Anda di halaman 1dari 12

Keperawatan HIV-AIDS

Tinjauan Penyakit Terminal


Menurut Agama dan Kebudayaan
Dosen : Ns. A. Pessiwerissa, S.Kep

Progus 2017

(Name)

Program Studi S1 keperawatan


Sekolah Tinggi Ilmu kesehatan
Maluku Husada
Ambon
2018

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peran agama dalam keperawatan adalah topik yang jarang untuk dibahas, padahal kita
tahu hal ini sangat berpengaruh didalam pelayanan, hal ini terbukti dengan didalam
keperawatan kita juga mengenal tentang kebutuhan spiritual (walaupun tidak benar-benar
dapat disamakan dengan agama). Tapi kali ini saya hanya ingin membagi ide atau
pemikiran saya, bukan tentang pemenuhan kebutuhan spiritual, tetapi yang berhubungan
dengan pendidikan agama bagi keperawatan.
Dalam kehidupan profesional, tiap cabang ilmu keperawatan tentu sudah mempunyai
patokan tentang apa yang harus dan tidak boleh dilakukan. Selain itu juga ada mata kuliah
etika keperawatan yang tentu saja diharapkan dapat menumbuhkan sikap profesional
sesuai dengan tuntutan dunia keperawatan, yang tentu saja diharapkan dengan ini sudah
cukup untuk membentuk mahasiswa yang siap pakai dan terampil dan bahkan bisa
dikatakan tindakannya sesuai dengan tuntutan etika dalam keperawatan yang
pengertiannya tidak jauh beda dengan akhlak. Karena kalau kita berbicara tentang akhlak
yang mulia, mengapa pembentukannya harus dilakukan dibangku kuliah. Bukankah
dengan pendidikan etika keperawatan saja sudah cukup,Karena itu mengapa agama tetap
diajarkan dibangku kuliah.
Agama tetap penting untuk diajarkan, karena untuk menekan)kan aspek tertentu bagi
masyarakat kita peran agama sangat besar, tinggal bagaimana pemanfaatannya yang perlu
dibenahi. Bila mata kuliah agama hanya mengajarkan agama secara umum saja yang tidak
mengena dengan kehidupan profesional, maka menurut saya tidak ada gunanya dan
jadinya hanya formalitas mengajarkan agama, karena tidak mau disebut sebagai institusi
yang tidak mengajarkan akhlak pada mahasiswa.
Perilaku manusia dalam menghadapi masalah kesehatan merupakan suatu
tingkah laku yang selektif, terencana, dan tanda dalam suatu sistem kesehatan
yang merupakan bagian dari budaya masyarakat yang bersangkutan. Perilaku
tersebut terpola dalam kehidupan nilai sosial budaya yang ditujukan bagi
masyarakat tersebut. Perilaku merupakan tindakan atau kegiatan yang dilakukan
seseorang dan sekelompok orang untuk kepentingan atau pemenuhan kebutuhan
tertentu berdasarkan pengetahuan, kepercayaan, nilai, dan norma kelompok yang
bersangkutan.

2
B. Rumusan Masalah
1. Apa tinjauan keperawatan paliatif menurut agama dan Kebudayaan ?
2. Apa pengertian Agama dan Kebudayaan dalam perawatan paliatif ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tinjauan keperawatan paliatif menurut agama dan kebudayaan
2. Untuk mengetahui pengertian agama dan kebudayaan dalam perawatan paliatif

3
BAB II
Pembahasan
I. Tinjauan penyakit terminal menurut agama
A. Konsep Teori
Palliative Care (Perawatan palliative) bertujuan meningkatkan kualitas hidup
pasien dan keluarga mereka dalam menghadapi masalah/penyakit yang
mengancam jiwa, melalui pencegahan, penilaian sempurna dan pengobatan rasa
sakit masalah, fisik, psikososial dan spiritual (Kemenkes RI Nomor 812, 2007).
Fokus perawatan palliative adalah peredaman rasa sakit dan gejala serta stress
akibat penyakit kritis seperti kanker stadium lanjut.
Perawatan palliative dapat dilakukan segera setelah diputuskan terapi yang akan
diterima klien bersifat palliative sampai pasien meninggal. Perawatan ini
mencakup perawatan holistik bagi pasien dan keluarganya, serta pemberian
informasi terkini sehingga mereka dapat mengambil keputusan ketika dihadapkan
pada peristiwa anggota keluarganya akan meninggal. Melalui pengawasan,
keluarga maupun teman terdekat dapat membantu memberikan perawatan
paliative pada penderita.
Perawatan spesialis berlanjut setelah kematian pasien sampai anggota keluarga
yang berduka telah memulai proses pemulihan. Perawatan palliative merupakan
kombinasi unik dukungan di rumah sakit, hospice, day-centre (tempat perawatan
lansia dan orang gangguan jiwa), dan di rumah masing-masing untuk memenuhi
kebutuhan individual pasien dan keluarganya.
Apa Saja Ruang Lingkup Kegiatan Paliative Care
Jenis kegiatan perawatan palliative menurut Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia nomor 812/Menkes/sk/VII/2007 tentang kebijakan lingkup
kegiatan perawatan palliative, meliputi :
1. pengelolaan keluhan nyeri,
2. pengelolaan keluhan fisik lain,
3. asuhan keperawatan,
4. dukungan psikologis,
5. dukungan sosial, kultural dan spiritual,
6. dukungan persiapan dan selama masa duka cita (bereavement).

