Anda di halaman 1dari 22

KEPERAWATAN KOMUNITAS

TERAPI TRADISIOANAL ATAU KOMPLEMENTER


DI KOMUNITAS

OLEH
NI KADEK ERNI NURLIANI
NIM. 213221233
KELAS B14A

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat Beliaulah
makalah yang berjudul “ Terapi Tradisional Atau Komplementer Di Komunitas “ bisa
selesai tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas Mata Kuliah Konsep Keperawatan Komunitas
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
mendukung dalam penyusunan makalah ini.
Penulis sadar makalah ini belum sempurna dan memerlukan berbagai perbaikan, oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan. Akhir kata, semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya mahasiswa keperawatan.

.
                                                                     Denpasar, November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan..............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................3
A. Definisi Terapi Komplementer........................................................................................3
B. Jenis – Jenis Terapi Komplementer.................................................................................5
C. Tujuan Terapi Komplementer........................................................................................12
D. Fokus Terapi Komplementer.........................................................................................12
E. Peran Perawat Dalam Terapi Komplementer................................................................13
F. Teknik – Teknik Dalam Terapi Komplementer Pada Keperawatan Komunitas...........15
BAB III PENUTUP..................................................................................................................18
A. Kesimpulan....................................................................................................................18
B. Saran..............................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Terapi komplementer dikenal dengan terapi tradisional yang digabungkan
dalam pengobatan modern. Komplementer merupakan penggunaan terapi tradisional
ke dalam pengobatan modern (Andrews et al, 1999). Terminologi ini dikenal sebagai
terapi modalitas atau aktivitas yang menambahkan pendekatan ortodoks dalam
pelayanan kesehatan (Crips & Taylor, 2001).
Terapi komplementer juga disebut dengan pengobatan holistick. Hal ini
didasari oleh bentuk terapi yang mempengaruhi individu secara menyeluruh, yaitu
sebuah keharmonisan individu untuk mengintegrasikan pikiran, badan, dan jiwa dalam
kasatuan fungsi((Smith et al, 2004), dalm Wiyastuti, 2008)Terapi komplementer dan
alternatif sebagai sebuah domain luas dalam sumber daya pengobatan yang meliputi
system kesehatan, modalitas, praktik dan ditandai dengan teori dan keyakinan, dengan
cara berbeda dari sistem pelayanan kesehatan yang umum di masyarakat atau budaya
yang ada (Complementary and alternative medicine / CAM Research Methodology
Conference, 1997 dalam Snyder & Lindquis, 2002). Definisi tersebut menunjukkan
terapi komplementer sebagai pengembangan terapi tradisional dan ada yang
diintegrasikan denagan terapi modern yang mempengaruhi keharmonisan individu
dari aspek biologis, psikologis, dan spiritual.
Filosofi holistik pada terapi komplementer, yaitu adanya harmoni dalam diri
dan promosi kesehatan serta keterlibatan klien untuk mengambilan keputusan dalam
pengobatan dan peningkatan kualitas hidup menjadi alasan klien memilih pengobatan
komplementer.Sejumlah 82% klien melaporkan adanya reaksi efek samping dari
pengobatan konvensional yang diterima menyebabkan memilih terapi komplementer
(Synder & Lindquins, 2002)
Prinsip holistik pada keperawatan ini perlu didukung kemampuan perawat
dalam menguasai berbagai bentuk terapi keperawatan termasuk terapi komplementer.
Penerapan terapi komplementer pada keperawatan perlu mengaca kembali pada teori –
teori yang mendasari praktek keperawatan. Misalnya teori Rogers yang memnadang
manusia sebagai system terbuka, kompleks, mempunyai berbagai dimensi dan energy.
Teori dapat mengembangkan pengobatan tradisional yang menggunakan energy,
seperti tai chi, chikung, dan reiki.
Teori keperawatan yang ada dapat dijadikan dasar bagi perawat dalam
mengembangkan terapi komplementer, misalnya teori transcultural yang dalam
praktiknya mengaitkan ilmu fisiologi, anatomi, patofisiologi dan lain - lain.Hal ini
didukung dalam catatan Florence Nightingale yang telah menekankan pentingnya
mengembangkan lingkungan untuk penyembuhan dan pentingnya terapi, seperti musik
dalam proses penyembuhan. Selain itu, terapi komplementer meningkatkan
kesempatan perawat dalam menunjukkan caring pada klien.
Kebutuhan masyarakat yang meningkat dan berkembangnya penelitian
terrhadap terapi komplementer menjadi peluang bagi perawat untuk berpartisipasi
sesuai kebutuhan masyarakat. Perawat dapat berperan sebagai konsultan untuk klien
dalam memilih alternative yang sesuai ataupun membantu memberikan terapi

1
langsung. Namun haal ini perlu dikembangkan lebih lanjut melalui penelitian
(evidence-based practice) agar dapat dimanfaatkan sebagai terapi keperawatan yang
lebih baik.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi terapi komplementer?
2. Sebutkan jenis-jenis terapi komplementer ?
3. Apakah tujuan terapi komplementer?
4. Bagaimanakah fokus terapi komplementer dalam keperawatan komunitas ?
5. Bagaimanakah peran perawat dalam terapi komplementer pada keperawatan
komunitas?
6. Sebutkan teknik - teknik dalam terapi komplemeter pada keperawatan komunitas?

