Anda di halaman 1dari 33

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AGREGAT DALAM

KOMUNITAS KESEHATAN LANSIA : RISIKO JATUH

DISUSUN

OLEH:

KELOMPOK 5

1. Veronika Anita Sari Laia 170204084


2. Sri estari Siregar 170204065
3. Esra Paulina Silaen 170204018

Dosen Pengajar:

Ns. Rinco Siregar, S.Kep, MNS.

PROGRAM STUDI NERS

FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

MEDAN

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmatNya yang diberikan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah mata kuliah Keperawatan Komunitas tepat waktu.

Pada kesempatan ini kelompok mengucapkan terima kasih kepada:

1. Parlindungan Purba, SH, MM, selaku ketua Yayasan Sari Mutiara Medan.
2. Dr. Ivan Elisabeth Purba, M.Kes, selaku Rektor Universitas Sari Mutiara
Indonesia.
3. Taruli Sinaga SP, M.KM, selaku Dekan Fakultas Farmasi dan Ilmu
Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia.
4. Ns. Rinco Siregar, S.Kep, MNS, selaku Ketua Program Studi Ners Fakultas
Farmasi dan Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia.
5. Ns. Rinco Siregar, S.Kep, MNS, dosen pengajar yang telah memberikan
bimbingan, arahan dan saran kepada kelompok dalam menyelesaikan tugas
ini
Serta semua pihak yang telah membantu dalam proses pengajaran dan
pembuatan makalah ini.

Medan, 23 April 2020


Penyusun

Kelompok 5
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang……………………………………………………

1.2 Tujuan………………………………………………………....,…

BAB II TINJAUAN TEOROTIS

2.1 Pengertian Lansia…………………………………………….…..

2.2 Epidemiologi.............................................................................
2.3 Masalah seputar instabilitas dan jatuh……………………....…..
2.4 Tugas Perkembangan Lansia......................................................
2.5 Permasalahan Yang Timbul Pada Lansia...................................
2.6 Sikap perawat terhadap lansia...................................................
2.7 Peran perawat............................................................................
2.8 Program Pemerintah dalam Meningkatkan Kesehatan Komunitas
Lansia.......................................................................................
BAB III Asuhan Keperawatan Komunitas pada lansia: resiko
jatuh………………

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan……………………………………………………….
4.2Saran………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keperawatan adalah ilmu yang mempelajari penyimpangan atau tidak
terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yang dapat mempengaruhi perubahan,
penyimpangan atau tidak berfungsinya secara optimal setiap unit yang
terdapat dalam sistem hayati tubuh manusia, baik secara individu, keluarga,
ataupun masyarakat dan ekosistem. Komunitas adalah sekelompok manusia
yang saling berhubungan lebih sering dibandingkan dengan manusia lain yang
berada diluarnya serta saling ketergantungan untuk memenuhi keperluan
barang dan jasa yang penting untuk menunjang kehidupan sehari-hari.
Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang
saling berkaitan dengan masalah – masalah lain diluar kesehatan sendiri.
Demikian pula pemecahan masalah kesehatan masalah, tidak hanya dilihat
dari segi kesehatannya sendiri, tapi harus dilihat dari segi – segi yang ada
pengaruhnya terhadap masalah “ sehat sakit “ atau kesehatan tersebut.
Komunitas adalah kelompok sosial yang tinggal dalam suatu tempat,
saling berinteraksi satu sama lain, saling mengenal serta mempunyai minat
dan interest yang sama (WHO). Komunitas adalah kelompok dari masyarakat
yang tinggal di suatu lokasi yang sama dengan dibawah pemerintahan yang
sama, area atau lokasi yang sama dimana mereka tinggal, kelompok sosial
yang mempunyai interest yang sama (Riyadi, 2007).
Menurut WHO (1959), keperawatan komunitas adalah bidang perawatan
khusus yang merupakan gabungan keterampilan ilmu keperawatan, ilmu
kesehatan masyarakat dan bantuan sosial, sebagai bagian dari program
kesehatan masyarakat secara keseluruhan guna meningkatkan kesehatan,
penyempumaan kondisi sosial, perbaikan lingkungan fisik, rehabilitasi,
pencegahan penyakit dan bahaya yang lebih besar, ditujukan kepada individu,
keluarga, yang mempunyai masalah dimana hal itu mempengaruhi masyarakat
secara keseluruhan. Keperawatan kesehatan komunitas menurut ANA (1973)
adalah suatu sintesa dari praktik kesehatan masyarakat yang dilakukan untuk
meningkatkan dan memelihara kesehatan masyarakat.
Praktik keperawatan kesehatan komunitas ini bersifat menyeluruh dengan
tidak membatasi pelayanan yang diberikan kepada kelompok umur tertentu,
berkelanjutan dan melibatkan masyarakat. Dari beberapa pengertian diatas
dapat disimpulkan bahwa perawatan kesehatan komunitas adalah suatu bidang
dalam ilmu keperawatan yang merupakan keterpaduan antara keperawatan dan
kesehatan masyarakat dengan dukungan peran serta masyarakat, serta
mengutamakan pelayanan promotif dan preventif secara berkesinambungan
dengan tanpa mengabaikan pelayanan kuratif dan rehabilitatif, secara
menyeluruh dan terpadu ditujukan kesatuan yang utuh melalui proses
keperawatan untuk ikut meningkatkan fungsi kehidupan manusia secara
optimal.
Sasaran keperawatan komunitas adalah seluruh masyarakat termasuk
individu, keluarga, dan kelompok yang beresiko tinggi seperti keluarga
penduduk di daerah kumuh, daerah terisolasi dan daerah yang tidak terjangkau
termasuk kelompok siswa di sekolah. Dalam meningkatkan derajat kesehatan
komunitas pelajar intervensi dibuat untuk seluruh pelajar dan lingkungan
sekolah sehingga diharapkan suatu hasil yang berarti untuk civitas akademika
sendiri.
Professional kesehatan lebih banyak meluangkan waktu dengan lansia
dalam perawatan kesehatan, karena itu mereka harus berfokus untuk
mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan khususnya. Lansia memerlukan
bantuan yang lebih besar dalam identifikasi, definisi, dan resolusi masalah
yang mempengaruhi mereka. Insiden masalah kesehatan kronis yang lebih
besar, kemajuan teknologi dan masalah ekonomi, social, dan kesehatan
kontemporer masa kini mendorong professional perawatan kesehatan berfokus
pada peningkatan harapan dan kualitas hidup.