4
Perawatan palliative dilakukan melalui rawat inap, rawat jalan, dan kunjungan
/rawat. Perawatan palliative dapat dilaksanakan melalui pendekatan sebagai
berikut, :
a. Menyediakan bantuan untuk rasa sakit dan gejala lain yang menganggu klien.
b. Menegaskan hidup dan menganggap mati sebagai proses yang normal
c. Tidak bermaksud untuk mempercepat atau menunda kematian
d. Mengintegrasikan aspek-aspek psikologis dan spiritual perawatan pasien
e. Meredakan nyeri dan gejala fisik lain yang mengganggu
f. Aspek medikolegal dalam Palliative Care
g. Masalah medikolegal lainnya pada perawatan pasien palliative
Tim Perawatan palliative bekerja berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh
Pimpinan Rumah Sakit, termasuk pada saat melakukan perawatan di rumah pasien.
Tindakan yang bersifat medis harus dikerjakan oleh tenaga medis, tetapi dengan
pertimbangan yang memperhatikan keselamatan pasien tindakan-tindakan tertentu
dapat didelegasikan kepada tenaga kesehatan non medis yang terlatih.Komunikasi
antara pelaksana dengan pembuat kebijakan harus dipelihara (Kepmenkes RI
Nomor: 812, 2007)
B. Prinsip-prinsip Paliative Care
Pelaksanaan palliative care tetap harus memperhatikan kode etik profesi, hak dan
kewajiban perawat dan pasien terutama menghormati atau menghargai martabat
dan harga diri dari pasien dan keluarga serta pemberian dukungan untuk caregiver,
karena masa-masa terminal merupakan masa yang sensitif untuk pasien dan
keluarganya.
Palliative care merupakan accses yang competent dan compassionnet,
pengembangan secara professional dan soisial support sangat perlu dengan
pengembangan melalui penelitian dan pendidikan (Ferrell, & Coyle, 2007: 52)
C. Layanan Palliative Care Pada Cancer
Pain Management : sekitar seperempat dari pasien yang menderita kanker stadium
lanjut mengalami rasa sakit yang luar biasa. Rasa sakit ini sering sulit untuk
dikendalikan. Kadangkala pengobatan yang bertujuan untuk meredam rasa sakit
bisa menyebabkan banyak efek samping. Tim spesialis hadir untuk membantu dan
menangani bagaimana caranya untuk mengurangi rasa sakit akibat kanker, serta
membantu meminimalisir efek samping akibat obat-obatan.

