Oleh Kelompok 6 :
Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas dari mata kuliah keperawatan
komunitas 2.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mengalami kesulitan karena adanya
pandemi covid-19 yang menyebabkan keharusan untuk menjaga jarak sehingga minim
informasi yang kami dapat dari masyarakat dan minimnya observasi, namun berkat bimbingan,
petunjuk, serta dorongan dari pihak terkait, maka laporan ini dapat diselesaikan dengan baik,
untuk ini kami menyampaikan terimakasih kepada:
Demikian semoga setiap bantuan yang telah diberikan dapat menjadi ladang kebaikan
serta balasan pahala dari ALLAH SWT atas segala amal yang telah diberikan dan semoga
laporan ini berguna baik bagi diri kami sendiri maupun pihak lain yang memanfaatkannya.
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN
HALAMAN JUDUL.................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................iii
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Lansia merupakan seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menua bukanlah
suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan
perubahan kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam
menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh, seperti didalam Undang-Undang No
13 tahun 1998 yang isinya menyatakan bahwa pelaksanaan pembangunan nasional yang
bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UndangUndang
Dasar 1945, telah menghasilkan kondisi sosial masyarakat yang makin membaik dan
usia harapan hidup makin meningkat, sehingga jumlah lanjut usia makin bertambah. Banyak
diantara lanjut usia yang masih produktif dan mampu berperan aktif dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut
usia pada hakikatnya merupakan pelestarian nilai-nilai keagamaan dan budaya bangsa
(Kholifah,2016).
WHO mengatakan di kawasan Asia Tenggara populasi Lansia sebesar 8% atau sekitar
142 juta jiwa. Pada tahun 2050 diperkirakan populasi Lansia meningkat 3 kali lipat dari tahun
ini. Pada tahun 2000 jumlah Lansia sekitar 5,300,000 (7,4%) dari total populasi, sedangkan pada
tahun 2010 jumlah Lansia 24,000,000 (9,77%) dari total populasi, dan tahun 2020 diperkirakan
jumlah Lansia mencapai 28,800,000 (11,34%) dari total populasi. Sedangkan di Indonesia
sendiri pada tahun 2020 diperkirakan jumlah Lansia sekitar 80.000.000 (Kemenkes RI, 2020).
Di abad ke-21 tantangan khusus bidang kesehatan dari terus meningkatnya jumlah Lansia
yaitu timbulnya masalah degeneratif dan Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti diabetes,
hipertensi, dan gangguan-gangguan kesehatan jiwa yaitu depresi, demensia, gangguan cemas,
sulit tidur. Penyakit-penyakit tersebut, akan menimbulkan permasalahan jika tidak diatasi atau
tidak dilakukan pencegahan, karena ini akan menjadi penyakit yang bersifat kronis dan multi
patologis (Kemenkes RI, 2020).
Tahap usia lanjut merupakan tahap di mana terjadi penurunan fungsi tubuh. Penuaan
yaitu perubahan kumulatif pada makhluk hidup, termasuk tubuh, jaringan dan sel,
yang mengalami penurunan kapasitas fungsional. Pada manusia, penuaan dihubungkan
dengan perubahan degeneratif pada kulit, tulang jantung, pembuluh darah, paru-paru, saraf
dan jaringan tubuh lainya. Kemampuan regeneratif pada lansia terbatas, mereka lebih
rentan terhadap berbagai penyakit (Kholifah, 2016). Penyakit pada lansia menyebabkan
kemunduran dari segi fisik dan juga segi kognitif. Salah satu penyakit yang diderita pada lansia
dalam segi kognitif dan fisik yaitu demensia dan inkontensia urin.
Demensia merupakan kemunduran kognitif yang sedemikian beratnya, sehingga
mengganggu aktivitas sosial dan pekerjaannya. Pada demensia juga terdapat gangguan kognisi
lain seperti bahasa, orientasi, kemampuan membuat keputusan, berpikir abstrak, gangguan emosi
dan perilaku (Sigalingging et.al, 2020 ). Selain demensia penyakit inkontensia urin juga salah
satu penyakit degeneratif yang juga diderita pada lansia. Menurut Juananda, et al (2017).