Jatuh sering terjadi atau dialami oleh usia lanjut. Banyak faktor berperan di
dalamnya, baik faktor intrinsic dalam diri lansia tersebut seperti gangguan gaya
berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan sendi, sinkope dan
dizzines, serta faktor ekstrinsik seperti lantai yang licin dan tidak rata,
tersandung benda – benda, penglihatan kurang karena cahaya kurang terang,
dan sebagainya.

Jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata,
yang melihat kejadian mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk
di lantai / tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran
atau luka ( Reuben, 1996 ).
Meningkatnya usia harapan hidup (UHH) memberikan dampak yang
kompleks terhadap kesejahteraan lansia. Di satu sisi peningkatan UHH
mengindikasikan peningkatan taraf kesehatan warga negara. Namun di sisi
lain menimbulkan masalah masalah karena dengan meningkatnya jumlah
penduduk usia lanjut akan berakibat semakin besarnya beban yang ditanggung
oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah, terutama dalam menyediakan
pelayanan dan fasislitas lainnya bagi kesejahteraan lansia. Hal ini karena pada
usia lanjut individu akan mengalami perubahan fisik, mental, sosial ekonomi
dan spiritual yang mempengaruhi kemampuan fungsional dalam aktivitas
kehidupan sehari-hari sehingga menjadikan lansia menjadi lebih rentan
menderita gangguan kesehatan baik fisik maupun mental. Walaupun tidak
semua perubahan struktur dan fisiologis, namun diperkirakan setengah dari
populasi penduduk lansia mengalami keterbatasan dalam aktivitas kehidupan
sehari-hari, dan 18% diantaranya sama sekali tidak mampu beraktivitas.
Berkaitan dengan kategori fisik, diperkirakan 85% dari kelompok umur 65
tahun atau lebih mempunyai paling tidak satu masalah kesehatan.

1.2 Tujuan
 Tujuan umum
Agar mahasiswa /mahasiswi keperawatan Universitas Jenderal Soedirman
memperoleh informasi dan gambaran tentang Asuhan Keperawatan
Komunitas Pada Kelompok Khusus Lansia.
 Tujuan khusus
1. Mampu menjelaskan konsep teori tentang kelompok khusus lansia.
2. Mampu melaksanakan pengkajian pada kelompok khusus lansia dengan
masalah yang ada.
3. Mampu menentukan diagnosa keperawatan pada komunitas kelompok
khusus lansia.
4. Mampu membuat rencana tindakan asuhan keperawatan komunitas
pada kelompok khusus lansia.
5. Mampu menerapkan rencana keperawatan pada asuhan keperawatan
komunitas pada kelompok khusus lansia.
6. Mampu meyimpulkan hasil pelaksanaan asuhan keperawatan komunitas

pada kelompok khusus lansia yang bermasalah.


BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Masa dewasa tua (lansia) dimulai setelah pensiun, biasanya antara usia 65
dan 75 tahun. Jumlah kelompok usia ini meningkat drastic dan ahli demografi
memperhitungkan peningkatan populasi lansia sehat terus menigkat sampai
abad selanjutnya (Potter & Perry, 2005).
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam
mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu
aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial. Secara biologis penduduk
lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus
menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin
rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal
ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan,
serta sistem organ. Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang
sebagai beban dari pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan
bahwa kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada
yang sampai beranggapan bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan
secara negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat (Ismayadi, 2004).
Menurut Constantinidies menua (menjadi tua) adalah suatu proses
menghilangnya secara perlahan – lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri / mengganti diri dan mempertahankan fungsi formalnya
sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan
yang diderita. Menurut organisasi dunia (WHO) lanjut usia meliputi usia
pertengahan (middleage) adalah kelompok usia 45-59 tahun, Usia lanjut
(elderly) adalah kelompok usia 60-74 tahun, Usia lanjut (old) adalah kelompok
usia 75-90 tahun, dan usia sangat tua (very old) adalah kelompok usia diatas 90
tahun.
Asuhan keperawatan lansia mengahadapi tantangan khusus karena
perbedaan fisiologis, kognitif, dan kesehatan psikososial. Lansia bervariasi 
pada tingkat kemampuan fungsional. Mayoritas merupakan anggota komunitas
yang aktif, terlibat, dan produktif. Hanya sedikit yang telah kehilangan
kemampuan untuk merawat diri sendiri, bingung atau merusak diri, dan tidak
mampu mebuat keputusan yang berkaitan dengan kebutuhan mereka.

a) Kebutuhan Hidup Orang Lanjut Usia


Setiap orang memiliki kebutuhan hidup. Orang lanjut usia juga memiliki
kebutuhan hidup yang sama agar dapat hidup sejahtera. Kebutuhan hidup
orang lanjut usia antara lain kebutuhan akan makanan bergizi seimbang,
pemeriksaan kesehatan secara rutin, perumahan yang sehat dan kondisi
rumah yang tentram dan aman, kebutuhan-kebutuhan sosial seperti
bersosialisasi dengan semua orang dalam segala usia, sehingga mereka
mempunyai banyak teman yang dapat diajak berkomunikasi, membagi
pengalaman, memberikan pengarahan untuk kehidupan yang baik.
Kebutuhan tersebut diperlukan oleh lanjut usia agar dapat mandiri.
Kebutuhan tersebut sejalan dengan pendapat Maslow menyatakan bahwa
kebutuhan manusia meliputi (1) Kebutuhan fisik (physiological needs)
adalah kebutuhan fisik atau biologis seperti pangan, sandang, papan, seks
dan sebagainya. (2) Kebutuhan ketentraman (safety needs) adalah
kebutuhan akan rasa keamanan dan ketentraman, baik lahiriah maupun
batiniah seperti kebutuhan akan jaminan hari tua, kebebasan, kemandirian
dan sebagainya (3) Kebutuhan sosial (social needs) adalah kebutuhan
untuk bermasyarakat atau berkomunikasi dengan manusia lain melalui
paguyuban, organisasi profesi, kesenian, olah raga, kesamaan hobby dan
sebagainya (4) Kebutuhan harga diri (esteem needs) adalah kebutuhan
akan harga diri untuk diakui akan keberadaannya, dan (5) Kebutuhan
aktualisasi diri (self actualization needs) adalah kebutuhan untuk
mengungkapkan kemampuan fisik, rohani maupun daya pikir berdasar
pengalamannya masing-masing, bersemangat untuk hidup, dan berperan
dalam kehidupan. Sejak awal kehidupan sampai berusia lanjut setiap orang
memiliki kebutuhan psikologis dasar (Setiati,2000). Kebutuhan tersebut
diantaranya orang lanjut usia membutuhkan rasa nyaman bagi dirinya
sendiri, serta rasa nyaman terhadap lingkungan yang ada. Tingkat
pemenuhan kebutuhan tersebut tergantung pada diri orang lanjut usia,
keluarga dan lingkungannya . Jika kebutuhankebutuhan tersebut tidak
terpenuhi akan timbul masalah-masalah dalam kehidupan orang lanjut usia
yang akan menurunkan kemandiriannya (Ismayadi, 2004).