C. Tujuan Penulisan
1. Mampu memahami definisi terapi komplementer.
2. Mampu menyebutkan jeni- jenis terapi komplementer.
3. Mampu memahami tujuan terapi komplementer.
4. Mampu memahami fokus terapi komplementer dalam keperawatan komunitas.
5. Mampu memahami peran perawat dalam memberikan terapi komplementer pada
keperawatan komunitas.
6. Mampu menyebutkan teknik dalam terapi komplemeter pada keperawatan komunitas.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Terapi Komplementer


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), terapi adalah usaha untuk
memulihkan kesehatan orang yang sedang sakit, pengobatan penyakit, perawatan
penyakit. Sedangkan komplementer adalah bersifat melengkapi, bersifat
menyempurnakan. Pengobatan komplementer dilakukan dengan tujuan melengkapi
pengobatan medis konvensional dan bersifat rasional yang tidak bertentangan dengan
nilai dan hukum kesehatan di Indonesia.
Menurut WHO (World Health Organization), pengobatan komplementer adalah
pengobatan non-konvensional yang bukan berasal dari negara yang bersangkutan. Jadi
untuk Indonesia, jamu misalnya, bukan termasuk pengobatan komplementer tetapi
merupakan pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional yang dimaksud adalah
pengobatan yang sudah dari zaman dahulu digunakan dan diturunkan secara turun –
temurun pada suatu negara. Tapi di Philipina misalnya, jamu Indonesia bisa
dikategorikan sebagai pengobatan komplementer.
Kramlich (2014) menyebutkan terapi komplementer merupakan cara atau terapi
tambahan bersamaan dengan pengobatan komvensional. Pendapat lain mendefinisikan
sebagai beragam praktik dan produk terkait dengan kesehatan yang penggunaanya diluar
biomedis konpensional (Hall, Leach, Brosnan, & Collns, 2017).
Terapi komplementer adalah sebuah kelompok dari macam – macam sistem
pengobatan dan perawatan kesehatan, praktik dan produk yang secara umum tidak
menjadi bagian dari pengobataan konvensional. Berdasarkan data yang bersumber dari
Badan Kesehatan Dunia pada tahun 2005, terdapat 75 – 80% dari seluruh penduduk dunia
pernah menjalani pengobatan non-konvesional. Di Indonesia sendiri, kepopuleran
pengobatan non-konvensional, termasuk pengobatan komplementer, ini bisa diperkirakan
dari mualai menjamurnya iklan - iklan terapi non-konvensional di berbagai media.
Terapi komplementer dikenal dengan terapi tradisional yang digabungkan dalam
pengobatan modern. Terminologi ini dikenal sebagai terapi modalitas atau aktivitas yang
menambahkan pendekatan ortodoks dalam pelayanan kesehatan. Terapi komplementer
merupakan pengobatan holisstik karena mempengaruhi individu secara menyeluruh, yaitu

3
sebuah keharmonisan individu untuk mengintegrasikan pikiran, badan dan jiwa dalam
kesatuan fungsi.
Terapi komplementer atau terapi modalitas diakui sebagai upaya kesehatan nasional
oleh National Center for Complementary/Alternative Medicine (NCCAM) di Amerika.
Penggunaan istilah komplementer disebabkan karena pemakaian bersama terapi lain,
bukan sebagai pengganti dan pengobatan biomedis. Terapi komplementer juga digunakan
dalam praktek keperawatan professional sebagai terapi alternative di beberapa klinik
perawatan, misalnya latihan relaksas otot progresif pada penanganan klien dengan
epilepsy yang menyertai penggunaan obat antiepilepsi. Studi menunjukkan bahwa
penggunaan relaksasi otot progresif dapat meningkatkan control kejang (Whitman dkk.,
1990). Namun demikian, terapi komplementer dapat digunakan mandiri atau tidak
berhubungan dengan terapi biomedis karena diposisikan sebagai upaya promosi
kesehatan, misalnya klien dipijat secara rutin untuk mencegah munculnya stress.
Terapi komplementer merupakan terapi holistis atau terapi nonbiomedis. Hasil
penelitian tentang psikoneuroimunologi mengungkapkan bahwa proses interaktif pada
manusia dengan tubuh, pikiran, dan interaksi social memengaruhi kesejahteraan
seseorang. NCCAM menetapkan bahwa terapi komplementer secara garis besar
didasarkan sebagai kategori terapi pikiran-tubuh (mind-body terapies). Sementara terapi
biomedis lebih banyak memengaruhi seluruh tubuh dan berfokus pada dampak terapi
terhadap pengobatan atau penanganan masalah fisik. Sebagai contoh, pada terapi
biomedis, evaluasi efek obat antihipertensi hanya ditentukan melalui tekanan darah dan
tidak memperhatikan bagaimana obat memengaruhi alam rohani dan psikologis.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1109/MENKES/PER/IX/2007 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer
Alternatiff di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, definisi pengobatan komplementer
tradisional- alternative adalah pengobatan non konvensional yang ditujukan untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, meliputi upaya promotif, preventive, kuratif,
dan rehabilitative yang diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas
keamanan, dan afektivitas yang tinggi berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik tetapi
belum diterima dalam kedokteran konvensional.
Pendapat lain mengatakan terapi komplementer dan alternative sebagai domain luas
dalam sumber daya pengobatan yang meliputi system kesehatan, modalitas, praktik dan
ditandai dengan teoridan keyakinan dengan cara berbeda dari system pelayanan
kesehatan yang umum di masyarakat atau budaya yang ada (Complementary and