Inkontinensia urin (IU) adalah salah satu masalah kesehatan yang sering dijumpai pada lansia.
Hal tersebut jarang disampaikan oleh pasien maupun keluarga karena dianggap memalukan
(tabu) atau wajar terjadi pada lansia sehingga tidak perlu diobati. IU diketahui bukan sebagai
penyakit, melainkan suatu gejala yang dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan, sosial,
psikologi serta dapat menurunkan kualitas hidup. IU merupakan keluarnya urin tidak disadari
dan pada waktu yang tidak diinginkan (tanpa memperhatikan frekuensi dan jumlah) yang
mengakibatkan masalah sosial dan higienisitas penderitanya
Asuhan keperawatan merupakan tindakan perawat dalam memberikan pelayanan
kesehatan secara kolaboratif yaitu bekerjasama dengan tim medis lainnya. Hal ini dilakukan
untuk mewujudkan asuhan keperawatan yang Holistic dan menyeluruh serta menjadi tanggung
jawab perawat dalam tatanan pelayanan. Asuhan keperawatan terdiri dari beberapa tahap. Yang
pertama di lakukan yaitu pengkajian yang berguna untuk mengumpulkan data baik secara
subjektif maupun objektif. Setelah di lakukan pengkajian, tahap selanjutnya adalah menentukan
diagnosa keperawatan (Berutu.R.J.B, 2020). Tujuan asuhan keperawatan ini ditujukan khususnya
untuk memberikan pelayanan keperawatan kepada keluarga yang memiliki anggota keluarga
dalam lanjut usia (lansia) yang mengalami masalah kesehatan akibat proses penuaan (proses
degeneratif) menggunakan pendekatan asuhan keperawatan pada gerontik serta melakukan
asuhan keperawatan komunitas dengan berbagai agregat (berdasarkan setting tempat, penyakit,
usia) dengan pendekatan komunitas sebagai mitra (community as partner).
1. Untuk mengetahui tentang asuhan keperawatan pada agregat komunitas lansia dengan
demensia .
2. Untuk mengetahui tentang asuhan keperawatan pada agregat komunitas lansia dengan
inkontensia urin.
I.4. Manfaat Penelitian
I.4.1. Manfaat Praktis
Bagi masyarakat:
1. Memberikan pengetahuan dan wawasan pada mahasiswa IKBIS mengenai asuhan
keperawatan pada agregat komunitas lansia dengan demensia dan inkontensia urin.
2. Mahasiswa memiliki kemampuan menyusun rencana asuhan keperawatan komunitas yang
berfokus pada peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit minimal pada area sekolah
dan kesehatan kerja tersebut dengan menggunakan langkah proses keperawatan komunitas
dan pelaksanaannya menggunakan pembelajaran berbasis projek Pengabdian Masyarakat.
Berikut merupakan beberapa aspek dari Asuhan Keperawatan Agregat Komunitas, yaitu:
1. Model self-care
Menurut Dorothy Orem dalam Kholifah dan Widagdo (2016) Self-care kemandirian
untuk mempertahankan kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan komunitas dalam
keadaan, baik sehat maupun sakit.
2. Model health-care
Menurut Neuman dalam Kholifah dan Widagdo (2016) model health-care merupakan
model konsep yang menggambarkan aktifitas keperawatan yang ditujukan kepada
penekanan penurunan stress dengan memperkuat garis pertahanan diri secara fleksibel
atau normal maupun resisten dengan sasaran pelayanan adalah komunitas.
2. Terdapat pengaruh negatif dan signifikan diagnosa terhadap kepuasan pasien rawat
inap Puskesmas Takalala Kabupaten Soppeng. Sehingga bila tahap diagnosa terkait
masalah kesehatan pasien dijelaskan secara terperinci kepada pasien maka akan
menurunkan kepuasan pasien rawat inap puskesmas Takalala kabupaten Soppeng karena
tingkat stress pasien semakin bertambah jika mengetahui masalah kesehatannya.