b) Teori-teori proses menua


Sebenarnya secara individual
1.      Tahap proses menua terjadi pada orang dengan usia berbeda
2.      Masing – masing lanjut usia mempunyai kebiasaan yang berbeda
3.      Tidak ada satu faktorpun ditemukan untuk mencegah proses menua

Ada beberapa teori tentang proses penuaan, antara lain:


1. Teori Genetic Clock
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies
tertentu . Setiap spesies mempunyai di dalam nukleinya suatu jam genetik
yang telah di putar menurut suatu replikasi tertentu. Jam ini akan
menghitung mitosis dan menghentikan replikasi sel bila tidak berputar..
Jadi menurut konsep ini jika jam ini berhenti, kita akan mati meskipun
tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit terminal. Konsep “
genetic clock” didukung oleh kenyatan bahwa ini cara menerangkan
mengapa pada beberapa spesies terlihat adanya perbedaan harapan hidup
yang nyata.
2. Teori Mutasi Genetik (somatic mutatie theori )
Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram
oleh molekul – molekul DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami
mutasi.
3. Teori “ pemakaian dan rusak “
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan se –sel tubuh lelah terbakar.
4. Pengumpulan dari pigmen atau lemak dalam tubuh yang disebut “ teori
akumulasi dari produk sisa”.
5. Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan.
6. Tidak ada perlindungan terhadap radiasi, penyakit dan kekurangan gizi.
7. Reaksi dari kekebaian sendiri ( auto immunne theori)
Didalam metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada
jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga
tubuh menjadi lemah dan sakit.
8. “ Teori imonologi saw virus.
Sistem imun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya
virus ke dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.
9. Teori stres menua akibat terjadi hilangnya sel – sel yang bisa digunakan
tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kesetabilan
lingkungan internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel –sel tubuh
lelah terpakai.
10. Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat dibentuk dialam bebas, tidak stabil radikal bebas
( kelompok atom ) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan – bahan organik
seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan sel –sel tidak
dapat regenerasi.
11. Teori rantai silang
Sel – sel yang tua dan usang, reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang
kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya
elastis, kekacauan dan hilangnya fungsi.
12. Theori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah yang membelah setelah
sel- sel mati.

c) Perubahan – perubahan yang terjadi pada Lanjut Usia


Perubahan – perubahan fisik
1. Sel
a. Lebih sedikit jumlahnya
b. Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan kurangnya cairan intramuskuler
c. Menurunnya porposi protein di otak, otot,ginjal, darah dan hati
d. Terganggunya mekanisme perbaikan sel
e. Otak menjadi atropis beratnya berkurang 5-10%
2. Sistem pernafasan
a. Cepat menurunnya persarafan
b. Lambannya dalam respon dan waktu untuk bereaksi khususnya dengan
stres.
c. Mengecilnya saraf panca indra: berkurangnya penglihatan, hilangnya
pendengaran, mengecilnya saraf penciuman dan rasa,. Lebih sensitif
terhadap perubahan  suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin.
d. Kurangnya sensitif pada sentuhan
3. Sistem Pendengaran
a. Prebiakusis ( gangguan dalam pendengaran ), hilangnya kemampuan atau
daya pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi dan atau
nada – nada tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata, 50% terjadi
pada usia diatas 65 tahun.
b. Membran timpani menjadi atropi menyebabkan otosklerosis
c. Terjadinya pengumpulan serumen dapat mengeras karena meningkanya
kreatin
d. Pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami
ketegangan jiwa atau stres
4. Sistem penglihatan
a. Spingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar
b. Kornea lebih berbentuk sferis atau bola, lensa lebih suram atau kekeruhan
pada lensa menjadi katarak, jelas menyebabkan gangguan penglihatan
c. Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap
kegelapan menjadi lebih lambat, dan susah melihat dalam cahaya gelap
d. Hilangnya daya akomodasi, menurunya lapang pandang, menurunnya
membedakan warna biru atau hijau.
5. Sistem kardiovaskuler
a. Elastisitas dinding vaskuler menurun,katup jantung menebal dan menjadi
kaku.
b. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun, menyebabkan kontraksi dan volumenya.
c. Kehilangan elestisitas pembuluh darah, kurangnya efektifitas pembuluh
darah perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi dari tidur ke duduk, atau
dari duduk ke berdiri bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi
65 mmHg ( mengakibatkan pusing mendadak).
d. Tekanan darah meningkat diakibatkan meningkatnya resistensi pembuluh
darah perifer, sistolik normal kurang lebih 170 mmHg, diastolik normal
kurang lebih 90 mmHg
6. Sistem pengaturan temperatur tubuh
Pada pengaturan tuhu, hipotalamus dianggap bekerja sebagai termostat, yaitu
menetapkan suhu teratur, kemunduran terjadi akibat berbagai faktor yang
mempengaruhinya yang sering ditemui antara lain:
a.  Temperatur tubuh menurun atau hipotermi secara fisiologis kurang lebih 35
derajat celcius ini akibat metabolisme menurun.
b.  Keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas banyak
sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot.
7. Sistem Respirasi
a. Otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya
aktifitas silia
b. Paru – paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik
nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun dan
kedalaman bernafas menurun.
c. Alveoli ukurannya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang
d. Oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg, karbodioksida pada
arteri tidak berganti
e. Kemampuan untuk batuk berkurang
f. Kemampuan pegas, dinding dada dan kekuatan otot pernafasan akan
menurun seiring dengan pertambahan usia.
8. Sistem gastrointestinal
a. Kehilangan gigi penyebab utama adanya periondontal disease
b. Indra pengecap menurun dan esofagus melebar
c. Lambung : rasa lapar menurun asam lambung menurun, waktu
mengosongkan menurun
d. Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi
e. Liver : makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan,
berkurangnya aliran darah
f. Menciutnya ovari dan uterus
g. Atropipayudara
h. Pada laki–laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun
adanya penurunan secara berangsur-angsur.
i. Dorongan seksual menetap sampai usia diatas 70 tahun
j. Selaut lendir menurun
9. Sistem Genitourinaria
Ginjal: mengecil dan nefron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal menurun
sampai 50% fungsi tubulus berkurang.
a. Vesika urinaria : otot – otot menjadi lemah, kapasitas menurun sampai
200ml, atau dapat menyebabkan buang air kecil meningkat, vasikaurinaria
susah dikosongkan sehingga mengakibatkan meningkatnya retensi urin.
b. Pembesaran prostat kurang lebih 75 % dialami oleh pria diatas 65 % tahun
c. Atrofi vulva
10. Sistem Endokrin
a. Produksi dari hampir semua hormon menurun.
b. Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah.
c. Pitutari: pertumbuhan hormon ada terapi lebih rendah dan hanya didalam
pembuluh darah,berkurangnya produksi dari ACT,TSH,FSH dan LH.
d. Menurunnya aktifitas tiroid menurunnya BMR dan daya pertukaran zat
e. Menurunnya produksi aldosteron
f. Menurunnya sekresi hormon kelamin, misalnya progesteron, estrogen dan
testosteron
11. Sistem kulit
a. Kulit keriput atau mengkerut
b. Permukaan kulit kasar dan bersisik
c. Menurunnya respon terhadap trauma, mekanisme proteksi kulit menurun.
d. Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu.
e. Rambut dan hidung dan telinga menebal.
f. Berkurangnya elastisitas kulit akibat dari menurunnya cairan dan
vaskularitas
g. Pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kuku
kaki tumbuh secara berlebihan, kuku menjadi pudar dan kurang bercahaya.
h. Kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya.