4
Alternative medicine Research Methodology Conference, 1997 dalam Synder &
Lindquis,2002).
B. Jenis – Jenis Terapi Komplementer
1. Akupuntur
Di Cina, praktek akupunktur telah dimulai dari zaman batu dengan menggunakan
batu tajam atau Bian Shi. Jarum batu Akupuntur yang diperkirakan sudah ada sejak
3000 SM ditemukan oleh ahli arkeolog di pedalaman Mongolia. Pengobatannya sangat
individu dan dilakukan berdasarkan intuisi, subjektif dan pengalaman pribadi, bukan
atas dasar penelitian medis. Akupuntur melibatkan penusukan jarum dalam berbagai
ukuran ke dalam “titik meridian” dalam tubuh manusia dengan tujuan untuk
mengalihkan Chi (energi vital tubuh) untuk meningkatkan keseimbangan tubuh atau
mengembalikan kesehatan tubuh (Hadibroto dkk, 2006).
Titik Meridian adalah jalur yang sangat penting dalam tubuh manusia sebagai
tempat mengalir Chi. Chi mengalir dalam tubuh manusia memberikan energi vital
untuk organtubuh agar organ-organ tubuh dapat berfungsi dengan baik.Maka sangat
penting untuk memastikan bahwa Chi dapat mengalir dengan bebas untuk memastikan
bahwa struktur dan fungsi organ tubuh bagian dalam bekerja dengan efektif
(Hadibroto dkk, 2006). Jarum ditusukkan ke titik meridian untuk mempengaruhi Chi
yang mengalir ke organ tubuh bagian dalam, untuk meningkatkan struktur dan fungsi
mereka. Jarum juga dapat digunakan untuk daerah tertentu yang terasa sakit yang
mungkin berhubungan dengan masalah dalam tubuh, seperti cedera akibat olahraga.
Sebagai contoh, sebuah jarum ditusukkan ke daerah tendon yang tertarik atau otot
yang kelelahan akan meningkatkan aliran Chi ke area tersebut. Yang akan
menghilangkan rasa sakit dan mempercepat proses penyembuhan (Hadibroto dkk,
2006).
Akupuntur dapat menyebabkan beberapa reaksi fisik, baik di sekitar daerah
dimana akupuntur dilakukan atau di daerah lain karena sel syaraf yang
menghubungkan organ keotak. Ini dapat mengaktifkan berbagai sistem dalam otak dan
tubuh. Rasa sakit di salurkan melalui hormon urat syaraf, terutama yang berhubungan
dengan penerima rasa sakit. Pereda rasa sakit yang diberikan oleh morfin bekerja pada
penerima yang sama dengan hormon urat syaraf ini. Endorphin yang diproduksi oleh
otak adalah pengganti alami dari morfin dan bekerja dengan cara yang sama.
2. Herbalisme Medis

5
Herbalisme medis- penggunaan obat dari tumbuhan untuk pencegahan dan
pengobatan penyakit- memiliki sejarah sepanjang sejarah umat manusia. Di inggris,
metode ini memiliki dasar sejarah yang sebagian dalam model Galenis “cairan tubuh”
(darah, empedu hitam, empedu kuning lender),”temperamen”-nya (misalnya panas,
dingin, lembab), dan kepercayaan bahwa penyakit disebabkan oleh ketidakseimbangan
cairan-cairan ini. Herba digunakan untuk memperbaiki ketidakseimbangan ini dan
serig digambarkan sebagai, misalnya,”pemanas”, atau”pendingin”, seperti peppermint,
akan digunakan untuk mengobati kondisi-kondisi “panas” seperti demam. Di inggris,
herbalisme jugadi ambil dari tradisi-tradisi lain, misalnya penggunaan herba di
Amerika utara oleh Samuel Thomson, meskipun Thomson sendiri pada awalnya di
pengaruhi oleh herbalisme di Eropa (Heinrich et al., 2009).
Kini, herbalisme modern, yang dipraktikkan oleh herbalis medis,diambil dari
pengetahuan tradisional, tetapi metode ini semakin banyak di tapsirkan dan diterapkan
dalam konteks modern. Sebagai contoh, herbalis menggunakan pengetahuan terkini
mengenai penyebab dan akibat penyakit serta beberapa alat diagnosisi, seperti
pengukuran tekanan darah, yang di gunakan dalam pengobatan dalam pengobatan
konvensional. Beberapa aspek herbalisme zaman modern lainnya adalah sebagai
berikut (Heinrich et al., 2009).
a. Herbalisme menggunakan suatu pendekatan holistik dengan
mempertimbangkan perasaan sehat pasien secara pisikologis dan emosional,
juga kesehatan fisik.
b. Herbalis memilih herbal berdasarkan pada basis individual untuk setiap pasien
(sesuai dengan pendekatan holistic) sehingga kemungkinan besar pasien-pasien
dengan gejala fisik yang sama akan menerima kombinasi herba yang berbeda.
c. Herbalis juga bertujuan untuk menggidentifikasi penyebab dasar (misalnya
stres) penyakit pasien dan mempertimbangkan hal ini dalamrencana
pengobatan.
d. Herba di gunakan untuk merangsang kemempuan penyembuhan tubuh, untuk
“memperkuat” system tubuh, dan untuk “memperbaiki” fungsi tubuh yang
terganggu, bukan untuk mengobati gejala-gejala yang muncul secara
langgsung.
e. Herba mungkin di gunakan, misalnya, dengan tujuan untuk “mengeliminasi
toksin” atau “merangsang” peredaran darah. Tujuannya adalah untuk
penyembuhan jangka panjang dari kondisi-kondisi tertentu

6
Salah satu prinsip dasar herbalisme adalah bahwa kandungan herba yang berbeda
bekerja bersama dalam beberapa cara (yang tidak dapat di jelaskan) sehingga
menghasilkan efek-efek bermanfaat. Herbalis medis mengobati berbagai macam
kondisi akut (misalnya infeksi), dan yang lebih lazim, kondisi kronis. Beberapa contoh
gangguan yang biasanya dikonsultasikan orang kepada herbalis yaitu (Heinrich et al.,
2009) :
a. Sindrom iritasi usus
b. Sindrom pramenstruasi
c. Gejala- gejala menopause
d. Eksim
e. Jenis-jenis arthritis
f. Depresi
g. Jerawat dan kondisi lainnya
h. Sistitis
i. Migrain
j. Sindrom lelah kronis
Herbalis biasanya merespon obat-obat herbal, seperti tingtur, meskipun terkadang
menggunakan formulasi yang lebih pekat (ekstrak cair). Jika suatu resep memerlukan
beberpa herba, tingtur dan ekstrak cair di campur menjadi suatu campuran. Beberapa
herbalis akan menyiapkan bahan-bahan persediaannya sendri, sementara bahan yang
lain dibeli dari pemasok khusus dan sebagian besar memberikan resep herbalnya
sendiri. Formulasi oral lainnya (tablet, kapsul) dan sediaan herba topikal juga dapat di
resepkan (Heinrich et al., 2009).
Terdapat sekumpulan bukti klinis yang signifikan tentang manfaat dan resiko
potensial yang berkaitan dengan penggunaan obat herbal tertentu. Ikhtisar mengenai
beberapa herba paling penting yang umum di gunakan dapat dilihat pada bagiab B
buku ini. Sebagian besar informasi ini berkaitan dengan penggunaan obat herbal
tertentu yang diformulasikan sebagai sediaan fitofarmasi dan di gunakan dengan cara
yang sama dengan sediaan farmasi konfensional, biasanya dibawah pengawasan
seorang docter, untuk mengobati gejala-gejala penyakit. Penelitien tentang efikasi dan
keamanan obat herbal dan kombinasi obat herbal yang telah di gunakan oleh praktisi
obat herbal sangat sedikit. Selain itu, efikasi dan keamanan herbalisme sebagai salah
satu pendekatan pengobatan belum di evaluasi secara ilmiah (Heinrich et al., 2009).
c. Aromaterapi

