Anda di halaman 1dari 8

BAB II

PEMBAHASAN

A. KAJIAN TEORI
1. Definisi
Virus Corona atau severe acute respiratory syndrome coronavirus 2
(SARS-CoV-2) adalah virus yang menyerang sistem pernapasan. Penyakit
karena infeksi virus ini disebut COVID-19. Virus Corona bisa menyebabkan
gangguan ringan pada sistem pernapasan, infeksi paru-paru yang berat, hingga
kematian.
Coronavirus adalah kumpulan virus yang bisa menginfeksi sistem
pernapasan. Pada banyak kasus, virus ini hanya menyebabkan infeksi
pernapasan ringan, seperti flu. Namun, virus ini juga bisa menyebabkan
infeksi pernapasan berat, seperti infeksi paru-paru (pneumonia).
COVID-19 (Corona Virus) telah menjadi pandemi atau wabah yang
telah menyebar meluas serempak di seluruh dunia. COVID-19 adalah jenis
baru corona virus yang dapat menyebabkan penyakit pernapasan mulai dari flu
biasa hingga penyakit yang lebih parah seperti pneumonia dan pada akhirnya
menyebabkan kematian terutama pada kelompok rentan seperti orang tua,
anak-anak dan orang dengan kondisi tidak sehat.
Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) yang
lebih dikenal dengan nama virus Corona adalah jenis baru dari coronavirus
yang menular ke manusia. Walaupun lebih bayak menyerang lansia, virus ini
sebenarnya bisa menyerang siapa saja, mulai dari bayi, anak-anak, hingga
orang dewasa, termasuk ibu hamil dan ibu menyusui. Infeksi virus Corona
disebut COVID-19 (Corona Virus Disease 2019) dan pertama kali ditemukan
di kota Wuhan, China pada akhir Desember 2019. Virus ini menular dengan
sangat cepat dan telah menyebar ke hampir semua negara, termasuk Indonesia,
hanya dalam waktu beberapa bulan.

2. Etiologi
Corona virus merupakan virus single stranded RNA yang berasal dari
kelompok Coronaviridae. Dinamakan coronavirus karena permukaannya
berbentuk seperti mahkota (crown/corona). Virus lain yang termasuk dalam
kelompok yang serupa adalah virus yang menyebabkan Middle East
Respiratory Syndrome (MERS-CoV) dan Serve Acute Respiratory Syndrome
(SARS-CoV) beberapa tahun silam. Namun virus corona dari wuhan
merupakan virus baru yang belum pernah teridentifikasi pada manusia
sebelumnya. Maka virus ini juga disebut sebagai 2019 Novel Coronavirus atau
2019-nCoV. Virus corona pada umumnya ditemukan pada hewan seperti unta,
ular, hewan ternak, kucing dan kelelawar. Manusia dapat tertular virus apabila
terdapat riwayat kontak dengan hewan tersebut, misalkan pada ternak atau
pedagang di pasar hewan. Adanya ledakan jumlah kasus di Wuhan, China
menunjukkan bahwa corona virus dapat ditularkan dari manusia ke manusia.
Virus dapat ditularkan melalui droplet yaitu partikel air yang berukuran sangat
kecil yang biasanya kluar saat batuk atau bersin. Jika droplet tersebut terhirup
atau mengenai lapisan konea mata maka seseorang beresiko tertular penyakit
ini. Meski semua orang dapat terinfeksi virus corona, mereka yang dalam usia
lanjut atau lansia, memiliki penyakit kronis dan memiliki daya tahan tubuh
yang rendah lebih rentan mengalami infeksi ini serta komplikasinya.