12. Sistem muskoloskeletal


a. Tulang kehilangan density ( cairan ) dan makin rapuh
b. Kiposis, pinggang lutut dan jari –jari pergelangan terbatas geraknya.
c. Discus intervertebralis menipis dan menjadi pendek.
d. Persendian membesar dan kaku
e. Tendon mengerut dan mengalami sklerosis
f. Atropi serabut otot, sehingga gerak menjadi lambat, otot kram dan tremor.

2.2 Epidemiologi
Data di klinik layanan terpadu usia lanjut RSUPN CM tahun 2000
menunjukkan angka kejadian instabilitas sebesar 15,53% atau 285 kasus.
Di ruang rawat akut geriatri RSUPN CM, pada tahun 2001 tercatat 15
pasien (dari 146 pasien) yang dirawat karena instabilitas dan sering jatuh.
Di ruangan yang sama pada tahun, 1999, 2000 dan 2001 masing-masing
tercatat sebanyak 25 pasien, 31 pasien dan 42 pasien yang dirawat karena
fraktur femur akibat jatuh. Data di Amerika menunjukkan bahwa 35-40%
dari penduduk diatas usia 65 tahun pernah mengalami jatuh setiap
tahunnya.

2.3 Masalah seputar instabilitas dan jatuh


Selain mengakibatkan berbagai penyulit pada lansia, instabilitas
dan jatuh pada lansia kerap kali membawa gejala yang membawa lansia
tersebut ke instalasi gawat darurat yang dalam pengamatan lebih lanjut
ternyata mengidap penyakit lain sebagai kondisi penyakit primer. Penyakit
pada lansia yang sering bermanifestasi kejadian jatuh antara lain
pneumonia, infeksi saluran kencing, IMA, dll.
Gejala instabilitas saja sebenarnya sudah harus diwaspadai dan
mengarahkan untuk menelusuri lebih lanjut kemungkinan penyebab lain.
Sayangnya, gejala instabilitas sering dianggap sebagai keluhan biasa pada
warga usia lanjut sehingga kurang mendapatkan perhatian yang layak
sampai terjadi kondisi patologik yang lebih parah. Pasien atau keluarganya
sering tidak menyadari pentingnya keluhan tersebut sehingga tidak
melaporkannya secara aktif. Disinilah pentingnya tenaga kesehatan secara
proaktif menanyakan perihal adanya keluhan instabilitas sebelum
berkembang pada kejadian jatuh

2.4 Tugas Perkembangan Lansia


Peck mengonseptualisasikan tiga tugas yang berisi pengaruh dari hasil
konflik antara perbedaan integritas dan keputusasaan.
 Perbedaan ego versus preokupasi peran kerja. Tugas ini membutuhkan
pergeseran sistem nilai seseorang, yang memungkinkan lansia untuk
mengevaluasi ulang mendefinisikan kembali pekerjaan mereka. Penilaian
ulang ini mengrahkan lansia untuk mengganti peran yang sudah hilang
dengan peran dan aktivitas baru. Selanjutnya, lansia mampu menemukan
cara-cara baru memandang diri mereka sendiri sebagai orangtua dan
okupasi.
 Body transcendence versus preokupasi tubuh. Sebagian besar lansia
mengalami beberapa penurunan fisik. Untuk beberapa orang, kesenangan
dan kenyamanan berarti kesejahteraan fisik. Orang-orang tersebut
mungkin mengalami kesulitan terbesar dalam mengabaiakan status fisik
mereka. Orang lain memiliki kemampuan untuk terlibat dalam kesenangan
psikologi dan aktivitas sosial sekalipun mereka mengalami perubahan dan
ketidaknyamanan fisik. Peck mengemukakan bahwa dalam sistem nilai
mereka, ”sumber-sumber kesenangan sosial dan mental dan rasa
menghormati diri sendiri mengabaikan kenyamanan fisik semata.”
 Transendensi ego versus preokupasi ego. Peck mengemukakan bahwa
cara paling konstruktif untuk hidup di tahun-tahun terakhir dapat
didefinisikan dengan : ”hidup secara dermawan dan tidak egois yang
merupakan prospek dari kematian personal-the night of the ego, yang bisa
disebut-paras dan perasaan kurang penting dibanding pengetahuan yang
telah diperoleh seseorang untuk masa depan yang lebih luas dan lebih
panjang daripada yang dapat dicakup oleh ego seseorang.” manusia
menyelesaikan hal ini melalui warisan mereka, anak-anak mereka,
kontribusi mereka pada masyarakat, dan persahabatan mereka. Mereka
”ingin membuat hidup lebih aman, lebih bermakna, atau lebih bahagia
bagi orang-orang yang meneruskan hidup setelah kematian.” Untuk
mengklarifikasi, ”individu yang panjang umur cenderung lebih khawatir
tentang apa  yang mereka lakukan daripada tentang siapa mereka
sebenarnya, mereka hidup di luar diri mereka sendiri daripada kepribadian
mereka sendiri secara egosentris. (Stanley & Beare, 2006).

