OLEH:
INSTITUT T
EKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan atas karunia Tuhan Yang Maha Esa karena berkat, rahmat,
dan hikmahnya saya dapat menyelesaikan tugas dengan judul “Makalah asuhan keperawatan
teori pada open pneumotorax”
Laporan ini tidak mungkin terwujud tanpa bantuan pihak-pihak yang rela meluangkan
waktunya. Maka pada kesempatan ini saya mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Ns. Ni Made Dewi Wahyunadi, S. Kep., M. Kep selaku Dosen Mata
Kuliah Keperawatan Gadar
2. Teman-teman yang ikut berkontribusi dengan memberikan ide-idenya
sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.
3. Pihak-pihak lain yang ikut membantu dalam proses pembuatan laporan ini.
Saya juga mohon maaf jika ada kesalahan kalimat maupun kata-kata yang ada pada
laporan ini. Saya menyadari bahwa penulisan dalam laporan ini jauh dari sempurna. Maka
saya mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan laporan
ini. Semoga laporan ini dapat berguna bagi saya, pembaca, pihak yang membantu, dan kepada
siapa saja yang membutuhkan.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................
1.1 Latar Belakang...........................................................................................
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................
1.3 Tujuan.........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................
2.1 Konsep Teori Pada Open Pneumotorax......................................................
2.1.1 Pengertian...........................................................................................
2.1.2 Anatomi Fisologi................................................................................
2.1.3 Etiologi ..............................................................................................
2.1.4 Patofisiologi........................................................................................
2.1.5 Manifestasi Klinis...............................................................................
2.1.6 Pathway .............................................................................................
2.1.7 Penatalaksanaan medis.......................................................................
2.1.8 Pemeriksaan penunjang......................................................................
2.2 Tinjauan Teori Asuhan Keperawatan Open Pneumotorax.........................
BAB III PENUTUP.........................................................................................
3.1 Kesimpulan.................................................................................................
3.2 Saran...........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
ii
BAB I
PENDAHULUAN
3
TINJAUAN TEORITIS
4
f. Pada pemeriksaan foto toraks dijumpai adanya gambaran radiolusen atau
gambaran lebih hitam pada daerah yang terkena, biasanya dijumpai
gambaran pleura line.
g. Penatalaksanaan simple pneumotoraks dengan Torakostomi atau
pemasangan selang intra pleural+ WSD.
2. Tension pneumotoraks
(American College of Surgeons Commite on Trauma, 2005) Tension
pneumotoraks adalah pneumotoraks yang disertai peningkatan tekanan intra
toraks yang semakin lama semakin bertambah atau progresif. Pada tension
pneumotoraks ditemukan mekanisme ventil atau udara dapat masuk dengan
mudah, tetapi tidak dapat keluar. Adapun manifestasi klinis yang dijumpai:
a. Terjadi peningkatan intra toraks yang progresif, sehingga terjadi kolaps
total paru, mediastinal shift atau pendorongan mediastinum ke
kontralateral, deviasi trachea, hipotensi & respiratory distress berat.
b. Tanda dan gejala klinis: sesak yang bertambah berat dengan cepat,
takipneu, hipotensi, tekanan vena jugularis meningkat, pergerakan
dinding dada yang asimetris. Tension pneumotoraks merupakan
keadaan life-threatening, maka tidak perlu dilakukan pemeriksaan foto
toraks.
Penatalaksanaan tension pneumotoraks berupa dekompresi segera dengan
needle insertionpada sela iga II linea mid-klavikula pada daerah yang terkena.
Sehingga tercapai perubahan keadaan menjadi suatu simple pneumotoraks dan
dilanjutkan dengan pemasangan Torakostomi+ WSD.
3. Open Pneumothorax
5
(American College of Surgeons Commite on Trauma, 2005) terjadi karena
luka terbuka yang cukup besar pada toraks sehingga udara dapat keluar dan masuk
rongga intra toraks dengan mudah. Tekanan intra toraks akan sama dengan tekanan
udara luar. Dikenal juga sebagai sucking-wound.
Open pneumotoraks adalah pneumotoraks yang terjadi akibat terdapatnya
hubungan antara rongga pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari luar.
Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan gerakan pernapasan, pada
saat inspirasi tekanan menjadi negative dan pada saat ekspirasi tekanan menjadi
positif.
Open pneumotoraks adalah adanya trauma tembus pada dinding dada dimana
udara yang masuk diruang pleura lebih banyak berasal dari paru-paru yang rusak dari
pada defek dinding dada. Jika dinding dada cukup lebar udara dapat masuk dan
keluar dari ruang pleura pada setiap pernafasan sehingga mnyebabkan paru
didalamnya kolaps.
Open pneumotoraks merupakan adanya lubang pada dinding dada yang
cukup besar untuk memungkinkan udara mengalir dengan bebas dan masuk ke luar
rongga toraks bersama setiap upaya pernafasan. (Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah vol.1 edisi 8)
Penatalaksanaan open pneumotoraks :
a. Luka tidak boleh di eksplore.
b. Luka tidak boleh ditutup rapat yang dapat menciptakan mekanisme ventil.
c. Pasang plester 3 posisi.
d. Torakostomi+ WSD.
e. Singkirkan adanya perlukaan atau laserasi pada paru-paru atau organ intra toraks
lain.
f. Umumnya disertai dengan perdarahan atau hematotoraks.
Pada pneumotoraks kecil (<20 %), gejala minimal dan tidak ada respiratory
distress, serangan yang pertama kali, sikap kita adalah observasi dan penderita
6
istirahat 2-3 hari. Bila pneumotoraks sedang, ada respiratory distress atau pada
observasi nampak progresif foto toraks, atau adanya tension pneumothorax, dilakuka
n tindakan bedah dengan pemasangan torakostomi + WSD untuk pengembangan
paru dan mengatasi gagal nafas.
Tindakan torakotomi dilakukan bila:
a. Kebocoran paru yang masif sehingga paru tak dapat mengembang (bullae / fistel
bron kopleura).
b. Pneumotoraks berulang.
c. Adanya komplikasi (Empiema, Hemotoraks, Tension pneumothorax).
d. Pneumotoraks bilateral.
e. Indikasi social (pilot, penyelam, penderita yang tinggal di daerah terpencil)
f. Teknik bedah
Pendekatan melalui torakotomi anterior, torakotomi posterolateral dan sternotomi
mediana, selanjutnya dilakuka n reseksi bleb, bulektonomi, subtotal pleurektomi.
Parietalis dan Aberasi pleura melalui Video Assisted Thoracoscopic surgery (VATS),
dilakukan reseksi bleb, aberasi pleura dan pleurektonomi.
7
2) Traktus respiratorius
Traktus respiratorius dibedakan menjadi dua yaitu traktus respiratorius
bagian atas dan bagian bawah. Traktus respiratorius bagian atas terdiri dari
cavum nasi, nasofaring, hingga orofaring. Sementara itu, traktus respiratorius
bagian bawah terdiri atas laring, trachea, broncus (primaries, sekundus dan
tertius), bronchiolus, bronchiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveolus.
Paru- paru kanan terdiri atas tiga lobus (anterior, superior, inferior) sementara
paru-paru kiri terdiri atas du lobus (superor dan inverior). Masing-masing paru
diliputi oleh kantung pleura yang terdiri dari dua selaput serosa yang disebut
pleura, yaitu pleura parietalis dan visceralis. Pleura visceralis meliputi paru-
paru termasuk permukaannya dalam visuran sementara pleura parietalis
melekat pada dinding thorax, mediastinum dan diafragma. Kavum pleura
merupakan ruang potensial antara kedua lapis pleura dan berisi sedikit cairan
pleura yang berfungsi melumasi permukaan pleura sehingga memungkinkan
gesekan kedua lapisan tersebut pada saat pernapasan.
2. FISOLOGI
Proses inspirasi terjadi bila tekanan paru lebih kecil dari tekanan atmosfer.
