Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tingginya angka harapan hidup menunjukkan semakin baiknya kualitas
kesehatan masyarakat dan menjadi salah satu indikator keberhasilan
pembangunan di bidang kesehatan. Khusus pada lansia berdasarkan hasil
temuan menunjukkan jumlah lansia diprediksi pada tahun 2010 mencapai 9,77
persen dari total penduduk, dan pada tahun 2020 diperkirakan akan mencapai
11,34 persen atau berjumlah 28,8 juta jiwa. Pada tahun 2011, diperkirakan
jumlahnya sudah sekitar 20 juta lebih, ini berarti diantara 11 orang penduduk
Indonesia terdapat 1 orang Lansia (BPS, 2011).
Besarnya penduduk lansia tentunya berdampak pada berbagai aspek
kehidupan, baik sosial, ekonomi, dan terutama kesehatan, karena dengan
semakin bertambahnya usia, fungsi organ tubuh akan semakin menurun baik
karena faktor alamiah maupun karena penyakit. Meningkatnya populasi
penduduk Lansia menjadi tantangan tersendiri, terutama bagi mereka yang
memiliki masalah secara sosial dan ekonomi. Besarnya populasi dan masalah
kesehatan Lansia belum diikuti dengan ketersediaan fasilitas pelayanan (care
services) yang memadai, baik dalam jumlah maupun dalam mutunya.
Menurut Kementerian Kesehatan, sampai saat ini jumlah Panti untuk Lanjut
Usia dan rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan geriatri juga masih
terbatas. Pelayanan geriatri di Rumah Sakit sebagian besar berada di perkotaan,
padahal 65,7% para Lansia berada di pedesaan. Dari data Kementerian Sosial,
jumlah penduduk Lansia yang terlayani melalui panti, dana dekonsentarasi,
Pusat Santunan Keluarga (Pusaka), jaminan sosial, organisasi sosial lainnya
sampai 2008 baru berjumlah 74,897 orang atau 3,09% saja dari total Lansia
terlantar. Karena keterbatasan fasilitas pelayanan, aksesibilitas Lansia kepada
pelayanan yang dibutuhkan untuk pemenuhan diri (self fullfilment), tidak
terlaksana dengan baik (Komnas Lansia, 2010).
Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) adalah Unit pelaksana Teknis
dibidang Pembinaan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia yang memberikan
Pelayanan Kesejahteraan Sosial bagi para lanjut usia di Panti, berupa
pemberian pelayanan dan pembinaan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dalam hal ini para lanjut usia dapat menikmati masa tuanya dengan
penuh rasa tentram lahir dan bathin.Dengan adanya PSTW Budi Sejahtera
merupakan penanganan usaha kesejahteraan Sosial untuk Lanjut usia yang
terlantar yaitu merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah,
masyarakat dan keluarga. Salah satu usaha pemerintah dalam penanganan
lanjut usia terlantar adalah melalui Program Pelayanan dalam Panti Sosial
Tresna Werdha, dengan harapan lanjut usia dapat menikmati hidupnya dengan
rasa aman, tentram lahir bathin. PSTW Budi Sejahtera memiliki 14 wisma yang
terdiri dari wisma khusus laki-laki dan wisma khusus perempuan, yang dapat
menampung lansia berjumlah 110 orang. Adapun jenis pelayanan lanjut usia
dalam panti berupa pelayanan pengasramaan, jaminan hidup seperti
makan/minum dan pakaian, pemeliharaan kesehatan, pengisian waktu luang
termasuk rekreasi, bimbingan sosial, mental dan agama serta latihan
ketrampilan.
Hasil dari analisis kami di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) khususnya
diwisma teratai yakni dihuni oleh sembilan lansia yang terdiri dari tujuh orang
laki-laki dan dua perempuan dimana hanya sebagian lansia yang mengikuti
kegiatan yang telah dijadwalkan oleh Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW)
seperti kegiatan keagamaan dan senam. Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW)
meliliki fasilitas poliklinik disekitar wisma dan mobil ambulan.
Berdasarkan analisa lingkungan dengan metode SWOT ingin mengetahui
pelaksanaan program dalam upaya peningkatan kesehatan di Panti Sosial
Tresna Werdha kususnya diruang teratai.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
a. Mengetahui dan medeskripsikan pelaksanaan program dalam upaya
peningkatan kesehatan pada lansia diruang teratai di Panti Sosial Tresna
Werdha.
2. Tujuan khusus
a. Mendiskripsikan gambaran secara umum berkaitan dengan lingkungan
Wisma Teratai Panti Sosial Tresna Werdha.
b. Menganalisis pelaksanaan program dalam upaya peningkatan derajat
kesehatan pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha
c. Mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, ancaman dan program yang
dilaksanakan di Panti Sosial Tresna Werdha

C. Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini antara lain yaitu:
1. Untuk Institusi Pendidikan
Sebagai pengajuan laporan praktek keperawatan Gerontik dan
menambah referensi kepustakaan perpustakaan institusi.
2. Untuk Panti Sosial Tresna Werdha
Sebagai bukti hasil praktek klinik keperawatan di Panti Sosial Tresna
Werdha dan membantu kinerja petugas kesehatan dalam menjalankan
program di Panti Sosial Tresna Werdha khususnya di pelayanan lansia agar
pelayanan lebih baik.
3. Untuk Petugas Panti Sosial Tresna Werdha
Sebagai referensi penambahan pengetahuan dalam pengelolaan
program-program di Panti Sosial Tresna Werdha khususnya untuk pelayanan
kesehatan lansia.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi Lansia

1. Definisi Lansia

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup,
tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tapi dimulai sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti telah
melalui 3 tahap kehidupannya yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini
berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti
mengalami kemunduran, misalnya pemunduran fisik yang ditandai dengan
kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran
kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat, dan postur
tubuh tidak proporsional (Nugroho, 2008).
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.
Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang
berangsur-angsur mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan
proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan
dari dalam dan luar tubuh (Kementerian Kesehatan RI, 2016).
Menurut Nugroho (2008), menjelaskan bahwa usia lanjut adalah
orang-orang yang sudah berusia enam puluh lima tahun keatas yang secara
nomal mereka sudah mengalami berbagai kemunduran kemampuan
(kapasitas dan kapabilitas) baik fisiologis maupun psikologis. Sebagai
contoh adalah sebagai berikut :
a. Kemunduran kemampuan bereaksi
b. Kemunduran daya refleksi
c. Kemunduran kemampuan kognisi (seperti daya ingat terutama ingatan
jangka pendek)
d. Kemunduran daya talar (penalaran)
e. Kemunduran kemampuan menganalisa (daya analitis)
f. Kemunduran fisik
g. Kemunduran kesehatan