2.5 Permasalahan yang timbul Pada Lansia


Berikut ini kita bicarakan masalah kesehatan lansia.
1. Permasalah Umum
a. Bersarnya jumlah penduduk lansia dan tingginya prosentase kenaikan
lansia memerlukan upaya peningkatan kualitas pelayanan dan pembinaan
kesehatan bagi lanjut usia. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2000
akan meningkat menjadi 209.535.49. jiwa dan jumlah lansianya
15.262.199., berarti 7.28% (Anwar,1994 ). Menurut Kinsilla dan Taeuber
( 1993) peningkatan penduduk lansia dalam waktu 1990-2000 sebesar
41%  dan merupakan yang tertinggi didunia ( Darmojo, 1999:1).
b. Jumlah lansia miskin makin banyak
c. Nilai perkerabatan melemah, tatanan masyarakat makin individualistik
d. Rendahnya kualitas dan kuantitas tenaga profesional yang melayani
lansia
e. Terbatasnya sarana dan fasilitas pelayanan bagi lansia
f. Adanya dampak pembangunan yang merugikan seperti urbanisasi dan
popuilasi pada kehidupan dan penghidupan lansia.
2. Permasalahan Khusus
a. Terjadinya perubahan normal pada fisik lansia
Perubahan normal ( alami ) tidak dihindari cepat dan lambatnya perubahan
dipengaruhi oleh faktor kejiwaan, sosial, ekonomi dan medik. Perubahan
akan terlihat pada jaringan organ tubuh seperti: kulit menjadi kering dan
keriput, rambut beruban dan rontok, penglihatan menurun sebagian dan
menyeluruh, pendengaran juga berkurang, daya penciuman
berkurang,tinggi badan menyusut karena proses ostoporosis yang
berakibat badan bungkuk, tulang keropos masanya berkurang, kekuatan
berkurang dan mudah patah, elastisitas jaringan paru berkurang, nafas
menjadi pendek, terjadi pengurangan fungsi organ di dalam perut, dinding
pembuluh darah menebal dan terjadi peningkatan tekanan darah, otot
bekerja tidak efisien, terjadi penurunan fungsi organ reproduksi terutama
ditemukan pada wanita, otak menyusut dan reaksi menjadi lambat
terutama pada pria dan sexsualitas tidak selalu menurun
b. Terjadi perubahan abnormal pada fisik lansia
Perubahan fisik pada lansia dapat diperbaiki dan dapat dihilangkan melalui
nasehat atau tindakan medik. Perubahan yang terjadi misalnya: katarak,
kelainan sendi, kelainan prostat dan inkotenensia

2.6 Sikap perawat terhadap lansia


Perawatan komunitas adalah ilmu yang mempelajari dan memberikan
pelayanan kepada orang lanjut usia yang dapat terjadi di berbagai tatanan dan
membantu orang lanjut usia tersebut untuk mencapai dan mempertahankan fungsi
yang optimal. Perawat gerontologi mengaplikasikan dan ahli dalam memberikan
pelayanan kesehatan utama pada lanjut usia dank keluarganya dalam berbagai
tatanan pelayanan. Peran lanjut perawat tersebut independen dan kolaburasi
dengan tenaga kesehatan profesional.
Lingkup praktek keperawatan gerontologi adalah memberikan asuhan
keperawatan, malaksanakan advokasi dan bekerja untuk memaksimalkan
kemampuan atau kemandirian lanjuy usia, meningkatkan dan mempertahankan
kesehatan, mencegah dan meminimalkan kecacatan dan menunjang proses
kematian yang bermartabat. Perawat gerontologi dalam prakteknya menggunakan
managemen kasus, pendidikan, konsultasi , penelitian dan administrasi.
Penting bagi perawat untuk mengkaji sikapnya pada penuaan karena sikap
tersebut mempengaruhi asuhan keperawatan. Untuk memberi asuhan yang efektif,
perawat harus menciptakan sikap positif terhadap lansia. Sikap negatif dapat
mengakibatkan penurunan rasa nyaman, adekuat, dan kesejahteraan klien. Lebih
jauh lagi, sikap tersebut dapat menyebabkan penurunan kualitas asuhan. Klien
dalam fasilitas perawatan jangka panjang memberi tantangan khusus bagi
perawat. Klien ini sering kali memandang diri sendiri sebagai pecundang, dan
mungkin masyarakat juga memandang mereka seperti itu. Perawat dapat
meningkatkan kemandirian dan harga diri klien yang merasa bahwa hidup tidak
lagi berharga.
Perawat harus menjelaskan sikap pribadi dan nilai tentang lansia untuk
memberikan perawatan paling efektif. Usia, pendidikan, pengalaman kerja, dan
lembaga pekerjaan seorang perawat mempengaruhi stereotip. Pengalaman pribadi
dengan lansia sebagai anggota keluarga dapat juga mempengaruhi sikap. Karena
lansia menjadi lebih lazim dalam pelayanan kesehatan, maka penting sekali bagi
perawat untuk mengembangkan pendekatan asuhan yang positif bagi klien lansia.

         Pendekatan perawatan lanjut usia


a. Pendekatan fisik
Perawatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia ada 2 bagian yaitu :
- Klien lanjut usia yang masih aktif, yang masih mampu bergerak tanpa
bantuan orang lain.
- Klien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun yang mengalami
kelumpuhan atau sakit.

b. Pendekatan psikis
Perawatan mempunyai peranan yang panjang untuk mengadakan pendekatan
edukatif pada klien lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter,
interpreter terhadap segala sesuatu yang asing, sebagai penampung rahasia
pribadi dan sebagai sahabat yang akrab.
c. Pendekatan sosial
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan upaya perawatan
dalam pendekatan sosial. Memberi kesempatan berkumpul bersama dengan
sesama klien lanjut usia untuk menciptakan sosialisasi mereka.