7
Tumbuhan aromatis dan ekstraknya telah digunakan pada kosmetik dan parfum
serta untuk keperluan religious selama ribuan tahun, meskipun hanya sedikit kaitannya
dengan penggunaan terapeutik minyak-minyak atsiri. Dasar-dasar aromaterapi
berkaitan dengan Rene-Maurice Gattefosse, seorang ahli kimia pembuat parfum dari
Prancis, yang pertama kali menggunakan istilah aromaterapi pada tahun 1928
(Heinrich et al., 2009).
Aromaterapi adalah penggunaan terapeutik zat-zat aromatic yang diekstraksi dari
tumbuhan. Kelompok paling penting pada zat-zat ini adalah minyak atsiri. Minyak ini
biasanya diperoleh dari bahan tumbuhan (misalnya akar, daun, bunga, biji) dengan
cara destilasi, meskipun tindakan fisik (menggunakan pengempaan dan tekanaan)
adalah metode yang digunakan untuk memperoleh beberapa minyak atsiri, terutama
yang diperoleh dari kulit buah sitrus. Beberapa aspek penting untuk penggunaan
minyak atsiri dalam aromaterapi dijelaskan berikut ini (Heinrich et al., 2009) :
a. Aromaterapis menyakini bahwa minyak atsiri dapat digunakan tidak hanya untuk
pengobatan dan pencegahan penyakit, tetapi juga efeknya terhadap mood, emosi
dan rasa sehat.
b. Aromaterapi diklaim sebagai suatu terapi holistik; dalam hal ini, aromaterapis
memilih suatu minyak atsiri, atau kombinasi minyak atsiri, disesuaikan dengan
gejala, kepribadian, dan keadaan emosi masing-masing klien. Pengobatan dapat
berubah pada kunjungan pasien berikutnya.
c. Minyak atsiri dijelaskan tidak hanya dengan rujukan terhadap reputasi sifat-sifat
farmakologisnya (misalnya antibakteri, antiradang), tetapi juga melalui hal-hal yang
tidak dikenali pada obat-obat kovensional (misalnya keseimbangan, member
energi).
d. Aromaterapis menyakini bahwa kandungan minyak atsiri, atau kombinasi minyak,
bekerja secara sinergistis untuk meningkatkan efikasi atau mengurangi terjadinya
efek-efek merugikan yang terkait dengan kandungan kimia tertentu.
Aromaterapi digunakan secara luas sebagai suatu pendekatan untuk meredakan
stres, dan banyak minyak atsiri diklaim sebagai ‘perelaksasi’. Banyak aromaterapis
juga mengklaim bahwa minyak atsiri dapat digunakan dalam pengobatan berbagai
kondisi. Banyak pengguna menggunakan sendiri minyak atsiri untuk perawatan
kecantikkan, membantu relaksasi, atau mengobati penyakit ringan tertentu, banyak
diantaranya tidak cocok untuk pengobatan sendiri. Aromaterapi juga digunakan dalam
berbagai pelayanan kesehatan kovensional, seperti dalam perawatan paliatif, unit

8
perawatan intesif, unit kesehatan jiwa dan pada unit-unit khusus yang merawat pasien
HIV/AIDS, cacat fisik, dan ketidakmampuan belajar yang parah (Heinrich et al.,
2009).
Metode paling lazim yang digunakan oleh aromaterapis untuk penggunaan
minyak atsiri adalah dengan pemijatan, yaitu tetesan dua sampai tiga minyak atsiri
diencerkan dalam pembawa berupa minyak sayur, seperti minyak biji anggur, minyak
jojoba dll. Metode lain untuk penggunaan minyak atsiri yang dilakukan oleh
aromaterapis atau dalam perawatan sendiri antara lain (Heinrich et al., 2009)
a. Penambahan minyak atsiri ke dalam air mandi dan air untuk mencuci kaki (air
harus diaduk dengan kuat untuk membantu disperse).
b. Dihirup
c. Kompres
d. Digunakan dalam peralatan aromaterapi (misalnya alat pembakar dan penguap).
Beberapa praktisi menganjurkn penggunaan minyak atsiri secara oral, yang
disebut ‘aromatologi’. Namun minyak atsiri tidak boleh digunakan untuk pemakaian
internal tanpa pengawasan medis. Beberapa aromatis juga menyatakan bahwa minyak
atsiri dapat diberikan malalui vagina (misalnya, melalui tampon atau douche) atau
secara rektal, tetapi pemberian melalui rute-rute ini dapat menyebabkan iritasi
membran dan tidak dianjurkan (Heinrich et al., 2009).
Biasanya, minyak atsiri mengandung sekitar 100 atau lebih kandungan kimia,
kebanyakan terdapat pada konsentrasi dibawah 1%, meskipun beberapa kandungan
terdapat pada konsentrasi yang jauh lebih rendah. Beberapa minyak atsiri mengandung
satu atau dua kandungan utama, serta sifat-sifat terapeutik dan toksikologis minyak
tersebut sebagian besar dimiliki oleh kandungan kimia tersebut. Namun, kandungan-
kandungan lain yang terdapat pada konsentrasi rendah mingkin penting. Komposisi
suatu minyak atsiri akan bervariasi tergantung pada lingkungan dan kondisi
pertumbuhan tumbuhan tersebut, bagian tumbuhan yang digunakan, serta pada metode
panen, ekstraksi, dan penyimpanan (Heinrich et al., 2009).
Minyak-minyak atsiri harus merujuk pada nama binomial latin spesies
tumbuhan yang menghasilkan minyak tersebut. Bagian tumbuhan yang digunakan
harus dinyatakan secara khusus, dan terkadang spesifikasi lebih lanjut diperlukan
untuk menjelaskan jenis senyawa kimia dalam suatu tumbuhan tertentu; misalnya,
Thymus vulgaris CT timol menjelaskan jenis senyawa kimia suatu spesies timi yang
memiliki timol sebagai kandungan kimia utamanya (Heinrich et al., 2009).

