Anda di halaman 1dari 15

KONSEP MEDIS

A. Definisi
Sirosis hepatis adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan fibrosis
hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilangnya sebagian besar
fungsi hepar. Perubahan besar yang terjadi karena sirosis adalah kematian sel-
sel hepar, terbentuknya sel-sel fibrotic (sel mast), regenarasi sel dan jaringan
parut yang menggantikan sel-sel normal. perubahan ini akan menyebabkan
sirkulasi intra hepatic tersumbat (Baradero, Dayrit, & Siswadi, 2012).

B. Etiologi
Ada tiga tipe sirosis yaitu :
1. Sirosis portal Laenec (alkoholik, nutrisional) dimana jaringan parut
secara khas mengelilingi daerah portal.
2. Sirosis postcanecrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar,
merupakan akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi
sebelumnya.
3. Sirosis Bilier,dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati
sekitar saluran empedu. Tipe ini terjadi karena obstruksi bilier yang
kronis dan infeksi.
Secara umum sirosis hepatis dapat disebabkan oleh :
1. Virus hepatitis (B,C,dan D)
2. Alkohol
3. Kelainan metabolik :
a. Hemakhomatosis (kelebihan beban besi)
b. Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga)
c. Galaktosemia
4. Kolestasis
Saluran empedu membawa empedu yang dihasilkan oleh hati ke
usus, dimana empedu membantu mencerna lemak. Pada bayi penyebab
sirosis terbanyak adalah akibat tersumbatnya saluran empedu yang
disebut Biliary atresia. Pada penyakit ini empedu memenuhi hati karena
saluran empedu tidak berfungsi atau rusak. Bayi yang menderita Biliary
berwarna kuning (kulit kuning) setelah berusia satu bulan. Kadang bisa
diatasi dengan pembedahan untuk membentuk saluran baru agar empedu
meninggalkan hati, tetapi transplantasi diindikasikan untuk anak-anak
yang menderita penyakit hati stadium akhir. Pada orang dewasa, saluran
empedu dapat mengalami peradangan, tersumbat, dan terluka akibat
Primary Biliary Sirosis atau Primary Sclerosing Cholangitis. Secondary
Biliary Cirrosis dapat terjadi sebagai komplikasi dari pembedahan
saluran empedu.
5. Sumbatan saluran vena hepatica: Sindroma Budd-Chiari, payah jantung,
gangguan Imunitas (Hepatitis Lupoid)
6. Toksin dan obat-obatan (misalnya : metotetrexat, amiodaron, INH, dan
lain-lain)
7. Operasi pintas usus pada obesitas
8. Malnutrisi

C. Patofisiologi
Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati.
Peradangan ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas
(hepatoseluler), terjadi kolaps lobulus hati dan ini memacu timbulnya jaringan
parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati, walaupun
etiologinya berbeda, gambaran histologi sirosis hati sama atau hampir sama,
septal bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga yang kolaps dan berubah jadi
parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta dengan sentral.
Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai macam
ukuran dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan
gangguan aliran darah porta, dan menimbulkan hipertensi portal. Hal demikian
dapat pula terjadi pada sirosis alkoholik tapi prosesnya lebih lama. Tahap
berikutnya terjadi peradangan pada nekrosis pada sel duktules, sinusoid,
retikulo endotel, terjadi fibrinogenesis dan septa aktif. Jaringan kolagen
berubah dari reversible menjadi ireversibel bila telah terbentuk septa permanen
yang aseluler pada daerah porta dan parenkim hati. Gambaran septa ini
bergantung pada etiologi sirosis. Pada sirosis dengan etiologi hemokromatosis,
besi mengakibatkan fibrosis daerah periportal, pada sirosis alkoholik timbul
fibrosis daerah sentral. Sel limposit T dan makrofag menghasilkan limfokin
dan monokin, mungkin sebagai mediator timbulnya fibrinogen. Mediator ini
tidak memerlukan peradangan dan nekrosis aktif. Septal aktif ini berasal dari
daerah porta menyebar ke parenkim hati.
D. Klasifikasi Sirosis Hepatis
Berdasarkan morfologi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :
1. Mikronodular, adanya septa tipis
2. Makronodular, sirosis pasca nekrotik
3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro dan makronodular)
Secara fungsional Sirosis terbagi atas :
1. Sirosis hati kompensata (Kompensasi baik, laten, sirosis dini)
Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada atadiu kompensata ini belum
terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat
pemeriksaan screening.
2. Sirosis hati Dekompensata (Dekompensasi, aktif, gagal hati)
Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini biasanya gejala-gejala
sudah jelas, misalnya ; ascites, edema dan ikterus.