2. Klasifikasi Lansia
Menurut Maryam (2008) Lansia diklasifikasikan menjadi lima kelompok
lansia yaitu sebagai berikut :
1. Pralansia (prasenilis), yaitu seseorang yang berusia diantara 45-59
tahun.
2. Lansia, yaitu seseorang yang berusia diantara 60 tahun atau lebih.
3. Lansia resiko tinggi, seseorang yang berusia 70 tahun tahun atau lebih
atau seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah
kesehatan.
4. Lansia potensial, lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan
atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/ jasa.
5. Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
Menurut oraganisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi:
1. Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
2. Lanjut usia (elderly) antara 60 – 74 tahun
3. Lanjut usia tua (old) antara 75 – 90 tahun
4. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun
Menurut Depkes RI (2003), lansia dibagi atas :
1. Pralansia : Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
2. Lansia : Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
3. Lansia resiko tinggi : Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih
3. Perubahan Sistem Tubuh Lansia
Lansia akan mengalami perubahan-perubahan pada sistem tubuhnya.
Berikut merupakan perubahan sistem tubuh yang terjadi pada lansia
(Maryam, 2008):
a. Perubahan fisik
1) Sel
Pada lansia, jumlah selnya akan lebih sedikit dan ukurannya akan
lebih besar. Cairan tubuh dan cairan intraseluler akan berkurang,
proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati juga ikut
berkurang. Jumlah sel otak akan menurun, mekanisme perbaikan
sel akan terganggu, dan otak menjadi atrofi.
2) Perubahan penampilan
Saat seseorang memasuki usia lanjut, penampilan secara fisik
akan berubah. Misal sudah mulai terlihat kulit keriput, bentuk
tubuh berubah, rambut mulai menipis.
3) Sistem persarafan
Rata-rata berkurangnya saraf neocortical sebesar 1 per detik,
hubungan perasarafan cepat menurun, lambat dalam merespons
baik dari gerakan maupun jarak waktu, khususnya dengan stress,
mengecilnya saraf pancaindra, serta menjadi kurang sensitif
terhadap sentuhan.
4) Sistem pendengaran
Gangguan pada pendengaran (presbiakusis), membran timpani
mengalami atrofi, terjadi pengumpulan dan pengerasan serumen
karena peningkatan keratin, pendengaran menurun pada lanjut
usia yang mengalami ketegangan jiwa atau stres.
5) Sistem penglihatan
Timbul sklerosis pada sfingter pupil dan hilangnya respons
terhadap sinar, kornea lebih berbentuk seperti bola (sferis), lensa
lebih suram (keruh) dan menyebabkan katarak, meningkatnya
ambang, pengamatan sinar dan daya adaptasi terhadap
kegelapan menjadi lebih lambat dan sulit untuk melihat dalam
keadaan gelap, hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang
padang, dan menurunnya daya untuk membedakan antara warna
biru dengan hijau pada skala pemeriksaan.
6) Sistem kardiovaskuler
Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan
menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun
1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan
menurunnya kontraksi dan volumenya. Kehilangan elastisitas
pembuluh darah, kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer
untuk oksigenasi, sering terjadi postural hipotensi, tekanan darah
meningkat diakibatkan oleh meningkatnya resistensi dari
pembuluh darah perifer.
7) Sistem pengaturan suhu tubuh
Suhu tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis + 35oC, hal ini
diakibatkan oleh metabolisme yang menurun, keterbatasan
refleks menggigil, dan tidak dapat memproduksi panas yang
banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot.
8) Sistem pernapasan
Otot-otot pernapasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,
menurunnya aktivitas dari silia, paru-paru kehilangan elastisitas
sehingga kapasitas residu meningkat, menarik napas lebih berat,
kapasitas pernapasan maksimum menurun, dan kedalaman
bernapasan menurun.Ukuran alveoli melebar dari normal dan
jumlahnya berkurang, oksigen pada arteri menurun menjadi 75
mmHg, kemampuan untuk batuk berkurang, dan penurunan
kekuatan otot pernapasan.
9) Sistem gastrointestinal
Kehilangan gigi, indra pengecapan mengalami penurunan,
esofagus melebar, sensitivitas akan rasa lapar menurun, produksi
asam lambung dan waktu pengosongan lambung menurun,
peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi, fungsi absorbsi
menurun, hati (liver) semakin mengecil dan menurunnya tempat
penyimpangan, serta berkurangnya suplai aliran darah.
10) Sistem genitourineria
Ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal
menurun hingga 50%, fungsi tubulus berkurang (berakibat pada
penurunan kemampuan ginjal untuk mengonsentrasikan urine,
berat jenis urine menurun, proteinuria biasanya +1), blood urea
nitrogen (BUN) meningkat hingga 21 mg%, nilai ambang ginjal
terhadap glukosa meningkat. Otot-otot kandung kemih (vesica
urinaria) melemah, kapasitasnya menurun hingga 200 ml dan
menyebabkan frekuensi buang air kecil meningkat, kandung
kemih sulit dikosongkan sehingga meningkat retensi urine. Pria
dengan usia 65 tahun ke atas sebagian besar mengalami
pembesaran prostat hingga + 75% dari besar normalnya.
11) Sistem endokrin
Menurunnya produksi ACTH, TSH, FSH, dan LH, aktivitas tiroid,
basal metabolik rate (BMR), daya pertukaran gas, produksi
aldosteron, serta sekresi hormon kelamin seperti progesteron,
esterogen dan terstosteron.
12) Sistem integument
Kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan lemak,
permukaan kulit kasar dan bersisik, menurunnya respon terhadap
trauma, mekanisme proteksi kulit menurun, kulit kepala dan
rambut menipis serta berwarna kelabu, rambut dalam hidung dan
telinga menebal, berkurangnya elastisitas akibat menurunnya
cairan dan vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku
jari menjadi keras dan rapuh, kuku kaki tumbuh secara berlebihan
dan seperti tanduk, kelenjar keringat berkurang jumlahnya dan
fungsinya, kuku menjadi pudar dan kurang bercahaya.
13) Sistem musculoskeletal
Tulang kehilangan kepadatannya (density) dan semakin rapuh,
kifosis, persendian membesar dan menjadi kaku, tendon
mengerut dan mengalami sklerosis, atrofi serabut otot sehingga
gerak seseorang menjadi lambat, otot-otot kram dan menjadi
tremor.
b. Perubahan mental
Fakto-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah
perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan
(hereditas), lingkungan, tingkat kecerdasan (intellegence quotient -
IQ), dan kenangan (memory). Kenangan dibagi menjadi dua yaitu
kenangan jangka panjang (berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu)
mencakup beberapa perubahan dan kenangan jangka pendek atau
seketika (0-10 menit) biasanya dapat berupa kenangan buruk.
c. Perubahan psikososial
Perubahan psikososial terjadi terutama setelah seseorang mengalami
pensiun. Berikut ini adalah hal-hal yang akan terjadi pada masa
pensiun :
1) Kehilangan sumber finansial atau pemasukan (income) berkurang,
2) Kehilangan status karena dulu mempunyai jabatan posisi yang
cukup tinggi, lengkap dengan segala fasilitasnya,
3) Kehilangan teman atau relasi,
4) Kehilangan pekerjaan atau kegiatan,
5) Merasakan atau kesadaran akan kematian (sense of awareness of
mortality)
d. Perubahan Kemampuan Motorik
1) Kekuatan
Terjadi penurunan kekuatan otot. Hal ini menyebabkan lansia
lebih cepat capai dan memerlukan waktu yang lebih lama untuk
memulihkan diri dari keletihan dibandingkan orang yang lebih
muda.
2) Kecepatan
Kecepatan dalam bergerak nampak sangat menurun setelah usia
enam puluhan.
3) Belajar keterampilan baru
Lansia yang belajar keterampilan baru cenderung lebih lambat
dalam belajar dibanding dengan yang lebih muda dan hasil
akhirnya juga cenderung kurang memuaskan.
4) Kekakuan
Lansia cenderung canggung dan kagok, yang menyebabkan
sesuatu yang dibawa dan dipegangnya tertumpah dan jatuh.
Selain itu, lansia juga melakukan sesuatu dengan tidak hati–hati
dan dikerjakan secara tidak teratur.
B. Profil Panti Sosial Tresna Werdha
1. Pengertian
Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) adalah Unit pelaksana Teknis
dibidang Pembinaan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia yang memberikan
Pelayanan Kesejahteraan Sosial bagi para lanjut usia di Panti, berupa
pemberian pelayanan dan pembinaan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dalam hal ini para lanjut usia dapat menikmati masa tuanya
dengan penuh rasa tentram.
2. Sejarah Singkat
Panti ini berdiri tahun 1977 dengan nama Sasana Tresna Werdha “Rawa
Sejahtera” berlokasi di Jl. A. Yani Km. 18.700 Kel. Landasan Ulin Barat
dengan daya tampung 50 orang, mengingat kondisi bangunan kurang
memenuhi syarat, maka sejak Tahun 1981 dipindahkan ke lokasi yang
baru yaitu Jl. A. Yani Km. 21.700 Landasan Ulin Tengah Banjarbaru
dengan nama Panti Sosial Tresna Werdha “Budi Sejahtera” sesuai
dengan SK Mensos Nomor : 6.HUK/1994 Tanggal 5 Pebruari 1994
dengan kapasitas daya tampung 100 orang. Berdasarkan SK Gubernur
Kalimantan Selatan Nomor : 026/DIKDAKEU/ggal 16 Januari 2002,
PSTW “Pembimbing Budi” disatukan pengelolaannya dengan PSTW
“Budi Sejahtera”. Mulai Tahun 2007 kapasitas tampung menjadi 170
orang sampai sekarang.
3. Maksud dan Tujuan
a. Maksud
Pelayanan yang diberikan kepada lanjut usia dimaksudkan
untuk merespon berbagai permasalahan lanjut usia yang berasal dari
keluarga tidakmampu/terlantar.
b. Tujuan
Tercipta dan terbinanya kondisi sosial masyarakat yang dinamis
yang memungkinkan terselenaggaranya Usaha Kesejahteraan Sosial
Lanjut Usia terlantar, sehingga mereka dapat menikmati hari tuanya
dengan tentram.
4. Tugas Pokok dan Fungsi
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera mempunyai tugas
memberikan pelayanan kesejahteraan dan perawatan jasmani dan rohani
kepada Lanjut Usiaterlantar agar para Lanjut Usia dapat hidup secara
wajar.Untuk melaksanakan tugas tersebut Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Sejahtera mempunyai fungsi :
a. Penyusunan program pelayanan serta pembinaan dan resosialisasi lanjut
usia terlantar
b. Identifikasi kebutuhan pelayanan, pembinaan dan perawatan
c. Pelayanan, pembinaan dan perawatan klien
d. Penyaluran dan resosialisasi serta bimbingan lanjutan
e. Pengelolaan urusan ketatausahaan.
5. Unsur-unsur organisasi Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera
a. Kepala Panti : Bertanggung jawab atas kelangsungan seluruh kegiatan di
PSTW “Budi Sejahtera”.
b. Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan penyusunan
program, pengelolaan surat-menyurat, rumah tangga dan perlengkapan,
penyusunan anggaran dan pelaksanaan penatausahaan keuangan,
pengelolaan administrasi kepegawaian, ketatalaksanaan dan
kehumasan.
c. Seksi Pelayanan mempunyai tugas melaksanakan sosialisasi dan
konsultasi, identifikasi dan registrasi, pelayanan akomodasi, konsumsi,
perlengkapan individual, daan perawatan kesehatan.
d. Seksi Pembinaan dan Resosialisasimempunyai tugas melaksanakan
pembinaan fisik, mental, sosial, spiritual dan keterampilan, membina
hubungan kerjasama dengan keluarga penerima manfaat dalam rangka
penyaluran kembali dan menyelenggarakan pemulasaraan jenazah dan
pemakaman terhadap para lanjut usia terlantar yang meninggal dunia
serta mengembangkan partisipasi dan resosialisasi.
e. Kelompok Jabatan Fungsionalmempunyai tugas yaitu : melaksanakan
sebagian tugas-masing-masing Unit Pelaksana Teknis sesuai dengan
keahlian dan kebutuhan.
6. Program pokok
a. Yasinan
b. Muludhabsi
c. Ceramah agama
d. Ceramah agama
e. Senam
6. Jasa layanan
7. Jasa layanan yang bisa diberikan
a. Dapur umum
b. Poliklinik
c. Jaminan kesehatan
d. Tempat tinggal
e. Pengaasuh
8. Sasaran program
a. Lanjut usia terlantar
b. Usia 60 tahun keatas
c. Tidak punya penghasilan tetap
d. Tidak berdaya mencari nafkah
e. Dapat mengurus dirinya sendiri
f. Tidak punya penyakit menular
9. Dasar hukum
a. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Sosial
Lanjut Usia
b. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah
c. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial
d. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2004 Tentang Pelaksanaan
Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia
e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2012
Tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial
f. Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan No. 8 tahun 2008 tentang
Pembentukan, Organisasi dan tata kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas
dan Badan Provinsi Kalimantan Selatan.
g. Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan No. 031 tahun 2009 tentang
Tugas pokok, fungsi dan uraian tugas unsur-unsur organisasi Dinas
Sosial dan Unit-unit Pelaksana Teknis Dinas di Lingkungan Dinas
Provinsi Kalimantan Selatan.