9
Minyak atsiri diyakini bekerja dengan cara memberikan efek-efek
farmakologis setelah Absorpsi ke dalam peredaran darah dan melalui efek aromanya
terhadap sistem olfaktori. Terdapat bukti bahwa minyak atsiri diabsorpsi ke dalam
peredaran darah setelah penggunaan secara topical (yaitu pemijatan) dan setelah
dihirup, meskipun jumlah yang memasuki peredaran darah kemungkinan sangat kecil.
Terdapat bukti bahwa minyak tea tree yang digunakan secara topical efektif dalam
pengobatan infeksi-infeksi kulit tertentu, tetapi penelitian-penelitian ini belum menguji
aromaterapi yang dipraktikkan oleh aromaterapis (Heinrich et al., 2009).
Sedikit efek merugikan yang berkaitan dengan pengobatan aromaterapi telah
dilaporkan;sebagian besar laporan berkaitan dengan kasus-kasusdermatitis kontak
pada pasien atau aromaterapis. Efek merugikan sementara yang bersifat ringan,seperti
mengantuk, sakit kepala dan mual, dapat terjadi setelah pengobatan aromaterapi.
Secara umum disarankan untukmenghindari penggunaan minyak atsiri selam
kehamilan, terutama selama trimester pertama.Penggunaan minyak atsiri tertentu juga
harus dihindari oleh pasien epilepsy (Heinrich et al., 2009).
d. Terapi Pengobatan Bunga
Pengobatan bunga Bach dikembangkan oleh Dr Edward Bach (1886-1936),
seorang dokter dan ahli homeopati. Teorinya adalah bahwa dengan mengobati respons
emosional dan mental pasien terhadap penyakitnya, gejala-gejala fisik akan dapat
diredahkan. Ia mengidentifikasi 38 keadaan psikologis negative (misalnya iri, putus
asa, rasa bersalah, tidak dapat memutuskan) dan mencari obta-obat alam yang dapat
digunakan untuk memperbaiki berbagai keadaan pikiran yang negatif ini (Heinrich et
al., 2009).
Berbagai jenis obat bunga banyak tersedia untuk dipilih sendiri dan terapi
mandiri.Selain itu beberapa orang menjalani pelatihan untuk menjadi praktisi
pengobatan dengan bunga; hal ini meliputu beberapa professional pelayanan
kesehatan, seperti beberapa dokter umum, yang menggunakan obat-obatan bunga
beserta praktik medis konvensional yang mereka lakukan setiap hari (Heinrich et al.,
2009).
Bach mengembangkan 38 obat bunga, di antaranya terdiri atas bunga-bunga
liar tunggal dan pohon-pohon berbunga, dan 1 yang diperoleh dari mata air alami. Ia
bertujuan bahwa masing-masing obat digunakan untuk keadaan emosional atau mental
tertentu. Misalnya :
1) Gentian (Gentiana amarella) untuk perasaan murung.

10
2) Holly (Ilex aquifolium) untuk perasaan iri.
3) Impatiens (Impatiens glandulifera) untuk ketidaksabaran
4) Pinus (Pinus sylvestris) untuk rasa bersalah.
5) Rock rose (Helianthemum nummularium) untuk perasaan takut.
Bach juga mengembangkan suatu sediaan yang dinamakan obat penyelamat
(Recue Remedy), yang merupakan kombinasi lima obat lainnya: Impatiens (Impatiens
glandulifera), bintang Betlehem (Ornithogalum umbellatum), prem ceri (Prunus
cerasifera), Rock rose (Helianthemum nummularium), dan Clematis (Clematis vitalba).
Bach menganjurkan sediaan ini untuk digunakan dalam situasi yang sulit mendesak,
seperti syok, sangat ketakutan dan kehilangan (Heinrich et al., 2009).
Obat-obat bunga Bach disiapkan dari tingtur induk yang dibuat dari bahan-bahan
tumbuhan dan mata air alami dengan menggunakan suatu metode infus (penjemuran)
atau metode ‘pendidihan’.Obat-obat bunga biasanya digunakan secara oral (2-4 tetes
ditambahkan pada air dingin dan diminum sedikit-sedikit), meskipun pada beberapa
kasus, tetesan dapat diteteskan langsung dibawah lidah dan bahkan pada pergelangan
tangan atau pelipis. Obat penyelamat juda tersedia dalam bentuk krim untuk
penggunaan luar (Heinrich et al., 2009).
Meskipun terdapat banyak laporan yang bersifat anekdot mengenai keuntungan
obat-obat bunga, tidak ada penelitian eksperimenta maupun klinis tentang efek-efeknya
yang terkenal. Obat-obat bunga diklaim secra luas sama sekali tidak menimbulkan efek
merugikan. Efek-efek merugikan tidak mungkin terjadi, mengingat bahwa sediaan
tersebut hanya mengandung bahan-bahan yang sangat encer. Namun, karena obat-obat
bunga mengandung alkohol, obat-obat ini mungkin tidak sesuai untuk beberapa orang.
Penggunaan suatu obat bunga secara berlebihan dapat mengkwatirkan jika seseorang
mengandalkan terapi mandiri dengan menggunakan obat-obat bunga untuk kondisi-
kondisi seperti ansietas atau depresi, yang mungkin membutuhkan penanganan medis
dan bantuan professional lainnya (Heinrich et al., 2009).
Jenis - jenis terapi komplementer menurut PERMENKES No:
1109/Menkes/Per/IX/2007, antara lain:
1. Intervensi tubuh dan pikiran (mind and body interventions) meliputi : Hipnoterapi,
mediasi, penyembuhan spiritual, doa dan yoga.
2. Sistem pelayanan pengobatan alternatif meliputi: akupuntur, akupresur, naturopati,
homeopati, aromaterapi, Ayurveda.

