Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS DENGAN ISPA

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Keperawatan Agregat


Komunitas

Disusun oleh
Ayi Nurlatifah 08220100105

UNIVERSITAS INDONESIA MAJU (UIMA)


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
JAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat tuhan yang maha Esa


karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayat-nya kami
telah menyelesaikan makalah ‘Askep Ispa’ dengan baik meskipun
banyak kekurangan di dalamnya. Dan juga kami berterima kasih
kepada Ibu Irma selaku Dosen mata kuliah Keperawatan Agregat
Komunitasyang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam


rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah
yang telah kami buat.

Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna
bagi kami sendii maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami
mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata kata yang kurang
berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan di masa depan.

Cianjur, Juni 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. Latar belakang.................................................................................................................1
B. Peran Perawat Komunitas (PROVIDER OF NURSING CARE)...................................2
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................5
A. Pengertia..........................................................................................................................5
B. Etiologi............................................................................................................................6
BAB III TINJAUAN KASUS................................................................................................18
A. Tahap Persiapan............................................................................................................18
B. Tahap Pelaksanaan........................................................................................................18
BAB IV PENUTUP................................................................................................................25
A. Kesimpulan..................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................26

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Menurut Kontjaraningrat (1990) Komunitas adalah,


sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan istilah
lain saling berinteraksi. Betty Neuman (1989) berpendapat
bahwa, komunitas juga dipandang sebagai klien “ Client is an
interacting open system in total interface with both internal and
external forces or stressors “. Sedangkan Logan dan Dawkin (1987)
menuliskan bahwa pengertian keperawatan komunitas adalah
pelayanan keperawatan profesional yang ditujukan pada
masyarakat dengan penekanan pada kelompok resiko tinggi,
dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal
melalui pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan,
dengan menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang
dibutuhkan, dan melibatkan klien sebagai mitra dalam
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pelayanan kepeawatan.
Pernyataan lain menurut Soerjono Soekanto (1982) komunitas
adalah menunjuk pada bagian masyarakat yang bertempat
tinggal di suatu wilayah (dalam arti geografi) dengan batas-
batas tertentu, dimana yang menjadi dasarnya adalah interaksi
yang lebih besar dari anggota-anggotanya, dibandingkan
dengan penduduk diluar batas wilayahnya. Adapun menurut
WHO (1974) komunitas adalah kelompok sosial yang di
tentukan oleh batas-batas wilayah, nilai-nilai keyakinan dan
minat yang sama serta adanya saling mengenal dan interaksi
antar anggota masyarakat.

Keperawatan komunitas sebagai salah satu bentuk


pelayanan kesehatan utama yang ditujukan pada masyarakat

1
pada prakteknya memerlukan acuan atau landasan teoritis
untuk menyelesaikan penyimpangan dalam kebutuhan dasar
komunitas. Salah satunya adalah konsep menurut (Christine
Ibrahim, 1986) keperawatan dikarakteristikkan oleh 4 (empat)
konsep pokok, yang meliputi konsep manusia, kesehatan,
masyarakat dan keperawatan. Paradigma keperawatan ini
menggambarkan hubungan teori-teori yang membentuk
susunan yang mengatur teori-teori itu berhubungan satu
dengan yang lain sehingga menimbulkan hal- hal yang perlu di
selidiki (Christine Ibrahim, !986).

Model teori Neuman menggambarkan bahwa komunitas


adalah sistem terbuka yang mempunyai sumber energi (infra
struktur) dan mempunyai 5 variabel yang saling
mempengaruhi satu dengan yang lainnya dalam komunitas
yaitu; Biologis, psikologis,sosiokultural, perkembangan dan
spiritual.

Model teori Neuman dilandasi oleh teori sistem dimana terdiri


dari individu, keluarga atau kelompok dan komunitas yang
merupakan target pelayanan kesehatan. Kesehatan masyarakat
ditentukan oleh hasil interaksi yang dinamis antara komunitas dan
lingkungan serta tenaga kesehatan untuk melakukan tiga tingkat
pencegahan yaitu; pencegahan primer, sekunder dan tersier.
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer dari arti sebenarnya, terjadi sebelum sakit
atau diaplikasikan ke populasi yang sehat pada umumnya.
Pencegahan primer ini mencakup kegiatan mengidentifikasi
faktor resiko yang terjadinya penyakit, mengkaji kegiatan-
kegiatan promosi kesehatan dan pendidikan dalam komunitas.
Pencegahan ini mencakup peningkatan kesehatan pada
umumnya dan perlindungan khusus terhadap penyakit.