2.7 Peran Perawat


Fenomena yang menjadi bidang garap keperawatan komunitas adalah
tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia (KDM) lanjut usia sebagai
akibat proses penuaan. Dalam praktek keperawatan gerontik, perawat
mempunyai peran dan fungsi, yaitu sebagai berikut:
1. Sebagai care giver atau pemberi asuhan langsung.
2. Sebagai pendidik klien lansia.
3. Sebagai motivator
4. Sebagai advokasi
5. Sebagai konselor
Dalam memenuhi peran dan tanggung jawabnya sebagai seorang
perawat komunitas, adapun sifat pelayanan dalam melakukan asuhan
keperawatan gerontik, meliputi independent (layanan tidak tergantung
pada profesi lain/mandiri), interdependent, humanistik (secara
manusiawi), dan holistik (secara keseluruhan).

2.8 Program Pemerintah dalam Meningkatkan Kesehatan Komunitas


Lansia
Seiring dengan semakin meningkatnya populasi lansia, pemerintah
telah merumuskan berbagai kebijakan pelayanan kesehatan usia lanjut
ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan
lansia untuk mencapai masa tua bahagia dan berdaya guna dalam
kehidupan keluarga dan masyarakat sesuai dengan keberadaannya. 
Di Indonesia sendiri, sebagai wujud nyata pelayanan sosial dan
kesehatan pada kelompok usia lanjut ini, pemerintah telah mencanangkan
program JPKM dan pelayanan pada lansia melalui beberapa jenjang.
Pelayanan kesehatan di tingkat masyarakat adalah Posyandu lansia,
pelayanan kesehatan lansia tingkat dasar adalah Puskesmas, dan pelayanan
kesehatan tingkat lanjutan adalah Rumah Sakit. 

1. JPKM
JPKM yang merupakan salah satu program pokok perawatan
kesehatan masyarakat yang ada di puskesmas sasarannya adalah yang
didalamnya ada keluarga  lansia. Perkembangan jumlah keluarga yang
terus menerus meningkat dan banyaknya keluarga yang berisiko
tentunya menurut perawat memberikan pelayanan pada keluarga
secara professional. Tuntutan ini tentunya membangun “ Indonesia
Sehat 2015” yang salah satu strateginya adalah Jaminan Pemeliharan
Kesehatan Masyarakat (JPKM).
2. Posyandu Lansia
Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk
masyarakat usia lanjut di suatu wilayah tertentu yang sudah
disepakati, yang digerakkan oleh masyarakat dimana mereka bisa
mendapatkan pelayanan kesehatan Posyandu lansia merupakan
pengembangan dari kebijakan pemerintah melalui pelayanan
kesehatan bagi lansia yang penyelenggaraannya melalui program
Puskesmas dengan melibatkan peran serta para lansia, keluarga, tokoh
masyarakat dan organisasi sosial dalam penyelenggaraannya.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus Semu
Di kelurahan Sidomulyo terdapat lansia (usia >60 tahun) berjumlah 120 orang
yang terdiri dari 50 laki-laki dan 70 perempuan. Kelurahan tersebut terletak di
daerah pegunungan, tipe perumahan mayoritas tidak permanen, jarak antara satu
rumah yang satu dengan lainnya sangat berdekatan dan dinding kayu tidak dicat.
Mayoritas penduduk kelurahan Sidomulyo bekerja sebagai petani. Layanan
kesehatan yang ada hanya puskesmas. Transportasi yang digunakan penduduk
adalah transportasi umum.
Asuhan keperawatan lansia risiko jatuh yang dilakukan di Kelurahan Sidomulyo
menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi pengkajian status
kesehatan lansia risiko jatuh, perumusan diagnosa keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi. Pemberian asuhan keperawatan melibatkan kader
kesehatan, tokoh masyarakat, tim kesehatan, tokoh agama, kelompok pengajian,
pimpinan wilayah setempat.

3.1 Pengkajian

Pengkajian pada lansia risiko jatuh menggunakan pendekatan Community as


partner meliputi : data inti komunitas dan subsystem.

3.1.1 Data inti komunitas, terdiri dari:


1. Demografi : Jumlah lansia keseluruhan menurut data
Monografi kelurahan untuk usia >60 tahun+120 orang, jumlah
lansia menurut jenis kelamin dan golongan umur tergambar pada
grafik di bawah ini.
Diagram 1 : Karakteristik Lansia Berdasarkan Umur dan Jenis
Kelamin di Kelurahan Sidomulyo bulan April tahun 2013
35

30

25
Ungu :perempuan
20

Abu-abu :laki-laki
15

10

>6 0 tah un >7 0 tahun >8 0 tah u n >9 0 tah un

2. Status perkawinan
97% dari lansia kawin, 3% dari lansia belum kawin.

3. Nilai, kepercayaan dan agama :


Agama yang dianut oleh lansia tergambar pada diagram di bawah ini :

Diagram 2 : Karakteristik lansia Berdasarkan Agama di Kelurahan


Sidomulyo bulan April tahun 2013

Hindu; 5; 4%

Kristen; 38;
32% Islam Kristen Hindu
Islam; 77;
64%

Dari diagram di atas mayoritas lansia beragama Islam yaitu 64 %.

Berdasarkan winshield survey dan data dari monografi didapatkan


fasilitas ibadah yang tersedia di wilayah Sidomulyo adalah 4 masjid
yang tersebar di 20 RW.

3.1.2 Data subsistem


Delapan subsitem yang dikaji sebagai berikut :

3.1.2.1 Lingkungan Fisik


Inspeksi : Tipe perumahan mayoritas tidak permanen, jarak antara satu
rumah yang satu dengan lainnya sangat berdekatan. Dinding
kayu tidak dicat, tidak ada degradasi warna pada anak tangga
untuk rumah yang bertingkat, tidak ada pegangan pada dinding
rumah yang digunakan untuk lansia dalam bermobilisasi.
Kebersihan lingkungan terjaga dengan baik, status
kepemilikan sebagian besar rumah sendiri. Tidak ada aktivitas
di luar rumah selain bercocok tanam. Batas wilayah kelurahan
Sidomulyo yaitu sungai C, sawah dan desa lainya

Auskultasi : Hasil wawancara dengan kepala desa, ketua RW, tidak ada
kegiatan atau organisasi untuk para lansia. Lansia hanya
beraktivitas bercocoktanam seperti yang dilakukan oleh orang
dewasa muda.