Tekanan paru dapat lebih kecil jika volumenya diperbesar. Membesarnya
volume paru diakibatkan oleh pembesaran rongga dada. Pembesaran rongga
dada terjadi akibat dua factor yaitu factor thoraca dan abdominal. Faktor thoraca
(gerakan otot-otot pernapasan pada dinding dada) akan memperbesar rongga
dada kearah tranversal dan anterior superior sedangkan factor abdominal
(kontraksi diafragma) akan memperbesar ventrikel rongga dada.
Akibat membesarnya rongga dada dan tekanan negative pada cavum
pleura paru-paru menjaidi terhisap sehingga mengembang dan volumenya
membesar, tekanan intrapulmoner menurun. Oleh karena itu udara yang kaya O2
8
akan bergerak dari lingkungan luar ke alveolus. Di alveolus O2 akan berdifusi
masuk ke kapiler sementara CO2 akan berdifusi dari kapiler ke alveolus.
Sebaliknya proses ekspirasi terjadi bbila tekanan intra pulmonal lebih besar dari
tekanan atmosfir . kerja otot-otot respirasi dan relaksasi diaphragm akan
mengakibatkan rongga dada kemballi keukuran semula sehingga tekanan pada
cavum pleura menjadi lebih positif dan mendesak paru-paru. Akibatnya tekanan
intra pulmoner akan meningkat sehingga udara yang kaya CO2 akan keluar dari
paru-paru ke atmosfir.
2.1.3 ETIOLOGI
Open pneumotoraks disebabkan oleh trauma tembus dada. Berdasarkan
kecepatannya, trauma tembus dada dapat dikelompokkan menjadi 2 berdasarkan
kecepatannya, yaitu :
1) Luka tusuk
Umumnya dianggap kecepatan rendah karena senjata (benda yang
menusuk atau mengenai dada) menghancurkan area kecil di sekitar luka.
Kebanyakan luka tusuk disebabkan oleh tusukan pisau. Namun, selain itu pada
kasus kecelakaan yang mengakibatkan perlukaan dada, dapat juga terjadi ujung
iga yang patah (fraktur iga) mengarah ke dalam sehingga merobek pleura
parientalis dan viseralis sehingga dapat mengakibatkan open pneumotoraks
2) Luka tembak
Luka tembak pada dada dapat dikelompokkan sebagai kecepatan rendah,
sedang, atau tinggi. Faktor yang menentukan kecepatan dan mengakibatkan
keluasan kerusakan termasuk jarak darimana senjata ditembakkan, kaliber
senjata, dan konstruksi serta ukuran peluru. Peluru yang mengenai dada dapat
menembus dada sehingga memungkinkan udara mengalir bebas keluar dan
masuk rongga toraks.
2.1.4 PATOFISIOLOGI
Pada manusia normal tekanan dalam rongga pleura adalah negatif.
Tekanan negatif disebabkan karena kecenderungan paru untuk kolaps (elastic recoil)
9
dan dinding dada yang cenderung mengembang. Bilamana terjadi hubungan antara
alveol atau ruang udara intrapulmoner lainnya (kavitas, bulla) dengan rongga pleura
oleh sebab apapun, maka udara akan mengalir dari alveoli ke rongga pleura sampai
terjadi keseimbangan tekanan atau hubungan tersebut tertutup. Serupa dengan
mekanisme di atas, maka bila ada hubungan antara udara luar dengan rongga pleura
melalui dinding dada, udara akan masuk ke rongga pleura sampai perbedaan tekanan
menghilang atau hubungan menutup.
Perubahan patofisiologi yang terjadi pada dasarnya adalah akibat dari :
1) Kegagalan ventilasi
2) Kegagalan pertukaran gas pada tingkat alveolar.
3) Kegagalan sirkulasi karena perubahan hemodinamik. Ketiga faktor diatas dapat
menyebabkanhipoksia.
10
2.1.6 PATHWAY
Trauma tajam
Terjadi trauma thorax Luka tebuka Nyeri Akuat
Terjadi pendorongan ujung-ujung
costae ke pleura Berhungungan dengan
dunia luar
Trauma jaringan
Resiko Infeksi
Parietalis Viseralis
Dekompensasi paru
Oksigenasi menurun
11
2.1.7 PENATALAKSANAAN MEDIK
Pneumotoraks terbuka membutuhkan intervensi kedaruratan.
