Anda di halaman 1dari 41

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS KELOMPOK KHUSUS LANSIA

Diajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah Keperawatan Komunitas

Oleh :

Kelompok 10 (IVA/VII)

Putu Leli Anggreni (17C10063)

Desak Yunitha Dewi (17C10064)


Made Dwita Pertiwi (17C10065)

Komang Ayu Trisna Oktaviani (17C10066)


Kadek Ayu Riska Citra Pratiwi (17C10067)
Ni Komang Lelyana Intan P. (16C11687)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha
Esa karena atas asung kerta wara nugrahanya penulis dapat menyusun makalah asuhan
keperawatan komunitas yang berjudul “Asuhan Keperawatan Komunitas Kelompok Khusus
Lansia”. Asuhan keperawatan ini tidak mungkin dapat terselesaikan tepat pada waktunya tanpa
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan
ucapan terima kasih kepada :

1. Ns. Sarah Kartika Wulandari, S.Kep., M.Kep. Sebagai Koordinator Mata Ajar
Keperawatan Komunitas di Institut Teknologi dan Kesehatan Bali serta pembimbing
dalam pembuatan makalah ini.

2. Serta berbagai pihak lain yang penulis tidak bisa sebutkan satu persatu.

Mengingat banyak kekurangan yang penulis miliki, tentunya makalah ini memiliki banyak
kekurangan. Untuk itu penulis akan sangat berterima kasih jika ada pendapat, saran, ataupun
kritik yang membangun demi perbaikan makalah ini, sehingga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.

Denpasar, 10 Desember 2020

Penulis,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. ......................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ii

BAB I TINJAUAN TEORI .................................................................................................. 1


1.1. Kelompok Khusus .......................................................................................................... 1
1.2. Konsep Lansia ................................................................................................................ 2
1.3. Kebutuhan Hidup Lansia ................................................................................................. 3
1.4. Teori Proses Menua ......................................................................................................... 4
1.5. Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia .............................................................................. 8
1.6. Tugas Perkembangan Lansia ......................................................................................... 12
1.7. Pelayanan Keperawatan Lansia Di Komunitas ............................................................... 13

BAB II KONSEP ASKEP KOMUNITAS KELOMPOK LANSIA ................................. 15


2.1 Pengkajian ..................................................................................................................... 15
2.2 Diagnosa Keperawatan .................................................................................................. 17
2.3 Intervensi Keperawatan .................................................................................................. 18
2.4 Implentasi Keperawatan ................................................................................................. 19
2.4 Evaluasi Keperawatan .................................................................................................... 19

BAB III ASKEP KOMUNITAS KELOMPOK LANSIA ................................................. 21


3.1 Pengkajian ..................................................................................................................... 21
3.2 Analisa Keperawatan ..................................................................................................... 31
3.3 Intervensi Keperawatan .................................................................................................. 33

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 38

ii
BAB I

TINJAUAN TEORI

1.1 Kelompok Khusus

1. Definisi Kelompok Khusus


Kelompok khusus adalah sekelompok masyarakat atau individu yang karena
keadaan fisik, mental maupun sosialnya budaya dan ekonominya perlu
mendapatkan bantuan, bimbingan dan pelayanan kesehatan dan asuhan
keperawatan karena ketidakmampuan dan ketidaktahuan mereka dalam memelihara
kesehatan dan keperawatan terhadap dirinya sendiri (Rofii, 2010).
Kelompok khusus merupakan sekumpulan individu yang mempunyai
kesamaan jenis kelamin, umur, permasalahan, kegiatan yang terorganisasi yang
sangat rawan terhadap masalah kesehatan antara lain :
a. Kelompok khusus dengan kebutuhan kesehatan khusus sebagai akibat
perkembangan dan pertumbuhan seperti : ibu hamil, bayi baru lahir, anak
balita, anak usia sekolah dan lansia atau lanjut usia.
b. Kelompok dengan kesehatan khusus yang memerlukan pengawasan dan
bimbingan serta asuhan keperawatan, antara lain : kasus penyakit kelamin,
tuberculosis, AIDS, kusta dan lain – lain. ( Rofii, 2010)

2. Keperawatan Pada Kelompok Khusus


Merupakan upaya di bidang keperawatan kesehatan masyarakat yang
ditujukan kepada kelompok-kelompok individu yang mempunyai kesamaannya
jenis kelamin, umur, permasalahan kesehatan dan rawan terhadap masalah
kesehatan tersebut, yang dilaksanakan secara berorganisasi dengan tujuan
meningkatkan kemampuan kelompok dan derajat kesehatannya, mengutamakan
upaya promotif dan preventif dengan tidak mengabaikan upaya kuratif dan
rehabilitatif, yang ditujukan kepada mereka yang tinggal dipanti kepada
kelompok-kelompok yang ada dimasyarakat, diberikan oleh tenaga kesehatan

1
dengan pendekatan pencegahan masalah melalui proses keperawatan (Effendy,
1998).
3. Pelayanan Kelompok Khusus di Masyarakat
Pelayanan kelompok khusus di masyarakat, dilakukan melalui kelompok-
kelompok yang terorganisir dengan melibatkan peran serta aktif masyarakat,
melalui pembentukan kader kesehatan di antara kelompok tersebut, yang telah
mendapatkan pendidikan dan pelatihan oleh puskesmas, yang telah berjalan dewasa
ini kita kenal dengan sebutan desa wisma. Disamping itu lahan pembinaan
kelompok-kelompok khusus di masyarakat dapat dilakukan melalui posyandu
terhadap kelompok ibu hamil, bayi dan anak balita, dan kelompok-kelompok
lainnya yang mungkin dapat dilakukan. ( Effendy, 1998).

1.2 Konsep Lansia


Masa dewasa tua (lansia) dimulai setelah pensiun, biasanya antara usia 65 dan 75
tahun. Jumlah kelompok usia ini meningkat drastic dan ahli demografi memperhitungkan
peningkatan populasi lansia sehat terus menigkat sampai abad selanjutnya (Potter &
Perry, 2005). Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam
mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek biologi,
aspek ekonomi dan aspek sosial. Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk
yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya
daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat
menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan
fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.
Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari pada
sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi
memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa kehidupan
masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat
(Ismayadi, 2004). Menurut Constantinidies menua (menjadi tua) adalah suatu proses
menghilangnya secara perlahan – lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri /
mengganti diri dan mempertahankan fungsi formalnya sehingga tidak dapat bertahan

2
terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Menurut organisasi dunia
(WHO) lanjut usia meliputi usia pertengahan (middleage) adalah kelompok usia 45-59
tahun, Usia lanjut (elderly) adalah kelompok usia 60-74 tahun, Usia lanjut (old) adalah
kelompok usia 75-90 tahun, dan usia sangat tua (very old) adalah kelompok usia diatas
90 tahun.
Asuhan keperawatan lansia mengahadapi tantangan khusus karena perbedaan
fisiologis, kognitif, dan kesehatan psikososial. Lansia bervariasi pada tingkat kemampuan
fungsional. Mayoritas merupakan anggota komunitas yang aktif, terlibat, dan produktif.
Hanya sedikit yang telah kehilangan kemampuan untuk merawat diri sendiri, bingung
atau merusak diri, dan tidak mampu mebuat keputusan yang berkaitan dengan kebutuhan
mereka.