E. Manifestasi Klinis
Keluhan dari sirosis hati dapat berupa :
1. Merasa kemampuan jasmani menurun
2. Diare, mual, muntah, nafsu makan menurun dan diikuti dengan penurunan
berat badan
3. Mata berwarna kuning dan buang air kecil berwarna gelap
4. Pembesaran perut dan kaki bengkak
5. Perdarahan saluran cerna bagian atas
6. Pada keadaan lanjut dapat dijumpai pasien tidak sadarkan diri (Hepatic
Enchephalopath )
7. Perasaan gatal yang hebat
Manifestasi klinis dari Sirosis hati disebabkan oleh satu atau lebih hal-hal
yang tersebut di bawah ini :
a. Kegagalan Parekim hati
b. Hipertensi portal
c. Asites
d. Ensefalophati hepatitis
Seperti telah disebutkan diatas bahwa pada hati terjadi gangguan arsitektur
hati yang mengakibatkan kegagalan sirkulasi dan kegagalan perenkym hati
yang masing-masing memperlihatkan gejala klinis berupa :
a. Kegagalan sirosis hati
a. edema
b. ikterus
c. koma
d. spider nevi
e. alopesia pectoralis
f. ginekomastia
g. kerusakan hati
h. asites
i. rambut pubis rontok
j. eritema Palmaris
k. atropi testis
l. kelainan darah (anemia,hematon/mudah terjadi perdarahan
b. Hipertensi portal
a. varises oesophagus
b. spleenomegali
c. perubahan sumsum tulang
d. asites
e. collateral veinhemorrhoid
f. kelainan sel darah tepi (anemia, leukopeni dan trombositopeni)
g. Mimisan
F. Komplikasi
1. Perdarahan gastrointestinal
Hipertensi portal menimbulkan varises oesopagus, dimana suatu saat akan
pecah sehingga timbul perdarahan yang masih.
2. Koma Hepatikum, ulkus Peptikum
3. Karsinoma hepatosellural
Kemungkinan timbul karena adanya hiperflasia noduler yang akan berubah
menjadi adenomata multiple dan akhirnya menjadi karsinoma yang multiple.
4. Infeksi
Misalnya: peritonisis, pnemonia, bronchopneumonia, tbc paru,
glomerulonephritis kronis, pielonephritis, sistitis, peritonitis, endokarditis,
srisipelas, septikema
5. Penyebab kematian

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Labotatorium.
a. HB rendah, anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer atau
hipokrom makrosister, kolesterol darah yang selalu rendah mempunyai
prognosa yang kurang baik.
b. Kenaikan kadar enzim transaminase/SGOT, SGPT tidak merupakan
petunjuk tentang berat dan luasnya kerusakan parenkim hati. Kenaikan
garamnya akibat kebocoran dari sel yang mengalami kerusakan.
c. Albumin.
Kadar albumin yang merendah merupakan cerminan kemampuan sel hati
yang kurang.
d. Pemeriksaan CHE (kolinesterase) penting dalam menilai kemampuan sel
hati. Bila terjadi kerusakan sel hati kadar CHE akan turun pada perbaikan
terjadi kenaikan CHE menuju nilai normal < normal mempunyai
prognosis yang jelek.
e. Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretik dan
pembatasan garam dalam diet.
f. Pemanjangan masa protrombin merupakan petunjuk adanya penurunan
fungsi hati. Pemberian vitamin K parenteral dapat memperbaiki masa
protrombin.
g. Pemeriksaan hemostatik pada pasien sirosis hati penting dalam menilai
kemungkinan perdarahan baik dari varises esopagus, gusi maupun
epistaksis.
h. Peninggian kadar gula darah pada sirosis hati fase lanjut disebabkan
kurangnya kemampuan sel hati membentuk glikogen. Kadar gula darah
yang tetap meninggi menunjukkan prognosis yang kurang baik.
i. Pemeriksaan marker serologi pertanda virus seperti HBs Ag/HBs Ab,
Hbe Ag/HBe Ab, HBV DNA, HCV RNA, adalah penting dalam
menentukan etiologi sirosis hati.
2. Skan/biopsi hati : Mendeteksi infiltrat lemak, fibrosis, kerusakan jaringan
hati.
3. USG: Mengukur perbedaan densitas antara sel-sel parenkim hati dan
jaringan parut
4. CT Scan dan MRI:memberikan informasi tentang besar hati dan aliran darah
hepatic serta obstruksi aliran tersebut.
5. Esofagoskopi : Dapat menunjukkan adanya varises esopagus.
6. Portografi transhepatik perkutaneus : Memperlihatkan sirkulasi sistem vena
portal.