C. Konsep SWOT
1. Definisi Analisis SWOT
Analisa SWOT menurut (David, 2009) adalah sebuah bentuk analisa
situasi dan kondisi yang bersifat deskriptif (memberi gambaran). Analisa ini
menempatkan situasi dan kondisi sebagai faktor masukan, dan kemudian di
kelompokan menurut skontribusinya masing-masing. Satu hal yang harus
diingat, baik oleh para pengguna analisa SWOT, bahwa analisa SWOT
adalah semata-mata sebuah alat analisa yang ditunjukkan untuk
menggambarkan situasi yang sedang dihadapi atau yang mungkin akan
dihadapi oleh organisasi, dan bukan sebuah alat analisa ajaib yang mampu
memberikan jalan keluar bagi masalah yang dihadapi oleh organisasi.
Analisa SWOT adalah metode perencana strategis yang digunakan untuk
mengevaluasi kekuatan (Srenghts) dan ancaman (Threahts) dalam suatu
proyek atau spekulasi bisnis. Keempat faktor itulah yang membentuk akronim
SWOT (Srenghts, Weakness, Oppurtunitys, Threathts).
Proses ini yang melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari
spekulasi bisnis atau proyek dan mengidentifikasi faktor internal dan
eksternal yang mendukung dan yang tidak dalam mencapai tujuan tersebut.
Analisa SWOT dapat diterapkan dengan cara menganalisis berbagai hal
yang mempengaruhi ke empat faktornya, kemudian menerapkannya dalam
gambar matriks SWOT dimana aplikasinya adalah bagaimana kekuatan atau
(streghts) mampu mengambil keuntungan (advantage) dari peluang
(opportunitys) yang ada, bagaimana cara mengatasi kelemahan (weekness)
yang mencegah keuntungan (advantage) dari peluang (opportunitys) yang
ada, selanjutnya bagaimana kekuatan mampu mengahadapi ancaman yang
ada dan yang terakhir adalah bagaimana cara mengatasi kelemahan yang
mampu membuat ancaman menjadi nyata atau menciptakan sebuah
ancaman baru.
2. Komponen SWOT
Analisa SWOT ini terdiri atas 4 komponen dasar yaitu :
a. Strenghts (S)
Adalah situasi atau kondisi yang merupakan kekuatan dari
organisasi atau program pada saat ini.
b. Weakness (W)
Adalah situasi atau kondisi yang merupakan kelemahan dari
organisasi atau program pada saat ini.
c. Opporttunity (O)
Adalah situasi atau kondisi yang merupakan peluang diluar
organisasi dan memberikan peluang berkembang bagi organisasi di
masa depan.
d. Threats (T)
Adalah situasi yang merupakan ancaman bagi organisasi yang
datang dari luar organisasi dan dapat mengancam ekstensi organisasi
dimasa depan.
Selain 4 komponen dasar ini analisa SWOT, dalam proses
menganalisanyaakanberkembang menjadi sub komponen yang berjumlah
tergantung pada kondisi pada organisasi. Sebenarnya masing-masing sub
komponen adalah pengejawantahan dari masing-masing komponen, seperti
strengths mungkin mempunyai 12 sub komponen, komponen weakness
mungkin memiliki 8 sub komponen dan seterusnya.
3. Jenis-Jenis Analisa SWOT
a. Model kuantitatif
Adalah sebuah asumsi dasar dari model ini, kondisi yang
berpasangan antara S dan W, serta O dan T. Kondisi berpasangan ini
terjadi karena diasumsikan dalam sebuah kekuatan bahwa selalu ada
kelemahan yang tersembunyi dan dari setiap kesempatan yang terbuka
selalu ada ancaman yang harus diwaspadai. Ini berarti setiap satu
rumusan strength harus selalu miliki satu pasangan weakness dan setiap
satu rumusan opportunities harus memiliki satu pasangan threath.
Kemudian setelah masing-masing komponen dirumuskan dan
dipasangkan, langkah selanjutnya adalah melakukan proses penilaian.
Penilaian dilakukan dengan cara memberikan score pada masing-masing
sub komponen, dimana satu sub komponen dibandingkan dengan sub
komponen yang lain dalam komponen yang sama atau mengikuti laju
vertikal. Sub komponen yang lebih menentukan dalam jalannya
organisasi diberikan score yang lebih besar. Standar penilaian dibuat
berdasarkan kesepakatan bersama untuk mengurangi kadar subyektifitas
penilaian model kualitatif (Rangkuti, 2009)
b. Model kualitatif
Urutan-urutan dalam membuat analisa SWOT kualitatif tidak
berbeda dengan urut-urutan kuantitatif perbedaan besar diantara
keduanya adalah pada saat pembuatan subkomponen dari masing-
masing komponen. Apabila pada model kuantitafif setiap subkomponen S
memiliki pasangan subkomponen W, dan satu subkomponen O memiliki
pasangan satu komponen T, maka dalam model kulaitatif hal ini tidak
terjadi. Selain itu subkomponen pada masing-masing komponen (SWOT)
berdiri bebas dan tidak memiliki hubungan satu sama lain. Ini berarti
model kualitatif tidak dapat dibuat diagram cartesian, karena mungkin
saja misalnya subkomponen S ada sebanyak 10 buah sementara
subkomponen W hanya 6 buah (Rangkuti, 2009).