1.3 Kebutuhan Hidup Lansia


Setiap orang memiliki kebutuhan hidup. Orang lanjut usia juga memiliki
kebutuhan hidup yang sama agar dapat hidup sejahtera. Kebutuhan hidup orang lanjut
usia antara lain kebutuhan akan makanan bergizi seimbang, pemeriksaan kesehatan
secara rutin, perumahan yang sehat dan kondisi rumah yang tentram dan aman,
kebutuhan-kebutuhan sosial seperti bersosialisasi dengan semua orang dalam segala usia,
sehingga mereka mempunyai banyak teman yang dapat diajak berkomunikasi, membagi
pengalaman, memberikan pengarahan untuk kehidupan yang baik. Kebutuhan tersebut
diperlukan oleh lanjut usia agar dapat mandiri. Kebutuhan tersebut sejalan dengan
pendapat Maslow menyatakan bahwa kebutuhan manusia meliputi (1) Kebutuhan fisik
(physiological needs) adalah kebutuhan fisik atau biologis seperti pangan, sandang,
papan, seks dan sebagainya. (2) Kebutuhan ketentraman (safety needs) adalah kebutuhan
akan rasa keamanan dan ketentraman, baik lahiriah maupun batiniah seperti kebutuhan
akan jaminan hari tua, kebebasan, kemandirian dan sebagainya (3) Kebutuhan sosial
(social needs)adalah kebutuhan untuk bermasyarakat atau berkomunikasi dengan
manusia lain melalui paguyuban, organisasi profesi, kesenian, olah raga, kesamaan hobby
dan sebagainya (4) Kebutuhan harga diri (esteem needs) adalah kebutuhan akan harga diri
untuk diakui akan keberadaannya, dan (5) Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization
needs) adalah kebutuhan untuk mengungkapkan kemampuan fisik, rohani maupun daya

3
pikir berdasar pengalamannya masing-masing, bersemangat untuk hidup, dan berperan
dalam kehidupan. Sejak awal kehidupan sampai berusia lanjut setiap orang memiliki
kebutuhan psikologis dasar (Setiati,2000). Kebutuhan tersebut diantaranya orang lanjut
usia membutuhkan rasa nyaman bagi dirinya sendiri, serta rasa nyaman terhadap
lingkungan yang ada. Tingkat pemenuhan kebutuhan tersebut tergantung pada diri orang
lanjut usia, keluarga dan lingkungannya . Jika kebutuhankebutuhan tersebut tidak
terpenuhi akan timbul masalah-masalah dalam kehidupan orang lanjut usia yang akan
menurunkan kemandiriannya (Ismayadi, 2004).

1.4 Teori Proses Menua


Terdapat beberapa teori penuaan yang dimuat dalam buku ajar keperawatan lansia.
Donlon (2007 dalam Stanley dan Beare, 2007) mengelompokkan teori-teori tersebut
kedalam kelompok teori biologis dan teori psikososiologis.
1. Teori Biologis
Kelompok teori ini menjabarkan proses fisik penuaan dimana terjadi perubahan
fungsi dan struktur (sampai tingkat molekuler) hingga kematian. Kelompok teori ini
juga mencoba untuk menjelaskan pe-nyebab terjadinya variansi dalam proses
penuaan yang dialami oleh setiap individu yang berbeda.
1) Teori genetika
Menurut teori ini, penuaan adalah suatu proses yang secara tidak sadar
diwariskan yang berjalan dari waktu ke waktu untuk mengubah sel atau
struktur jaringan. Teori ini terdiri dari teori asam deoksiribonukleat (DNA),
teori ketepatan dan kesalahan, mutasi somatic dan teori glikogen. Teori-
teori ini menyatakan bahwa proses replikasi pada tingkatan seluler menjadi
tidak teratur karena adanya informasi tidak sesuai yang diberikan dari inti
sel. Molekul DNA menjadi saling bersilangan (crosslink) dengan unsur
yang lain sehingga mengubah informasi genetik dan mengakibatkan
kesalahan pada tingkat seluler dan menyebabkan system dan organ tubuh
gagal untuk berfungsi.

4
2) Teori wear-tear (dipakai-rusak)
Teori ini menyatakan bahwa akumulasi sampah metabolic atau zat nutrisi
dapat merusak sintesis DNA sehingga mendorong malfungsi molekuler dan
akhirnya malfungsi organ tubuh. Radikal bebas adalah contoh dari produk
sampah metabolisme yang menyebabkan kerusakan ketika akumulasi
terjadi. Radikal bebas adalah molekul atau atom dengan suatu electron tidak
berpasangan. Ini merupakan jenis yang sangat reaktif yang dihasilkan dari
reaksi selama metabolisme. Radikal bebas dengan cepat dihancurkan oleh
system enzim pelindung pada kondisi normal. Beberapa radikal bebas
berhasil lolos dari proses perusakan ini dan berakumulasi didalam struktur
biologis yang penting, saat itu kerusakan organ terjadi.
3) Riwayat lingkungan
Teori ini menyatakan bahwa faktor-faktor yang berasal dari lingkungan
seperti karsinogen dari industry, cahaya matahari, trauma dan infeksi)
membawa perubahan dalam pe-nuaan. Faktor lingkungan diketahui dapat
mempercepat proses penuaan tetapi hanya diketahui sebagai faktor sekunder
saja.
4) Teori imunitas
Teori ini menggambarkan suatu kemunduran dalam system imun yang
berhubungan dengan penuaan. Ketika orang bertambah tua, pertahanan
mereka terhadap organisme asing mengalami penurunan, sehingga mereka
lebih rentan untuk menderita berbagai penyakit seperti kanker dan infeksi.
Seiring dengan berkurangnya fungsi system imun, terjadilah peningkatan
dalam respons autoimun tubuh. Ketika orang mengalami penuaan, mereka
mungkin mengalami penyakit autoimun seperti arthritis rheumatoid.
Penganjur teori ini sering memusatkan pada peran kelenjar timus, dimana
berat dan ukuran kelenjar timus akan menurun sering bertambahnya umur
sehingga mempengaruhi kemampuan diferensiasi sel T dalam tubuh dan
mengakibatkan menurunnya respons tubuh terhadap benda asing didalam
tubuh.

5
5) Teori neuroendokrin
Dalam teori sebelumnya dijelaskan bahwa terdapat hubungan antara
penuaan dengan perlambatan system metabolisme atau fungsi sel. Sebagai
contoh dalam teori ini adalah sekresi hormon yang diatur oleh system saraf.
Salah satu area neurologi yang mengalami gangguan secara universal akibat
penuaan adalah waktu reaksi yang diperlukan untuk menerima, memproses
dan bereaksi terhadap perintah. Dikenal sebagai perlambatan tingkah laku,
respons ini kadang-kadang di interpretasikan sebagai tindakan melawan,
ketulian, atau kurangnya pengetahuan.
2. Teori Psikososiologis
Kelompok teori ini menyatakan bahwa penuaan dipengaruhi dan disertai oleh
perubahan perilaku maupun aspek lain sesuai konteks psikologi dan sosiologis.
1) Teori kepribadian
Teori ini menyebutkan aspek-aspek pertumbuhan psikologis tanpa
menggambarkan harapan atau tugas spesifik lansia. Dalam teorinya Jung
(1971) menyatakan bahwa terdapat kepribadian introvert dan ekstrovert dan
keseimbangan terhadap keduanya sangat penting bagi kesehatan. Dalam
konsep interioritas ini Jung mengungkapkan bahwa separuh kehidupan
manusia berikutnya digambarkan dengan memiliki tujuannya sendiri, yaitu
untuk me-ngembangkan kesadaran diri sendiri melalui aktivitas yang dapat
merefleksikan dirinya sendiri. Lansia sering menemukan bahwa hidup telah
memberikan satu rangkaian pilihan yang sekali dipilih, akan membawa
orang tersebut pada suatu arah yang tidak bisa diubah.
2) Teori tugas perkembangan
Tugas perkembangan adalah aktivitas dan tantangan yang harus dipenuhi
oleh seseorang pada tahap-tahap spesifik dalam hidupnya untuk mencapai
penuaan yang sukses. Erickson (1986) menguraikan tugas utama lansia
adalah mampu melihat kehidupan seseorang sebagai bagian kehidupan yang
dijalani dengan integritas. Pada kondisi tidak adanya pencapaian perasaan
bahwa ia telah menikmati kehidupan yang yang baik, maka lansia tersebut
beresiko untuk disibukkan dengan rasa penyesalan atau putus asa.

