Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GANGGUAN

SISTEM PERKEMIHAN (SINDROMA NEFROTIK)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STASE KEPERAWATAN ANAK
NAMA : FIRSTY YESSIE HALIJA
NIM : 891211070

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YAYASAN RUMAH


SAKIT ISLAM PONTIANAK
TAHUN 2021

1
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbuminemia, dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria,
hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (Nurarif & Kusuma, 2013). Sindrom
nefrotik merupakan keadaan klinis yang meliputi proteinuria masif,
hipoalbuminemia, hiperlipemia dan edema (Wong, 2015). Sindrom nefrotik
memiliki berbagai efek metabolik yang berdampak pada individu, beberapa
episode pada sinderom nefrotik adalah self-limited dan sebagian diantaranya
respon dengan terapi spesifik, sementara sebagiannya lagi merupakan kondisi
kronis ( Kharisma, 2017).
Berdasarkan pengertian diatas, Sindrom nefrotik pada anak merupakan
kumpulan gejala yang terjadi pada anak dengan karakteristik proteinuria,
hipoalbumininemia, hiperlipidemia yang disertai edema.

2. Etiologi
Menurut Nurarif & Kusuma (2013), Penyebab Sindrom nefrotik yang pasti
belum diketahui. Akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu
suatu reaksi antigen antibody. Umumnya etiologi dibagi menjadi:
a. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi maternofetal.
Resisten terhadap suatu pengobatan. Gejala edema pada masa neonatus. Pernah
dicoba pencangkokan ginjal pada neonatus tetapi tidak berhasil. Prognosis
buruk dan biasanya pasienmeninggal pada bulan-bulan pertama kehidupannya.
b. Sindrom nefrotik sekunder, yang disebabkan oleh :
1) Malaria quartana atau parasit lainnya
2) Penyakit kolagen seperti SLE, purpura anafilaktoid
3) Glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronis, trombosisvena renalis
4) Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garamemas,

2
sengatan lebah, racun otak, air raksa.
5) Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membran
eproliferatif hipokomplementemik.
c. Sindrom nefrotik idiopatik
Adalah Sindrom nefrotik yang tidak diketahui penyebabnya atau juga
disebut sindrom nefrotik primer. Berdasarkan histopatologis yang tampak pada
biopsy ginjal dengan pemeriksaan mikroskopi biasa dan mikroskopi electron,
Churg dkk membagi dalam 4 golongan yaitu kelainan minimal, nefropati
membranosa, glomerulonefritis proliferatif, glomerulosklerosis fokal
segmental.

3. Patofisiologi
Menurut Nurarif & Kusuma (2013), Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis
yang disebabkan oleh kerusakan glomerulus. Peningkatan permeabilitas
glomerulus terhadap protein plasma menimbulkan protein, hipoalbumin,
hiperlipidemia dan edema. Hilangnya protein dari rongga vaskuler
menyebabkan penurunan tekanan osmotik plasma dan peningkatan tekanan
hidrostatik, yang menyebabkan terjadinya akumulasi cairan dalam rongga
interstisial dan rongga abdomen. Penurunan volume cairan vaskuler
menstimulasi system renin– angiotensin yang mengakibatkan diskresikannya
hormone antidiuretik dan aldosterone. Reabsorsi tubular terhadap natrium (Na)
dan air mengalami peningkatan dan akhirnya menambah volume intravaskuler.
Retensi cairan ini mengarah pada peningkatan edema. Koagulasi dan thrombosis
vena dapat terjadi karena penurunan volume vaskuler yang mengakibatkan
hemokonsentrasi dan hilangnya urine dari koagulasi protein. Kehilangan
immunoglobulin pada urine dapat mengarah pada peningkatan kerentanan
terhadap infeksi.