Menghentikan aliran udara yang melewati lubang pada dinding dada merupakan
tindakan menyelamatkan jiwa. Pada situasi darurat tersebut, apa saja dapat
digunakan untuk mentup luka dada misalnya handuk, sapu tangan, atau punggung
tangan. Jika sadar, pasien diinstruksikan untuk menghirup dan mengejan dengan
glotis tertutup. Aksi ini membantu mengembangkan kembali paru dan
mengeluarkan udara dari toraks. Di rumah sakit, lubang ditutup dengan kassa yang
dibasahi dengan petrolium. Balutan tekan dipasang dan diamankan dengan lilitan
melingkar. Biasanya, selang dada yang dihubungkan dengan drainase water-seal
(WSD) dipasang untuk memungkinkan udara dan cairan mengalir. Anti biotik
biasanya diresepkan untuk melawan infeksi akibat kontaminasi.
1. FotoThoraxs
Menyatakan akumulasi udara atau cairan pada area pleura; dapat menunjukkan
penyimpangan struktur mediastinal (jantung).
2. Gas Darah Arteri (GDA)
Variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi atau gangguan
mekanik pernafasan dan kemampuan mengkompensasi PaCO2 kadang
meningkat. PaCO2 mungkin normal atau menurun ;saturasi O2 bisa menurun.
3. Torasentesis
Menyatakan darah atau cairan serosanguinosa.
4. Hb
Mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah.
12
2.2 TINJAUAN TEORI ASUHAN KEPERAWATAN
2.2.1 PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan yang mana
dilakukan pengumpulan data, pengelompokan data, serta analisa data yang
menghasilkan suatu masalah keperawatan yang dikumpulkan melalui wawancara,
pengumpulan riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium
dan diagnostik, dan review catatan sebelumnya. Pengkajian dalam keperawatan
gawat darurat dilakukan dengan primary survey dan secondary survey. Proses
pengumpulan data primer dan sekunder terfokus tentang status kseeshatan pasien
gawat darurat di rumah sakit secara sistematik, akurat, dan berkesinambungan.
(Khumairoh, 2013).
1) Pengkajian Umum
Klien tampak sakit berat, ditandai dengan wajah pucat, nafas sesak.
2) Pengkajian AVPU (Kesadaran)
Untuk menentukan tingkat kesadaran klien dapat digunakan perhitungan
Glassglow Coma Scale (GCS). Untuk klien dengan gangguan tension
pneumothoraks, biasanya kesadaranya menurun. Dapat juga dinilai melalui
cara berikut :
a) A = Alert
Penderita sadar dan mengenali keberadaan dan lingkungannya.
b) V = Verbal
Penderita hanya menjawab/bereaksi bila dipanggil atau mendengar
suara.
c) P = Pain
Penderita hanya bereaksi terhadap rangsang nyeri yang diberikan oleh
penolong, misalnya dicubit, tekanan pada tulang dada.
d) U = Unrespon
13
Penderita tidak bereaksi terhadap rangsang apapun yang diberikan
oleh penolong. Tidak membuka mata, tidak bereaksi terhadap suara
atau sama sekali tidak bereaksi pada rangsang nyeri.
3) Triage
Mengancam jiwa, akan mati tanpa tindakan dan evaluasi segera.
Harus didahulukan à langsung ditangani. Area resusitasi. Waktu tunggu 0
menit. Maka dapat digolongkan P1 (Emergency).
4) Pengkajian Primer
a. Airway
Tindakan pertama kali yang dilakukan adalah memeriksa
responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan
ada atau tidaknya gangguan/sumbatan jalan nafas. Seorang pasien yang
dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka. Yang perlu
diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain :
a) Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara
atau bernafas dengan bebas?
5) Sianosis
c) Lihat dan dengar bukti adanya masalah pada saluran nafas bagian
atas potensial penyebab obtruksi, seperti muntahan dan perdarahan.
d) Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien
terbuka.
14
e) Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien
yang beriso untuk mengalami cedera tulang belakang.