6
3) Teori disengagement
Teori pemutusan hubungan, dikembangkan pertama kali pada awal tahun
1960-an, menggambarkan proses penarikan diri oleh lansia dari peran
bermasyarakat dan tanggung jawabnya. Proses penarikan diri ini daoat
diprediksi, sistematis, tidak dapat dihindari, dan penting untuk fungsi yang
tepat dari masyarakat yang sedang tumbuh. Lansia dikatakan akan bahagia
apabila kontak sosial telah berkurang dan tanggung jawab telah diambil oleh
generasi yang lebih muda. Manfaat dari pengurangan kontak sosial adalah
agar ia dapat menyediakan waktu untuk merefleksikan pen-capaian
hidupnya dan untuk menghadapi harapan yang tidak terpenuhi, sedangkan
manfaatnya bagi masyarakat adalah dalam rangka memindahkan kekuasaan
generasi tua ke generasi muda. Teori ini memiliki titik kelemahan karena
seolah-olah membatasi peran lansia di masyarakat dan pada kenyataannya
banyak lansia yang masih berkontribusi secara positif bagi masyarakat
dalam usia senjanya.
4) Teori aktivitas
Teori ini dikatakan sebagai lawan dari teori disengagement yang
menyatakan bahwa jalan menuju penuaan yang sukses adalah dengan cara
tetap aktif. Gagasan pemenuhan kebutuhan seseorang harus seimbang
dengan pentingnya perasaan dibutuhkan oleh orang lain ditunjukkan dalam
teori ini. Sebuah penelitian juga menunjukkan pen-tingnya aktivitas mental
dan fisik yang berkesinambungan untuk mencegah kehilangan dan
pemeliharaan kesehatan sepanjang masa kehidupan manusia.
5) Teori kontinuitas
Teori ini dikenal juga sebagai teori perkembangan dan mencoba
menjelaskan dampak kepribadian pada kebutuhan untuk tetap aktif atau
memisahkan diri agar mencapai kebahagiaan dan terpenuhinya kebutuhan di
usia tua. Teori ini menekankan pada kemampuan koping individu
sebelumnya dan kepribadian sebagai dasar untuk memprediksi bagaimana
seseorang akan dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan akibat
penuaan.

7
Lansia yang terbiasa memiliki kendali dalam membuat keputusan mereka
sendiri tidak akan dengan mudah menyerahkan peran ini hanya karena usia
mereka yang telah lanjut. Selain itu, individu yang telah melakukan manipulasi
atau abrasi dalam interaksi interpersonal mereka selama masa mudanya tidak
akan tiba-tiba mengembangkan suatu pendekatan yang berbeda di dalam masa
akhir kehidupannya.

1.5 Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia

Proses menua pada hakikatnya akan menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan


biologis pada lansia. Perubahan-perubahan ini tidak hanya dialami oleh lansia dengan
kondisi sakit tetapi juga lansia yang diketahui sebagai lansia sehat. Hadi-Martono dalam
Boedhi-Darmojo (2009) menjabarkan aspek-aspek fisiologik dan patologik akibat proses
menua sebagai berikut:
1. Sistem panca-indra
Perubahan morfologik pada mata, telinga, hidung, syaraf perasa di lidah dan di
kulit terjadi sebagai salah satu bentuk perubahan yang bersifat degenerative pada
anatomic fungsional. Perubahan ini mengakibatkan penurunan fungsi pada organ.
Pada keadaan ekstrim dapat bersifat patologik. Contohnya adalah: ektropion atau
entropion, ulkus kornea, glaucoma, katarak, tuli konduktif dan sindroma Meniere
(gangguan keseimbangan).
2. Sistem gastrointestinal
Mulai dari gigi sampai anus terjadi perubahan morfologik, antara lain: atrophy
pada mukosa, kelenjar dan otot pencernaan sehingga menyebabkan perubahan
fungsional ataupun patologik (gangguan mengunyah, gangguan menelan,
perubahan nafsu makan dan penyakit yang berhubungan dengan GIT).
3. Sistem kardiovaskuler
Seiring dengan bertumbuhnya usia, otot jantung akan mengalami penurunan
kekuatan kontraksi, kecepatan kontraksi dan jumlah isi sekuncup akan menurun
pula. Selain itu, terjadi pula penurunan kemampuan untuk meningkatkan kekuatan
curah jantung pada saat-saat tertentu dimana tubuh membutuhkannya (saat latihan

8
atau beraktivitas) sehingga apabila gejala angina timbul pada usia lanjut ketika
melakukan latihan atau aktivitas ringan, hal ini sudah menandakan terjadinya
penyakit koroner yang berat.
4. Sistem respirasi
Ketika seseorang mencapai usia 20-25 tahun, system respirasi dalam tubuhnya
telah mencapai kematangan pertumbuhan dan kemudian akan menurun lagi
fungsinya. Terjadi penurunan gerak silia di dinding sistem respirasi sehingga terjadi
penurunan reflex batuk dan reflex fisiologik lainnya yang dapat menyebabkan
peningkatan terjadinya infeksi akut pada saluran napas bawah. Elastisitas paru
menurun, kekakuan dinding dada meningkat, kekuatan otot dada menurun sehingga
berakibat menurunnya rasio ventilasi-perfusi dibagian paru yang tidak bebas dan
pelebaran gradient alveolar arteri untuk oksigen.
5. Sistem endokrin
Perubahan pada system endokrinologik yang umum terjadi mempengaruhi
metabolisme karbohidrat, perubahan fungsi kelenjar tiroid dan terjadinya
osteoporosis (akibat hormon esterogen khususnya pada wanita). Sekitar 50% lansia
menunjukkan intoleransi glukosa dengan kadar gula puasa yang normal. Insidens
hipertiroid tinggi pada usia lanjut dan sekitar 75% diantaranya mempunyai tanda
dan gejala klasik dan sisanya menunjukkan ‘apathetic thyrotoxicosis’. Hipotiroid
merupakan penyakit utama yang terjadi antara usia 50-70 tahun, gejalanya sering
tidak mencolok sehingga sering tidak terdiagnosis. Osteoporosis umumnya terjadi
pada wanita setelah mengalami menopause dan dapat pula meningkat insidensinya
pada pria apabila terdapat faktor-faktor inaktivitas, asupan kalsium kurang,
pembuatan vitamin D melalui kulit yang menurun dan juga faktor hormonal.
6. Sistem hematologic
Pola pertumbuhan sel darah dan sel darah putih pada lansia tidak mengalami
perubahan tetapi susmsum tulang mengandung lebih sedikit sel hemopoetik dengan
respons terhadap stimuli buatan agak menurun. Respons regenerative terhadap
hilang darah atau terapi anemia pernisiosa menurun.