3. Terdapat pengaruh positif dan signifikan Intervensi terhadap kepuasan pasien rawat
inap Puskesmas Takalala Kabupaten Soppeng. Sehingga bila intervensi diterapkan
dengan baik maka akan memberikan atau meningkatkan kepuasan pasien rawat inap
puskesmas Takalala kabupaten Soppeng.
4. Terdapat pengaruh positif dan signifikan implementasi terhadap kepuasan pasien rawat
inap Puskesmas Takalala Kabupaten Soppeng. Sehingga bila pelaksanaan implementasi
diterapkan dengan baik maka akan memberikan atau meningkatkan kepuasan pasien
rawat inap puskesmas Takalala kabupaten Soppeng.
5. Terdapat pengaruh positif dan signifikan evaluasi terhadap kepuasan pasien rawat inap
Puskesmas Takalala Kabupaten Soppeng. Sehingga bila evaluasi diterapkan dengan baik
maka akan memberikan atau meningkatkan kepuasan pasien rawat inap puskesmas
Takalala kabupaten Soppeng.
Aliran darah ini berfungsi sangat vital sekali membawa oksigen dan nutrisi yang
mengaliri otak.
d.Kehilangan dan penyusutan neuron atau saraf
Neuron berfungsi untuk menghantarkan impuls listrik dari satu tempat ke tempat
lainnya.
e.Penurunan neurotransmitter
Neuritransmitter yaitu suatu zat kimia yang berfungsi untuk menghubungkan antara
otak ke seluruh jaringan saaf dan mengendalikan beberapa fungsi tubuh. Jika
neuritransmitter ini mengalami penurunan maka infomasi tidak akan terserap
seluruhnya dan mengalami penurunan informasi.
f.Akumulasi lipofuscin di sel saraf
Pada lansia yang mengalami penurunan kognitif adalah di bagian memori jangka
pendek sedangkan di memori jangka panjang beberapa masih bagus. Hal ini diartikan
masih mudah mengingat peristiwa namun tidak mengingat tempat peristiwa tersebut.
3. Psycological development (Perkembangan psikologi)
Secara psycological development juga terjadi penurunan kognitif . Kemampuan
kognitif berhubungan dengan kemampuan dalam mengambil keputusan dan
memecahkan masalah setiap hari. Hal ini dalam asuhan keperawatan agregat komunitas
perawat dapat melibatkan keluarga atau lansia untuk mengambil suatu keputusan terkait
perawatan dirinya.
Asuhan keperawatan pada pasein lansia dengan emensia dan inkontensia merupakan
tindakan pemeberian pelayanan keperawtan berupa pengkajian, diagnosa, intervensi,
implementasi, sampai dengan evaluasi terhadap pasien lansia dengan penyakit demensia dan
inkontensia urin.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Klien mengatakan BAK terus-menerus, tidak bisa menahannya sehingga
mengompol.
b. Riwayat penyakit sekarang
Klien datang kerumah sakit dengan keluhan BAK terus menerus dengan
frekuensi lebih dari 10 kali dalam sehari. Klien tidak bisa menahan kencingnya
untuk pergi ke toilet sampai klien mengompol. Klien mengaku mengurangi
minum dan menahan rasa haus.
c. Riwayat penyakit keluarga
Anak klien mengatakan anggota keluarganya tidak ada yang mengalami
penyakit seperti itu sebelumnya dan tidak ada penyakit keturunan.
d. Riwayat psikologi
Klien merasa malu jika keluar rumah karena sering mengompol dan bau
kencingnya sangat menyengat.
e. Riwayat kehamilan
Klien memiliki 2 orang anak dan tidal pernah mengalami keguguran.
3. Pola fungsi kesehatan
a. Pola manajemen kesehatan/penyakit
1) Tingkat pengetahuan kesehatan/penyakit
Klien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit seperti ini.
2) Perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan
Klien mengatakan belum berobat kemanapun saat mengalami penyakit ini.