4. Maniffestasi Klinis
Menurut Nurarif & Kusuma (2013), Tanda dan gejala sindrom nefrotik
adalah sebagai berikut : terdapat adanya proteinuria, retensi cairan, edema, berat
badan meningkat, edema periorbital, edema fasial, asites, distensi abdomen,
penurunan jumlah urine, urine tampak berbusa dan gelap, hematuria, nafsu
makan menurun, dan kepucatan.

3
Reaksi antigen-antibody

5. Pathway
Gangguan keseimbangan
Penurunan fungsi ginjal asam-basa

Kerusakan glomerular Produksi asam meningkat

Kebocoran plasma Permeabilitas glomerular Mual, muntah, anoreksia

Masuk ke interstisial Meningkat proteinuria Ketidakseimbangan nutrisi


kurang dari kebutuhan

Edema hipoalbuminemia

Kelemahan karena edema Tekanan onkotik IgG menurun


berat Plasma menurun

Sel imun tertekan


Intoleransi akktifitas
Tekanan onkotik
Plasma menurun Menurunnya respon imun

Cairan vaskuler pindah ke Resiko infeksi


intelstisial

Hipovolemia Vasokontriksi

Kompensasi ginjal Penatalaksanaan


merangsang renin angiotensin

Hospitalisasi

Peningkatan ADH & Aldosteron

Ketakutan Kurang pengetahuan


Retensi air+natrium

Edema Turgor kulit jelek

Kelebihan vol. cairan Kerusakan integritas kulit

Gambar 1. Pathway Sindrom Nefrotik ( Sumber : Nurarif & Kusuma, 2013. Kharisma, 2017.
Wong, 2015. Wilkinson, 2011 )

4
6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut UKK IDAI (2014), Pemeriksaan penunjang sebagai berikut:
a. Urinalisis dan biakan urin, dilakukan jika terdapat gejala klinis yang mengarah
kepada infeksi saluran kemih (ISK)
b. Protein urin kuantitatif : pemeriksaan dilakukan menggunakan urin 24 jam atau
rasio protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari, bertujuan untuk mengetahui
derajat proteinuria.
c. Pemeriksaan darah : darah tepi lengkap ( hemoglobin, leukosit, hitung jenis
leukosit, trombosit, hematokrit, LED), albumin dan kolesterol serum, ureum,
kreatinin dan klirens kreatinin.
d. Pemeriksaan radiologi : dapat dilakukan USG ginjal untuk mengidentifikasi
trombosis vena renalis jika terdapat indikasi curiga adanya keluhan nyeri
pinggang (flank pain), hematuria atau gagal ginjal akut.
e. Pemeriksaan histopatologi : pemeriksaan ini dapat dilakukan biopsi ginjal,
pemeriksaan ini direkomendasikan pada pasien sindrom nefrotik untuk
mengkonfirmasi subtipe penyakitnya atau untuk konfirmasi diagnosis.

7. Penatalaksanaan Medis
Menurut Wong (2015), Penatalaksanaan medis untuk Sindrom nefrotik
mencakup :
a. Pemberian kortikosteroid(prednison atau prednisolon) untuk menginduksi
remisi. Dosis akan diturunkan setelah 4 sampai 8 minggu terapi. Kekambuhan
diatasi dengan kortikosteroid dosis tinggi untuk beberapa hari.
b. Penggantian protein (albumin dari makanan atau intravena)
c. Pengurangan edema
1) Terapi diuretik (diuretik hendaknya digunakaan secara cermat untuk
mencegah terjadinya penurunan volume intravaskular, pembentukan
trombus, dan atau ketidakseimbangan elektrolit)
2) Pembatasan natrium (mengurangi edema)
d. Mempertahankan keseimbangan elektrolit
e. Pengobatan nyeri ( untuk mengatasi ketidaknyamanan yang berhubungan
dengan edema dan terapi invasif)

5
f. Pemberian antibiotik (penisilin oral profilaktik atau agens lain)
g. Terapi imunosupresif (siklofosfamid, klorambusil, atau siklosporin) untuk
anak yang gagal berespons terhadap steroid.