4. Matrik SWOT
Matrik SWOT menurut (Almalik, 2010) adalah alat untuk menyusun
faktor-faktor strategis organisasi yang dapat menggambarkan secara jelas
bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi organisasi dapat
disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya.
IFAS (Internal Strategic Factors Analysis Summary) adalah ringkasan
atau rumusan faktor-faktor strategis internal dalam kerangka kekuatan
(Strengths) dan kelemahan (Weaknesses).
EFAS (External Strategic Factors Analysis Summary) adalah ringkasan
atau rumusan faktor-faktor strategis eksternal dalam kerangka kesempatan
(Opportunities) dan ancaman(Threats).
a. Strategi S-O adalah strategi yang ditetapkan berdasarkan jalan pikiran
organisasi yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut
dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.
b. Strategi W-O adalah strategi yang ditetapkan berdasarkan pemanfaatan
peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.
c. Strategi S-T adalah strategi yang ditetapkan berdasarkan kekuatan yang
dimiliki organisasi untuk mengatasi ancaman.
d. Strategi W-T adalah strategi yang ditetapkan berdasarkan kegiatan yang
bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta
menghindari ancaman.
5. Pendekatan Analisis SWOT
a. Pendekatan Kualitatif Matriks SWOT
Pendekatan kualitatif matriks SWOT sebagaimana dikembangkan
oleh Kearns menampilkan delapan kotak, yaitu dua paling atas adalah
kotak faktor eksternal (Peluang dan Tantangan) sedangkan dua kotak
sebelah kiri adalah faktor internal (Kekuatan dan Kelamahan). Empat
kotak lainnya merupakan kotak isu-isustrategis yang timbul sebagai hasil
titik pertemua antara faktor-faktor internal dan eksternal.