3. Manifestasi Klinis
Gejala awal infeksi virus Corona atau COVID-19 bisa menyerupai gejala flu,
yaitu demam, pilek, batuk kering, sakit tenggorokan, dan sakit kepala. Setelah
itu, gejala dapat hilang dan sembuh atau malah memberat. Penderita dengan
gejala yang berat bisa mengalami demam tinggi, batuk berdahak bahkan
berdarah, sesak napas, dan nyeri dada. Gejala-gejala tersebut muncul ketika
tubuh bereaksi melawan virus Corona. Secara umum, ada 3 gejala umum yang
bisa menandakan seseorang terinfeksi virus Corona, yaitu:
a. Demam tinggi disertai menggigil (suhu tubuh diatas 38 derajat selcius)
b. Batuk kering
c. Pilek
d. Sesak nafas
e. Nyeri tenggorokan
f. Hidung berair dan bersin-bersin
Gejala virus corona tersebut dapat bertambah parah secara cepat dan
menyebabkan gagal napas hingga kematian. Centers for Disease Control and
Prevention (CDC) gejala infeksi virus 2019-nCoV dapat muncul mulai dua
hari hingga 14 hari setelah terpapar virus tersebut. Demam adalah gejala yang
paling umum, meskipun beberapa orang yang lebih tua dan mereka yang
memiliki masalah kesehatan lainnya mengalami demam di kemudian hari.
Dalam satu penelitian, 44% orang mengalami demam ketika mereka datang ke
rumah sakit, sementara 89% mengalami demam di beberapa titik selama
dirawat di rumah sakit. Gejala umum lainnya termasuk batuk , kehilangan
nafsu makan , kelelahan , sesak napas , produksi dahak , dan nyeri otot dan
sendi . Gejala seperti mual , muntah dan diare telah diamati dalam berbagai
persentase.

4. Pencegahan
Tindakan yang dapat dilakukan yaitu dengan cara pencegahan secara aktif.
CDC menyarankan setiap orang melakukan tindakan yaitu seperti
a. Rutin mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir selama
setidaknya 20 detik
b. Terapkan physical distancing, yaitu menjaga jarak minimal 1 meter
dari orang lain, dan jangan dulu ke luar rumah kecuali ada keperluan
mendesak.
c. Tingkatkan daya tahan tubuh dengan pola hidup sehat
d. Gunakan masker saat beraktivitas di tempat umum atau keramaian,
termasuk saat pergi berbelanja bahan makanan
e. Jaga kebersihan benda yang sering disentuh dan kebersihan
lingkungan, termasuk kebersihan rumah
f. Apabila tidak memungkinkan atau tidak tersedia air dan sabun,
bersihkan tangan menggunakan pembersih tangan berbahan alkohol
g. Hindari menyentuh hidung, mata, atau mulut terutama bila tangan
masih kotor
h. Hindari berbagi penggunaan alat makan dan minum, alat mandi, serta
perlengkapan tidur dengan orang lain.
i. Hindari kontak dengan orang yang sedang sakit
j. Tetaplah dirumah bila sedang sakit
k. Tutup mulut dengan tissu atau dengan menekuk siku saat anda batuk
atau bersin
l. Hindari kontak dengan hewan ternak secara langsung
m. Hindari bepergian, terutama ke daerah dengan kasus infeksi
coronavirus
n. Hindari mengkonsumsi daging yang belum matang sempurna