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Fokus
Menurut Wong, (2015), Pengkajian kasus Sindrom nefrotik sebagai berikut:
a. Lakukan pengkajian fisik, termasuk pengkajian luasnya edema.
b. Kaji riwayat kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan adanya
peningkatan berat badan dan kegagalan fungsi ginjal.
c. Observasi adanya manifestasi dari sindrom nefrotik : kenaikan berat badan,
edema, bengkak pada wajah (khususnya di sekitar mata yang timbul pada
saat bangun pagi , berkurang di siang hari), pembengkakan abdomen (asites),
kesulitan nafas (efusi pleura), pucat pada kulit, mudah lelah, perubahan pada
urine (peningkatan volume, urine berbusa).
d. Pengkajian diagnostik meliputi analisa urin untuk protein, dan sel darah
merah, analisa darah untuk serum protein (total albumin/globulin ratio,
kolesterol) jumlah darah, serum sodium.

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Wong (2015) diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien
sindrom nefrotik diantaranya :
a. Kelebihan volume cairan (tubuh total) berhubungan dengan akumulasi cairan
dalam jaringan dan ruang ketiga.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan turgorkulit.
c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan.
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual, muntah, dan anoreksia.
e. Risiko infeksi berhubungan dengan menurunnya respon imun.
f. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai
proses penyakit (Wilkinson, 2011).
g. Ketakutan anak berhubungan dengan tindakan keperawatan ( Wilkinson, 2011).

6
3. Rencana Tindakan
a. Kelebihan volume cairan (tubuh total) berhubungan dengan akumulasi cairan
dalam jaringan dan ruang ketiga (Wong, 2015). Batasan karakteristik mayor :
edema, (perifer,sakral), kulit menegang, mengkilap, sedangkan batasan
karakteristik minor : asupan lebih banyak daripada keluaran, sesak nafas,
peningkatan berat badan ( Carpenito, 2012).
Tujuan : Pasien tidak menunjukkan bukti-bukti akumulasi cairanatau bukti
akumulasi cairan yang ditunjukkan pasien minimum.
Kriteria hasil :
1) Berat badan ideal
2) Tanda-tanda vital dalam batas normal
3) Asites dan edema berkurang
4) Berat jenis urine dalam batas normal
Intervensi :
1) Kaji lokasi dan luas edema
2) Monitor tanda-tanda vital
3) Monitor masukan makanan/cairan
4) Timbang berat badan setiap hari
5) Ukur lingkar perut
6) Tekan derajat pitting edema, bila ada
7) Observasi warna dan tekstur kulit
8) Monitor hasil urin setiap hari
9) Kolaborasi pemberian terapi diuretik
b. Kerusakaan integritas kulit berhubungan perubahan turgor kulit/ edema
(Nurafif & Kusuma, 2013).
Batasan karakteristik mayor : gangguan jaringan epidermis dan dermis,
sedangkan batasan karakteristik minornya adalah : pencukuran kulit, lesi,
eritema, pruritis (Carpenito, 2012).
Tujuan : Kulit anak tidak menunjukan adanya kerusakan integritas,
kemerahan atau iritasi.
Kriteria hasil :
1) Tidak ada luka/lesi pada kulit

7
2) Perfusi jaringan baik
3) Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembabankulit dengan
perawatan alami
Intervensi :
1) Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar.
2) Hindari kerutan pada tempat tidur.
3) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering.

4) Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali.