11
3. Cara penyembuhan manual meliputi: chiropractice, healing touch, tuina, shiatsu,
osteopati, pijat urut.
4. Pengobatan farmakologi dan biologi meliputi: jamu, herbal, gurah.
5. Diet dan nutrisi untuk pencegahan dan pengobatan meliputi: diet makro nutrient,
mikro nutrient.
6. Cara lain dalam diagnosa dan pengobatan meliputi: terapi ozon, hiperbarik, EECP.
C. Tujuan Terapi Komplementer
Terapi komplementer bertujuan untuk memperbaiki fungsi dari sistem - sistem
tubuh, terutama sistem kekebalan dan pertahanan tubuh agar tubuh dapat menyembuhkan
dirinya sendiri yang sedang sakit, karena tubuh kita sebenarnya mempunyai kemampuan
untuk menyembuhkan dirinya sendiri, asalkan kita mau mendengarkannya dan
memberikan respon dengan asupan nutrisi yang baik lengkap serta perawatan yang tepat.
Menurut NCCAM terapi komplementer menjadi pengobatan untuk kondisi
tertentu dan merupakan bagian integral dari system pelayanan kesehatan termasuk profesi
perawat. Basis filosofis yang mendasari penggunaan terapi komplementer berbeda
dengan model biomedis konvensional. Biomedis berusaha untuk menghilangkan dan
memperbaiki etiologi atas masalah yang mendasari serta menekankan pada pengobatan
trauma maupun situasi darurat lainnya (Well, 1995).
Sementara tujuan terapi komplementer dalam sintesis keperawatan adalah untuk
mencakup keselarasan dan keseimbangan dalam diri seseorang. Zollman dan Vickers
(1999) menyatakan tujuan dari intervensi terapeutik adalah untuk mengembalikan
keseimbangan dan memfasilitasi respon tubuh daripada penyembuhan proses penyakit
atau penghentian gejala. Oleh karena itu, perawat memberikan perawatan yang mencakup
modifikasi gaya hidup, perubahan diet, olahraga, pengobatan khusus, konseling, latihan,
bimbingan pada pernapasan, relaksasi serta resep herbal. Konsep ini menekankan
pentingnya system perawatan yang menerapkan pendekatan kepedulian secara holistis
terhadap perawatan yang akan meningkatkan pelayanan kesehatan.
D. Fokus Terapi Komplementer
Perawat penting mengenal terapi komplementer, karena masyarakat di Indonesia
masih banyak yang menggunakan terapi tradisional. Masyarakat Indonesia lebih banyak
melakukan tindakan awal dengan cara tradisional sebelum pergi ke pelayanan kesehatan,
sehingga perlu pengetahuan yang cukup untuk membantu masyarakat dalam memberi
informasi berbagai jenis tindakan. Klien dapat memilih tindakan yang tepat sesuai dengan
masalah yang dialaminya. Perawat yang menguasai terapi komplementer juga dapat

12
memberikan tindakan sesuai kebutuhan klien. Hal ini sesuai dengan tujuan
penyelenggaraan terapi komplementer dan alternative yaitu memberi pelindungan kepada
klien, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan serta member
kepastian hukum kepeda masyarakat dan tenaga pengobatnya (Permenkes RI No 1109,
2007). Kondisi saat ini sudah banyak perawat yang mengenal dan kompeten melakukan
terapi komplementer di Indonesia.
Prinsip keperawatan yang perlu diaplikasikan dalam melaksanakan terapi
komplementer dan alternative adalah holistik, komprehensif, dan kontinue. Prinsip
holistik pada terapi komplementer sesuai dengan pendekatan perawat yang mengacu pada
kebutuhan biologis, psikologis, social, cultural dan spiritual (Berman, et al 2015; Potter,
Perry, Stockert & Hall, 2013).
Level pencegahan terdiri dari primer, sekunder, dan tersier (Edelman & Mandle,
2010). Terapi komplementer dapat dilakasanakan disemua level pencegahan tersebut
misalnya seseorang yang ingin lebih sehat dengan konsumsi suplemen nutrisi,
pencegahan sekunder misalnya menggunakan herbal unutk menyembuhkan penyakitdan
contoh tersier menggunakan massage untuk membantu anggota gerak yang lumpuh untuk
meningkatkan fungsi dan mempertahankan tubuhnya. Terapi komplementer mengajarkan
individu mengubah perilaku seseorang untuk memperbaiki respon fisik terhadap setres
dan peningkatan tanda masalah fisik seperti kekakuan otot, ketidaknyamanan pada perut,
nyeri atau gangguan tidur (Potter, Perry, Stockert & Hall, 2013). Penerapan terapi
komplementer dalam semua level ini sesuai dengan prinsip komprehensif dalam
keperawatan. Terapi komplementer untuk semua level pencegahan tersebut juga
memperhatikan system klien.