5
Discharge & Home Care Planning : pasien dengan kanker stadium lanjut akan
menjadi sangat lemah dan membutuhkan perhatian lebih dari yang biasanya di
rumah. Tim spesialis dapat mengevaluasi kondisi pasien serta menentukan
perawatan serta peralatan apa saja yang akan dibutuhkan pasien di rumah. Mereka
juga akan menghubungkan layanan-layanan yang diperlukan untuk memberikan
perawatan serta peralatan di rumah.
Advance Care Planning (ACP) adalah sebuah konsep baru yang mulai populer di
Amerika Serikat dan Australia. Tim spesialis dapat membantu pasien untuk
merencanakan dan mendokumentasikan keinginan pasien akan pengobatan
medisnya, dan menunjuk seseorang yang dapat menggantikan pasien dalam
mengambil keputusan di masa yang akan datang.
End-of-life Care : Pasien dengan kanker stadium lanjut bisa menderita beragam
gejala pada masa masa akhir hidupnya. Gejala-gejala ini bisa membuat pasien
beserta anggota keluarga merasa tertekan. Tim spesialis dapat membantu dalam
mengatasi gejala-gejala ini sehingga pasien merasa lebih nyaman di tempat ia
dirawat.
Paliative Care Plan : Paliative Care Plan dapat dilaksanakan dengan partnership
antara pasien, keluarga, orang tua, teman sebaya dan petugas kesehatan yang
professional, suport fisik, emosinal, pycososial, dan spiritual khususnya.
Melibatkan pasien dalam kebutuhan memahami gambaran dan kondisi penyakit
terminalnya secara bertahap, tepat dan sesuai. Menyediakan diagnostik atau
kebutuhan intervensi terapeutik guna memperhatikan/memikirkan konteks tujuan
dan pengaharapan dari pasien dan keluarga (Doyle, Hanks and Macdonald, 2003:
42)
D. Peran Spiritual Dalam Paliative Care
Agama adalah sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya, dan
pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan/perintah dari
kehidupan. Banyak agama memiliki narasi, simbol, dan sejarah suci yang
dimaksudkan untuk menjelaskan makna hidup dan / atau menjelaskan asal usul
kehidupan atau alam semesta. Dari keyakinan mereka tentang kosmos dan sifat
manusia, orang memperoleh moralitas, etika, hukum agama atau gaya hidup yang
disukai. Menurut beberapa perkiraan, ada sekitar 4.200 agama di dunia.
Banyak agama yang mungkin telah mengorganisir perilaku, kependetaan,
definisi tentang apa yang merupakan kepatuhan atau keanggotaan, tempat-tempat

6
suci, dan kitab suci. Praktik agama juga dapat mencakup ritual, khotbah,
peringatan atau pemujaan tuhan, dewa atau dewi, pengorbanan, festival, pesta,
trance, inisiasi, jasa penguburan, layanan pernikahan, meditasi, doa, musik, seni,
tari, masyarakat layanan atau aspek lain dari budaya manusia. Agama juga
mungkin mengandung mitologi.
Kata agama kadang-kadang digunakan bergantian dengan iman, sistem
kepercayaan atau kadang-kadang mengatur tugas; Namun, dalam kata-kata Émile
Durkheim, agama berbeda dari keyakinan pribadi dalam bahwa itu adalah "sesuatu
yang nyata sosial" Émile Durkheim juga mengatakan bahwa agama adalah suatu
sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan
dengan hal yang suci. Sebuah jajak pendapat global 2012 melaporkan bahwa 59%
dari populasi dunia adalah beragama, dan 36% tidak beragama, termasuk 13%
yang ateis, dengan penurunan 9 persen pada keyakinan agama dari tahun 2005.
Rata-rata, wanita lebih religius daripada laki-laki. Beberapa orang mengikuti
beberapa agama atau beberapa prinsip-prinsip agama pada saat yang sama,
terlepas dari apakah atau tidak prinsip-prinsip agama mereka mengikuti tradisional
yang memungkinkan untuk terjadi unsur sinkretisme.
Beberapa tahun terakhir, telah terjadi peningkatan dramatis dalam agama dan
keyakinan spiritual sebagai sumber kekuatan dan dukungan dalam penyakit fisik
yang serius. Profesional kesehatan yang memberikan perawatan medis menyadari
pentingnya memenuhi 'kebutuhan spiritual dan keagamaan' pasien (Woodruff ,
2004)
Sebuah pendekatan kasih sayang akan meningkatkan kemungkinan pemulihan
atau perbaikan. Dalam contoh terburuk, ia menawarkan kenyamanan dan
persiapan untuk individu melalui proses traumatis penyakit terakhir sebelum
kematian (Doyle, Hanks and Macdonald, 2003 :101).
Studi pasien dengan penyakit kronis atau terminal telah menunjukkan kejadian
insiden tinggi depresi dan gangguan mental lainnya. Dimensi lain menunjukkan
bahwa tingkat depresi sebanding dengan tingkat keparahan penyakit dan
hilangnya fungsi tambahan. Sumber depresi adalah sekitar isu yang berkaitan
dengan spiritualitas dan agama. Pasien di bawah perawatan palliative dan dalam
keadaan seperti itu sering mempunyai keprihatinan rohani yang berkaitan dengan
kondisi mereka dan mendekati kematian (Ferrell & Coyle, 2007: 848).