Angket :

1. Angket Riwayat Kesehatan Lansia


Angket disebarkan kepada keluarga yang mempunyai anggota keluarga
lansia. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Riwayat Kesehatan Lansia Jumlah (orang)

1. Gangguan Penglihatan 79

2. Gangguan Pengdengaran 32

3. Gangguan Urologi 34

4. Penyakit Kronis (Diabetes 28


Mellitus, Hipertensi)

5. Gangguan Mobilisasi 25

6. Gangguan Efek Obat Risiko 22


Jatuh

7. Riwayat Jatuh 87/120

a. Karena gangguan penglihatan 23/50

b. Karena gangguan pendengaran 10/50


c. karena gangguan urologi 2/50

d. karena penyakit kronis 11/50

e. Karena gangguan mobilisasi 22/50

f. karena gangguan efek obat 19/50


risiko jatuh

8. Riwayat jatuh berulang 15

Pada tabel di atas disebutkan oleh lansia bahwa riwayat kesehatan


lansia pada Kelurahan Sidomulyo sebagian besar mengalami riwayat jatuh
sejumlah 87 orang dan untuk riwayat jatuh berulang sebanyak 15 orang.

Seksualitas:

Aktivitas Seksual Andropause

Jenis Kelamin Menopause

Laki-Laki 15 35

Perempuan 14 56

Dari hasil angket yang terkumpul, kami menyimpulkan bahawa


lansia di kelurahan Sidomulyo rata – rata cenderung masih memiliki
dorongan melakukan hubungan seksual yang tetap, tetapi Frekwensi
melakukan hubungan sexual cenderung menurun, tetapi kapasitas untuk
melakukan hubungan dan tetap menikmatinya.

Dari jumlah lansia laki-laki dan perempuan, sekitar 80% mengalami


menopause dan sekitar 70% mengalami andropause.

2. Angket Fasilitas di Kelurahan Sidomulyo


Fasilitas Ketersediaa Keterangan Harapan Realisasi
n

Fasilitas √ Terdapat Sebanyak Tidak


Kesehatan Puskesmas 100/120 memungkinka
keluarga n untuk
yang merealisasikan
mengharapka fasilitas
n kesehatan yang
terdapatnya lebih lengkap
fasilitas dan memadai
kesehatan karena SDM
yang lebih tidak ada.
lengkap dan
memadai

Transportasi √ Angkutan Sebanyak Kendaraan


Umum 98/120 umum ada
keluarga tetapi belum
yang ada koordinasi
mengharapka untuk para
n lansia menuju
terdapatnya tempat
fasilitas pelayanan
berupa kesehatan
transportasi
yang dapat
mengantar
lansia ke
pelayanan
kesehatan

Posyandu - - Sebanyak Kurangnya


Lansia 110/120 pengetahuan
keluarga warga
yang kelurahan
mengharapka Sidomulyo
n tentang
terdapatnya manfaat dari
posyandu posyandu
lansia untuk lansia dan
memonitorin penggunaan
g kesehatan fasilitas yang
lansia ada untuk
digunakan
sebagai
posyandu
lansia

3.1.2.2 Pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial


Pelayanan kesehatan khusus lansia di wilayah kelurahan Sidomulyo
berupa Puskesmas.
3.1.2.3 Ekonomi
Berdasarkan hasil wawancara mendapatkan hasio bahwa mayoritas lansia
di kelurahan ini tidak produktif, mereka hanya mengantungkan
perekonomian dari hasil bercocok tanam, dan penghasil utama para lansia
bergantung pada anak mereka sebagai tulang punggung keluarga.
3.1.2.4 Keamanan dan transportasi.
a. Keamanan : Menurut informasi dari kepala desa sidomulyo, bahwa di
keluarhan ini secara rutin digalakkan kegiatan ronda malam di setiao pos
penjagaan masing – masing RT.
b. Transportasi
Mayoritas penduduk kelurahan Sidomulyo menggunakan transportasi
umum, karena lokasi kelurahan terletak di pegunungan dan jalan setempat
curam, yang hanya aktif beroperasi pada pukul 05.00 pagi sampai 17.00
sore. Tidak ada akses lain selain angkutan umum dan kondisi jalan yang
curam dan berkelok-kelok.
3.1.2.5 Politik dan pemerintahan
Pada subsystem politik dan pemerintahan peran lansia di kelurahan
Sidomulyo masih berpengaruh besar terhadap pengambilan keputusan atau
musyawarah desa
3.1.2.6 Komunikasi
1. Formal
Media komunikasi yang digunakan oleh warga kelurahan Sidomulyo
untuk memperoleh informasi mengenai acara kelurahan setempat,
resepsi, rapat dan lain lain menggunakan media berupa surat undangan
tertulis.
2. Informal
Pada umumnya masyarakat masih menggunakan fasilitas megaphone
mushola setempat untuk menyiarkan kabar kepada penduduk, seperti
kabar adanya rapat yang akan dilakukan di balai desa, kabar duka,
pengajian dll.
3.1.2.7 Pendidikan
Diagram 28 : Karakteristik lansia Berdasarkan Pendidikan di Kelurahan
Sidomulyo bulan April tahun 2013

60

50

40 Tidak Sekolah

30 SR
SMP
20
SMA
10

0
Pria Wanita

Pendidikan lansia terbanyak adalah Tidak sekolah sebanyak 97 orang dan


yang bersekolah sampai pada tingkat SMA sebanyak 2 orang

3.1.2.8 Rekreasi
Rekresi yang umunya dilakukan lansiahanya berkebun, mendengarkan
radio, dan menonton televisi. Jarang lansia yang pergi ke pusat kota untuk
mengunjungi mal – mal dan pusat perbelanjaan atau liburan keluarga.
3.2 Analisis Data

NO PENGELOMPOKAN KEMUNGKINAN MASALAH


DATA PENYEBAB

1. DS: 1. Tidak ada Ketidakefektifan


pewarnaan cat koping komunitas
1. Keluarga mengatakan para pada rumah yang
lansia tidak dapat dapat
menjangkau tempat membedakan
pelayanan kesehatan antara satu
apabila tidak diantar dengan yang lain
keluarga
2. Keluarga lansia tidak 2. Kurangnya
mengetahui tentang pengetahuan
manfaat posyandu lansia keluarga yang
3. Banyak lansia mengalami mempunyai lansia
riwayat jatuh untuk memenuhi
4. Sebagian besar keluarga kebutuhan dan
mengatakan lansia jatuh di menjaga
rumah pada saat naik atau kesehatan lansia
turun tangga, ke kamar
mandi dan teras rumah 3. Masyarakat
kurang
DO: memikirkan
alternatif
1. Dari hasil angket, kendaraan lain
sebanyak 87 lansia untuk menjangkau
mengalami riwayat jatuh tempat pelayanan
dan riwayat jatuh berulang kesehatan.
15 orang
2. Bangunan rumah yang
tidak disesuaikan untuk
kondisi lansia
3. Tidak adanya posyandu
lansia di kelurahan
Sidomulyo
4. Tidak adanya transportasi
yang melewati tempat
pelayanan kesehatan selain
kendaraan pribadi