5) Monitor kulit akan adanya kemerahan.
6) Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang tertekan.
7) Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat.
c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan (Wong, 2015).
Batasan karakteristik mayor : kelemahan, pusing, dispnea, sedangkan batasan
karakteristik minor : pusing, dipsnea, keletihan, frekuensi akibat aktivitas (Carpenito,
2012).
Tujuan : Anak dapat melakukan aktifitas sesuai dengan kemampuan dan
mendapatkan istirahat dan tidur yang adekuat.
Kriteria hasil : Anak mampu melakukan aktivitas dan latihan secara mandiri.
Intervensi :
1) Pertahankan tirah baring awal bila terjadi edema hebat.
2) Seimbangkan istirahat dan aktivitas bila ambulasi.
3) Rencanakan dan berikan aktivitas tenang.
4) Instruksikan anak untuk istirahat bila ia mulai merasa lelah.
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
mual, muntah dan anoreksia (Wong, 2015).
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria hasil : Tidak terjadi mual dan muntah, menunjukkan masukan yang
adekuat, mempertahankan berat badan.
Intervensi :
1) Tanyakan makanan kesukaan pasien
2) Anjurkan keluarga untuk mendampingi anak pada saat makan
3) Pantau adanya mual dan muntah
4) Bantu pasien untuk makan

8
5) Berikan makanan sedikit tapi sering
6) Berikan informasi pada keluarga tentang diet klien
e. Ketakutan anak berhubungan dengan tindakan keperawatan (Wilkinson, 2011).
Tujuan : Ketakutan anak berkurang.
Kriteria hasil : Anak merasa tenang dan anak kooperatif.
Intervensi :
1) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
2) Jelaskan semua prosedur termasuk sensasi diperkirakan akan dialami
selama prosedur dilakukan
3) Berusaha memahami perspektif pasien dari situasi stress
4) Dorong keluarga untuk tinggal dengan pasien
5) Lakukan terapi bermain
f. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai
proses penyakit (Wong, 2015).
Tujuan : Pengetahuan pasien/keluarga pasien bertambah.
Kriteria hasil : Informasi mengenai proses penyakit bertambah.
Intervensi :
1) Kaji pengetahuan orangtua tentang penyakit dan keperawatannya.
2) Identifikasi kebutuhan terhadap informasi tambahan mengenai perilaku
promosi kesehatan/ program terapi (misal, mengenai diit)
3) Berikan waktu kepada pasien untuk mengajukan pertanyaan
4) Gunakan berbagai strategi penyuluhan
g. Risiko infeksi berhubungan dengan menurunnya respon imun (Wong, 2015).
Tujuan : Anak tidak menunjukan bukti-bukti infeksi.
Kriteria hasil : Hasil laboratorium normal, tanda-tanda vital stabil, tidak
ada tanda-tanda infeksi.
Intervensi :
1) Lindungi anak dari kontak individu terinfeksi
2) Gunakan teknik mencuci tangan yang baik
3) Jaga agar anak tetap hangat dan kering
4) Pantau suhu
5) Ajari orang tua tentang tanda dan gejala infeksi

9
C. Hasil Penelitian Sindrom Nefrotik
No Nama Peneliti Tahun Judul Hasil
1 Fadel Bilondatu 2017 Identifikasi faktor resiko Status gizi merupakan
relaps sindrom nefrotik faktor resiko independen
pada anak sindrom nefrotik relaps
pada anak
2 Robin S Mamesah 2016 Hubungan aspek klinis dan Tidak ada hubungan antara
laboratorik dengan tipe jenis kelamin, usia,
sindrom nefrotik pada tekanan darah, proteinuria,
anak hematuria albumin dan
kolesterol dengan SNSS
dan SNRS
3 Immawati 2017 Pengaruh kepatuhan Kepatuhan pengobatan
pengobatan terhadap berpengaruh terhadap
kejadian kekambuhan pada kejadian kekambuhan pada
anak pengidap sindrom anak sindrom nefrotik
nefrotik