9
7. Sistem persendian
Pada synovial sendi terjadi perubahan bentuk tidak ratanya permukaan sendi,
fibrilasi dan pembentukan celah dan lekukan dipermukaan tulang rawan. Erosi
tulang rawan hialin menyebabkan eburnasi tulang dan pembentukan kista dirongga
sub-kondural dan sumsum tulang. Keadaan tersebut belum bisa dikatakan sebagai
keadaan patologik, akan tetapi, apabila disertai dengan stress tambahan seperti
trauma atau terjadi pada sendi penanggung beban (lutut, tulang belakang) keadaan
tersebut disebut patologik.
8. Sistem urogenital dan tekanan darah
Pada ginjal terjadi penebalan kapsula Bowman dan gangguan permeabilitas
terhadap solute yang akan diabsorbsi. Terdapat penurunan jumlah nefron (sampai
dengan 50%) dan atrophy. Aliran darah di ginjal menurun sampai 50% (usia 75
tahun) dibanding usia muda. Fungsi ginjal ketika sedang beristirahat tidak
mengalami perubahan akan tetapi ginjal sudah tidak mampu untuk mengatasi
peningkatan kebutuhan apabila terjadi stress fisik (latihan berat, gagal jantung) dan
dapat mengalami gagal ginjal. Pada umumnya pembuluh darah pada usia lanjut
sudah mengalami berbagai perubahan. Terjadi penebalan pada intima (akibat
ateroskeloris) dan tunika medika (akibat proses menua) sehingga mengakibatkan
peningkatan kelenturan pembuluh darah tepi dan menyebabkan peningkatan
tekanan darah terutama sistolik. Tekanan darah diastolic juga sering mengalami
peningkatan yang disebabkan oleh berbagai macam faktor termasuk genetik.
9. Infeksi dan imunologi
Pada lansia kelenjar timus sudah mengalami perubahan (resorbsi) akan tetapi
jumlah sel T dan B tidak mengalami perubahan. Terjadi peningkatan pembentukan
auto-antibody sehingga insidensi penyakit auto-imun meningkat. Pengenalan dan
penyerangan terhadap sel-sel tumor juga menurun sehingga menyebabkan insidensi
penyakit neoplasma meningkat. Selain itu, respons makrofag terhadap benda asing di
sel mukosa, sel kulit, silia disistem respirasi serta pembentukan protein fase akut
menurun sehingga meningkatkan faktor predisposisi terhadap terjadinya infeksi.
Terjadi nya infeksi pada lansia dengan kekuatan imunologi yang rendah merupakan
suatu ancaman kesehatan yang berat dan dapat mengakibatkan kematian.

10
10. Sistem syaraf pusat dan otonom
Berat otak akan menurun sebanyak 10% pada penuaan antara 30-70 tahun. Terjadi
penebalan meningen, giri dan sulci otak berkurang kedalamnya namun tidak
menyebabkan gangguan patologik yang berarti. Terdapat deposit lipofusin pada
semua sitoplasma sel. Terjadinya degenerasi pigmen substantia nigra, kekusutan
neurofibriler dan pembentukan badan-badan Hirano merupakan perubahan yang
bersifat patologik dan terjadi pada insiden patologik sindroma Parkinson dan
Dementia tipe Alzheimer. Penebalan pada tunika intima dan medika juga
mengakibatkan ter-jadinya gangguan vaskularisasi otak yang berakibat terjadinya
TIA, stroke dan dementia vaskuler. Vaskularisasi yang menurun pada daerah
hipothalamus menyebabkan terjadinya gangguan syaraf otonom yang mungkin juga
disebabkan oleh berkurangnya jumlah neurotransmiter. Perubahan patologik pada
jaringan syaraf sering menyertai berbagai penyakit metabolic yang juga
mengakibatkan gangguan pada susunan syaraf tepi.
11. Sistem kulit dan integument
Pada lansia akan terjadi atrophy pada epidermis, kelenjar keringat, folikel rambut
dan perubahan pigmentasi dengan akibat penipisan kulit, perubahan warna
(pigmentasi tidak merata). Kuku menipis dan mudah patah, rambut rontok sampai
terjadi kebotakan. Lemak subkutan berkurang menyebabkan berkurang-nya bantalan
kulit sehingga daya tahan terhadap tekanan dan perubahan suhu tubuh berkurang dan
meningkatkan resiko infeksi pada lansia.
12. Otot dan tulang
Atrophy otot pada lansia sering terjadi akibat gangguan metabolic, denervasi
syaraf dan penurunan aktivitas fisik. Dengan bertambahnya usia, proses
berpasangan penulangan (coupling) yaitu perusakan dan pembentukan tulang
melambat. Hal ini bisa disebabkan oleh inaktivitas maupun perubahan kadar
hormon (esterogen, parathormon dan kalsitonin) dan vitamin D. Tulang-tulang
terutama bagian trabekular menjadi lebih berongga sehingga meningkatkan resiko
patah tulang.

11
1.6 Tugas Perkembangan Lansia

Menurut Potter & Perry (2005) tugas perkembangan muncul dari banyak sumber.
Tugas-tugas tersebut muncul dari kematangan fisik, tekanan budaya dari masyarakat, dan
nilai serta aspirasi pribadi. Tugas perkembangan utama pada lansia adalah
mengklarifikasi, memperdalam, dan menemukan fungsi seseorang yang sudah diperoleh
dari proses belajar dan beradaptasi seumur hidup. Ahli teori perkembangan menyakini
bahwa sangatlah penting bagi lansia untuk terus tumbuh, berkembang, dan mengubah diri
mereka jika ingin mempertahankan dan ingin meningkatkan kesehatan.
1. Menurut Erickson dalam Potter & Perry (2005)
Menurut Erickson, kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri
terhadap tugas perkembangan usia lanjut dipengaruhi oleh proses tumbuh kembang
pada tahap sebelumnya. Apabila seseorang pada tahap tumbuh kembang sebelumnya
melakukan kegiatan sehari-hari dengan teratur dan baik serta membina hubungan
yang serasi dengan orang-orang disekitarnya, maka pada usia lanjut ia akan tetap
melakukan kegiatan yang biasa ia lakukan pada tahap perkembangan sebelumnya
seperti olahraga, mengembangkan hobi bercocok tanam dan lain-lain. Adapun tugas
perkembangan lansia adalah sebagai berikut :
1) Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun.
2) Mempersiapkan diri untuk pensiun.
3) Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya.
4) Mempersiapkan kehidupan baru.
5) Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan social atau masyarakat secara
santai.
6) Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan.
2. Menurut Peck dalam Potter & Perry (2005)
Peck mengkonseptualisasi tiga tugas yang berisi pengaruh dari hasil konflik antara
perbedaan integritas dan keputusasaan.
1) Perbedaan ego versus preokupasi peran kerja Tugas ini membutuhkan
pergeseran sistem nilai seseorang yang memungkinkan lansia untuk
mengevaluasi ulang dan mendefinisikan kembali pekerjaan mereka.
Penilaian ulang ini mengarahkan lansia untuk mengganti peran yang sudah