2
1. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah intervensi yang dilakukan pada


saat terjadinya perubahan derajat kesehatan masyarakat dan
ditemukannya masalah kesehatan. Pencegahan sekunder menekankan
pada diagnosa dini intervensi yang tepat, memperpendek waktu sakit
dan tingkat keparahan atau keseriusan penyakit.

2. Pencegahan Tersier  

Tingkat pencegahan ini adalah untuk mempertahankan kesehatan


setelah terjadi gangguan beberapa sistem tubuh. Rehabilitasi sebagai
tujuan pencegahan tersier tidak hanya untuk menghambat proses
penyakitnya, tetapi juga mengendalikan individu kepada tingkat
berfungsi yang optimal dari ketidakmampuannya.

Sasaran dari perawatan kesehatan komunitas adalah individu,


keluarga, kelompok khusus, komunitas baik yang sehat maupun
sakit yang mempunyai masalah kesehatan atau perawatan (Nasrul
Effendy, 1998), sasaran ini terdiri dari :

1. Individu

Individu adalah bagian dari anggota keluarga. Apabila individu


tersebut mempunyai masalah kesehatan / keperawatan karena
ketidakmampuan merawat dirinya sendiri oleh sesuatu hal dan
sebab, maka akan dapat mempengaruhi anggota keluarga lainnya
baik secara fisik, mental maupun sosial.

2. Keluarga

Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat, terdiri atas


kepala keluarga, anggota keluarga lainnya yang berkumpul dan
tinggal dalam satu rumah tangga karena pertalian darah dan
ikatan perkawinan atau adopsi, satu dengan yang lainnya
saling tergantung dan berinteraksi. Bila salah satu atau beberapa anggota
keluarga mempunyai masalah kesehatan / keperawatan, maka akan

1
2

berpengaruh terhadap anggota-anggota keluarga lain, dan keluarga-keluarga


yang ada disekitarnya.

3. Kelompok khusus
Kelompok khusus adalah kumpulan individu yang mempunyai kesamaan
jenis kelamin, umur, permasalahan, kegiatan yang terorganisasi yang
sangat rawan terhadap masalah kesehatan, dan termasuk diantaranya
adalah :

Kelompok khusus dengan kebutuhan kesehatan khusus sebagai akibat


perkembangan dan pertumbuhannya seperti ; Ibu hamil, bayi baru lahir,
anak balita, anak usia sekolah, usia lanjut.

Kelompok dengan kesehatan khusus yang memerlukan pengawasan dan


bimbingan

serta asuhan keperawatan, diantaranya adalah : Penderita penyakit


menular seperti; TBC, AIDS, penyakit kelamin dan lainnya. Penderita
yang menderita penyakit tidak menular, seperti; Diabetes melitus,
jantung koroner, cacat fisik, gangguan mental dan lainnya.

3. Kelompok yang mempunyai resiko terserang penyakit, diantaranya :


WTS, pengguna narkoba, pekerja tertentu, dan lainnya
4. Lembaga sosial, perawatan dan rehabilitasi, diantaranya adalah: Panti
Werdha, panti asuhan, pusat rehabilitasi (cacat fisik, mental, sosial dan
lainnya), penitipan anak balita.
5. Tingkat Komunitas
Pelayanan asuhan keperawatan berorientasi pada individu, keluarga
dilihat sebagai satu kesatuan dalam komunitas. Asuhan ini diberikan
untuk kelompok beresiko atau masyarakat wilayah binaan. Pada tingkat
komunitas, asuhan keperawatan komunitas diberikan dengan
mamandang komunitas sebagai klien.

B. Peran Perawat Komunitas (PROVIDER OF NURSING CARE)


3

Banyak peranan yang dapat dilakukan oleh perawat kesehatan masyarakat


diantaranya adalah :

1. Sebagai Pendidik (Health Education)

Memberikan pendidikan kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok dan


masyarakat baik di rumah, puskesmas, dan di masyarakat secara terorganisirdalam
rangka menanamkan perilaku sehat, sehingga terjadi perubahan perilaku seperti yang
diharapkan dalam mencapai derajat kesehatan yang optimal.