10
BAB II
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN
A. Uraian Kasus
An. L berjenis kelamin laki-laki, berusia 11 tahun dirawat hari ke dua di ruang
perawatan anak dengan diagnosis medis sindroma nefrotik. Hasil pengkajian pada
hari tersebut didapatkan edema pada seluruh tubuh, turgor kulit kembali sangat
lambat. Anak mengeluh nyeri perut dan terasa agak sesak saat bernafas. Hasil
pengukuran tanda vital : Tekanan Darah 130/90 mmHg, Frekuensi Nadi 120 x/menit,
Frekuensi Nafas 30 x/menit dan dangkal, Suhu 36,4 oC.
Pengkajian Anak
I. Identitas Klien
Nama : An. L
Tgl Lahir/Umur : 11 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Bahasa yang dipakai : Indonesia
Alamat : Pontianak
Ruang : Anak
II. Riwayat Keperawatan
Tanggal masuk : 15 November 2021
Tanggal dan jam pengambilan data : 16 November 2021
Diagnosis medik saat masuk : Sindrom Nefrotik
III. Anamnesis
Keluhan Utama : anak mengeluh nyeri perut dan terasa agak sesak saat bernafas,
seluruh tubuh anak tampak udem.
Riwayat penyakit : pasien datang dengan digendong oleh orang tua satu hari
yang lalu, masuk melalui IGD. Orang tua mengatakan awalnya anak sudah
mengeluhkan nyeri perut sejak beberapa hari yang lalu saat dirumah. Kemudian
kesulitan buang air kecil dan saat buang air kecil hanya keluar sedikit serta tidak
lancar. Tidak lama kemudian orang tua menyadari kalau badan anaknya mulai
tampak membengkak secara tidak wajar, sehingga dibawalah ke IGD rumah sakit.

11
IV. Pemeriksaan Fisik
Tampilan fisik : Meringis
Kesadaran (GCS) : Compos Mentis (E4V5M6)
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Nadi : 120 x/menit
Suhu : 36,4 oC
Pernafasan : 30 x/menit
Spo2 : 95%
Status generalis
Mata : Reflek pupil (+/+) isokor, Konjungtiva anemis (-/-),
ikterus (-/-), edema (+/+)
Wajah : Edema (+)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), edema (+)
Thoraks : Simetris (+), Otot bantu nafas (+/+), auskultasi (s1,s2)
reguler
Pulmo : Auskultasi terdengar suara mengi.
Abdomen : Inspeksi ( udem ), auskultasi ( bising usus terdengar ),
palpasi ( nyeri tekan dan asites ).
Ekstermitas : Hangat pada ekstermitas atas dan bawah. Dapat
digerakkan secara spontan. Udem pada ekstermitas atas
dan ekstermitas bawah.

12
B. Asuhan Keperawatan
1. Analisa Data
No Data Masalah Etiologi
1. Subjektif : Pola nafas tidak Penurunan ekspansi paru
(D.0005)
- Sesak saat bernafas efektif
Objektif :
- Tampak udem
anasarka
- Menggunakan otot
bantu nafas
- RR : 30 x/menit
2. Objektif : Hipervolemia Gangguan mekanisme
(D.0022) regulasi
- Tampak udem
anasarka
- Turgor kulit kembali
sangat lambat
- TD : 130/90 mmHg
- N : 120 x/menit
3. Subjektif : Nyeri akut Agen pencidera fisiologis
(D.0077)
- Sakit perut
Objektif :
- Meringis
- TD : 130/90 mmHg
- N : 120 x/menit

2. Rumusan Diagnosa Keperawatan


a. Pola nafas tidak efektif b.d Penurunan ekspansi paru d.d mengeluh sesak saat
bernafas, tampak menggunakan otot bantu nafas, tampak udem anasarka,
pernafasan 30 x/menit.
b. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi d.d tampak udem anasarka,
turgor kulit kembali >3 detik, TD:130/90 mmHg, nadi 120x/menit.
c. Nyeri akut b.d agen pencidera fisiologis d.d mengeluh nyeri perut, tampak
meringis, TD : 130/90 mmHg dan nadi 120 x/menit.