5. Patofisiologi
Coronavirus berasal dari banyak spesies hewan liar paling banyak pada
spesies kelelawar, sama dengan MERS dan SARS. Penyebaran COVID-19
terjadi dari orang (person to person). Paling banyak ditularkan saat orang
terinfeksi COVID-19 batuk, bersin, yang menginfeksi orang sehat. Kasus
Coronavirus jenis baru ini berawal dari Provinsi Wuhan, Cina. Dimana warga
Wuhan sering mengkonsumsi hewan liar yang tersedia bebas di pasar di
Wuhan. Karena COVID-19 adalah penyakit baru, banyak aspek mengenai
bagaimana penyebarannya sedang diteliti. Penyakit ini menyebar selama
kontak dekat, seringkali oleh tetesan kecil yang dihasilkan selama batuk,
bersin, atau berbicara. Tetesan ditularkan, dan menyebabkan infeksi baru,
ketika dihirup oleh orang-orang dalam kontak dekat (1 hingga 2 meter, 3
hingga 6 kaki). Mereka diproduksi selama bernafas, namun karena mereka
relatif berat, mereka biasanya jatuh ke tanah atau permukaan.
Berbicara dengan suara keras melepaskan lebih banyak tetesan dari
pada pembicaraan normal. Sebuah penelitian di Singapura menemukan bahwa
batuk yang tidak tertutup dapat menyebabkan tetesan mencapai 4,5 meter (15
kaki). Sebuah artikel yang diterbitkan pada bulan Maret 2020 berpendapat
bahwa saran tentang jarak tetesan mungkin didasarkan pada penelitian tahun
1930-an yang mengabaikan efek dari udara yang dihembuskan lembab yang
hangat di sekitar tetesan dan bahwa batuk atau bersin yang tidak terbuka dapat
berjalan hingga 8,2 meter (27 kaki).
Setelah tetesan jatuh ke lantai atau permukaan, mereka masih dapat
menginfeksi orang lain, jika mereka menyentuh permukaan yang
terkontaminasi dan kemudian mata, hidung atau mulut mereka dengan tangan
yang tidak dicuci. Pada permukaan, jumlah virus aktif berkurang dari waktu ke
waktu hingga tidak lagi menyebabkan infeksi. Namun, secara eksperimental,
virus dapat bertahan di berbagai permukaan selama beberapa waktu, (misalnya
tembaga atau kardus selama beberapa jam, dan plastik atau baja selama
beberapa hari). Permukaan mudah didekontaminasi dengan desinfektan rumah
tangga yang membunuh virus di luar tubuh manusia atau di tangan.
Khususnya, bagaimanapun desinfektan atau pemutih tidak boleh ditelan atau
disuntikkan sebagai tindakan perawatan atau pencegahan, karena ini berbahaya
atau berpotensi fatal. Dahak dan air liur membawa sejumlah besar virus.
Beberapa prosedur medis dapat menyebabkan virus ditransmisikan lebih
mudah dari biasanya untuk tetesan kecil seperti itu, yang dikenal sebagai
transmisi udara.
Virus ini paling menular selama tiga hari pertama setelah timbulnya
gejala, meskipun penyebaran diketahui terjadi hingga dua hari sebelum gejala
muncul (penularan secara asimptomatik) dan pada tahap selanjutnya dari
penyakit. Beberapa orang telah terinfeksi dan pulih tanpa menunjukkan gejala,
tetapi ketidakpastian tetap dalam hal penularan tanpa gejala. Meskipun
COVID-19 bukan infeksi menular seksual , dicium, hubungan intim, dan rute
oral feses diduga menularkan virus.
6. Komplikasi COVID-19
Pada kasus yang parah, infeksi virus Corona bisa menyebabkan beberapa
komplikasi berikut ini:
a. Pneumonia (infeksi paru-paru)
b. Infeksi sekunder pada organ lain
c. Gagal ginjal
d. Acute cardiac injury
e. Acute respiratory distress syndrome
f. Kematian
Pada beberapa orang, penyakit ini dapat berkembang menjadi
pneumonia , kegagalan multi-organ , dan kematian . Manifestasi neurologis
termasuk kejang , stroke , ensefalitis , dan sindrom Guillain-Barré .
Komplikasi yang berhubungan dengan kardiovaskular mungkin termasuk
gagal jantung , aktivitas listrik yang tidak teratur , pembekuan darah , dan
peradangan jantung. Pada beberapa orang, COVID-19 dapat mempengaruhi
paru-paru yang menyebabkan pneumonia . Pada mereka yang paling parah
terkena dampaknya, COVID-19 dapat dengan cepat berkembang menjadi
sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS) yang menyebabkan kegagalan
pernapasan, syok septik , atau kegagalan multi-organ. Komplikasi yang terkait
dengan COVID-19. termasuk sepsis , pembekuan abnormal , dan kerusakan
pada jantung, ginjal, dan hati. Abnormalitas pembekuan, khususnya
peningkatan waktu protrombin , telah dijelaskan pada 6% dari mereka yang
dirawat di rumah sakit dengan COVID-19, sementara fungsi ginjal abnormal
terlihat pada 4% dari kelompok ini. Sekitar 20-30% orang yang hadir dengan
COVID-19 menunjukkan peningkatan enzim hati (transaminase ). Cedera hati
seperti yang ditunjukkan oleh penanda darah kerusakan hati sering terlihat
pada kasus yang parah.