2. Sebagai Pengamat Kesehatan (Health Monitor)

Melaksanakan monitoring terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada


individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang menyangkut masalah-masalah
kesehatan dan keperawatan yang timbul serta berdampak terhadap status kesehatan
melalui kunjungan rumah, pertemuan-pertemuan, observasi dan pengumpulan data.

3. Koordinator Pelayanan Kesehatan (Coordinator of Servises)

Mengkoordinir seluruh kegiatan upaya pelayanan kesehatan masyarakat


dan

puskesmas dalam mencapai tujuan kesehatan melalui kerjasama dengan team


kesehatan lainnya sehingga tercipta keterpaduan dalam sistem pelayanan kesehatan.
Dengan demikianpelayanan kesehatan yang diberikan merupakan suatu kegiatan yang
menyeluruh dan tidak terpisah-pisah antara satu dengan yang lainnya.

4. Sebagai Pembaharuan (Inovator)

Perawat kesehatan masyarakat dapat berperan sebagai agen pembaharu terhadap


individu, keluarga, kelompok dan masyarakat terutama dalam merubah perilaku dan
pola hidup yang erat kaitannya dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan.

5. Pengorganisir Pelayanan Kesehatan (Organisator)

Perawat kesehatan masyarakat dapat berperan serta dalam memberikan motivasi


dalam meningkatkan keikutsertaan masyarakat individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat dalam setiap upaya pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh
masyarakat misalnya: kegiatan posyandu, dana sehat, mulai dari tahap perencanaan,
4

pelaksanaan sampai dengan tahap penilaian, sehingga ikut dalam berpartisipasi dalam
kegiatan pengembangan pengorganisasian masyarakat dalam bidang kesehatan. 6.
Sebagai Panutan (Role Model)

Perawat kesehatan masyarakat harus dapat memberikan contoh yang baik dalam
bidang kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat tentang
bagaimana tata cara hidup sehat yang dapat ditiru dan di contoh oleh masyarakat.

6. Sebagai Tempat Bertanya (Fasilitator)

Perawat kesehatan masyarakat dapat dijadikan tempat bertanya oleh individu,


keluarga, kelompok dan masyarakat untuk memecahkan berbagai permasalahan
dalam bidang kesehatan dan keperawatan yang dihadapi sehari-hari. Dan perawat
kesehatan diharapkan dapat membantu memberikan jalan keluar dalam mengatasi
masalah kesehatan dan keperawatan yang mereka hadapi.

7. Sebagai Pengelola (Manager)

Perawat kesehatan masyarakat diharapkan dapat mengelola berbagai kegiatan


pelayanan kesehatan puskesmas dan masyarakat sesuai dengan beban tugas dan
tanggung jawab yang dibebankan kepadanya.
5

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertia

Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran


pernafasan (hidung, pharing dan laring) mengalami inflamasi yang
menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan
retraksi dinding dada pada saat melakukan pernafasan (Pincus Catzel &
Ian Roberts; 1990; 450).

ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut.


ISPA meliputi saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan
bagian bawah ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung
sampai 14 hari. Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ
mulai dari hidung sampai gelembung paru (alveoli), beserta organ-organ
disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru.
Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan
seperti batuk, pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan
antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumoni bila infeksi
paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian.

ISPA merupakan kepanjangan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut


dan mulai diperkenalkan pada tahun 1984 setelah dibahas dalam lokakarya
Nasional ISPA di Cipanas. Istilah ini merupakan padanan istilah bahasa
inggris yakni Acute Respiratory Infections (ARI). ISPA adalah penyakit
yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai
dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk
jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA
umumnya berlangsung selama 14 hari. Yang termasuk dalam infeksi
saluran nafas bagian atas adalah batuk pilek biasa, sakit telinga, radang
tenggorokan, influenza, bronchitis, dan juga sinusitis. Sedangkan infeksi
6

yang menyerang bagian bawah saluran nafas seperti paru itu salah satunya
adalah Pneumonia.(WHO) Infeksi saluran pernafasan adalah suatu
penyakit yang mempunyai angka kejadian yang cukup tinggi. Penyebab
dari penyakit ini adalah infeksi agent/ kuman. Disamping itu terdapat
beberapa faktor yang turut mempengaruhi yaitu; usia dari bayi/ neonatus,
ukuran dari saluran pernafasan, daya tahan tubuh anak tersebut terhadap
penyakit serta keadaan cuaca (Whaley and Wong; 1991; 1419).