4) Lakukan intubasi
b. Breathing
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan
nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien. Yang perlu diperhatikan
dalam pengkajian breathing pada pasien antara lain :
Pada pasien dengan flail chest biasanya akan mengalami sesak nafas
yang berat karena ketika inspirasi atau ekpirasi akan merasakan nyeri
sehingga pasien akan mengalami pernafasan paradoksal / takut untuk
bernafas dan bisa terjadi gagal nafas. Selain itu biasanya pergerakan dada
pada pasien flail chest akan asimetris akibat dari raktur segmen iga
sehingga dinding dada bergerak ke dalam ketika inspirasi dan akan
15
mengembang ketika ekspirasi. Ketika di palpasi dinding dada pasien akan
ditemukan krepitasi.
c. Circulation
Pengkajian circulation dilakukan untuk melihat ada atau tidak tanda
syok atau perdarahan pada pasien. Hipovolomia adalah penyebab syok
paling umum pada trauma. Diagnosis syok didasarkan pada temuan klinis
: hipotensi, takikardia, hipotermia, pucat, ekstremitas dingin, penurunan
capillary refill , dan penurunan produksi urin. Langkah-langkah dalam
pengkajian status sirkulasi pasien, antara lain :
d. Disability
Dilakukan suatu pemeriksaan neurologis yang cepat. Pemeriksaan
neurologis ini terdiri dari pemeriksaan tingkat kesadaran pasien, ukuran
dan respon pupil, tanda-tanda lateralisasi, dan tingkat cedera korda
spinalis. Pengkajian disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
a) Alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah
yang diberikan
b) Vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak
dapat dimengerti.
c) Respon to pain, harus dinilai keempat tungkai jika ektremitas awal
yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon.
d) Unrespond, jika pasien tidak merespon baik itu stimulus nyeri.
e. Exposure
Merupakan bagian akhir dari primary survey, pasien harus dibuka
keseluruhan pakaiannya untuk memeriksa cedera pada pasien. Jika pasien
diduga memiliki cedera leher atau tulang belakang, imobilisasi in-line
16
penting untuk dilakukan. Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan
pada punggung pasien. Yang perlu diperhatikan dalam melakukan
pemeriksaan pada pasien adalah mengekspos pasien hanya selama
pemeriksaan ekternal. Setelah semua pemeriksaan telah selesai
dilakuakn, tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien,
kecuali jika diperlukan pemeriksaan ulang.
5) Pengkajian Skunder
Pengkajian sekunder dilakukan dengan menggunakan metode SAMPLE,
yaitu sebagai berikut :
S : Sign and Symptom.
Tanda gejala terjadinya tension pneumothoraks, yaitu Ada jejas pada
thorak, Nyeri pada tempat trauma, bertambah saat inspirasi, Pembengkakan
lokal dan krepitasi pada saat palpasi, Pasien menahan dadanya dan bernafas
pendek, Dispnea, hemoptisis, batuk dan emfisema subkutan, Penurunan
tekanan darah
A : Allergies
Riwayat alergi yang diderita klien atau keluarga klien. Baik alergi obat-
obatan ataupun kebutuhan akan makan/minum.
M : Medications
17
Pengkajian sekunder dapat dilakukan dengan cara mengkaji data dasar klien
yang kemudian digolongkan dalam SAMPLE.
a. Aktivitas / istirahat
Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
b. Sirkulasi
Takikardi, frekuensi tak teratur (disritmia), S3 atau S4 / irama
jantung gallop, nadi apikal (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan
mediastinal, tanda homman (bunyi rendah sehubungan dengan denyutan
jantung, menunjukkan udara dalam mediastinum).
c. Psikososial
Ketakutan, gelisah.
d. Makanan / cairan
Adanya pemasangan IV vena sentral / infuse tekanan.
e. Nyeri / kenyamanan
Perilaku distraksi, mengerutkan wajah. Nyeri dada unilateral
meningkat karena batuk, timbul tiba-tiba gejala sementara batuk atau
regangan, tajam atau nyeri menusuk yang diperberat oleh napas dalam.