Matriks SWOT Kearns


INTERNAL\EKSTERNAL Opportunities Threats
Strengths Comparative Mobilization
Advantage
Weakness Divestment/Investment Damage
Control

Keterangan:
1) Sel A: Comparative Advantages
Sel ini merupakan pertemuan dua elemen kekuatan dan peluang
sehingga memberikan kemungkinan bagi suatu organisasi untuk bisa
berkembang lebih cepat.
2) Sel B: Mobilization
Sel ini merupakan interaksi antara ancaman dan kekuatan. Di
sini harus dilakukan upaya mobilisasi sumber daya yang merupakan
kekuatan organisasi untuk memperlunak ancaman dari luar tersebut,
bahkan kemudian merubah ancaman itumenjadi sebuah peluang.
3) Sel C: Divestment/ Investment
Sel ini merupakan interaksi antara kelemahan organisasi dan
peluang dari luar. Situasi seperti ini memberikan suatu pilihan pada
situasi yang kabur. Peluang yang tersedia sangat meyakinkan namun
tidak dapat dimanfaatkan karena kekuatan yang ada tidak cukup untuk
menggarapnya. Pilihan keputusan yang diambil adalah (melepas
peluang yang ada untuk dimanfaatkan organisasi lain) atau
memaksakan menggarap peluang itu (investasi).
4) Sel D: Damage Control
Sel ini merupakan kondisi yang paling lemah dari semua sel
karena merupakan pertemuan antara kelemahan organisasi dengan
ancaman dari luar, dan karenanyakeputusan yang salah akan
membawa bencana yang besar bagi organisasi. Strategi yang harus
diambil adalah Damage Control (mengendalikan kerugian) sehingga
tidak menjadi lebih parah dari yang diperkirakan.
b. Pendekatan Kuantitatif Matriks SWOT
Data SWOT kualitatif di atas dapat dikembangkan secara kuantitaif
melaluiperhitungan Analisis SWOT yang dikembangkan oleh Pearce dan
Robinson 1998 agar diketahui secara pasti posisi organisasi yang
sesungguhnya.
Perhitungan yang dilakukan melalui tiga tahap, yaitu:
1) Melakukan perhitungan skor (a) dan bobot (b) point faktor serta jumlah
total perkalian skor dan bobot (c = a x b) pada setiap faktor S-W-O-T;
Menghitung skor (a) masing-masing point faktor dilakukan secara
saling bebas (penilaian terhadap sebuah point faktor tidak boleh
dipengaruhi atau mempengeruhi penilaian terhadap point faktor
lainnya. Pilihan rentang besaran skor sangat menentukan akurasi
penilaian namun yang lazim digunakan adalah dari 1 sampai 10,
dengan asumsi nilai 1 berarti skor yang paling rendah dan 10 berarti
skor yang paling tinggi.
Perhitungan bobot (b) masing-masing point faktor dilaksanakan
secara saling ketergantungan. Artinya, penilaian terhadap satu point
faktor adalah dengan membandingkan tingkat kepentingannya dengan
point faktor lainnya. Sehingga formulasi perhitungannya adalah nilai
yang telah didapat (rentang nilainya samadengan banyaknya point
faktor) dibagi dengan banyaknya jumlah point faktor).
2) Melakukan pengurangan antara jumlah total faktor S dengan W (d)
dan faktor O dengan T (e); Perolehan angka (d = x) selanjutnya
menjadi nilai atau titik pada sumbu X, sementara perolehan angka (e =
y) selanjutnya menjadi nilai atau titik pada sumbu Y.
Mencari posisi organisasi yang ditunjukkan oleh titik (x,y) pada
kuadranSWOT.
No Strength Skor Bobot Total
1.
2.
Total kekuatan