7. Penatalaksanaan medis
1. Pemeriksaan laboratorium:
Skrining
1. Hematologi
a. Hitung limfosit absolut / absolute lymphocyte count (ALC)
<1500/μL
b. Neutrophil Lymphocyte Ratio (NLR) >3,13

2. Rapid test atau tes serologis.

Rapid test lebih berperan sebagai cara penyaringan awal terhadap


kasus positif Covid-19. Hasil rapid test tak bisa dijadikan penopang diagnosis
pasien Covid-19. Sebab, pemeriksaan serologis ini hanya bertujuan melihat
ada atau tidaknya sistem kekebalan tubuh yang muncul sebagai respons
terhadap masuknya virus. Virus ini tidak selalu SARS-CoV-2 atau penyebab
Covid-19. Waktu pemeriksaan juga mempengaruhi hasil rapid test. Bisa jadi
belum ada respons dari sistem imun karena virus corona baru saja masuk.

Karena itu, hasil rapid test yang positif atau reaktif tidak selalu
menandakan orang yang dites positif corona. Diperlukan tes berulang hingga
swab test untuk menegakkan diagnosis. Walau demikian, orang dengan hasil
rapid test positif bisa disaring dan diisolasi sebagai langkah antisipasi
penularan Covid-19 sembari menunggu kepastian diagnosis. Prosedur rapid
test lebih sederhana dan singkat dibanding swab test. Biayanya pun lebih
murah. Cara yang paling jamak adalah dengan mengambil sampel darah dari
ujung jari. Sampel ini lalu diperiksa menggunakan alat rapid test untuk melihat
sistem imun. Bila ditemukan respons sistem imun atau reaktif, ada potensi
infeksi virus corona. Begitu pula sebaliknya. Hasil ini bisa diketahui dalam
hitungan menit hingga jam sejak pengambilan sampel.

3. Swab test atau RT-PCR.

Genetik virus. Pemeriksaan PCR dapat menggunakkan sampel swab


nasofaring (melalui hidung) dan swab orofaring (melalui tenggorokan). Alat
yang digunakan menggunakan swab khusus yang digunakan untuk
pemeriksaan PCR kemudian dimasukkan kedalam tabung penampung( viral
transport media/ VTM). Metode PCR terdiri dari beberapa tahap yaitu proses
pelepasan dan penggandaan materi genetik virus sehingga dapat dideteksi
dengan alat.

Pemeriksaan ini dilakukan dalam ruangan laboratorium dan peralatan


PCR yang sesuai dengan standar Biosafety Level 2. Faktor yang berpengaruh
pada pemeriksaan PCR antara lain faktor pengambilan sampel, transportasi
sampel, hingga proses pengerjaan sampelnya. Untuk proses pengerjaan sampel
hingga dikeluarkan hasil dapat memakan waktu yang cukup lama
dibandingkan pemeriksaan laboratorium lainnya. Untuk memastikan adanya
seseorang terinfeksi virus SARS COV-2 ini dianjurkan menggunakan PCR
SARS COV-2.

8. Pemeriksaan Penunjang

a. Foto thorkas

Meskipun memiliki sensitifitas yang lebih rendah dibandingkan CT


scan toraks, foto toraks dapat digunakan sebagai modalitas lini pertama untuk
pasien yang dicurigai COVID-19 atau untuk mengevaluasi pasien kritis yang
tidak dapat dilakukan CT scan. Foto toraks dapat terlihat normal pada fase
awal atau pada pasien dengan klinis ringan.Gambaran foto thoraks pada pasien
COVID-19 yang tersering adalah berup konsolidasi atau infiltrat dengan
tempat predileksi dominan di lapangan bawah,perifer, bilateral.

b. CT scan toraks tanpa kontras


CT scan toraks memiliki sensitifitas yang lebih tinggi di bandingkan
foto toraks dalam menilai lesi pada pasien COVID-19. CT scan dilakukan
pada pasien yang dicurigai COVID-19 namun gambaran yang ditemukan pada
foto toraks tidak khas atau meragukan.Gambaran CT scan toraks pada pasien
COVID-19 dapat berupa ground glass opacities (GGO), crazy paving
appearance, konsolidasi, penebalan bronkovaskular atau traction
bronchiectasis dengan tempat predileksi di basal, perifer dan bilateral.

8. Pathway
B. ASUHAN KEPERAWATAN

Anda mungkin juga menyukai