f. Pernapasan
Pernapasan meningkat/takipnea, peningkatan kerja napas,
penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, ekspirasi abdominal
kuat, bunyi napas menurun/ hilang (auskultasi mengindikasikan bahwa
paru tidak mengembang dalam rongga pleura), fremitus menurun, perkusi
dada : hipersonor diatas terisi udara, observasi dan palpasi dada : gerakan
dada tidak sama bila trauma, kulit : pucat, sianosis, berkeringat, mental:
ansietas, gelisah, bingung, pingsan. Kesulitan bernapas, batuk, riwayat
bedah dada / trauma : penyakit paru kronis, inflamasi / infeksi paru
(empiema / efusi), keganasan (mis. Obstruksi tumor).
g. Keamanan
Adanya trauma dada, radiasi / kemoterapi untuk keganasan.
5. Pengkajian Nyeri
18
Pengkajian nyeri dilakukan dengan menggunakan PQRST, yaitu sebagai
berikut :
P :Provokativ. Penyebab terjadinya nyeri.
Q :Quality.
Kualitas nyeri yang dirasakan oleh klien. Untuk menentukan kualitas nyeri
dapat digunakan skala numerik ataupun melihat raut wajah klien.
R :Region.
Dari bagian mana nyeri mulai dirasakan dan sampai batas mana
nyeri doarasakan.
S :Skala.
Nyeri yang digunakan ditentukan dengan menggunakan skala
numerik ataupun menilai raut wajah klien. Dari skala dapat ditentukan
intensitas atau kualitas nyeri.
T :Time.
Waktu nyeri yang dirasakan klien. Apakah nyeri yang dirasakan
terus menerus, timbul-hilang, atau sewaktu-waktu.
6) Pemeriksaan Diagnostik
a) Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara / cairan pada area
pleural; dapat menunjukan penyimpangan struktur mediastinal.
b) GDA : variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang
dipengaruhi, gangguan mekanik pernapasan dan kemampuan
mengkompensasi.
c) Torasentesis : menyatakan darah / cairan sero sanguinosa.
d) Hb : mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah.
2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon manusia terhadap
gangguan kesehatan atau proses kehidupan, atau kerentanan terhadap respon tersebut dari
seorang individu, keluarga, kelompok atau komunitas. Diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul pada pasien dengan open pneumotoraks, SDKI :
1) Gangguan pertukaran gas
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik .
19
3) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan deformitas tulang dada
4) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan
nafas
5) Risiko infeks
20
2.3 Intervensi Keperawatan
21
4. Kolaborasi dengan perhatian terhadap
dokter dalam nyeri
pemberian analgetik 3. Istirahat dapat
merelaksasi semua
jaringan dan akan
meningkatkan
kenyamanan
4. Analgetik dapat
memblok lintasan
nyeri, sehingga nyeri
akan berkurang
3. Pola nafas tidak Setelah diberikan asuhan 1. Buka jalan napas, 1. Membuka jalan
efektif keperawatan …x…. jam diharapkan gunakan teknik chin napas untuk
berhubungan pola napas kembali efektif dengan lift atau jaw trust menjamin jalan
dengan kriteria hasil: bila perlu masuknya udara
deformitas 2. Monitoring vital keparu secara normal
1. Menunjukkan jalan napas
tulang dada sign sehingga menjamin
yang paten
3. Posisikan pasien kecukupan
2. Tanda-tanda vital dalam
untuk oksigenasi tubuh.
rentang normal (tekanan
memaksimalkan 2. Tanda vital dapat
darah, nadi, pernapasan)
ventilasi digunakan untuk
4. Monitor respirasi mengidentifikasi
dan status O2 perubahan yang
22
5. Berikan tejadi pada keadan
bronkodilator bila umum pasien dan
perlu peningkatan respirasi
adalah tanda dypsneu
3. Membantu
pemasukan O2 ke
dalam tubuh dan
ventilasi pada sisi
yang tidak sakit.
4. Mengethui irama,
frekuensi napas dan
terjadinya dypsnea
pada pasien.
5. Untuk
melonggarkan jalan
nafas.