H. Penatalaksanaan
1. Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, acites dan
demam.
2. Diet rendah protein (diet hati III : protein 1 g/kg BB, 55 g protein, 2000
kalori). Bila ada acites diberikan rendah garam II (600-800 mg) atau III
(1000-2000 mg). Bila proses tidak aktif, diperlukan diet tinggi kalori (2000-
3000 kalori) dan tinggi protein (80-125 g/hari). Bila ada tanda-tanda pre
koma hepatikum, jumlah protein dalam makanan dihentikan (diet hati I)
untuk kemudian diberikan kembali sedikit demi sedikit sesuai toleransi dan
kebutuhan tubuh. Diet yang baik dengan protein yang cukup perlu
diperhatikan.
3. Mengatasi infeksi dengan antibiotik. Diusahakan memakai obat-obatan yang
jelas tidak hepatotoksik
4. Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat badan 1
kg/hari. Hati-hati bila cairan terlalu banyak dikeluarkan dalam suatu saat,
dapat mencetuskan ensefalopati hepatik.
5. Memperbaiki keadaan gizi, bila perlu dengan pemberian asam amino
esensial berantai cabang dan glukosa
6. Roboransia. Vitamin B kompleks. Dilarang makan dan minum bahan yang
mengandung alkohol.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan.
1. Aktifitas/istirahat.
Gejala : kelemahan, kelelahan, terlalu lelah.
Tanda : letargi, penurunan massa otot/tonus.
2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat Gjk kronis, perikarditis, penyakit jantung, reumatik,
kanker (malfungsi hati menimbulkan gagal hati).
Tanda : Distrimia, bunyi jantung ekstra (S3, S4). vena abdomen distensi.
3. Eliminasi
Gejala : Flatus.
Tanda : Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites),
penurunan atau tidak ada bising usus, faeces warna tanah liat, melena, urin
gelap, pekat.
4. Makanan/cairan
Gejala : Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tidak dapat menerima.
mual, muntah.
Tanda : Penurunan berat badan atau peningkatan cairan penggunaan
jaringan, edema umum pada jaringan, kulit kering, turgor buruk, ikterik,
angioma spider, nafas berbau/fetor hepatikus, perdarahan gusi.
5. Neurosensori
Gejala : Orang terdekat dapat melaporkan perubahan keperibadian,
penurunan mental.
Tanda : Perubahan mental, bingung halusinasi, koma bicara lambat/tak
jelas.
6. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan abdomen/nyeri kuadran atas, pruritus, neuritis Perifer.
Tanda : Perilaku berhati-hati/distraksi, fokus pada diri sendiri.
7. Pernapasan
Gejala : Dispnea
Tanda : Takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan, ekspansi
paru terbatas (asites), hipoksia
8. Keamanan
Gejala : Pruritus.
Tanda : Demam (lebih umum pada sirosis alkoholik), ikterik, ekimosis,
petekia, angioma spider/teleangiektasis, eritema palmar.
9. Seksualitas
Gejala : Gangguan menstruasi/impoten.
Tanda : Atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut (dada, bawah
lengan, pubis).
10. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: Riwayat penggunaan alkohol jangka panjang/ penyalahgunaan,
penyakit hati alkoholik, riwayat penyakit empedu, hepatitis, terpajan
pada toksin, trauma hati, perdarahan GI atas, episode perdarahan varises
esopageal, penggunaan obat yang mempengaruhi fungsi hati.
B. Diagnosa keperawatan.
Adapun diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan dengan gangguan
sistem pencernaan pada kasus sirosis hati :
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia,
mual, muntah dan fungsi usus abnormal
2. Perubahan volume cairan (kelebihan) berhubungan dengan gangguan
mekanisme regulasi, kelebihan natrium atau masukan cairan.
3. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan turgor kulit buruk,
penonjolan tulang, adanya edema, asites.
4. Resiko terhadap pola napas tidak efektif berhubungan dengan asites.
5. Resiko cedera berhubungan dengan profil darah abnormal, hipertensi
portal.
6. Resiko perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis
(Peningkatan kadar amonia serum, ketidakmampuan hati untuk detoksikasi
enzim).
7. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan peran fungsi.
8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan informasi tidak adekuat.
C. Intervensi dan Rasional
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia,
mual, muntah.
Tujuan : Tidak mengalami malnutrisi lebih lanjut.
Intervensi :
a. Ukur masukan diet harian dengan jumlah kalori.
Rasional : Memberikan informasi tentang kebutuhan
pemasukan/defisiensi
b. Bantu dan dorong pasien untuk makan: jelaskan alas an tipe diet, beri
pasien makan bila pasien mudah lelah atau biarkan orang terdekat
membantu pasien, pertimbangkan pilihan makanan yang di sukai.
Rasional : Diet yang tepat penting untuk penyembuhan. Pasien
mungkin makan lebih banyak jika keluarga terlibat dan makanan yang
disukai sebanyak mungkin.
c. Batasi masukan kafein, makan yang menghasilkan gas atau berbumbu
dan terlau panas atau terlalu dingin
Rasional: Membantu dalam menurunkan iritasi gaster dan
ketidaknyamanan abdomen yang dapat menggagu pemasukan oral
/pencernaan.
d. Berikan perawatan mulut sering dan sebelum makan
Rasional: pasien cenderung mengalami luka /perdarahan pada gusi dan
tidak enak pada mulut dimana menambah anoreksia.
e. Berikan makan sedikit dan sering.
Rasional: Buruknya toleransi terhadap makan banyak, mungkin
berhubungan dengan peningkatan tekanan intra abdomen/asites.
f. Berikan makanan halus, hindari makanan kasar sesuai indikasi.
Rasional: Perdarahan dari varises esopagus dapat terjadi pada sirosis
berat.
g. Anjurkan menghentikan merokok.
Rasional: Menurunkan rangsangan gaster berlebihan dan resiko
iritasi/perdarahan.
2. Perubahan volume cairan (kelebihan) berhubungan dengan
natrium/masukan cairan.
Tujuan : Menunjukkan volume cairan stabil berhubungan dengan
kelebihan natrium/masukan cairan.
Intervensi:
a. Ukur pemasukan dan pengeluaran.
Rasional: Menunjukkan status volume sirkulasi.
b. Observasi tekanan darah.
Rasional: Peningkatan tekanan darah biasanya berhubungan dengan
volume cairan.
c. Auskultasi paru, catat penurunan/tak adanya bunyi napas dan terjadinya
bunyi tambahan
Rasional: peningkatan kongesti pulmonal dapat mengakibatkan
konsolidasi, gangguan pertukaran gas dan komplikasi seperti edema
paru.
d. Ukur lingkar abdomen
e. Rasional: menunjukan akumulasi cairan (asites) diakibatkan oleh
kehilangan protein plasma/atau cairan kedalam area peritoneal. Cataatn:
akumulasi kelebihan cairan dapat menurunkan volume sirkulasi
f. Dorong untuk tirah baring bila ada asites
Rasional: Dapat meningkatkan posisi rekumben untuk diuresis.
g. Berikan perawatan mulut, kadang beri es batu.
Rasional: Menurunkan rasa haus.
3. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
turgor kulit buruk, adanya edema asites.
Tujuan : Mengidentifikasikan faktor resiko dan menunjukkan teknik untuk
mencegah kerusakan kulit.
Intervensi :
a. Ubah posisi pada jadwal teratur.
Rasional : Perubahan posisi menurunkan tekanan pada jaringan edema
untuk memperbaiki sirkulasi.
b. Tinggikan ekstremitas bawah.
Rasional: Meningkatkan aliran balik vena & menurunkan edema pada
ekstremitas.
c. Pertahankan sprei kering dan bebas lipatan.
Rasional: Kelembaban meningkatkan pruritus dan meningkatkan resiko
kerusakan kulit.
d. Gunting kuku jari hingga pendek, berikan sarung tangan bila
diindikasikan
Rasional: Mencegah dari cedera.
4. Resiko tinggi terhadap pola napas tidak efektif berhubungan dengan asites.
Tujuan : Mempertahankan pola napas efektif.
Intervensi:
a. Kaji frekuensi, kedalaman, dan daya upaya pernapasan.
Rasional: Pernapasan cepat dan dangkal mungkin sehubungan dengan
hipoxia dan akumulasi cairan dalam abdomen.
b. Auskultasi bunyi napas, mengi, ronchi.
Rasional: Menunjukkan terjadinya komplikasi.
c. Ubah posisi dengan sering ; dorong napas dalam, latihan batuk secara