12
hilang dan aktivitas baru. Selanjutnya, lansia mampu menemukan cara-
cara baru memandang diri mereka sendiri sebagai orang yang berguna
selain peran orang tua dan okupasi.
2) Body Transendens versus preokupasi tubuh Sebagaian besar lansia
mengalami beberapa penurunan fisik. Untuk beberapa orang, kesenangan
dan kenyamanan berarti kesejahteraan fisik. Orang-orang tersebut
mungkin mengalami kesulitan terbesar dan mengabaikan status fisik
mereka. Peck mengemukakan bahwa dalam sistem nilai mereka, sumber-
sumber kesenangan sosial, mental dan rasa menghormati diri sendiri dapat
mengabaikan kenyamanan fisik semata.
3) Transendensi ego versus preokupasi ego Peck mengemukakan bahwa cara
paling konstruktif untuk hidup ditahun-tahun terakhir dapat didefinisikan :
hidup secara dermawan dan tidak egois yang merupakan prospek dari
kematian personal (The Right Of The Ego). Yang bisa disebut paras dan
perasaan kurang penting dibandingkan pengetahuan yang telah diperoleh
seseorang untuk masa depan yang lebih luas dan lebih panjang daripada
yang dapat dicakup dari ego seseorang. Manusia menyelesaikan hal
melalui warisan mereka, anak-anak mereka, kontribusi mereka pada
masyarakat dan persahabatan mereka. Kemudian, untuk mencapai
integritas, seseorang harus mengembangkan kemampuan untuk
mendefinisikan diri kembali, untuk melepas identitas okupasi, untuk
bangkit dari ketidaknyamanan fisik, dan untuk membentuk makna pribadi
yang melampaui jangkauan pemusatan diri

1.7 Pelayanan Keperawatan Lansia di Komunitas


Model pelayanan keperawatan menurut Maryam, R. Siti (2008) sebagai berikut:
1. Promotion
Upaya promotif merupakan tindakan secara langsung dan tidak langsung untuk
meningkatkan derajat kesehatan dan mencegah penyakit. Upaya promotif juga
merupakan proses advokasi kesehatan untuk meningkatkan dukungan klien,
tenaga profesional, dan masyarakat terhadap praktik kesehatan yang positif

13
menjadi norma-norma sosial. Upaya promotif dilakukan untuk membantu
orang-orang untuk mengubah gaya hidup mereka dan bergerak ke arah keadaan
kesehatan yang optimal serta mendukung pemberdayaan seseorang untuk
membuat pilihan yang sehat tentang prilaku hidup manusia
2. Prevention (pencegahan)
Mencakup pencegahan primer, sekunder, dan tersier:
1) pencegahan primer : meliputi pencegahan pada lansia sehat, terdapat
faktor risiko, tidak ada penyakit, dan promosi kesehtan
2) Pencegahan sekunder : meliputi pemeriksaan terhadap penderita tanpa
gejala dari awal penyakit hingga terjadi gejala penyakit belum tampak
secara klinis, dan mengidap faktor risiko
3) Pencegahan tersier : dilakukan sesudah terdapat gejala penyakit dan
cacat, mencegah cacat bertambah dan ketergantungan, serta perawatan
bertahap
3. Early diagnosis and prompt treatment (diagnosis dini dan pengobatan)
Diagnosis dini dapat dilakukan oleh lansia sendiri atau dengan tenaga
profesional dan petugas institusi
4. Disability limitatation (pembetasan kecacatan)
Langkah-langkah yang dilakukan adalah: pemeriksaan, identifikasi masalah,
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
5. Rehabilitation (rehabilitasi)
Pelaksana rehabilitasi adalah tim rehabilitasi (petugas medis, petugas
paramedis, serta petugas non medis)

14
BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS


KELOMPOK LANSIA

2.1 Pengkajian
1. Winshield Survey
Winshield/Walking survey adalah metoda pengumpulan data dengan melihat gambaran
wilayah dengan cara berjalan mengelilingi seluruh lingkungan komunitas. Observasi
dengan menggunakan penglihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman, dan sentuhan.
Tujuan dasar dari Winshield survey adalah mengumpulkan data dan informasi dengan
menggunakan indera mengenai kekuatan dan kelemahan komunitas (sertakan peta
wilayah)
2. Pengkajian Kebutuhan Kesehatan Komunitas
Aspek yang dikaji menggunakan Community Assesment Wheel (Community as a client
model), Terdapat delapan elemen/komponen yang harus dikaji dalam suatu masyarakat
ditambah dengan data inti dari masyarakat itu sendiri yang berupa komponen-komponen
tersebut adalah sebagai berikut (Agusman,2011)
1) Community Core (Data Inti)
Ada aspek yang akan dikaji dalam komponen ini yaitu:
a. Historis dari komunitas
Dikaji sejarah perkembangan komunitas; karakter masyarakat sekitar dan
lansia
b. Demografi, yang meliputi:
a) Karakteristik umur dan jenis kelamin; usia, dan distribusinya pada
risiko maupun aktual
b) Distribusi ras/etnis; budaya yang ada di masyarakat
c) Vital statistic yang meliputi: angka kelahiran, morbiditas,
mortabilitas
d) Sistem nilai/norma/kepercayaan dan agama; perspektif lansia
terhadap kesehatan

15
2) Data Sub Sistem
a. Fisik dan lingkungan
Keadaan lingkungan atau geografis, batas wilayah, peta wilayah, iklim
dan kondisi perumahan.
b. Pendidikan
Identifikasi berbagai jenis institusi pendidikan yang ada serta keterlibatan
lansia
c. Komunikasi
Identifikasi berbagai jenis komunikasi yang digunakan oleh komunitas
dan lansia termasuk komunikasi melalui media cetak dan elektronik.
d. Kesehatan dan pelayanan social
Unit pelayanan kesehatan yang tersedia baik modern maupun tradisional,
tenaga kesehatan, home care, tempat pelayanan sosial, serta kesehatan
lansia di komunitas
e. Keamanan dan transportasi
Keamanan berupa : protection service, kualitas udara (polusi udara),
kualitas air bersih, aspek keamanan dan transportasi yang mendukung
terhadap pengelolaan kesehatan di masyarakat pada lansia. Transportasi
yang umum digunakan lansia
f. Ekonomi
Status ekonomi lansia, industri yang ada, kegiatan yang menunjang roda
perekonomian
g. Politik dan Pemerintahan
Mengenai jenjang pemerintahan termasuk kebijaksanaan departemen
kesehatan. Serta keterlibatan lansia dalam pengambilan keputusan di
pemerintahan setempat
h. Rekreasi
Bentuk umum dari rekreasi serta fasilitas rekreasi yang umumnya
digunakan oleh lansia

16
3. Form pengkajian keluarga dan form pengkajian khusus lansia
Terdiri dari data umum dari keluarga dan lansia, termasuk permasalahan kesehatan
yang terjadi pada lansia, cara penanggulangan, dukungan keluarga, serta usaha
pencegahan masalah kesehatan yang ada.