B. Etiologi

Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri,


virus dan richetsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari
genus Streptococcus, Staphylococcus, Pneumococcus,
Haemophylus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab
ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus,
Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus dan lain-lain.
Etiologi Pneumonia pada Balita sukar untuk ditetapkan
karena dahak biasanya sukar diperoleh. Penetapan etiologi
Pneumonia di Indonesia masih didasarkan pada hasil penelitian di
luar Indonesia. Menurut publikasi WHO, penelitian di berbagai
negara menunjukkan bahwa di negara berkembang streptococcus
pneumonia dan haemophylus influenza merupakan bakteri yang
selalu ditemukan pada dua per tiga dari hasil isolasi, yakni 73, 9%
aspirat paru dan 69, 1% hasil isolasi dari spesimen darah.
Sedangkan di negara maju, dewasa ini Pneumonia pada anak
umumnya disebabkan oleh virus.

1. Faktor Pencetus ISPA


a. Usia
Anak yang usianya lebih muda, kemungkinan untuk
menderita atau terkena penyakit ISPA lebih besar bila
dibandingkan dengan anak yang usianya lebih tua karena
daya tahan
7

tubuhnya lebih rendah.


b. Status Imunisasi
c. Anak dengan status imunisasi yang lengkap, daya tahan
tubuhnya lebih baik dibandingkan dengan anak yang status
imunisasinya tidak lengkap.
d. Lingkungan
Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara
di kota-kota besar dan asap rokok dapat menyebabkan
timbulnya penyakit ISPA pada anak
2. Faktor Pendukung terjadinya ISPA
a. Kondisi Ekonomi
Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis ekonomi
yang berkepanjangan berdampak peningkatan penduduk
miskin disertai dengan kemampuannya menyediakan
lingkungan pemukiman yang sehat mendorong peningkatan
jumlah Balita yang rentan terhadap serangan berbagai
penyakit menular termasuk ISPA. Pada akhirnya akan
mendorong meningkatnya penyakit ISPA dan Pneumonia
pada Balita.
b. Kependudukan
Jumlah penduduk yang besar mendorong peningkatan
jumlah populasi Balita yang besar pula. Ditambah lagi
dengan status kesehatan masyarakat yang masih rendah,
akan menambah berat beban kegiatan pemberantasan
penyakit ISPA.
c. Geografi
Sebagai daerah tropis, Indonesia memiliki potensi daerah
endemis beberapa penyakit infeksi yang setiap saat dapat
menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat. Pengaruh
geografis dapat mendorong terjadinya peningkatan kaus
maupun kemaian penderita akibat ISPA. Dengan demikian
pendekatan dalam pemberantasan ISPA perlu dilakukan
8

dengan mengatasi semua faktor risiko dan faktor-faktor lain


yang mempengaruhinya
3. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
PHBS merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit
ISPA. Perilaku bersih dan sehat tersebut sangat dipengaruhi
oleh budaya dan tingkat pendidikan penduduk. Dengan makin
meningkatnya tingkat pendidikan di masyarakat diperkirakan
akan berpengaruh positif terhadap pemahaman masyarakat
dalam menjaga kesehatan Balita agar tidak terkena penyakit
ISPA yaitu melalui upaya memperhatikan rumah sehat dan
lingkungan sehat.
a. Lingkungan dan Iklim Global
Pencemaran lingkungan seperti asap karena kebakaran
hutan, gas buang sarana transportasi dan polusi udara dalam
rumah merupakan ancaman kesehatan terutama penyakit
ISPA. Demikian pula perubahan iklim gobal terutama suhu,
kelembapan, curah hujan, merupakan beban ganda dalam
pemberantasan penyakit ISPA. Agen infeksi adalah virus
atau kuman yang merupakan penyebab dari terjadinya
infeksi saluran pernafasan. Ada beberapa jenis kuman yang
merupakan penyebab utama yakni golongan A -hemolityc
streptococus, clamydia trachomatis, mycoplasma dan
staphylococus, haemophylus influenzae, pneumokokus.Usia
bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air susu
ibu angka kejadian pada usia dibawah 3 bulan rendah karena
mendapatkan imunitas dari air susu ibu. Ukuran dari lebar
penampang dari saluran pernafasan turut berpengaruh
didalam derajat keparahan penyakit. Karena dengan lobang
yang semakin sempit maka dengan adanya edematosa maka
akan tertutup secara keseluruhan dari jalan nafas

Kondisi klinis secara umum turut berpengaruh dalam proses


9

terjadinya infeksi antara lain malnutrisi, anemia, kelelahan.