4. Ketidakefektifan Setelah diberikan asuhan 1. Berikan oksigen 1. Membantu proses
bersihan jalan keperawatan …x…. jam dengan pernafasan pasien.
napas diharapkan bersihan jalan menggunakan nasal 2. Membuka jalan nafas
nafas kembali normal dengan kanul untuk untuk
kriteria hasil: memfasilitasi memaksimalkan
1. Mendemontrasikan batuk suction nasotrakeal. ventilasi.
23
efektif dan suara nafas 2. Posisikan pasien 3. Mengeluarkan
yang bersih, tidak ada untuk sputum pasien dan
sianosis dan dyspnea memaksimalkan merelaksasi otot
(mampu mengeluarkan ventilasi. pernafasan pasien.
sputum, mampu bernafas 3. Lakukan fisioterapi 4. Mengeluarkan
dengan mudah, tidak ada dada bila perlu. sputum untuk
pursed lips) 4. Kelurkan secret membuka jalan nafas
2. Menunjukan jalan nafas dengan batuk atau pasien.
yang paten (pasien tidak suction. 5. Memantau keadaan
merasa tercekik, irama 5. Auskulatasi suara umum paru pasien.
nafas, frekuensi nafas nafas, catat adanya 6. Membuka jalan nafas
dalam rentang normal, suara tambahan. pasien.
tidak ada suara nafas 6. Buka jalan nafas, 7. Mempercepat proses
abnormal). gunakan chin lift penyembuhan pasien
3. Mampu mengidentifikasi atau
dan mencegah faktor yang jaw thrust bila
dapat menghambat jalan perlu.
nfas. 7. Kolaborasikan
dengan dokter
terkait terapi yang
diberikan.
5. Risiko Infeksi
24
25
2.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh
perawat dan pasien (Riyadi, 2010). Implementasi keperawatan adalah pengelolaan
dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan
(Setiadi, 2012). Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal, diantaranya
bahaya fisik dan perlindungan kepada pasien, teknik komunikais, kemampuan dalam
prosedur tindakan, pemahaman dalam hak-hak pasien dan perkembangan pasien. Dalam
tahap pelaksanaan ada tiga tindakan yaitu, tindakan mandiri, delegatif, dan tindakan
kolaborasi.
2.4 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah mengkaji respon pasien setelah dilakukan
intervensi keperawatan dan mengkaji ulang asuhan keperawatan yang telah diberikan
(Deswani, 2009). Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus
dilakukan untuk menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan
bagaimana rencana keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan
rencana keperawatan (Manurung, 2011). Perumusan evaluasi meliputi empat komponen
yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni subjektif (data berupa keluhan pasien), objektif
(data hasil pemeriksaan), analisi data dan perencanaan.
26
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Open Pneumotoraks merupakan pneumotoraks yang ter jadi akibat terdapat
hubungan antara rongga pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari luar.
Tekanan intra pleura sama dengan tekanan barometer atau sama dengan udara luar
sedangkan tekanan intra pleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan
perubahan tekanan gerakan pernapasan, pada saat inspirasi tekanan menjadi negative dan
pada saat ekspirasi tekanan menjadi positif. . Untuk dapat memberikan terapi yang tepat
pada penderita Open Pneumotoraks pemahaman mengenai patofisiologinya adalah sangat
penting.
3.2 SARAN
Untuk menangani kasus gawat darurat dengan masalah Open Pneumotoraks Hal yang
perlu dilakukan adalah :
1) Tekankan tindakan pertolongan untuk mengatasi masalah pernapasan yang dialami.
2) Kita perlu memperhatikan linkungan sekitar demi keamanan dan kenyaman penolong
dan korban.
3) Prioritaskan ke-3 hal penting yaitu system kardi, pulmoner, dan serebral yang mana
jika tidak ditangani segera dalam waktu 4-6 menit maka akan menyebabkan kematian
biologis.
4) Jangan cepat menyerah apabila tindakannya yang kita berikan belum mencapai hasil
yang kita inginkan. Tetap monitor dan berikan tindakan untuk membantu
menyelamatkan nyawa korban.
5) Jangan lupa proteksi diri untuk menghindari penularan penyakit.
27
DAFTAR PUSTAKA
28