2.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosis adalah suatu pernyataan tentang sintesis analisis data. Diagnosis keperawatan
adalah respon manusia terhadap masalah kesehatan aktual atau risiko dan potensial, serta
perawat diberi kewenangan untuk mengatasi. Penulisan diagnosis keperawatan kelompok
dan komunitas berbeda dengan individu dan keluarga. Menurut Freeman (1970) dalam
Ervin (2008), upaya atau action pelayanan keperawatan komunitas haruslah berlandaskan
pengkajian yang akurat yang dilakukan oleh seluruh komponen yang ada di dalam
komunitas, sehingga diagnosis keperawatan komunitas adalah kunci utama pelayanan
keperawatan yang dilakukan di komunitas.
Mengingat komunitas terdiri atas individu, keluarga, kelompok dan komunitas, maka
diagnosis keperawatan komunitas harus ditujukan kepada komunitas, kelompok atau
aggregates tersebut, sehingga secara umum diagnosis tersebut meliputi atau mewakili
permasalahan individu, keluarga yang hidup dan tinggal dalam komunitas tersebut.
Diagnosis keperawatan kelompok dan komunitas juga memiliki perbedaan secara umum
dengan diagnosis individu dan keluarga, karena saat melakukan pengkajian di komunitas
atau kelompok/aggregates, maka perawat yang bekerja di komunitas, berkolaborasi dengan
komunitas, tokoh komunitas, kepala kelurahan/desa serta aparatnya, pemuka agama serta
tenaga kesehatan lainnya, sehingga formulasi diagnosis keperawatan harus mewakili
semua pemangku kepentingan di komunitas (Ervin, 2008).
Ada tiga bagian diagnosis keperawatan berikut ini:
1. Menggambarkan masalah, respon, atau keadaan.
2. Identifikasi faktor etiologi berkaitan dengan masalah.
3. Tanda dan gejala yang merupakan karakteristik masalah

17
2.3 Intervensi Keperawatan
Perencanaan terdiri atas beberapa tahapan, yaitu: memprioritaskan diagnosis komunitas,
menetapkan sasaran intervensi yang diharapkan, dan menetapkan tujuan yang diharapkan
1. Memprioritaskan diagnosis komunitas
Perawat tidak bisa melakukan penyelesaian terhadap seluruh diagnosis keperawatan
yang telah diidentifikasi. Hal ini disebabkan karena keterbatasan sumber daya yang
ada (tenaga, dana dan waktu). Untuk itu perlu menetapkan metode dalam
memprioritaskan diagnosis keperawatan komunitas. Beberapa metode yang dapat
digunakan dalam memprioritaskan diagnosis keperawatan komunitas, antara lain
menurut The American Public Health Association (1999) menganjurkan untuk
memperhatikan lima faktor dalam memperioritaskan masalah, yaitu:
1) luasnya perhatian masyarakat;
2) sumber-sumber yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah (dana, tenaga,
waktu, alat dan penyaluran);
3) bagaimana cara mengatasi masalah tersebut
4) kebutuhan pendidikan khusus;
5) penambahan sumber dan kebijakan yang dibutuhkan.
Dalam menetapkan prioritas diagnosis keperawatan komunitas perlu melibatkan
masyarakat atau komunitas dalam suatu pertemuan musyawarah masyarakat.
Masyarakat atau komunitas akan memprioritaskan masalah yang ada dengan
bimbingan atau arahan perawat kesehatan komunitas. Masyarakat atau komunitas
dalam musyawarah tersebut dapat memprioritaskan masalah tersebut dengan
menggunakan scoring. Untuk setiap masalah kesehatan diberikan bobot nilai untuk
setiap aspek tersebut dengan range 1 – 5. Adapun aspek yang disekor (diberi nilai)
meliputi hal-hal sebagai berikut.
1) Risiko terjadinya masalah tersebut di komunitas.
2) Risiko parah dari masalah tersebut.
3) Potensial untuk dilakukan pendidikan.
4) Minat dari masyarakat untuk mengatasi masalah tersebut.
5) Kemungkinan masalah tersebut diatasi.
6) Kesesuaian dengan program pemerintah.

18
7) Tersedianya tempat untuk mengatasi.
8) Tersedianya waktu untuk mengatasi masalah.
9) Tersedianya dana untuk mengatasi masalah.
2. Menetapkan sasaran
Setelah menetapkan prioritas masalah kesehatan, maka langkah selanjutnya adalah
menetapkan sasaran. Sasaran merupakan hasil yang diharapkan. Dalam pelayanan
kesehatan sasaran adalah pernyataan situasi ke depan, kondisi, atau status jangka
panjang, dan belum bisa diukur.
3. Menetapkan Tujuan.
Tujuan adalah suatu pernyataan hasil yang diharapkan dapat diukur, dibatasi waktu,
dan berorientasi pada kegiatan.

2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi merupakan tahap kegiatan setelah perencanaan kegiatan
keperawatan komunitas dalam proses keperawatan komunitas. Fokus pada tahap
implementasi adalah bagaimana mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya, tetapi yang sangat penting dalam implementasi keperawatan kesehatan
komunitas adalah melakukan tindakan-tindakan berupa promosi kesehatan, memelihara
kesehatan dan mengatasi kondisi tidak sehat, mencegah penyakit, dan dampak
pemulihan. Pada tahap implementasi ini, perawat tetap fokus pada program kesehatan
komuniti yang telah ditetapkan pada tahap perencanaan. Strategi yang digunakan dalam
tahap implementasi adalah dengan menggunakan komuniti organisasi yang ada dan kerja
sama atau kemitraan dengan komunitas.

2.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi adalah suatu proses menentukan nilai atau besarnya sukses dalam
mencapai tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Tujuan dari evaluasi program
kesehatan adalah untuk memperbaiki program-program kesehatan dan pelayanannya
untuk mengantarkan dan mengarahkan alokasi tenaga dan dana untuk program dan
pelayanan yang sedang berjalan dan yang akan datang. Evaluasi harus digunakan secara
konstruktif dan bukan untuk membenarkan tindakan yang telah lalu atau sekedar mencari
kekurangan-kekurangan saja.

19
Jenis-jenis evaluasi dapat dikelompok berdasarkan waktu pelaksanaan dan tujuan
dari evaluasi. Beberapa komponen–kompenen dalam evaluasi program, yaitu evaluasi
menjadi bagian integral dari desain program, evaluasi direncanakan dengan baik sejak
awal, pelaksanaan evaluasi mendapat dukungan dari seluruh pemangku kepentingan,
evaluasi menjadi bagian dari tanggung jawab pemimpin program dan evaluasi
memperoleh alokasi sumber daya yang memadai. Untuk menilai suatu kegiatan evaluasi
dapat menggunakan kriteria relevansi, keefektifan, efisiensi, hasil, dampak dan
keberlanjutan. Karakteristik evaluasi yang baik memiliki ketentuan, seperti strategis,
terfokus, kredibel, tepat waktu, dan bermanfaat

20
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
KELOMPOK LANSIA

3.1 Pengkajian
Asuhan keperawatan lansia yang dilakukan di 4 kabupaten di Provinsi Bali
menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi pengkajian status kesehatan
lansia melalui google form, perumusan diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi yang kemudian di olah pada SPSS.
Pengkajian pada lansia menggunakan pendekatan Community as partner meliputi : data
inti komunitas dan subsystem. Data inti komunitas, terdiri dari:
1. Inti (demografi) : Jumlah lansia keseluruhan menurut data yang didapatkan dari
pengkajian menggunakan google form adalah sebanyak 30 lansia.