E. Peran Perawat Dalam Terapi Komplementer


Dalam memberikan terapi komplementer komplemer perawat mempunyai peran
yang penting, diantaranya:
1. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan
Didukung oleh teori keperawatan, yaitu teori Orem (1971), tujuan dari
keperawatan adalah untuk merawat dan membantu klien mencapai perawatan diri
secara total. Tujuan keperawatan untuk memfasilitasi proses penyembuhan tubuh
dengan memanipulasi lingkungan klien (Nightingale, 1860). Menurut Rogers (1970),
untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan, mencegah kesakitan, dan

13
merawat serta merehabilitasi klien yang sakit dan tidak mampu dengan pendekatan
humanistic keperawatan.
Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan
perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan
melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan
sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan
dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia,
kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatan
ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan kompleks.
Proses keperawatan penting digunakan untuk mengidentifikasi, mencegah,
mengatasi masalah actual atau potensial dalam status kesehatan (Bertnan et al.,2015).
Perawat mengguanakan proses keperawatan dengan mempertimbangkan klien menjadi
mampu mengenali kesehatannya sendiri dan menghormati pengalaman subyektifnya
yang relevan dalam memelihara kesehatan atau pendampingan dalam pemulihan
(Edelman dan Mandle, 2010).
Kebutuhan praktik keperawatan lanjut dalam memberikan terapi komplementer
yang terintegrasi antar intervensi konvensional dengan tradisional dapat memunculkan
dilemma terhadap penghargaan imbalan jasa (Gaydos, 2001)
2. Peran Perawat Sebagai Advokat (Pembela) Klien
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam
menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain,
khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan berkaitan
dengan terapi komplementer yang diberikan kepada pasiennya. Perawat juga berperan
mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi ha katas pelayanan
sebaik-baiknya, ha katas informasi tentang penyakitnya, ha katas privasi, hak untuk
menentukan nasibnya sndiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalain.
Perawat sebagai advokat berperan untuk memenuhi permintaan kebutuhan
perawatan komplementer yang mungkin diberikan termasuk perawatan alternative
(Smith et al.,2004).
3. Peran Perawat Sebagai Edukator
Didukung oleh teori Peplau (1952), tujuan dari keperawatan untuk
mengembangkan interaksi antara perawat dank lien. Menurut King (1971), tujuan
keperawatan untuk memanfaatkan komunikasi dalam membantu klien mencapai
kembali adaptasi secara positif terhadap lingkungan. Peran ini dilakukan dengan

14
membantu klien dalam meningkatkantingkat pengetahuan kesehatan mengenai terapi
komplementer, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan sehinnga terjadi
perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.
4. Peran Perawat Sebagai Peneliti
Perawat yang telah mendapatkan pengakuan dari organisasi profesi atau
lembaga tersertifikasi dapat melakukan intervensi terapi komplementer untuk praktik
dan penelitian. Penelitian yang dilakukan perawat tetap harus menggunakan
pertimbangan etik dan standar yang sesuai dengan batasan yang berlaku. Perawat yang
terlibat aktif dalam penelitian terapi komplementer, salah satu diantara ketua atau
anggota tim interdisiplin harus memiliki kemampuan atau sertifikat tersebut (Synder &
Lindquist, 2010).
5. Peran Perawaat Sebagai Pendidik Kesehatan
Sebagai pendidik kesehatan, perawat dapat menjadi pendidik bagi perawat di
sekolah tinggi keperawatan seperti yang berkembang di Australia dengan lebih dahulu
mengembangkan kurikulum pendidikan (Crips & Taylor, 2001).
F. Teknik – Teknik Dalam Terapi Komplementer Pada Keperawatan Komunitas
Di Indonesia ada 3 jenis teknik pengobatan komplementer yang telah
ditetapkan oleh Departemen Kesehatan untuk dapat diintegrasikan ke dalam pelayanan
konvensional, yaitu sebagai berikut :
1. Meditasi
Meditasi adalah suatu teknik yang memungkinkan seseorang mampu
menggunakan kesadaran dan pengalamannya sehingga membuat seseorang lebih
sadar akan dirinya (Snyder & Lindquist). Meditasi dapat menjadikan orang santai,
hal ini dapat menjadikan tubuh merasa rileks, pikiran lebih tenang, meningkatkan
kesejahteraan fisik dan emosional dengan kondisi lingkungan tenang, posisi yang
nyaman. (Fontaine, 2005; Mantle & Tiran, 2009). Meditasi merupakan sarana
seseorang untuk fokus terhadap suatu objek. Terapi ini menggunakan sikap tubuh
yang spesifik, memfokuskan perhatian atau sikap terbuka terhadap gangguan.
Indikasi meditasi dilakukan pada saat stress, cemas, denyut jantung dan tekanan
darah meningkat. Kontraindikasi melakukan meditasi adalah klien yang kurang
mampu menyimpan emosi dan kurang mampu menganalisa sebab akibat yang
kompleks.
2. Terapi massase

15
Teknik ini dengan cara menekan, mengusap dan memanipulasi otot dan
jaringan lunak lainnya pada tubuh. Pengertian massase telah mengalami proses
penyempurnaan berdasarkan ilmu-ilmu mengenai tubuh manusia serta gerakan-
gerakan tangan yang bersifat mekanis terhadap tubuh manusia yang dilakukan
dengan berbagai teknik (Snyder & Lindquist, 2010) massase dapat berfungsi
sebagai salah satu terapi untuk meredakan berbagai keluhan fisik, seperti rasa
kembung, menghilangkan nyeri dan meredakan stress serta kelelahan fisik. Massase
membantu mengurangi ketegangan otot dengan menstimulasi sirkulasi darah dalam
tubuh, relaksasi mengurangi nyeri, sedangkan pada bayi melancarkan sirkulasi
sehingga efektif meningkatkan berat badan (Snyder & Lindquist; Mantle & Tiran,
2009).
3. Yoga
Yoga merupakan suatu sarana untuk mencapai suatu tingkat aktivitas untuk
pikiran dan jiwa agar berfungsi bersama secara harmonis (Shindu, 2013). Teknik
ini mengkombinasikan postur fisik, teknik nafas dalam, dan emditasi atau relaksasi.
Teknik yoga bermacam-macam tetrgantung aliran yang ada (Snyder & Lindquist,
2010; Kinasih, 2010). Yoga mengkombinasikan postur, pernapasan, dan meditasi
ataupun relaksasi, untuk mampu melakukan dengan benar menggunakan buku-buku
panduan yanga da, mengikuti kelas yoga atau video.
4. Bekam
Bekam dikenal dari masa kuno, cina dan timur tengah sebagai salah satu
teknik pengobatan tertentu didunia. Pengertian bekam adalah melakukan suction
pada bagian tertentu (lokal) dengan menggunakan cups pada area yang telah dipilih
pada tubuh. Tujuan utama terapi ini untuk mempercepat aliran darah dan membantu
mengeluarkan darah yang sudah tidak memiliki manfaat bagi tubuh. Bekam juga
bermanfaat untuk mengeluarkan racun dari sirkulasi kulit dan kompartemen
interstisial (Kim et al, 2012).
5. Akupuntur
Akupunktur medik yang dilakukan oleh dokter umum berdasarkan
kompetensinya. Metode yang berasal dari Cina ini diperkirakan sangat bermanfaat
dalam mengatasi berbagai kondisi kesehatan tertentu dan juga sebagai analgesi
(pereda nyeri). Cara kerjanya adalah dengan mengaktivasi berbagai molekul signal
yang berperan sebagai komunikasi antar sel. Salah satu pelepasan molekul tersebut
adalah pelepasan endorphin yang banyak berperan pada sistem tubuh.