Keadaan yang terjadi secara langsung mempengaruhi
saluran
pernafasan yaitu alergi, asthma serta kongesti paru.
Infeksi saluran pernafasan biasanya terjadi pada saat terjadi
perubahan musim, tetapi juga
biasa terjadi pada musim dingin (Whaley and Wong; 1991;
1420).

4. Patofisiologi
Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi 3 tahap yaitu :
a. Tahap prepatogenesis : penyuebab telah ada tetapi belum
menunjukkan reaksi apa- apa.
b. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan
mukosa. Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi
dan daya tahan sebelumnya rendah.
c. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala
penyakit,timbul gejala demam dan batuk.
Tahap lanjut penyaklit, dibagi menjadi empat yaitu :
a) Dapat sembuh sempurna.
b) Sembuh dengan atelektasis.
c) Menjadi kronos.
d) Meninggal akibat pneumonia.
Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan
dunia luar sehingga untuk mengatasinya dibutuhkan suatu
sistem pertahanan yang efektif dan efisien. Ketahanan
saluran pernafasan tehadap infeksi maupun partikel dan gas
yang ada di udara amat tergantung pada tiga unsur alami
yang selalu terdapat pada orang sehat yaitu keutuhan epitel
mukosa dan gerak mukosilia, makrofag alveoli, dan
antibodi.
Antibodi setempat yang ada di saluran nafas ialah Ig A.
10

Antibodi ini banyak ditemukan di mukosa. Kekurangan


antibodi ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran
nafas, seperti yang terjadi pada anak. Penderita yang rentan
(imunokompkromis) mudah terkena infeksi ini seperti pada
pasien keganasan yang mendapat terapi sitostatika atau
radiasi.Penyebaran infeksi pada ISPA dapat melalui jalan
hematogen, limfogen, perkontinuitatum dan udara nafas.
Infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran nafas yang sel-sel
epitel mukosanya telah rusak akibat infeksi yang terdahulu.
Selain hal itu, hal-hal yang dapat mengganggu keutuhan
lapisan mukosa dan gerak silia adalah asap rokok dan gas
SO2 (polutan utama dalam pencemaran udara), sindroma
imotil, pengobatan dengan O2 konsentrasi tinggi (25 % atau
lebih).
5. Manifestasi Klinis
Batuk, pilek dengan nafas cepat atau sesak nafas
Pada umur kurang dari 2 bulan, nafas cepat lebih dari 60 x / mnt.
a. Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya
demam, adanya obstruksi hidung dengan sekret yang encer
sampai dengan membuntu saluran pernafasan, bayi menjadi
gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau minum
(Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 451).
a) Demam.
Pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala
demam muncul jika anak sudah mencaapai usia 6 bulan
sampai dengan 3 tahun. Seringkali demam muncul
sebagai tanda
pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai
39,5OC-40,5OC.
b) Meningismus.
Adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada
meningens, biasanya terjadi selama periodik bayi
11

mengalami panas, gejalanya adalah nyeri kepala,


kaku dan nyeri pada punggung serta kuduk,
terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.
c) Anorexia.
Biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit.
Bayi akan menjadi susah minum dan bhkan tidak mau
minum.
d) Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi
juga bisa selama bayi tersebut mengalami sakit.
e) Diare (mild transient diare), seringkali terjadi
mengiringi infeksi saluran pernafasan akibat infeksi
virus.
f) Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin
disebabkan karena adanya lymphadenitis mesenteric.
g) Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas
yang sempit akan lebih mudah tersumbat oleh karena
banyaknya sekret.
h) Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi
saluran pernafasan, mungkin tanda ini merupakan tanda
akut dari terjadinya infeksi saluran pernafasan.
i) Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless,
dan tidak terdapatnya suara pernafasan (Whaley and
Wong; 1991; 1419).

6. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan laboratorium terhadap jasad renik itu sendiri.
Pemeriksaan yang dilakukan adalah :
a. Biakan virus
b. Serologis
12

c. Diagnostik virus secara langsung.


