Nim : 170204084
Kelas : D 3.2 PSIK
2. Gerakan Volunter.
Yang diperiksa adalah gerakan pasien atas permintaan pemeriksa,misalnya:
- Mengangkat kedua tangan pada sendi bahu.
- Fleksi dan ekstensi artikulus kubiti.
- Mengepal dan membuka jari-jari tangan.
- Mengangkat kedua tungkai pada sendi panggul.
- Fleksi dan ekstensi artikulus genu.
- Plantar fleksi dan dorso fleksi kaki.
- Gerakan jari- jari kaki.
3. Palpasi otot.
Pengukuran besar otot.
Nyeri tekan.
Kontraktur.
Konsistensi ( kekenyalan ).
Konsistensi otot yang meningkat terdapat pada.
- Spasmus otot akibat iritasi radix saraf spinalis, misal: meningitis, HNP.
- Kelumpuhan jenis UMN ( spastisitas ).
- Gangguan UMN ekstrapiramidal ( rigiditas ).
- Kontraktur otot.
- Konsistensi otot yang menurun terdapat pada.
- Kelumpuhan jenis LMN akibat denervasi otot.
- Kelumpuhan jenis LMN akibat lesi di ”motor end plate”
4. Perkusi otot.
Normal : otot yang diperkusi akan berkontraksi yang bersifat setempat dan berlangsung
hanya 1 atau 2 detik saja.
Miodema : penimbunan sejenak tempat yang telah diperkusi ( biasanya terdapat pada
pasien mixedema, pasien dengan gizi buruk ).
Miotonik : tempat yang diperkusi menjadi cekung untuk beberapa detik oleh karena
kontraksi otot yang bersangkutan lebih lama dari pada biasa.
5. Tonus otot.
Pasien diminta melemaskan ekstremitas yang hendak diperiksa kemudian ekstremitas
tersebut kita gerak-gerakkan fleksi dan ekstensi pada sendi siku dan lutut . Pada orang
normal terdapat tahanan yang wajar.
Flaccid : tidak ada tahanan sama sekali ( dijumpai pada kelumpuhan LMN).
Hipotoni : tahanan berkurang.
Spastik : tahanan meningkat dan terdapat pada awal gerakan , ini dijumpai pada
kelumpuhan UMN.
Rigid : tahanan kuat terus menerus selama gerakan misalnya pada Parkinson.
6. Kekuatan otot.
Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot, untuk memeriksa kekuatan otot ada dua cara:
- Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan pemeriksa
menahan gerakan ini.
- Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia disuruh
menahan.
7. Gerakan involunter.
Gerakan involunter ditimbulkan oleh gejala pelepasan yang bersifat positif, yaitu
dikeluarkan aktivitas oleh suatu nukleus tertentu dalam susunan ekstrapiramidalis yang
kehilangan kontrol akibat lesi pada nukleus pengontrolnya. Susunan ekstrapiramidal ini
mencakup kortex ekstrapiramidalis, nuklues kaudatus, globus pallidus, putamen, corpus
luysi, substansia nigra, nucleus ruber, nukleus ventrolateralis thalami substansia
retikularis dan serebelum.
Tremor saat istirahat : disebut juga tremol striatal, disebabkan lesi pada corpus striatum
( nucleus kaudatus, putamen, globus pallidus dan lintasan lintasan penghubungnya )
misalnya kerusakan substansia nigra pada sindroma Parkinson.
Tremor saat bergerak ( intensional ) : disebut juga tremor serebellar, disebabkan
gangguan mekanisme “feedback” oleh serebellum terhadap aktivitas kortes piramidalis
dan ekstrapiramidal hingga timbul kekacauan gerakan volunter.
Khorea : gerakan involunter pada ekstremitas, biasanya lengan atau tangan, eksplosif,
cepat berganti sifat dan arah gerakan secara tidak teratur, yang hanya terhenti pada waktu
tidur. Khorea disebabkan oleh lesi di corpus striataum, substansia nigra dan corpus
subthalamicus.
Athetose : gerakan involenter pada ektremitas, terutama lengan atau tangan atau tangan
yang agak lambat dan menunjukkan pada gerakan melilit lilit , torsi ekstensi atau torsi
fleksi pada sendi bahu, siku dan pergelangan tangan.
8. Fungsi koordinasi.
Tujuan pemeriksaan ini untuk menilai aktivitas serebelum. Serebelum adalah pusat yang
paling penting untuk mengintegrasikan aktivitas motorik dari kortex, basal ganglia,
vertibular apparatus dan korda spinalis. Lesi organ akhir sensorik dan lintasan
- lintasan yang mengirimkan informasi ke serebelum serta lesi pada serebelum dapat
mengakibatkan gangguan fungsi koordinasi atau sering disebut “Cerebellar sign “
- Macam-macam pemeriksaan “ Cerebellar sign”
- Test telunjuk hidung.
- Test jari – jari tangan.
- Test tumit – lutut.
- Test diadokinesia berupa: pronasi – supinasi, tapping jari tangan.
- Test fenomena rebound.
- Test mempertahankan sikap.
- Test nistagmus.
- Test disgrafia.
- Test romberg.
Test romberg positif: baik dengan mata terbuka maupun dengan mata tertutup , pasien
akan jatuh kesisi lesi setelah beberapa saat kehilangan kestabilan ( bergoyang – goyang )
Pasien sulit berjalan pada garis lurus pada tandem walking, dan menunjukkan gejala jalan
yang khas yang disebut “ celebellar gait “
Pasien tidak dapat melakukan gerakan volunteer dengan tangan,lengan atau tungkai
dengan halus.