3) Faktor-faktor resiko sehubungan dengan kesehatan
Klien mengatakan tidak tahu penyebab penyakit ini.
b. Pola aktivitas dan latihan
1) Sebelum sakit
Aktifitas 0 1 2 3 4
Makan √
Mandi √
Berpakaian √
Eliminasi √
Mobilisasi di tempat tidur √
Berpindah √
Ambulasi √
Naik tangga √
2) Saat sakit
Aktifitas 0 1 2 3 4
Makan √
Mandi √
Berpakaian √
Eliminasi √
Mobilisasi di tempat √
tidur
Berpindah √
Ambulasi √
Naik tangga √
Keterangan :
1 : Mandiri
2 : Dibantu sebagian
3 : Dibantu orang lain
4 : Dibantu orang lain dan peralatan
5 : Ketergantungan / tidak mampu
c. Pola istirahat dan tidur
1) Sebelum sakit
a) Klien mengatakan tidur siang ±2 jam dari jam 13.00-15.00 WIB
b) Klien mengatakan tidur malam ±8 jam dari jam 21.00-05.00 WIB
2) Saat sakit
a) Klien mengatakan tidur siang ±2 jam dari jam 13.00-15.00 WIB
b) Klien mengatakan tidur malam ±8 jam dari jam 21.00-05.00 WIB
d. Pola nutrisi dan metabolik
1) Sebelum sakit
a) Klien mengatakan makan 3 x 1 sehari dengan menu nasi dan lauk,
habis 1 porsi
b) Klien mengatakan minum 7 – 8 gelas sehari
2) Saat sakit
a) Klien mengatakan makan 3 x 1 sehari dengan menu nasi dan lauk,
habis 1 porsi
b) Klien mengatakan minum 4 – 5 gelas sehari
e. Pola eliminasi
1) Sebelum sakit
a) Klien mengatakan BAB normal 1 kali sehari konsisten padat, bau khas
dan warna kecoklatan.
b) Klien mengatakan BAK ± 2 – 6 kali sehari, warnanya kuning bening
2) Saat sakit
a) Klien mengatakan BAB normal 1 kali sehari konsisten padat, bau khas
dan warna kecoklatan.
b) Klien mengatakan BAK ± 9 – 10 kali sehari, warnanya kuning keruh
dan bau urin menyengat.
f. Pola toleransi - koping
1) Sebelum sakit
Klien mengatakan dapat melakukan aktivitas sehari-hari (menjahit).
2) Saat sakit
Klien mengatakan merasa malu jika keluar rumah karena sering
mengompol dan bau kencingnya sangat menyengat.
g. Pola hubungan peran
1) Sebelum sakit
Klien mengatakan bisa berkumpul berbincang dengan keluarga dan
tetangganya dan menjahit.
2) Saat sakit
Klien mengatakan merasa malu untuk berkumpul berbincang dengan
tetanggannya dan sudah tidak bisa menjahit lagi.
h. Pola nilai dan keyakinan
1) Sebelum sakit
Klien mengatakan bahwa ia beribadah 5 waktu sehari.
2) Saat sakit
Klien mengatakan dapat beribadah 5 waktu sehari dan berdoa meminta
kesembuhan oleh ALLAH untuk sabar dan pasrah akan kesembuhannya
4. Pengkajian fisik
a. Penampakan umum
Keadaan umum Klien tampak sakit sedang, klien tampak
lemas.
Kesadaran Composmentis
BB 71 kg TB : 155 cm
TD:160/90mmHg 0
Suhu:37 C RR:19x/me Nadi:90x/
nit menit
b. Kepala dan leher
1) Rambut
a) Inspeksi
Rambut klien tampak bersih, berwarna hitam dan putih dan potongan
rambut pendek.
b) Palpasi
Rambut klien tampak bersih, lembut dan tidak ada nyeri tekan.
2) Mata
a) Inspeksi
Bentuk mata simetris antara kanan dan kiri dan konjungtiva pucat
pandangan kabur dan berkunang-kunang.
b) Palpasi
Tidak ada pembengkakan pada mata.
3) Telinga
a) Inspeksi
Bentuk dan posisi telinga simetris, tidak ada cairan yang keluar seperti
nanah atau darah.
b) Palpasi
Tidak ada nyeri tekan pada telinga.