No Weakness Skor Bobot Total


1.
2.
Total kelemahan
Total selisih total kekuatan – total kelemahan : S – W = X

No Opportunity Skor Bobot Total


1.
2.
Total peluang

No Treath Skor Bobot Total


1.
2.
Total ancaman
Total selisih total peluang – total tantangan : O – T = Y
Keterangan :
a. Kuadran I (positif, positif)
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang kuat dan berpeluang,
Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Progresif, artinya organisasi
dalam kondisi primadan mantap sehingga sangat dimungkinkan untuk terus
melakukan ekspansi, memperbesar pertumbuhan dan meraih kemajuan
secara maksimal.
b. Kuadran II (positif, negatif)
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang kuat namun
menghadapi tantangan yang besar. Rekomendasi strategi yang diberikan
adalah Diversifikasi Strategi, artinya organisasi dalam kondisi mantap namun
menghadapi sejumlah tantangan berat sehingga diperkirakan roda organisasi
akan mengalami kesulitan untuk terusberputar bila hanya bertumpu pada
strategi sebelumnya. Oleh karennya, organisasi disarankan untuk segera
memperbanyak ragam strategi taktisnya.

c. Kuadran III (negatif, positif)


Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang lemah namun sangat
berpeluang. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Ubah Strategi,
artinya organisasi disarankan untuk mengubah strategi sebelumnya. Sebab,
strategi yang lama dikhawatirkan sulit untuk dapat menangkap peluang yang
ada sekaligus memperbaiki kinerja organisasi.
d. Kuadran IV (negatif, negatif)
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang lemah dan menghadapi
tantangan besar. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Strategi
Bertahan, artinya kondisi internal organisasi berada pada pilihan dilematis.
Oleh karenanya organisasi disarankan untuk meenggunakan strategi
bertahan, mengendalikan kinerja internal agar tidak semakin terperosok.
Strategi ini dipertahankan sambil terus berupaya membenahi diri.
DAFTAR PUSTAKA

Almalik, L. (2010). Matriks SWOT.

Badan Pusat Statistik. 2011. Statistik Indonesia. Http://Www.Bps.Go.Id.


Banjarmasin. Diakses Pada Tanggal 13 November 2018.

David, Fred R. 2009. Manajemen Strategis: Konsep (Edisi Dua Belas).


Terjemahan Oleh Dono Sunardi. 2009, Salemba Empat, Jakarta.

Gufron Mukti. 2012. Memanusiakan Lanjut Usia.Yogyakarta: Perpustakaan


Nasional

Komisi Nasional Lanjut Usia. 2010. Profil Penduduk Lanjut Usia 2009. Jakarta:
Komnas Nasional Lanjut Usia

Komisi Nasional Lansia. 2010. Pedoman Active Ageing (Penuaan Aktif) Bagi
Pengelola Dan Masyarakat. Jakarta: Komnas Lansia

Notosoedirdjo. 2011. Kesehatan Mental Konsep Dan Penerapan. Malang : UMM

Nugroho (2008). Keperawatan Gerontik. Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Rangkuti, Freddy. (2009). Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis.


Cetakan Ke16. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Suadirman,Siti Partini,2011. Psikologi Usia Lanjut.Yogyakarta ; Gajah Mada


University

Profil Panti Sosial Tresna Werdha “Budi Sejahtera” Provinsi Kalimantan Selatan
Tahun 2013.
https://Pstwbudisejahtera.Files.Wordpress.Com/2014/06/Profil-Panti-
2013.Pdf

Anda mungkin juga menyukai