7
Spiritual dan keprihatinan keagamaan dengan pasien biasanya bersinggungan
dengan isu sehari-hari penyakit yang tidak dapat disembuhkan, dengan orang tua
dan mereka yang menghadapi kematian yang akan datang. Kekhawatiran
semacam itu telah diamati, bahkan pada pasien yang telah dirawat di rumah sakit
dengan penyakit serius non-terminal (Ferrell & Coyle, 2007: 52). Studi lain telah
menunjukkan bahwa persentase yang tinggi dari pasien di atas usia 60 tahun
menemukan hiburan dalam ketekunan bergama yang memberi mereka kekuatan
dan kemampuan untuk mengatasi kehidupan, sampai batas tertentu. Kekhawatiran
di saat sakit parah mengasumsikan berbagai bentuk seperti hubungan seseorang
dengan Tuhan, takut akan neraka dan perasaan ditinggalkan oleh komunitas
keagamaan mereka. Sering menghormati dan memvalidasi individu pada
dorongan agama dan keyakinan adalah setengah perjuangan ke arah menyiapkan
mereka pada sebuah kematian yang baik (Ferrell & Coyle, 2007: 1171 8).

II. Tinjauan penyakit terminal menurut agama


A. Pengertian
Perawatan Paliatif adalah semua tindakan aktif guna meringankan beban
pasien terutama yang tidak dapat disembuhkan. Tindakan aktif yang
dimaksud ialah antara lain menghilangkan nyeri dan keluhan lain,serta
perbaikan dalam bidang psikologis, sosial dan spiritual. Perawatan ini tidak
saja diberikan kepada pasien yang tidak dapat disembuhkan tetapi juga
pasien yang mempunyai harapan untuk sembuh bersama-sama dengan
tindakan kuratif (Departemen Kesehatan [Depkes] RI, 1997).
Sosial budaya merupakan segala hal yang diciptakan oleh manusia
dengan pikiran dan budinya dalam kehidupan bermasyarakat.
Menurut Andreas Eppink, sosial budaya atau kebudayaan adalah segala
sesuatu atau tata nilai yang berlaku dalam sebuah masyarakat yang menjadi
ciri khas dari masyarakat tersebut. Sedangkan menurut Burnett, kebudayaan
adalah keseluruhan berupa kesenian, moral, adat istiadat, hukum,
pengetahuan, kepercayaan, dan kemampuan olah pikir dalam bentuk lain
yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat dan keseluruhan bersifat
kompleks. Dari kedua pengertian tersebut bisa disimpulkan bahwa social
budaya memang mengacu pada kehidupan bermasyarakat yang menekankan
pada aspek adat istiadat dan kebiasaan masyarakat itu sendiri.

8
B. Kajian Sosial Budaya Tentang Perawatan Paliatif
Salah satu faktor yang menentukan kondisi kesehatan masyarakat adalah
perilaku kesehatan masyarakat itu sendiri. Dimana proses terbentuknya
perilaku ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah faktor
sosial budaya, bila faktor tersebut telah tertanam dan terinternalisasi dalam
kehidupan dan kegiatan masyarakat ada kecenderungan untuk merubah
perilaku yang telah terbentuk tersebut sulit untuk dilakukan. Untuk itu, untuk
mengatasi dan memahami suatu masalah kesehatan diperlukan pengetahuan
yang memadai mengenai budaya dasar dan budaya suatu daerah. Sehingga
dalam kajian sosial budaya tentang perawatan paliatif bertujuan untuk
mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, meningkatkan kualitas
hidup pasien dan keluarga dalam menghadapi masalah yanh berhubungan
dengan penyakit yang mengancam kehidupan.

C. Pembahasan
Pengertian sosial menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah segala
sesuatu yang mengenai masyarakat atau kemasyarakatan.
Kebudayaan atau kultur dapat membentuk kebiasaan dan respons terhadap
kesehatan dan penyakit dalam segala masyarakat tanpa memandang
tingkatannya. Karena itulah penting bagi tenaga kesehatan untuk tidak hanya
mempromosikan kesehatan, tapi juga membuat mereka mengerti tentang
proses terjadinya suatu penyakit dan bagaimana meluruskan keyakinan atau
budaya yang dianut hubungannya dengan kesehatan. Pengaruh kebudayaan,
tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap terhadap
berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakat,
karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individu-individu
masyarakat. Green dalam Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa perilaku
manusia dari tingkat kesehatan dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yaitu faktor
perilaku (behaviour cause) dan faktor di luar perilaku (non-behaviour cause).
Perilaku itu sendiri terbentuk dari tiga factor, yaitu :