4) Hidung
a) Inspeksi
Bentuk dan posisi hidung simetris, tidak ada pendarahan dan tanda –
tanda infeksi.
b) Palpasi
Tidak ada nyeri tekan pada hidung.
5) Mulut
a) Inspeksi
Bentuk mulut simetris, lidahnya berwarna putih dan mukosa bibir
kering.
b) Palpasi
Tidak ada nyeri tekan pada bagian bibir.
6) Leher
a) Inspeksi
Pada leher terlihat normal dengan gerakan ke kanan dan ke kiri.
b) Palpasi
Tidak ada nyeri tekan pada leher.
7) Dada
a) Inspeksi
Bentuk dada simetris antara kanan dan kiri.
b) Palpasi
Tidak ada benjolan dan nyeri tekan.
c) Perkusi
Tidak ada masalah.
d) Auskultrasi
Bunyi jantung normal.
8) Jantung
a) Inspeksi
Jantung tidak nampak dari luar.
b) Palpasi
Terjadi palpitasi jantung.
c) Perkusi
Tidak dilakukan pemeriksaan.
d) Aukultrasi
Detak jantung takikardi 90x/menit.
9) Abdomen
a) Inspeksi
Tampak simetris, tidak nampak lesi, bersih.
b) Palpasi
Tidak ada nyeri tekan pada abdomen, tidak ada pembesaran hepar.
c) Perkusi
Tidak flatulen.
d) Auskultrasi
Terdengar suara bising usus.
10) Inguinal dan genetalia
a) Inspeksi
Tidak tampak adanya pembengkakan.
b) Palpasi
Tidak ada nyeri tekan.
11) Ekstrimitas
a) Inspeksi
Bagian atas dan bawah tampak simetris, tidak ada deformitas,
pergerakan normal.
b) Palpasi
Tidak ada nyeri tekan pada ekstrimitas atas dan bawah.
c) Kekuatan otot
5 5
5 5
Keterangan :
0 : otot tak mampu bergerak.
1 : jika otot ditekan masih terasa ada kontraksi.
2 : dapat menggerakan otot/bagian yang lemah sesuai perintah.
3 : dapat menggerakan otot dengan tahanan.
4 : dapat bergerak dengan melawan hambatan yang ringan.
5 : bebas bergerak dan dapat melawan hambatan.
B. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
.
1. DS : Gangguan fungsi kognisi Inkontinensia
- Klien mengatakan urinarius fungsional
kencing sebanyak
lebih dari 10 kali
dalam sehari.
- Klien mengatakan
bahwa dirinya
tidak bisa menahan
kencing untuk
sampai ke toilet.
DO :
- Klien sering
mengompol.
C. Diagnosa Keperawatan
1. Inkontinensia urinarius fungsional berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif.
D. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi
. keperawatan
1. Inkontinensia Setelah dilakukan asuhan Jaga privasi klien saat
urinarius keperawatan selama 1x24 berkemih.
fungsional jam klien mampu
berhubungan mengontrol pola Modifikasi pakaian dan
dengan berkemih, dengan kriteria lingkungan untuk
gangguan : mempermudah akses ke
fungsi 1. Klien dapat toilet.
kognitif. merespon saat
kandung kemih Batasi intake cairan 2-3
penuh dengan jam sebelum tidur.
tepat waktu.
3. Membatasi intake A:
cairan 2-3 jam sebelum Masalah belum teratasi.
tidur. P:
- Respon : Klien masih Intervensi dilanjutkan :
terlihat mengompol - Memodifikasi
tetapi dalam jumlah pakaian dan
yang sedikit/jarang. lingkungan untuk
4. Menginstruksikan klien mempermudah
untuk minum minimal akses ke toilet.
1500 cc air per hari. - Membatasi intake
- Respon : Klien cairan 2-3 jam
mengatakan/tampak sebelum tidur.
tidak mengalami
dehidrasi karena output
berlebih.