16
6. Terapi hiperbarik
Terapi heperbarik yaitu suatu metode terapi dimana pasien dimasukkan ke
dalam sebuah ruangan yang memiliki tekanan udara 2-3 kali lebih besar daripada
tekanan udara atmosfer normal (1 atmosfer), lalu diberi pernapasan oksigen murni
(100%). Selama terapi, pasien boleh membaca, minum, atau makan untuk
menghindari trauma pada telinga akibat tingginya tekanan udara.
7. Terapi herbal medik
Terapi herbal medic yaitu terapi dengan menggunakan obat bahan alam, baik
berupa herbal terstandar dalam kegiatan pelayanan penelitian maupun berupa
fitofarmaka. Herbal terstandar yaitu herbal yang telah melalui uji preklinik pada
cell line atau hewan coba, baik terhadap keamanan maupun efektivitasnya. Terapi
dengan menggunakan herbal ini akan diatur lebih lanjut oleh Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Daya efektivitas beberapa teknik terapi komplementer untuk mengatasi
berbagai jenis gangguan penyakit tidak bisa dibandingkan satu dengan lainnya
karena masing-masing mempunyai teknik serta fungsinya sendiri-sendiri. Terapi
hiperbarik misalnya, umumnya digunakan untuk pasien-pasien dengan gangren
supaya tidak perlu dilakukan pengamputasian bagian tubuh. Terapi herbal,
berfungsi dalam meningkatkan daya tahan tubuh. Sementara, terapi akupunktur
berfungsi memperbaiki keadaan umum, meningkatkan sistem imun tubuh,
mengatasi konstipasi atau diare, meningkatkan nafsu makan serta menghilangkan
atau mengurangi efek samping yang timbul akibat dari pengobatan kanker itu
sendiri, seperti mual dan muntah, fatigue (kelelahan) dan neuropati.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Terapi komplementer merupakan pengobatan non-konvensional yang bukan
berasal dari negara yang bersangkutan. Terapi komplementer adalah cara
menanggulangi penyakit yang dilakukan sebagai pendukung pengobatan medis
konvensional atau sebagai pengobatan pilihan lain di luar pengobatan medis yang
konvensional.
Jenis-jenis terapi komplementer adalah akupuntur, herbalisme medis,
aromaterapi, terapi pengobatan bunga. Prinsip keperawatan yang perlu diaplikasikan
dalam melaksanakan terapi komplementer dan alternative adalah holistik,
komprehensif, dan kontinu. Prinsip holistik pada terapi komplementer sesuai dengan
pendekatan perawat yang mengacu pada kebutuhan biologis, psikologis, social,
cultural dan spiritual (Berman, et al 2015; Potter, Perry, Stockert & Hall, 2013).
Terapi komplementer bertujuan untuk memperbaiki fungsi dari sistem - sistem
tubuh, terutama sistem kekebalan dan pertahanan tubuh agar tubuh dapat
menyembuhkan dirinya sendiri yang sedang sakit, karena tubuh kita sebenarnya
mempunyai kemampuan untuk menyembuhkan dirinya sendiri, asalkan kita mau
mendengarkannya dan memberikan respon dengan asupan nutrisi yang baik lengkap
serta perawatan yang tepat
Peran perawat yang dapat dilakukan dalam terapi komplementer dalam
komunitas adalah sebagai pemberi asuahan keperawatan, sebagai peneliti, pendidik,
advokasi, dan edukator. Di Indonesia ada 3 jenis teknik pengobatan komplementer
yang telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan untuk dapat diintegrasikan ke
dalam pelayanan konvensional adalah akupuntur, terapi hiperbarik, herbal medik.

B. Saran
Dengan tersusunnya makalah ini semoga bisa bermanfaat bagi pembaca maupun
penulis. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami butuhkan, karena penulis sadar
bahwa penyusunan makalah ini jauh dari kata sempurna dan kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang lebih baik.

18
DAFTAR PUSTAKA
Hadibrito, Iwan, dan Syamsir Alam. 2006. Seluk Beluk Pengobatan Alternatif dan
Komplementer. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer.
Nies, Mary A & Melanie Mcewen. 2019. Keperawatan Kesehatan Komunitas dan Keluarga.
Elseiver Singapore.
Rufaida Zulfa, Wardini Sri & Permata Sari Dyah. 2007. Terapi Komplementer. Mojokerto :
STIKES Majapahit Mojokerto.
Widyastuti W . 2008. Terapi Komplementer Dalam Keperawatan. Diakses dari :
jki.ui.ac.id/index.php/jki/articledownload/200/pdf_65. Tanggal 13 Desember
2019.

Anda mungkin juga menyukai