9
1. Faktor Predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya
2. Faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik,
tersedia atau tidak tersedianya fasilitasfasilitas atau sarana-sarana kesehatan,
misalnya puskesmas, obat-obatan, air bersih dan sebagainya
Faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan
perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok
referensi dari perilaku masyarakat.
Contoh lain, sosial budaya mempengaruhi kesehatan adalah pandangan
suatu masyarakat terhadap tindakan yang mereka lakukan ketika mereka
mengalami sakit, ini akan sangat dipengaruhi oleh budaya, tradisi, dan
kepercayaan yang ada dan tumbuh dalam masyarakat tersebut. Misalnya
masyarakat yang sangat mempercayai dukun yang memiliki kekuatan gaib
sebagai penyembuh ketika mereka sakit, dan bayi yang menderita demam
atau diare berarti pertanda bahwa bayi tersebut akan pintar berjalan. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa social budaya sangat mempengaruhi kesehatan
baik itu individu maupun kelompok.
Kebudayaan perilaku kesehatan yang terdapat dimasyarakat beragam dan
sudah melekat dalam kehidupan bermasyarakat. Kebudayaan tersebut
seringkali berupa kepercayaan gaib. Sehingga usaha yang harus dilakukan
untuk mengubah kebudayaan tersebut adalah dengan mempelajari
kebudayaan mereka dan menciptakan kebudayaan yang inovatif sesuai
dengan norma, berpola, dan benda hasil karya manusia.

10
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Keperawatan Paliatif tidak hanya berfokuskan kepada keperawatan
pengelolaan keluhan nyeri, pengelolaan keluhan fisik lain, maupun pemberian
intervensi pada asuhan keperawatan, dukungan psikologis, dukungan social saja
tetapi kita tahu fungsi perawat sebelumya yaitu salah satunya adalah holistic
care pada keperawatan palliative yaitu kultural dan spiritual, serta dukungan
persiapan dan selama masa duka cita (bereavement). Berdasarka penelitian-
penelitian yang sudah ada ternyata peran aspek agama dalam keperawatan
paliative sangatlah penting dilihat dari psikologis pasien yang memerlukan
dukungan dalam menghadapi penyakitnya. Banyak penelitian juga mengatakan
terapi yang menggunakan keagamaan seperti ceramah, dakwah, siraman rohani,
membaca doa-doa, berserah diri kepada Tuhan TYE cukup membantu pada
pasien palliative dalam mengurangi rasa cemas, ataupun nyeri yang di alami.
Kebudayaan kesehatan masyarakat membentuk, mengatur, dan
mempengaruhi tindakan atau kegiatan individu-individu suatu kelompok sosial
dalam memenuhi berbagai kebutuhan kesehatan baik yang berupa upaya
mencegah penyakit maupun menyembuhkan diri dari penyakit. Oleh karena itu
dalam memahami suatu masalah perilaku kesehatan harus dilihat dalam
hubungannya dengan kebudayaan, organisasi sosial, dan kepribadian individu-
individunya terutama dalam paliatif care.

2. Saran
Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa dalam
mengikuti proses pembelajaran dan dapat meningkatkan pelayanan perawatan
pasien paliatif dalam tinjauan agama dan kebudaya. Sebagai petugas kesehatan
perlu mengetahui pengetahuan masyarakat tentang kesehatan.
Dengan mengetahui pengetahuan masyarakat, maka petugas kesehatan akan
mengetahui mana yang perlu ditingkatkan, diubah dan pengetahuan mana yang
perlu dilestarikan dalam memperbaiki status kesehatan.

11
Daftar Pustaka

https://id.wikipedia.org/wiki/Agama
http://www.syauqiya.com/2015/03/peran-perawat-dalam-paliative-
care.htmlhttp://ilmupengetahuanumum.com/agama-agama-di-indonesia/
Hidayanti Erna, dkk. 2016.” KONTRIBUSI KONSELING ISLAM DALAM
MEWUJUDKAN PALLIATIVE CARE BAGI PASIEN HIV/AIDS DI RUMAH
SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG”. Vol. 19 No. 1, April 2016. Hlm.
113-132. Semarang. http://e-journal.stain-pekalongan.ac.id/index.php/Religia/article/view/662
Riyadi Agus, 2014.” Dakwah TeRhaDaP Pasien: Telaah Terhadap Model
Dakwah Melalui sistem layanan Bimbingan Rohani islam di Rumah sakit”. Vol. 5, No.
2, Desember 2014.Semarang. http://ejournal.wiraraja.ac.id/index.php/JIK/article/view/119

12

Anda mungkin juga menyukai