Sedangkan diagnosis ISPA oleh karena bakteri dilakukan
dengan pemeriksaan sputum, biakan darah, biakan cairan
pleura.
Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola,
kedalaman, usaha serta irama dari pernafasan.
a. Pola, cepat (tachynea) atau normal.
b. Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang
biasanya dapat kita amati melalui pergerakan rongga dada
dan pergerakan abdomen.
c. Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti
disertai dengan adanya bersin.
d. Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan
kedalaman pernafasan.
e. Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya
ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, adanya batuk,
suara nafas wheezing. Bisa juga didapati adanya cyanosis,
nyeri pada rongga dada dan peningkatan produksi dari
sputum.
7. Riwayat kesehatan:
a. Keluhan utama (demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan)
a. Riwayat penyakit sekarang (kondisi klien saat diperiksa)
b. Riwayat penyakit dahulu (apakah klien pernah mengalami
penyakit seperti yang dialaminya sekarang)
c. Riwayat penyakit keluarga (adakah anggota keluarga yang
pernah mengalami sakit seperti penyakit klien)
d. Riwayat sosial (lingkungan tempat tinggal klien)
Pemeriksaan fisik difokuskan pada pengkajian sistem
pernafasan :
a) Inspeksi
1) Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan
2) Tonsil tampak kemerahan dan edema
13

3) Tampak batuk tidak produktif


4) Tidak ada jaringan parut pada leher
5) Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan
tambahan, pernafasan cuping hidung.
b) Palpasi
1) Adanya demam
2) Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada
daerah leher/nyeri tekan pada nodus limfe
servikalis\
3) Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
c) Perkusi : Suara paru normal (resonance)
d) Auskultasi : Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi
pada kedua sisi paru

8. Penatalaksanaan
Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan
kasus yang benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari
tiga tujuan program (turunnya kematian karena pneumonia dan
turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk yang kurang
tepat pada pengobatan penyakit ISPA) .
Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan
petunjuk standar pengobatan
penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan
antibiotik untuk kasus-kasusbatuk pilek biasa, serta mengurangi
penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi
penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang
pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan
penunjang yang penting bagi pederita ISPA.
Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai
berikut :
a. Upaya pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan :
14

1) Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.


2) Immunisasi.
3) Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
4) Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.
b. Pengobatan dan perawatan Prinsip perawatan ISPA antara lain
:
1) Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari
2) Meningkatkan makanan bergizi
3) Bila demam beri kompres dan banyak minum
4) Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang
hidung dengan sapu tangan yang bersih
5) Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang
cukup tipis tidak terlalu ketat.
6) Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan
ASI bila anak tersebut masih menetek
Pengobatan antara lain :
1) Mengatasi panas (demam) dengan memberikan
parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan
dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol
diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara
pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya,
kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan
kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan
pada air (tidak perlu air es).

2) Mengatasi batuk. Dianjurkan memberi obat batuk


yang aman yaitu ramuan
tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan
kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali sehari.
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Tahap Persiapan

Kegiatan praktek keperawatan komunitas diawali dengan kegiatan


penerimaan mahasiswa yang dilaksanakan pada tanggal 10 Februari 2023 di
Balai Kecamatan Kelurahan Dwikora Kec Medan Helvetia. Dalam acara serah
terima tersebut , mahasiswa mendapatkan  penjelasan dari Bapak Camat, Pihak
Pendidikan , Puskesmas dan Kelurahan, Acara tersebut dilanjutkan dengan
orientasi ke wilayah Kelurahan Kelurahan D Kec C pada RT 05, selanjutnya
mahasiswa merencanakan temu kenal dengan masyarakat.

B. Tahap Pelaksanaan

1. Pengkajian
a. Data Demografi
RT 05 termasuk dalam wilayah Kelurahan D Kec C yang terdiri atas 10
RT. Batas wilayah yang dijadikan target pengkajian, sebelah utara
dibatasi oleh RT 04, dan sebelah selatan dibatasi oleh RT 06.
b. Data Lingkungan Fisik
RT 05 memiliki berbagai fasilitas umum yang terdiri dari sebuah Masjid,
sebuah gereja, sebuah Taman sekolah Kanak-Kanak, sebuah balai RT
serta lokasi pemakaman umum. Fasilitas pelayanan kesehatan yang
dimiliki oleh RT 05 sementara masih memiliki satu puskesmas.
Kegiatan rutin yan dilakukan oleh warga di RT 05 meliputi kegiatan
PKK yang diadakan setiap hari selasa, selain itu pengajian Ibu-Ibu
yang dilaksanakan pada hari kamis dan kegiatan remaja. Sepeti kegiatan
olahraga sepak bola oleh remaja mesjid dan gereja serta bapak-bapak di RT 05.
Selain itu Puskesmas biasanya mengadakan penyuluhan 2 x setahun.
c. Kondisi Kesehatan Umum
RT 05 terdiri ats 100 KK dengan 350 jiwa yang terdiri dari 50 anak Usia
Balita, 60 Usia sekolah , 80 orang remaja, 110 orang Usia Produktif, dan
50 orang lanjut usia. Berdasarkan pengkajian, selama 6 bulan terakhir
riwayat penyakit yang terjadi di RT 05 adalahmasalah dengan ISPA
19