Diagram 1 : Karakteristik Lansia Berdasarkan Jenis Kelamin di 4 Kabupaten di


Provinsi Bali bulan November tahun 2020

Jenis Kelamin Lansia


Laki-laki Perempuan

33%

67%

Berdasarkan grafik, jenis kelamin perempuan memiliki presentase lebih besar


yaitu 67% (20 orang) dibandingkan dengan laki-laki yakni 33% (10 orang)

21
Diagram 1 : Karakteristik Lansia Berdasarkan Umur di 4 Kabupaten di Provinsi
Bali bulan November tahun 2020

81 tahun-90
Umur Lansia
>90 ta hun
tahun 3%
10%
60 ta hun-70
tahun
37%

71 tahun-80
ta hun
50%

Berdasarkan grafik, umur lansia terbanyak adalah kisaran 71 tahun-80 tahun sebanyak 15 orang
(50%), kemudian 60 tahun-70 tahun sebanyak 11 orang (37%), 81 tahun-90 tahun sebanyak 3
orang (10%), dan >90 tahun sebanyak 1 orang (3%)

2. Data sub sistem (fisik)

Diagram 3 : Tingkat Ketergantungan Lansia di 4 Kabupaten di Provinsi Bali bulan November


tahun 2020

Total
Tingkat Ketergantungan Lansia 3%

Seba gian
34%
Ma ndiri
63%

Berdasarkan grafik, tingkat ketergantungan terbanyak adalah mandiri sebanyak 19 orang (63%),
sebagian sebanyak 10 orang (34%), total 1 orang (3%)

22
Diagram 4 : Tingkat Ketergantungan Sebagian Lansia di 4 Kabupaten di Provinsi Bali bulan
November tahun 2020

Ketergantungan Sebagian

10%
30%

60%

Menggunakan pakaian Pergi ke toilet Mandi

Berdasarkan grafik, tingkat ketergantungan sebagian paling tinggi dengan bantuan pergi ke toilet
sebanyak 6 orang (60%), mandi sebanyak 3 orang (30%), dan menggunakan pakaian sebanyak 1
orang (10%)

Diagram 5 : Masalah Kesehatan Lansia di 4 Kabupaten di Provinsi Bali bulan November tahun
2020

Masalah Kesehatan Lansia


As a m Urat
Ga ngguan 7%
Pendengaran
10%

Teka nan darah


Ma ta ka bur
ti nggi
17%
43%
Kenci ng manis
17%
Nyeri s endi
3% As ma
3%

23
Berdasarkan grafik, masalah kesehatan tertinggi adalah tekanan darah tinggi/hipertensi sebanyak
13 orang (43%), kemudian diabetes melitus dan mata kabur memiliki jumlah yang sama masing-
masing 5 orang (17%), kemudian gangguan pendengaran sebanyak 3 orang (10%), asam urat
sebanyak 2 orang (7 %), dan asma serta nyeri sendi dengan jumlah yang sama yakni masing-
masing 1 orang (3 %).

3. Data sub sistem (kesehatan dan pelayanan sosial)

Diagram 6 : Tindakan Penanganan Masalah Kesehatan Lansia di 4 Kabupaten di Provinsi Bali


bulan November tahun 2020

Tindakan Penanganan Masalah


Kesehatan
Di obati/
di a tasi sendiri
10%
Berobat ke
Berobat ke s a rana
pra ktik tenaga pel ayanan
kes ehatan kes ehatan
40% 50%

Berdasarkan grafik, tindakan penanganan masalah kesehatan tertinggi adalah dengan berobat ke
sarana pelayanan kesehatan 15 orang (50%), kemudian berobat ke praktik tenaga kesehatan 12
orang (40%), dan diobati/diatasi sendiri 3 orang (10%)

Diagram 7 : Kebiasaan Merokok Lansia di 4 Kabupaten di Provinsi Bali bulan November tahun
2020

Kebiasaan Merokok Lansia

Ya
17%

Ti da k
83%

24
Berdasarkan grafik, sebagian besar lansia tidak merokok sebanyak 25 orang (83%), dan sisanya
5 orang adalah perokok (17%)

Diagram 8 : Kebiasaan Minum Minuman Keras/Alkohol Lansia di 4 Kabupaten di Provinsi Bali


bulan November tahun 2020

Kebiasaan minum minuman


keras/alkohol

Tidak

Berdasarkan grafik seluruh lansia sebanyak 30 orang (100%) tidak memiliki kebiasaan minum
minuman keras/alkohol

Diagram 9 : Kebiasaan Minum Kopi Lansia di 4 Kabupaten di Provinsi Bali bulan November
tahun 2020

Kebiasaan Minum Kopi Lansia

Ti da k
43%
Ya
57%

Ya Tidak

Berdasarkan grafik, sebanyak 17 orang (57%) memiliki kebiasan minum kopi, sedangkan
sebanyak 13 orang (43%) tidak memiliki kebiasaan minum kopi

25
Diagram 9 : Frekuensi Minum Kopi Lansia Dalam Sehari di 4 Kabupaten di Provinsi Bali bulan
November tahun 2020

Frekuensi Minum Kopi Lansia Dalam


Sehari

12%

29%
59%

1 2 3

Berdasarkan grafik, sebanyak 10 orang (59%) minum kopi 1 kali dalam sehari, kemudian
sebanyak 5 orang (29%) minum kopi 2 kali sehari, dan sebanyak 2 orang (12%) minum kopi 3
kali sehari

Diagram 10 : Lansia Aktif Bekerja di 4 Kabupaten di Provinsi Bali bulan November tahun 2020

Berdasarkan grafik, lansia aktif bekerja sebanyak 16 orang (53%) dan sebanyak 14 orang (47%)
tidak aktif bekerja

26
Diagram 11 : Jenis Pekerjaan Lansia di 4 Kabupaten di Provinsi Bali bulan November tahun
2020

Berdasarkan grafik, jenis pekerjaan lansia terbanyak adalah pedagang dan petani dengan jumlah
yang sama sebanyak masing-masing 6 orang (40%), kemudian lainnya sebanyak 2 orang (13%),
dan buruh 1 orang(7%)

Diagram 12 : Sarana Hiburan Lansia di 4 Kabupaten di Provinsi Bali bulan November


tahun 2020

Berdasarkan grafik, sarana hiburan terbanyak TV 20 orang (67%), kemudian radio 6 orang
(20%), jalan-jalan 2 orang (7%), dan tempat pariwisata serta lainnya memiliki jumlah yang sama
masing-masing sebanyak 1 orang (3%)

27
Diagram 13 : Ketersediaan Posyandu Lansia di 4 Kabupaten di Provinsi Bali bulan November
tahun 2020

Berdasarkan grafik, sebanyak 17 orang (57%) tidak terdapat pelayanan posyandu lansia serta
sebanyak 13 orang (43%) ada pelayanan posyandu lansia

Diagram 14 : Lansia Mengikuti Posyandu di 4 Kabupaten di Provinsi Bali bulan November


tahun 2020

Berdasarkan grafik, sebanyak 18 orang (60%) tidak mengikuti posyandu dan sebanyak 12 orang
(40%) mengikuti posyandu

28
Diagram 15 : Lansia Mengikuti Senam di 4 Kabupaten di Provinsi Bali bulan November tahun
2020

Berdasarkan grafik sebanyak 19 orang (63%) tidak pernah mengikuti senam, dan sebanyak 11
orang (37%) pernah mengikuti senam lansia

Diagram 16 : Pendapat Lansia Mengenai Pentingnya Posyandu di 4 Kabupaten di Provinsi Bali


bulan November tahun 2020

Berdasarkan grafik, seluruh lansia sebanyak 30 orang (100%) berpendapat bahwa posyandu
penting

29
Diagram 17 : Lansia Jatuh 3 Hari Terakhir di 4 Kabupaten di Provinsi Bali bulan November
tahun 2020

Berdasarkan grafik, seluruh lansia sebanyak 30 orang (100%) tidak ada yang jatuh 3 hari
terakhir