3.2 Diagnosa Keperawatan komunitas

1. Ketidakefektifan koping komunitas wilayah Kelurahan Sidomulyo


berhubungan dengan ketidakadekuatan pemecahan masalah sekunder
akibat kurangnya pengetahuan tentang sumberdaya.
3.3 Intervensi

Ketidakefektifan koping komunitas wilayah Kelurahan Sidomulyo berhubungan


dengan ketidakadekuatan pemecahan masalah sekunder akibat kurangnya
pengetahuan tentang sumberdaya.

Tujuan : Komunitas melaksanakan pemecahan masalah efektif.

Kriteria hasil :

1. Dapat mengidentifikasi masalah yang terjadi.

2. Pasien dapat mencari informasi unutk meningkatkan koping.

3. Menggunakan saluran komunikasi untuk mengakses bantuan.

Intervensi Rasional

Menggunakan fasilitas yang ada di kelurahan Menggunakan sumber daya


yang ada agar dapat menunjang
Sidomulyo untuk dijadikan sebagai tempat
kesehatan lansia
posyandu lansia misanya balai desa, rumah
dari perangkat desa atau rumah penduduk
yang mempunyai halaman luas

Membentuk dan melatih kader-kader dari Supaya kegiatan dapat


berkelanjutan dan tidak
warga kelurahan sidomulyo untuk membantu
mengandalkan pada petugas
memperlancar kegiatan posyandu lansia kesehatan

Memberikan pengetahuan kepada keluarga Menambah pengetahuan


yang mempunyai lansia tentang manfaat dari keluarga yang mempunyai
posyandu lansia misalnya untuk menjaga lansia untuk mempertahankan
kebugaran lansia yaitu dengan senam lansia, kesehatan para lansia
memantau kesehatan lansia dengan mengukur
tekanan darah.

Mendampingi para kader saat Tenaga kesehatan yang ada di


dilaksanakannya posyandu lansia, dan posyandu lansia bisa
memonitoring pelayanan dan melakukan memberikan pelayan yang
konsultasi atau bahkan pengobatan gratis. maksimal untuk kondisi
kesehatan para lansia.

Memberikan informasi kepada keluarga yang Pewarnaan yang terang dan


mempunyai lansia agar menyesuaikan mencolok dapat mempermudah
pewarnaan cat rumah dengan kondisi lansia lansia untuk membedakan satu
yaitu warna yang terang dan perbedaan warna tempat dengan tempat yang
yang mencolok, hindari warna pastel atau lainnya .
soft misalnya pada tangga rumah, kamar
mandi
Mengkoordinir transportasi khusus untuk Mempermudah lansia untuk
mempermudah lansia menjangkau pelayanan mengikuti kegiatan posyandu
kesehatan lansia

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Lansia adalah seseorang yang berusia 60 tahun keatas. Sedangkan


risiko jatuh adalah suatu kejadian yang menyebabkan subyek yang sadar
menjadi berada dipermukaan tanah tanpa disengaja. Pada lansia kejadian
jatuh lazim didahului oleh episoda instabilitas (sulit berjalan). Kejadian ini
adalah pada pasien geriatri yang kerap kali muncul sebagai manifestasi
penyakit akut lain dan juga dilatar-belakangi oleh perubahan fisiologik
akibat proses penuaan. Peran perawat gerontik yaitu sebagai care giver
atau pemberi asuhan langsung, sebagai pendidik klien lansia, sebagai
motivator, sebagai advokasi, sebagai konselor dengan sifat pelayanan yang
independent, interdependent, dan humanistik. Intervensi asuhan
keperawatan pada lansia dengan resiko jatuh yaitu yang utama
memberikan informasi faktor-faktor yang meningkatkan resiko cedera,
rasionalnya yaitu supaya dapat mengantisipasi timbulnya cedera
.
4.2 Saran
Setelah memahami paparan makalah diatas, seorang perawat
komunitas yang profesional diharapkan mampu melaksanakan asuhan
keperawatan komunitas secara maksimal, terutama masalah KDM lansia
yang sering terbengkalai.

DAFTAR PUSTAKA

Maryam, R Siti. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatanya. Jakarta: Salemba
Medika
Carpenito Moyet,L.J.2006. BukuSaku Diagnosis Keperawatan.Edisi 10.Jakarta :
EGC
Jeffrey B. Halter,dkk.2009.Hazzard's Geriatric Medicine and Gerontology,
6thEdition. USA: McGraw-Hill Companies
Patricia GauntlettBeare. RN, Phd. 2007.GerontologicalNursing : A Health
Promotion Protection Approach. Jakarta : EGC

Anderson, E.T. (2006). Buku Ajar Keperawatan Komunitas Teori dan Praktik.
Jakarta : EGC.
Basford, Lynn. & Slevin, Oliver. (2006). Teori & Praktik Keperawatan
Pendekatan Integral pada Asuhan Pasien. Jakarta : EGC

Ismayadi. (2004). Asuhan Keperawatan Dengan Reumatik (Artritis Treumatoid)


Pada Lansia. Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Kushariyadi. (2008). Asuhan Keperawatan Klien Lanjut Usia dengan Demensia


pada Home Care. Universita Muhammadiyah Malang

Kushariyadi. (2009). Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta :


Salemba Medika

Nugroho, Wahyudi. (2000). Keperawatan Gerontik Edisi kedua. Jakarta: EGC

Potter, Patricia. A. & Anne Griffin Perry.(2005). Buku Ajar Fundamental


Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC

Riyadi. Sugeng (2007), Keperawatan Kesehatan Masyarakat, retieved may 12nd


Stanlet, Mickey. & Beare, Patricia Gauntlett. (2006). Buku Ajar Keperawatan
Gerontik Edisi kedua. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai