM, Eterman RM, Janssen PP, Wagers SS, Wouters EF, et al. Effects of
neuromuscular electrical stimulation of muscles of ambulation in patients with chronic heart failure or COPD:
a systematic review of the English-language literature. Chest 2009; 136: 44–61.
61. Burtin C, Decramer M, Gosselink R, Janssens W, Troosters T. Rehabilitation and acute exacerbations.
Eur Respir J 2011; 38: 702–712.
62. Crevenna R, Marosi C, Schmidinger M, Fialka-Moser V. Neuromuscular electrical stimulation for a
patient with metastatic lung cancer: a case report. Support Care Canc 2006; 14: 970–973.
63. Maddocks M, Mockett S, Wilcock A. The effect of a physical exercise program in palliative care: a phase
II study. J Pain Symptom Manage 2006; 32: 513–513.
64. Ahlberg K, Ekman T, Gaston-Johansson F, Mock V. Assessment and management of cancer-related
fatigue in adults. Lancet 2003; 362: 640–650.
65. Hung R, Krebs P, Coups EJ, Feinstein MB, Park BJ, Burkhalter J, et al. Fatigue and functional
ımpairment in early-stage non-small cell lung cancer survivors. J Pain Symptom Manage 2011; 41: 426–435.
66. Brown DJ, McMillan DC, Milroy R. The correlation between fatigue, physical function, the systemic
ınflammatory response, and psychological distress in patients with advanced lung cancer. Cancer 2005; 103:
377–382.
67. Curtis EB, Krech R, Walsh TD. Common symptoms in patients with advanced cancer. J Palliat Care
1991; 7: 25–29.
68. Winningham ML. Strategies for managing cancer-related fatigue syndrome: a
rehabilitation approach. Cancer 2001; 92: 988–997.
69. Lacasse Y, Goldstein R, Lasserson TJ, Martin S. Pulmonary rehabilitation for chronic obstructive
pulmonary disease. Cochrane Database Syst Rev 2006; 18: CD003793.
70. Okuyama T, Tanaka K, Akechi T, Kugaya A, Okamura H, Nishiwaki Y, et al. Fatigue in
ambulatory patients with advanced lung cancer: prevalence, correlated factors, and screening. J Pain
Symptom Manage 2001; 22: 554–564.
71. Cramp F, Daniel J. Exercise for the management of cancer-related fatigue in adults. Cochrane Database
Syst Rev 2012; 11: CD006145.
72. Woo K. Physical activity as a mediator between dyspnea and fatigue in patients with chronic
obstructive pulmonary disease. Can J Nurs Res 2000; 32: 85–98.
73. Dimeo FC, Thomas F, Raabe-Menssen C, Pröpper F, Mathias M. Effect of aerobic exercise and
relaxation training on fatigue and physical performance of cancer patients after surgery. A randomised
controlled
trial. Support Care Canc 2004; 12: 774–779.
74. Mock V, Atkinson A, Barsevick AM, Berger AM, Cimprich B, Eisenberger MA, et al. Cancer-related
fatigue. Clinical practice guidelines in oncology. J Natl Compr Canc Netw 2007; 5: 1054–1078.
75. Hopwood P, Stephens RJ. Symptoms at presentation for treatment in patients with lung cancer:
implications for the evaluation of palliative treatment. The medical research council (MRC) lung cancer
working party. Br J Canc 1995; 71: 633–636.
76. Conway M, Macbeth F. Lung cancer and other thoracic tumours. In: Smith M, Ball V (eds)
Cardiovascular respiratory physiotherapy. UK: Mosby Inter Lim, 1998, pp. 145–153.
77. Hill K, Patman S, Brooks D. Effect of airway clearance techniques in patients experiencing an acute
exacerbation of chronic obstructive pulmonary disease: a systematic review. Chron Respir Dis 2010; 7: 9–17.
78. Ambrosino N, Callegari G, Galloni C, Brega S, Pinna G: Clinical evaluation of oscillating positive
expiratory pressure for enhancing expectoration in diseases other than cystic fibrosis. Monaldi Arch
Chest Dis 1995; 50: 269–275.
79. Claessens MT, Lynn J, Zhong Z, Desbiens NA, Phillips RS, Wu AW, et al. Dying with lung cancer or
chronic obstructive pulmonary disease: insights from SUPPORT: Study to understand prognoses and
preferences for outcomes and risks of treatments. J Am Geriatr Soc 2000; 48: S146–S153.
80. Hurlow A, Bennett MI, Robb KA, Johnson MI, Simpson KH, Oxberry SG. Transcutaneous electric
nerve stimulation (TENS) for cancer pain in adults. Cochrane Database Syst Rev 2012;14: CD006276.
81. Smith MC, Yamashita TE, Bryant LL, Hemphill L, Kutner JS. Providing massage therapy for people
with advanced cancer: what to expect. J Altern Complem Med 2009; 15: 367–371.
82. Kutner JS, Smith MC, Corbin L, Hemphill L, Benton K, Yamashita TE. Massage therapy vs. Simple
touch to improve pain and mood in patients with advanced cancer: a randomized trial. Ann Intern Med 2008;
149: 369–379.
83. Bailey C. Palliative care breathlessness. NT Learn Curve 1997; 1: 5–8.
84. Renfroe KL. Pengaruh relaksasi progresif terhadap dispnea dan keadaan kecemasan pada pasien
penyakit paru obstruktif kronik. Jantung Paru 1988; 17: 408–413.
85. Kunik ME, Braun U, Stanley MA, Wristers K, Molinari V, Stoebner D, dkk. Terapi perilaku kognitif
satu sesi untuk pasien lanjut usia dengan penyakit paru obstruktif kronik. Psikologi Med 2001; 31: 717–723.
86. Taylor NF, Dodd KJ, Damiano DL. Latihan resistensi progresif dalam terapi fisik: ringkasan
tinjauan sistematis. Fisika Ada 2005; 85: 1208–1223.
87. Paz-Díaz H, Montes de Oca M, López JM, Celli BR. Rehabilitasi paru memperbaiki depresi,
kecemasan, dispnea dan status kesehatan pada pasien PPOK. Am J Phys Med Rehabilitasi 2007; 86: 30–36.
88. Barbour KA, Edenfield TM, Blumenthal JA. Latihan sebagai pengobatan untuk depresi dan
gangguan kejiwaan lainnya: review. J Rehabilitasi Kardiopulm Sebelumnya 2007; 27: 359–367.
89. Emery CF, Schein RL, Hauck ER, MacIntyre NR. Hasil psikologis dan kognitif dari uji coba olahraga
secara acak di antara pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik. Psikologi Kesehatan 1998; 17: 232–240.
90. Wulff CN, Thygesen M, Søndergaard J, Vedsted P. Manajemen kasus yang digunakan untuk
mengoptimalkan jalur perawatan kanker: tinjauan sistematis. Pelayanan Kesehatan BMC Res 2008; 8: 227.

Link Dampak fisioterapi pada pasien kanker paru stadium lanjut - Sevgi Ozalevli, 2013 (journals-sagepub-
com.translate.goog)
SOP FISIOTERAPI DADA

STANDARD OPERSIONAL PROSEDUR

A. PENGERTIAN
Tindakan untuk melepaskan sekret dari saluran nafas bagian bawah

B. TUJUAN
1. Membebaskan jalan nafas dari akumulasi secret
2. Mengurangi sesak nafas akibat akumulasi secret
C. PETUGA
S Perawat

D. PERALATAN
1. Kertas tissue
2. Bengkok
3. Perlak/alas
4. Sputum pot berisi desinfektan
5. Air minum hangat
E. PROSEDUR PELAKSANAAN
1. Tahap PraInteraksi
a. Mengecek program terapi
b. Mencuci tangan
c. Menyiapkan alat
2. Tahap Orientasi
a. Memberikan salam dan sapa nama pasien
b. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
c. Menanyakan persetujuan/kesiapan pasien
3. Tahap Kerja
a. Menjaga privacy pasien
b. Mengatur posisi sesuai daerah gangguan paru
c. Memasang perlak/alas dan bengkok (di pangkuan pasien bila duduk atau di
dekat mulut bila tidur miring)
d. Melakukan clapping dengan cara tangan perawat menepuk punggung
pasien secara bergantian
e. Menganjurkan pasien inspirasi dalam, tahan sebentar, kedua tangan perawat
di punggung pasien
f. Meminta pasien untuk melakukan ekspirasi, pada saat yang bersamaan
tangan perawat melakukan vibrasi
g. Meminta pasien menarik nafas, menahan nafas, dan membatukkan dengan kuat
h. Menampung lender dalam sputum pot
i. Melakukan auskultasi paru
j. Menunjukkan sikap hati-hati dan memperhatikan respon pasien
4. Tahap Terminasi
a. Melakukan evaluasi tindakan
b. Berpamitan dengan klie
c. Membereskan alat
d. Mencuci tangan
e. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP )

Teknik Mengatasi Nyeri Atau Relaksasi Nafas Dalam

A. Pengertian :
Merupakan metode efektif untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien yang mengalami
nyerikronis. Rileks sempurna yang dapat mengurangi ketegangan otot, rasa jenuh,
kecemasansehingga mencegah menghebatnya stimulasi nyeri. Ada tiga hal yang
utama dalam teknik relaksasi

1. Posisikan pasien dengan tepat


2. Pikiran beristirahat
3. .Lingkungan yang tenangTujuan :Untuk menggurangi atau menghilangkan rasa nyeri
B. Tujuan
Untuk menggurangi atau menghilangkan rasa nyeriIndikasi :Dilakukan untuk
pasien yang mengalami nyeri kronis

C. Prosedur pelaksanaan :
1. Tahap prainteraksi
a. Membaca status pasien
b. Mencuci tangan
c. Menyiapkan alat
2. Tahap orintasi
a. Memberikan salam teraupetik
b. Validasi kondisi pasien
c. Menjaga privacy pasien
d. Menjelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan kepada pasien dan
keluarga
3. Tahap kerja
a. Memberi kesempatan kepada pasien untuk bertanya bila ada sesuatu yang kurang
dipahami/jelas
b. Atus posisi pasien agar rileks tanpa adanya beban fisik
c. Instruksikan pasien untuk melakukan tarik napas dalam sehingga rongga
paru berisi udara, intruksikan pasien dengan cara perlahan.
d. Menghembuskan udara membiarkannya keluar dari setiap anggota tabuh, pada
saat bersamaan minta pasien untuk memusatkan perhataiannya pada sesuatu hal
yang indah dan merasakan betapa nikmatnya rasanya
e. Instruksikan pasien buat bernafas dengan irama normal beberapa saat (1-2) menit
f. Instruksikan pasien untuk kembali menarik nafas dalam, kemudian
menghembuskannya dengan cara perlahan
g. Merasakan saat ini udara mulai mengalir dari tangan, kaki menuju keparu-paru
seterusnya rasakan udara mengalir keseluruh bagian anggota tubuh
h. Minta pasien untuk memusatkan perhatian pad kaki dan tangan dan merasakan
keluar dari ujung-ujung jari tangan dan kaki dan rasakan kehangatannya
i. Minta pasien untuk memusatkan perhatian pada kaki dan tangan, udara yang
mengalir dan merasakan keluar dari ujung-ujung jari tangan dan kai dan rasakan
kehangatanya
j. Instruksiakan pasien untuk mengulani teknik-teknik ini apa bila rasa nyeri
kembali lagi
k. Setelah pasien merasakan ketenangan, minta pasien untuk melakukan secara
mandiri
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi hasil kegiatan
b. Lakukan kontrak untuk kegistsn selanjutnya
c. Akhiri kegiatan dengan baik
d. Cuci tangan
5. Dokumentasi
a. Catat waktu pelaksaan tindakan
b. Catat respon pasien
c. Paraf dan nama perawat juga (Sumber: Murni, 2014)
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) BATUK EFEKTIF

BATUK EFEKTIF
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR
PENGERTIAN Latihan mengeluarkan secret yang terakumulasikan dan
mengganggu di saluran nafas dengan cara dibatukkan
TUJUAN 1. membebaskan jalan nafas dari akumulasi secret
2. mengeluarkan sputum untuk pemeriksaan diagnostic
Laboraturium
3. mengurangi sesak nafas akibat akumulasi sekret
KEBIJAKAN 1. klien dengan gangguan saluran nafas akibat akumulasi
sekret
2. pemeriksaan diagnostic sputum di laboraturium
PETUGAS Perawat
PERALATAN a. tempat sputum
b. Tissu
c. Stestoskop
d. Hanscoon
e. Masker
f. Air putih hangat dalam gelas
PROSEDUR Tahap prainteraksi
PERALATAN 1. Mengecek program terapi
2. Mencuci tangan
3. Menyiapkan alat
Tahap orientasi
1. Memberikan salam dan nama klien
2. Menjelaskan tujuan dan sapa nama klien
Tahap kerja
1. Menjaga privasi klien
2. Mempersiapkan klien
3. Meminta klien meletakkan satu tangan di dada
dan satu tangan di perut
4. Melatih klien tuberkulosis melakukan napas
perut (menarik napas dalam melalui hidung
hingga 3 hitungan, jaga mulut tetap tertutup)
5. Meminta klien tuberkulosis
merasakan mengembangnya perut
6. Meminta klien tuberkulosis menahan napas hingga
3 hitungan
7. Meminta klien tuberkulosis menghembuskan napas
perlahan dalam 3 hitungan (lewat mulut, bibir
seperti meniup)
8. Meminta klien tuberkulosis merasakan
mengempisnya perut
9. Memasang perlak/alas dan bengkok (di pangkuan
penderita tuberkulosis bila duduk atau di dekat mulut
bila tidur miring)
10. Meminta penderita tuberkulosis untuk melakukan
napas dalam 2 kali, pada inspirasi yang ketiga
tahan napas dan batukkan dengan kuat
11. Menampung lendir ditempat pot yang telah disediakan
tadi
LINK VIDEO
Link Video Fisio Terapi Dada
https://youtu.be/BMtigRxmw_E
Link Video Teknik Relaksasi Nafas Dalam
https://youtu.be/AayrX_MysQs
Link Video Batuk Efektif
https://youtu.be/LEx5zI4lDtw
KUMPULAN LOGBOOK
STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

MINGGU KE 2

DISUSUN OLEH:

HENY TRIANY. NZ, S.ST


NIM. 891232011

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN


PROFESI NERS

STIKES YARSI PONTIANAK


TAHUN 2023
LOGBOOK KEGIATAN HARIAN
Nama : Heny Triany. NZ, S.ST
NIM 891232011
Ruangan : Perawatan Kelas IB
Tanggal : 09 Oktober 2023

No Waktu Kegiatan Paraf


1 07.00 WIB Melakukan hand over dan ronde keperawatan
2 08.30 WIB Menyusun Laporan Pendahuluan Berdasarkan Kasus yang
telah ditemukan
3 09.30 WIB Melakukan kontrak waktu dengan pasien
4 10.30 WIB Mencari dan melakukan survey awal pada pasien
5 11.30 WIB Melakukan observasi tanda-tanda vital
6 12.30 WIB Mengevaluasi kembali program pasien
7 13.30 WIB Melakukan pendokumentasian pada status pasien
8 14.30 WIB Serah terima shif jaga dengan dinas sore

Singkawang, 9 Oktober 2023


Mengetahui
PEMBIMBING AKADEMIK

NS. UTI RUSDIAN HIDAYAT, M.KEP


LOGBOOK KEGIATAN HARIAN
Nama : Heny Triany. NZ, S.ST
NIM 891232011
Ruangan : Perawatan Kelas IB
Tanggal : 10 Oktober 2023

No Waktu Kegiatan Paraf


1 07.00 WIB Melakukan hand over dan ronde keperawatan

2 08.30 WIB Melakukan Kontrak dengan pasien


3 09.30 WIB Melakukan pengkajian dasar pada pasien
4 10.30 WIB Menyusun intervensi keperawatan yang akan di lakukan
5 11.00 WIB Melakukan implementasi keperawatan dg diagnose
ketidakefektifan kebersihan jalan nafas
6 11.30 WIB Melakukan implementasi keperawatan dengan diagnose
nyeri akut
7 12.00 WIB Melakukan implementasi keperawatan dengan diagnose
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
8 12.30 WIB Melakukan observasi TTV
9 13.30 WIB Mencatat dan membuat laporan asuhan keperawatan pada
hari pertama
10 14.30 WIB Serah terima shif jaga dengan dinas sore

Singkawang, 10 Oktober 2023


Mengetahui
PEMBIMBING AKADEMIK

NS. UTI RUSDIAN HIDAYAT, M.KEP


LOGBOOK KEGIATAN HARIAN
Nama : Heny Triany. NZ, S.ST
NIM 891232011
Ruangan : Perawatan Kelas IB
Tanggal : 11 Oktober 2023

No Waktu Kegiatan Paraf


1 07.00 WIB Melakukan hand over dan ronde keperawatan

2 08.30 WIB Melakukan Kontrak dengan pasien


3 09.30 WIB Melakukan pengkajian dasar pada pasien
4 10.30 WIB Menyusun intervensi keperawatan yang akan di lakukan
5 11.00 WIB Melakukan implementasi keperawatan dg diagnose
ketidakefektifan kebersihan jalan nafas
6 11.30 WIB Melakukan implementasi keperawatan dengan diagnose
nyeri akut
7 12.00 WIB Melakukan implementasi keperawatan dengan diagnose
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
8 12.30 WIB Melakukan observasi TTV
9 13.30 WIB Mencatat dan membuat laporan asuhan keperawatan pada
hari pertama
10 14.30 WIB Serah terima shif jaga dengan dinas sore

Singkawang, 11 Oktober 2023


Mengetahui
PEMBIMBING AKADEMIK

NS. UTI RUSDIAN HIDAYAT, M.KEP


LOGBOOK KEGIATAN HARIAN
Nama : Heny Triany. NZ, S.ST
NIM 891232011
Ruangan : Perawatan Kelas IB
Tanggal : 12 Oktober 2023

No Waktu Kegiatan Paraf


1 07.00 WIB Melakukan hand over dan ronde keperawatan

2 08.30 WIB Melakukan Kontrak dengan pasien


3 09.30 WIB Melakukan pengkajian dasar pada pasien
4 10.30 WIB Menyusun intervensi keperawatan yang akan di lakukan
5 11.00 WIB Melakukan implementasi keperawatan dg diagnose
ketidakefektifan kebersihan jalan nafas
6 11.30 WIB Melakukan implementasi keperawatan dengan diagnose
nyeri akut
7 12.00 WIB Melakukan implementasi keperawatan dengan diagnose
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
8 12.30 WIB Melakukan observasi TTV
9 13.30 WIB Mencatat dan membuat laporan asuhan keperawatan pada
hari pertama
10 14.30 WIB Serah terima shif jaga dengan dinas sore

Singkawang, 12 Oktober 2023


Mengetahui
PEMBIMBING AKADEMIK

NS. UTI RUSDIAN HIDAYAT, M.KEP


LOGBOOK KEGIATAN HARIAN
Nama : Heny Triany. NZ, S.ST
NIM 891232011
Ruangan : Perawatan Kelas IB
Tanggal : 13 Oktober 2023

No Waktu Kegiatan Paraf


1 07.00 WIB Melakukan hand over dan ronde keperawatan
2 08.30 WIB Mencari jurnal untuk melengkapi literatur
3 09.30 WIB Menyelesaikan pembuatan askep
4 10.30 WIB Observasi TTV pada pasien
5 11.30 WIB Melakukan dokumentasi tindakan pada catatan terintegrasi
6 12.00 WIB Melakukan konsultasi askep kepada dosen pembimbing

Singkawang, 13 Oktober 2023


Mengetahui
PEMBIMBING AKADEMIK

NS. UTI RUSDIAN HIDAYAT, M.KEP


LOGBOOK KEGIATAN HARIAN
Nama : Heny Triany. NZ, S.ST
NIM 891232011
Ruangan : Perawatan Kelas IB
Tanggal : 14 Oktober 2023

No Waktu Kegiatan Paraf


1 07.00 WIB Melakukan hand over dan ronde keperawatan
2 08.30 WIB Melakukan perawatan luka
3 09.30 WIB Melakukan edukasi pada pasien sebelum pulang
4 10.30 WIB Melakukan pemeriksaan ulang laporan pendahuluan dan
askep sebelum diserahkan kepada dosen pembimbing
5 11.00 WIB Melakukan observasi tanda-tanda vital kepada pasien
6 11.30 WIB Melakukan dokumentasi tindakan pada catatan terintegrasi
7 12.00 WIB Melakukan implementasi keperawatan dengan diagnose
Infeksi
8 12.30 WIB Melakukan implementasi keperawatan dengan diagnosa
intoleransi aktivitas
9 13.30 WIB Mencatat dan membuat laporan asuhan keperawatan pada
hari ketiga
10 14.30 WIB Serah terima shif jaga dengan dinas sore

Singkawang, 14 Oktober 2023


Mengetahui
PEMBIMBING AKADEMIK

NS. UTI RUSDIAN HIDAYAT, M.KEP


INSTRUMEN PENILAIAN PENDOKUMENTASIAN LAPORAN

Nama mahasiswa: Heny Triany. NZ NIM: 891232011

Skor penilaian
Komponen yang dinilai
1 2 3 4
A Laporan pendahuluan (20%)
1. Kesesuaian sistematika penulisan
2. Kesesuaian LP dengan masalah klien
3. Ketepatan rumusan mekanisme terjadinya masalah
4. Kebenaran rumusan pathway
5. Kelengkapan diagnosa keperawatan
6. Ketepatan rumusan tujuan dan kriteria hasil
7. Ketepatan rumusan tindakan keperawatan dan rasionalnya
8. Rujukan daftar pustaka mutakhir
Total skor

C Laporan askep kasus kelolaan (60%)


1. Kesesuaian sistematika penulisan
2. Kelengkapan pengkajian data dasar
3. Ketepatan identifikasi data fokus
4. Ketepatan analisis data
5. Ketepatan rumusan pathway
6. Ketepatan dan kesesuaian rumusan diagnosa keperawatan dengan kasus
7. Ketepatan penentuan prioritas diagnosa keperawatan
8. Ketepatan rumusan tujuan dan kriteria hasil (SMART)

9. Ketepatan rumusan fokus intervensi (SONEC) dan rasionalnya


10. Ketepatan jurnal dengan intervensi
11. Ketepatan video dengan intervensi
12. Ketepatan SOP beserta pembahasannya
Total skor
Nilai = total skor x 100
48

Paraf dan nama penilai

Keterangan :
1 = Kurang
2 = Cukup
3 = Baik
4 = Sangat Baik
FORMAT PENILAIAN
KINERJA KLINIK (SIKAP) PRAKTIK PROFESI KMB
Nama : Heny Triany. NZ NIM: 891232011

Range
No Komponen yang dinilai Nilai Keterangan
nilai
A Komunikasi
1 Membina hubungan kepercayaan dengan klien di 0–4
gambarkan di dalam rencana intervensi askep
2 Responsif terhadap klien di gambarkan di dalam 0–4
intervensi
askep
3 Melakukan pendokumentasian dan pelaporan
0–4
Askep
B Keterampilan dasar
1 Melakukan pengkajian (anamnesa, pemeriksaan
fisik dan studi dokumenter) di gambarkan di dalam 0–4
pengkajian askep
2 Memberikan askep pada klien dan keluarga
dengan baik di gambarkan di dalam intervensi 0–4
askep
3 Melakukan tindakan pencegahan infeksi di 0–4
gambarkan di dalam intervensi askep
4 Menciptakan keamanan dan kenyamanan di 0–4
gambarkan di dalam intervensi askep
5 Menggunakan alat secara tepat guna di gambarkan 0–4
di dalam intervensi askep
6 Bereaksi cepat dan tepat sesuai kondisi klien di 0–4
gambarkan di dalam intervensi askep
C Perilaku profesional
1 Bersikap sopan dan santun yang di gambarkan di 0–4
dalam intervensi askep
2 Melakukan komunikasi pada klien dan keluarga
secara terapeutik di gambarkan di dalam intervensi 0–4
askep
3 Melakukan sikap tanggung jawab dan tanggung
0–4
Gugat di gambarkan di dalam intervensi askep
4 Mempertahankan etika keperwatan di gambarkan 0–4
di dalam intervensi askep
5 Menghargai hak asasi dan keunikan klien di 0–4
gambarkan di dalam intervensi askep
6 Mampu bekerjasama dan berpartisipasi dalam
0-4
kegiatan daring
Total skor
Total skor
Nilai = x 100% =
60

Anda mungkin juga menyukai