13
3. Rencana Keperawatan
No Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
1. Setelah dilakukan - Frekuensi nafas SIKI (I.01011)
(D.0005) asuhan keperawatan membaik Observasi :
selama 3 x 24 jam - Dispnea menurun - Monitor frekuensi, irama,
diharapkan - Ventilasi semenit kedalaman, dan upaya
meningkat nafas
Pola nafas - Penggunaan otot - Monitor saturasi oksigen
membaik SLKI nafas menurun Nursing :
(L.01004) - Posisikan semi-fowler atau
fowler
- Pertahankan kepatenan
jalan nafas
Edukasi :
- Anjurkan pasien untuk
bedrest dan batasi
kegiatan/aktivitas
Kolaborasi :
- Kolaborasi medikasi
bronkodilator ataupun
ekspektoran bila perlu

2. Setelah dilakukan - Haluaran urin SIKI (I.03114)


(D.0022) asuhan keperawatan meningkat Observasi :
selama 3 x 24 jam - Edema menurun - Monitor intake dan output
diharapkan - Tekanan darah cairan
membaik Nursing :
Keseimbangan - Turgor kulit - Batasi asupan caira dan
cairan meningkat membaik garam
SLKI (L.03020) - Tinggikan kepala tempat
tidur 30-40 derajat
Edukasi :
- Anjurkan melapor jika
haluaran urine <0,5
mL/kg/jam dalam 6 jam
- Ajarkan cara membatasi
cairan
Kolaborasi :
- Kolaborasi medikasi
pemberian diuretik

14
No Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
3. Setelah dilakukan - Melaporkan nyeri SIKI (I.08238)
(D.0077) asuhan keperawatan terkontrol/ hilang Observasi :
selama 3 x 24 jam - Kemampuan - Identifikasi lokasi,
diharapkan mengenali onset karakteristik, durasi,
nyeri frekuensi, kualitas,
Tingkat nyeri - Kemampuan intensitas dan skala nyeri
menurun menggunakan Nursing :
SLKI (L.08066) tekhnik non- - Berikan tekhnik non-
farmakologis farmakologis untuk
mengurangi nyeri
relaksasi, kompres,
distraksi atau terapi musik
- Kontrol lingkungan yang
memperberat nyeri
Edukasi :
- Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
Kolaborasi :
- Kolaborasi medikasi
pemberian analgetik jika
perlu

15
DAFTAR PUSTAKA

Ahern, R, Nancy dan Wilkinson, M. (2011). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Nanda.
Edisi 9. Jakarta : EGC

Bilondatu, Fadel. (2017). Karya Akhir Identifikasi Faktor Resiko Relaps Sindrom
Nefrotik pada Anak. Makasar : Universitas Hasanudin
Carpenito, L.J. (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 13. Jakarta : EGC
Immawati. (2017). Pengaruh Kepatuhan Pengobatan Terhadap Kejadian Kekambuhan
pada Anak Pengidap Sindrom Nefrotik. Lampung : LPPM AKPER DHARMA
WACANA
Irianto, K. (2017). Anatomi dan Fisiologi (Edisi Revisi). Jakarta : Alfabeta
Kharisma, Y. (2017). Tinjauan Umum Sindrom Nefrotik. Bandung : UIB
Mamesah. Umboh. Gunawan (2016). Hubungan Aspek Klinis dan Laboratorik dengan
Tipe Sindrom Nefrotik pada Anak. Volume 4. Jurnal e-Clinic. Manado : USR
Nurarif H, Amin & Kusuma Hardi. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Mediaction Publishing
Wong. D. L. (2015). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta : EGC
UKK IDAI. (2014). Konsensus Tata Laksana Sindrom Nefrotik Idiopatik Pada Anak.
Jakarta

TIM Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI). Edisi 1. Jakarta : PPNI

TIM Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLLI).
Edisi 1. Jakarta : PPNI

TIM Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI).
Edisi 1. Jakarta : PPNI

16

Anda mungkin juga menyukai