30
3.2 Analisa Data

NO DATA MASALAH
1.  Dari 30 tanggapan, sebanyak 18 Defisit pengetahun lansia tentang
orang (60%) tidak mengikuti pentingnya posyandu terkait pelayanan
posyandu dan sebanyak 12 orang senam lansia
(40%) mengikuti posyandu

 Dari tanggapan tersebut, sebanyak


19 orang (63%) tidak pernah
mengikuti senam, dan sebanyak 11
orang (37%) pernah mengikuti
senam lansia

2.  Berdasarkan tanggapan yang Defisit kesehatan komunitas hipertensi


diterima, masalah kesehatan pada lansia
tertinggi adalah tekanan darah
tinggi/hipertensi sebanyak 13 orang
(43%), kemudian diabetes melitus
dan mata kabur memiliki jumlah
yang sama masing-masing 5 orang
(17%), kemudian gangguan
pendengaran sebanyak 3 orang
(10%), asam urat sebanyak 2 orang
(7 %), dan asma serta nyeri sendi
dengan jumlah yang sama yakni
masing-masing 1 orang (3 %).
 Berdasarkan data, sebagian besar
lansia tidak merokok sebanyak 25
orang (83%), dan sisanya 5 orang
adalah perokok (17%)
 Sebanyak 17 orang (57%) memiliki
kebiasan minum kopi, sedangkan
sebanyak 13 orang (43%) tidak
memiliki kebiasaan minum kopi

31
 Sebanyak 10 orang (59%) minum
kopi 1 kali dalam sehari, kemudian
sebanyak 5 orang (29%) minum
kopi 2 kali sehari, dan sebanyak 2
orang (12%) minum kopi 3 kali
sehari

32
3.3 Intervensi Keperawatan
a. Prioritas Masalah
Prioritas untuk diagnose komunitas pada agregat lansia adalah sebagai berikut :

Prio
No Masalah Kesehatan A B C D E F G H I J K Total
ritas
1 Defisit kesehatan komunitas
hipertensi pada lansia
4 3 4 2 3 3 3 3 3 3 4 35 1

2 Defisit pengetahun lansia tentang


pentingnya posyandu terkait 2 2 3 3 3 4 3 3 3 3 2 31 2
pelayanan senam lansia

33
Intervensi Keperawatan

Ren
Stra Evaluasi
No Dx Kep cana Sum Tem
TUM TUK tegi intervensi PJ
Keg. ber pat

Kriteria Standar

1 Defisit setelah Kriteria hasil: 1. koordinasi 1. pemberian


kesehatan dilakukan  menurunka dengan anjuran 1. Pelayanan S : Diharapkan 1. Dana bale mahasiswa,
komunitas asuhan pemangku sosialisasi di banjar lansia dapat 2. Tenaga banjar kepala
n angka
2. Pemberian memahami dan
hipertensi keperawatan penderita kebijakan kesehatan medis desa lingkungan
edukasi paham terkait
pada selama 2x3 hipertensi setempat 2. pemeriksa dan penatalaksanaan dan setemp dan
lansia minggu,  masalah 2. koordinasi an pelayanan hipertensi, serta stakeho at masyarakat
diharapkan kesehatan dengan pihak kesehatan kesehatan kegiatan dapat lder terkait
masalah lansia puskesmas dan 3. Pendampi menurunkan terlibat
kesehatan terkontrol 3. anjuran penyuluha ngan angka 3. Media
hipertensi  lansia dengan n keluarga morbiditas dari sosial
pada lansia mendapatka keluarga dan 3. kunjungan hipertensi
dapat diatasi n pelayanan lansia rumah
4. regenerasi 4. penunjukk M : Diharapkan
kesehatan minimal
 lansia kader an kader
kedatangan
memahami dan lansia 20 orang
informasi pengorgan (90%), ke
terkait isasian penyuluhan
hipertensi kader
 lansia A : Diharapkan
memahami setelah
tindakan dilakukan
kegiatan, angka
pencegahan

34
dan rujukan morbiditas
awal untuk menjadi
keluhan berkurang
masalah dengan
yang maksimal 30%
dari total
dialami
keseluruhan
R : Diharapkan
lansia dan
keluarga
minimal
memahami
informasi
hipertensi dan
penatalaksanan
awalnya

T : Waktu yang
dilaksanakan
maksimal 2 kali
dengan masing-
masing kegiatan
selama
maksimal 2 jam

35
2 Defisit setelah Kriteria hasil: 1. koordinasi 1. pemberian 1. Pelayanan S : Diharapkan 1. Dana bale mahasiswa,
pengetahu dilakukan  menurunka dengan anjuran di banjar lansia dapat 2. Tenaga banjar kepala
n lansia asuhan n angka pemangku sosialisasi 2. Pemberian memahami dan medis desa lingkungan
tentang keperawatan penderita kebijakan kesehatan edukasi paham terkait dan setemp dan
pentingny selama 2x3 setempat 2. pemeriksa dan pentingnya stakehol at masyarakat
hipertensi
pelayanan posyandu dan
a minggu,  masalah 2. koordinasi an
kesehatan senam lansia,
der terkait
posyandu diharapkan kesehatan dengan pihak kesehatan 3. Pendampi serta status gizi
terlibat
terkait pengetahuan lansia puskesmas dan ngan dan diharapkan 3. Media
pelayanan lansia terkontrol 3. anjuran penyuluha keluarga kegiatan dapat sosial
senam mengenai  lansia dengan n menurunkan
lansia pentingnya mendapatka keluarga dan 3. kunjungan angka
posyandu dan n pelayanan lansia rumah morbiditas dari
status gizi kesehatan 4. regenerasi 4. penunjukk hipertensi
meningkat  lansia kader an kader
dan M : Diharapkan
memahami
pengorgan minimal
informasi kedatangan
terkait isasian
lansia 20 orang
tindakan kader (90%), ke
pencegahan penyuluhan
melalui
posyandu, A : Diharapkan
senam setelah
lansia, dilakukan
status gizi kegiatan, angka
morbiditas
menjadi
berkurang
dengan
maksimal 30%
dari total
keseluruhan

R : Diharapkan

36
lansia dan
keluarga
minimal
memahami
informasi
posyandu dan
senam lansia,
serta status gizi

T : Waktu yang
dilaksanakan
maksimal 2 kali
dengan masing-
masing kegiatan
selama
maksimal 2 jam

37
DAFTAR PUSTAKA

Jannah, S. R. (2020). perencanaan asuhan keperawatan di dalam komunitas.

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Indikator Diagnosis,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Widagdo, Wahyu. (2016). Keperawatan Keluarga dan Komunitas. Jakarta: Pusdik SDM
Kesehatan

Muhith, A., & Siyoto, S. (2016). Pendidikan keperawatan gerontik. Penerbit Andi.

ARDIANSAH, D. Y. (2017). Efektifitas Dance Movement Therapy Untuk Menurunkan


Hipertensi Pada Lansia Di Panti Jompo Griya Kasih Siloam Sigura-Gura Di
Malang (Doctoral dissertation, University of Muhammadiyah Malang).

Ibrahim, I. (2011). Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Hipertensi. Idea Nursing
Journal, 2(1), 60-69.

Agusman, F. (2012). Keperawatan Komunitas pada Hipertensi: Pencegahan dan


Penanganannya.

38

Anda mungkin juga menyukai