efektif.
Rasional: Membantu ekspansi paru dan mobilisasi sekret.
d. Awasi suhu ; catat adanya menggigil.
Rasional: Menunjukkan timbulnya infeksi.
5. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan hipertensi portal.
Tujuan : Mempertahankan homeostatis dengan tanpa perdarahan.
Intervensi :
a. Kaji adanya tanda-tanda dan gejala perdarahan G.I.
Rasional: Traktus Gastro Intestinal paling biasa sumber perdarahan
sehubungan dengan mukosa yang rusak
b. Awasi nadi, TD, dan CVP bila ada.
Rasional: Dapat menunjukkan adanya kehilangan volume darah
sirkulasi, memerlukan evaluasi lanjut.
c. Gunakan jarum kecil untuk injeksi, tekan lebih lama bagian suntikan.
Rasional: Meminimalkan kerusakan jaringan, menurunkan resiko
perdarahan.
d. Hindarkan penggunaan produk yang mengandung aspirin.
Rasional: Koagulasi memanjang, berpotensi untuk resiko perdarahan.
6. Resiko tinggi terhadap perubahan proses pikir berhubungan dengan
perubahan fisiologis.
Tujuan : Mempertahankan tingkat mental/orientasi kenyataan.
Intervensi:
a. Catat terjadinya/adanya asterik, fetor hepatikum, aktivitas kejang.
Rasional: Menunjukkan peningkatan kadar amonia serum,
peningkatan resiko berlanjutnya ensefalopati.
b. Konsul pada orang terdekat tentang perilaku umum/mental pasien.
Rasional: Memberikan dasar untuk perbandingan dengan status saat
ini.
c. Orientasikan kembali pada waktu, tempat, orang sesuai kebutuhan.
Rasional: Membantu dalam mempertahankan orientasi kenyataan,
menurunkan bingung/ansietas.
d. Pertahankan tirah baring, bantu aktifitas perawatan diri.
Rasional: Menurunkan kebutuhan metabolik hati
7. Gangguan harga diri berhubungan dengan prubahan peran fungsi.
Tujuan : Menyatakan pemahaman akan perubahan dan penerimaan diri
pada situasi yang ada.
Intervensi:
a. Dorong keluarga untuk menyatakan perasaan berkunjung/ berpartisipasi
pada perawatan.
Rasional: Partisipasi pada perawatan membantu mereka merasa
berguna.
b. Dukung dan dorong pasien, berikan perawatan positif.
Rasional: Pemberian perawatan kadang-kadang memungkinkan
penilaian perasaan untuk mempengaruhi perawatan pasien.
c. Diskusikan situasi/masalah, jelaskan hubungan antara gejala dengan
asal penyakit.
Rasional: Pasien sangat sensitif terhadap perubahan tubuh dan juga
mengalami perasaan bersalah bila penyebab berhubungan dengan
alkohol.
d. Bantu pasien/orang terdekat untuk mengatasi perubahan pada
penampilan.
Rasional: Pasien dapat menunjukkan penampilan kurang menarik
sehubungan dengan ikterik, asites. Beri dorongan untuk meningkatkan
harga diri.
8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan informasi tidak adekuat.
Tujuan : Menyatakan pemahaman tentang proses penyakitnya.
Intervensi:
a. Kaji ulang proses penyakit/prognosis dan harapan yang akan datang.
Rasional: Memberikan dasar pengetahuan pada pasien yang dapat
membuat pilihan informasi.
b. Tekankan pentingnya menghindari alcohol
Rasional: Karena alkohol menyebabkan terjadinya sirosis.
c. Informasikan pasien tentang efek gangguan karena obat pada sirosis
dan pentingnya penggunaan obat hanya yang diresepkan.
Rasional: Beberapa obat bersifat hepatotoksik selain itu kerusakan
hati telah menurunkan kemampuan metabolisme obat, meningkatkan
kecenderungan perdarahan.

DAFTAR PUSTAKA
Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 2006, Nursing Interventions Classification
(NIC), Mosby Year-Book, St. Louis

Doengoes, M.E, MF, Geissler, Ac. (2012). Rencana Asuhan Keperawatan. EGC : Jakarta.

Smeltzer, SC. & Bare, BG. (2002). Keperawatan medikal bedah. EGC : Jakarta.

Baradero, M., Dayrit, M. W., & Siswadi, Y. (2012). Seri asuhan keperawatan
klien gangguan hati. Jakarta: EGC.
Wilkinson J.M. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatana dengan Intervensi
NIC dan Kriteria Hasil NOC. EGC: Jakarta
Pathway Sirosis Hepatis

Anda mungkin juga menyukai