Hasil pengkajian dengan Questioner disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut :

a.  Tabel 1, Persentasi Jumlah Penduduk RT 05 kelurahan C berdasarkan Usia


 No Usia Frekuensi Persentasi
1 0-5 tahun 50 14,28%
2 6-12 tahun 60 17, 14%
3 13-20 tahun 80 22,85 %
4 21-35 80 22,85%
5 35-45 30 8,57 %
6 >45 50 14,28%
Total 350 100%

Berdasarkan tabel di atas, jumlah penduduk RT 05 berdasarkan usia yaitu 0-5


tahun sebanyak 14,28 %, 6-12 tahun sebanyak 17,14 %, 13-20 tahun sebanyak
22,85 %, 21-35 tahun sebanyak 22,85 % , 35-45 tahun sebanyak 8,57 % serta
>45 sebanyak 14,28 %

 b.  Tabel 1 : Distribusi Frekuensi Penduduk Berdasarkan Agama


 No Agama Frekwensi Persentasi

1 Kristen 48 48 %
2 Muslim 52 52 %
Total 100 100%
Berdasarkan tabel diatas, jumlah penduduk yang berdominan adalah agama muslim
sebanyak 52

c.   Tabel 4 : Distribusi Frekuensi Penduduk (usia 13-20 tahun) Berdasarkan


Pendidikan
 No Pendidikan Frekwensi Persentasi
1 SMP 30 37,5 %

2 SMA 28 35 %
3 Mahasiswa 12 15 %
4 Tidak Sekolah 5 62,5 %
5 Petani 5 62,5%
Total 80 100%
20

Berdasarkan tabel di atas, sebagian besar penduduk yang berusia 13-18 tahun
pekerjaan adalah sebagai SMP sebesar 37,5 %

d.   Tabel 1 : Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pembuangan Sampah

 No Sistem Pembuangan Frekwensi Persentasi


1 Tempat Pembuangan 2 2%
Umum
2 Di Sungai 0 0
3. Ditimbun 30 30%
4. Dibakar 10 10%

5. Disembarang Tempat 58 58%


Total 100 100%

Berdasarkan tabel diatas, frekuensi berdasarkan pembuangan sampah adalah


disembarang tempat sebesar 58%

e.   Kondisi Kesehatan berdasarkan usia


13-20 tahun a.  Keluhan

 No Keluhan Frekuensi Persentasi


1 Ya 70 87,5 %
2 Tidak 10 12,5%
Total 80 100%

Berdasarkan tabel diatas, maka kebanyakan penduduk usia 13-20 tahun


mengalami keluhan sebesar 87,5%

 b.  Jenis Penyakit yang dialami penduduk usia 13-20 tahun pada 6 bulan terakhir
 No Jenis Penyakit Frekuensi Persentasi
1 Thypoid 6 7,5 %

2 Tbc 5 6,25 %
3 Ispa 60 75 %
4 DBD 5 6,25 %
5 Diare 4 5%
Total 80 100%
21

Berdasarkan tabel diatas, penyakit tertnggi dialami oleh usia 13-20 tahun
pada 6 bulan terakhir adalah Ispa sebesar 75 %
c.  Sering mengalami sesak
 No Sesak Frekuensi Persentasi
1 Ya 50 62,5 %
2 Tidak 30 37,5 %
Total 80 100%

Berdasarkan tabel diatas, sebagian besar usia 13-20 tahun dmemiliki pola makan lebih
dari 1
 piring setiap makan 62,5 %

d.  Frekuensi pola makan lebih dari 1 piring setiap makan


 No Pola Makan Lebih dari 1 Frekuensi Persentasi
 piring
1 Ya 60 75 %
2 Tidak 20 25 %
Total 80 100%
Berdasarkan tabel diatas, sebagian besar usia 13-20 tahun dmemiliki pola makan lebih
dari 1
 piring setiap makan 75 %
Analisa Data