BAB IV
Penutup
IV.1 Kesimpulan
IV.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Astar. F. Tamsah. H, Kadir. I (2018). The influence of nursing care services on patient
satisfaction in Takalala community health service center district Soppeng. Vol. 1 no.2
Brown J.J., Bradley, C.S., Subak, L.L., Richter, H.E., Kraus, S.R. The Sensitivity and Specificity
of a Simple Test to Distinguish Between Urge and Stress Urinary Incontinence. 2006. 144 :
715-23.
Dyah Nastiti. 2015. Pengaruh Terapi Puzzle terhadap Tingkat Demensia Lansia di Wilayah
Caturharjo Bantul. http://thesis.umy.ac.id/datapublik/t53521.pdf (diakses tanggal 18
Oktober 2016).
Erwanto. R, 2020. Asuhan Keperawatan lansia dengan Demensia (Pendekatan teori konsekuensi
Fungsional-Nanda-NOC-NIC). From : https://youtu.be/r5XJct_aLas
Ichwan. J (2019). Peran Internis Pada Tatalaksana Demensia. From :
https://www.papdi.or.id/pdfs/698/JUSRI%20ICHWANI_PERAN%20INTERNIS%20PADA
%20TATA%20LAKSANA%20DEMENSIA.pdf
Iglesias G.F.J., Caridad J.M, Martin J.P, Perez M.L. 2000. Prevalence and
Psychosocial Impact of Urinary Incontinence in Older People of Spanish Rural
Population. pp : 204-14.
Martin P.F. dan Frey R. J. 2005. Urinary Incontinence. http://www.healthline.com. ( 30 Januari
2009 )
Juananda, D. , Febriantara, D.(2017). Inkontinensia Urin pada Lanjut Usia di Panti Werdha
Provinsi Riau Urinary Incontinence among Institutionalized Elderly in Riau Provinc.
Jurnal Kesehatan Melayu pISSN: 2597-6532.
Kemenkes R.I. (2020), Populasi lansia diperkirakan terus meningkat hingga tahun 2020.
Retrieved from http://p2ptm.kemkes.go.id/kegiatan-p2ptm/aceh/populasi-lansia-
diperkirakan-terus-meningkat-hingga-tahun-2020
Kholifah, S.N., Widagdo, N. W. (2016). Keperawatan Gerontik Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
Novalia. I dan M. Agustina, 2019. Modul pembelajaran keperawatan komunitas II
Sandvix H. et al .1995. Diagnostic Classification of Female Urinary Incontinence an
Epidemiological Survey Corrected for Validity. 48 : 339-43.
Setiati S., Kuntjoro H., Aryo G.R. 2007. Proses Menua dan Implikasi Kliniknya.
Dalam : Aru W. Sudoyo, Bambang S., Idrus Alwi, Marcellus S.K., Siti
setiati. Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Edisi IV. Jakarta : FK UI. pp: 1335-39.
Setiati S. dan Pramantara I.D.P. 2007. Inkontinensia Urin dan Kandung Kemih Hiperaktif.
Dalam : Aru W. Sudoyo, Bambang S., Idrus Alwi, Marcellus S.K., Siti setiati. Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. Edisi IV. Jakarta : FK UI.pp: 1392-95.
Sigalingging, G., Nasution, Z.,and Pasaribu, R. (2020) Harga diri (self esteem) lansia yang
mengalami demensia. Vol 14 no.1
Silay K, Akinci S, Ulas A, Yalcin A, Silay YS, Akinci MB, et al. Occult urinary incontinence in
elderly women. 2016;447–51.
Soetojo.(2009). Inkontinensia urin perlu penanganan multi disiplin. Diunduh dari
file://C:/Users/ok/DocumentsBlog Unair featuring Soetojo Fakultas
Kedokteran »INKONTINENSIA URIN PERLU PENANGANAN
MULTI DISIPLIN.htm) pada tanggal 22 februari 2014
Yu B, Xu H, Chen X, Liu L. ScienceDirect Analysis of coping styles of elderly women patients
with stress urinary incontinence. Int J Nurs Sci [Internet]. 2016;3(2):153–7.Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.ijnss.2015.10.009