No Sytomp Etiologi Problem

1 Ds : masyarakat mengatakan bahwa 6Pola /gaya hidupPeningkatan

 bulan terakhir penyakit yang paling yang buruk  angka kejadian


 banyak adalah ISPA ( infeksi saluran ISPA di RT 05
 pernafasan atas)
DO : Kelurahan D Kec C
1.  Berpendidikan SMP sebanyak 37,5
%

  Pembuangansampahadalah disembarang
tempat sebesar 58%
  Sering mengalami sesak sebanyak 62,5%
  Memiliki pola makan lebih dari 1
 piring setiap makan 75%

   jumlah penduduk dengan usia 13-20


tahun yang mengalami ISPA sebesar
75%.
22

F. Diagnosa Keperawatan

1. Peningkatan angka kejadian ISPA di RT 05 Kelurahan D Kec C b/d Pola


/gaya hidup yang buruk d./d

DS : Masyarakat mengatakan bahwa 6 bulan terakhir penyakit yang paling


banyak adalah ISPA ( infeksi saluran pernafasan atas)
DO :

1.   Tidak berpendidikan SD sebanyak 37,5 %

2.    pembuangan sampah adalah disembarang tempat

sebesar 58% 3.  Sering mengalami sesak sebanyak


62,5%
4.   Memiliki pola makan lebih dari 1 piring setiap makan 75%

5.    jumlah penduduk dengan usia 13-20 tahun yang mengalami ISPA sebesar 75%.

G. Perencanaan Keperawatan Komunitas

NoDx Kep. Tujuan Sasaran Strategi Intervensi Hari, tglTempat Evaluasi


KomunitasKriteriaStandar
a. Pengertian Infeksi
1PeningkatanSetelahIbu- ibu K.I.E1.BerikanSabtu,15 Balai RT verbal angkadilakukandan penyuluhan tentang Februari05 saluran
kejadiantindakanBapak-PenyakitISPA 2023,  pernapasan atas
 b.Tandadan gejala
Ispa
ISPA di RT keperawatan  bapak  padaIbudan Jam 14.00- c. Tindakan yang
selama 1 kali Bapak-bapak15.30 WIB dapat dilakukan
05 kelurahan C  bila anggota
 pertemuan
Kecamatan D keluarga sakit
diharapkan
b/d
Polagaya masyarakat RT

hidup yang 05 Kec C

 burukmampu : a.Mengenali
tandadan

gejala ISPA
 b.Menggunakan
 pelayanan kesehatan yang ada di
23

lingkungan c.Memodifikasi lingkungan yang sehat


d.Dapat

merawat

anggota keluarga.

H. Pelaksanaan Keperawatan Komunitas

No Diagnosa Tgl Implementasi evaluasi


1 Peningkatan angka kejadian 15 Penyuluhanpadamasyarakat Evaluasi struktur :
ISPA di kelurahan RT 05 Februari tentang ISPA Ibu- ibu dan Bapak-
a.  Rencana penyuluhan telah dilakukan seminggu sebelum
b/d Pola gaya 2023 bapak di kelurahan RT 05
acara dilakukan.
hidup yang buruk.. 
 b.  Undangan penyuluhan disebarkan 3 hari sebelum acara
dilaksanakan.
Evaluasi proses :
a.  Peserta yang hadir sebanyak 60 orang
 b.  30% perserta aktif bertanya terhadap materi
 penyuluhan.
c.  Penyuluhan dilaksanakan di balai RT 03 Kelurahan D
Kec C
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Asuhan keperawatan keluarga merupakan salah satu bentuk dari asuhan


keperawatan komunitas yang bersifat komprehensif karena yang dikaji adalah
semua masyarakat yang ada dalam wilayah yang dikaji. Jadi apabila ada
keluarga riwayat keluarga ini,keluarga harus merawatnya dengan baik seperti
melakukan pengontrolan kesehatan di rumah sakit/puskesmas agar penyakit ini
bisa di sembuhkan.
DAFTAR PUSTAKA

Wahit Iqbal Mubarak, Bambang Adi Santoso, Khoirul Rozikin, Siti Patonah
(2005). Ilmu Keperawatan Komunitas 2. jakarta 2005 Diankarimawati, 2013.
Askep komunitas.(online). 
http://diankarimawati.wordpress.com/2013/07/26/askep-komunitas.Diakses  
26 juli 2013

Anda mungkin juga menyukai