A. Definisi
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui
penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan
stadium terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati
(Sujono H, 2015).
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus
ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya
dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas,
pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati
akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak
teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C.
Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2015). Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah
penyakit hati menahun yang difus, ditandai dengan adanya pembentukan
jaringan disertai nodul. Dimulai dengan proses peradangan, nekrosis sel hati
yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. (Iin Inayah,
2015).
B. Etiologi
Penyebab Chirrosis Hepatis :
Secara morfologis, penyebab sirosis hepatis tidak dapat dipastikan. Tapi ada
dua penyebab yang dianggap paling sering menyebabkan Chirrosis hepatis
adalah:
1. Hepatitis virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab
chirrosis hati, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg
pada tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakit hati kronis , maka
diduga mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya nekrosa sel hati
sehingga terjadi chirrosisi. Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis
1
2
2. Pathway
4
D. Manifestasi Klinis
1. Pembesaran Hati ( hepatomegali ):
Pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung membesar dan sel-selnya
dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam
yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi
sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat sehingga mengakibatkan
regangan pada selubung fibrosa hati (kaosukalisoni). Pada perjalanan
penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan
parut sehingga menyebabkan pengerutan jaringan hati.
2. Obstruksi Portal dan Asites:
Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang
kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari
organ-organ digestif akan berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke
hati. Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan
menyebabkan asites. Hal ini ditujukan melalui perfusi akan adanya
shifting dullness atau gelombang cairan. Jarring-jaring telangiektasis atau
dilatasi arteri superfisial menyebabkan jarring berwarna biru kemerahan,
yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan seluruh
tubuh.
3. Varises Gastroinstestinal:
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik
yang mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam
sistem gastrolintestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh
portal ke dalam pembulu darah dengan tekanan yang lebih rendah.
4. Edema:
Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati
yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi
predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang
berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi
kalium.
5. Defisiensi Vitamin dan Anemia:
5
E. Pengkajian Fokus
1. Identitas Klien
2. Riwayat Sakit dan Kesehatan
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluahan utama pasien,
sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat
muncul.
4. Riwayat Kesehatan Sebelumnya:
Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau penyakit
lain yang berhubungan dengan penyakit hati, sehingga menyebabkan
penyakit Sirosis hepatis. Apakah pernah sebagai pengguna alkohol dalam
jangka waktu yang lama disamping asupan makanan dan perubahan
dalam status jasmani serta rohani pasien. Selain itu apakah pasien
memiliki penyakit hepatitis, obstruksi empedu, atau bahkan pernah
mengalami gagal jantung kanan.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga:
6
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a). Urine
Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila
penderita ada ikterus. Pada penderita dengan asites , maka ekskresi
Na dalam urine berkurang ( urine kurang dari 4 meq/l)
menunjukkan kemungkinan telah terjadi syndrome hepatorenal.
b). Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan
ikterus, ekskresi pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen yang
tidak terserap oleh darah, di dalam usus akan diubah menjadi
sterkobilin yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tinja berwarna
cokelat atau kehitaman.
c). Darah
Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan,
kadang –kadang dalam bentuk makrositer yang disebabkan
kekurangan asam folik dan vitamin B12 atau karena splenomegali.
Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan gastrointestinal
maka baru akan terjadi hipokromik anemi. Juga dijumpai likopeni
bersamaan dengan adanya trombositopeni.
d). Tes Faal Hati
Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih
lagi penderita yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal.
9
G. Farmakologi
Penatalaksaan pasien sirosis biasanya didasarkan pada gejala yang ada.
Sebagai contoh, antasid diberikan untuk mengurangi distress lambung dan
meminimalkan kemungkinan perdarahan gastrointestinal. Vitamin dan
suplemen nutrisi akan meningkatkan proses kesembuhan pada sel-sel hati
yang rusak dan memperbaiki status gizi pasien. Pemberian preparat diuretik
yang mempertahankan kalium (spironolakton) mungkin diperlukan untuk
mengurangi asites dan meminimalkan perubahan cairan serta elektrolit yang
umum terjadi pada penggunaan jenis diuretik lainnya (Sjaifoellah, 2000).
1. Penatalaksaan lainnya pada sirosis hepatis, yaitu:
a. Istirahat yang cukup sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan
demam.
b. Diet rendah protein (diet hati III: protein 1 g/kg BB, 55 g protein,
2.000 kalori). Bila ada ascites diberikan diet rendah garam II (600-
800 mg) atau III (1.000-2.000 mg). Bila proses tidak aktif,
diperlukan diet tinggi kalori (2.000-3.000 kalori) dan tinggi protein
(80-125 g/hari).
2. Penatalaksanaan pada asites dan edema, yaitu:
a. Istirahat dan diet rendah garam.
b. Bila istirahat dan diet rendah garam tidak dapat mengatasi, diberikan
pengobatan diuretik berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan
dapat ditingkatkan sampai 300 mg/hari bila setelah 3-4 hari tidak
terdapat perubahan.
c. Bila terjadi asites refrakter (asites yang tidak dapat dikendalikan
dengan terapi medikamentosa yang intensif) lakukan terapi
parasentesis.
d. Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat
badan 1kg/2 hari atau keseimbangan cairan negative 600-800
ml/hari. Hati-hati bila cairan terlalu banyak dikeluarkan dalam satu
saat, dapat mencetus ensefalopati hepatic.
11
I. Analisa Data
DO:
Frekuensi jantung
meningkat > 20% dari
kondisi istirahat
DS: Hipertermia proses penyakit
Mengeluh demam
DS:
Kulit merah
Kejang
Takikardi
Takipnea
Kulit terasa hangat
Suhu > 37
DS: Gangguan integritas perubahan status nutrisi
-
kulit
DO:
Kerusakan jaringan
dan/atau lapisan kulit
Nyeri
Perdarahan
Kemerahan
Hermatoma
DS: Defisit nutrisi ketidak mampuan menelan
Cepat kenyang setelah makanan
makan
Kram/nyeri abdomen
Nafsu makan menurun
DO:
12
(5) meningkatkan
Dispneu saat aktivitas partisipasi dalam
menurun (5) aktivitas
Identifikasi makna
L.05047 aktivitas rutin (mis.
bekerja) dan waktu
luang
Monitor respon
emosional, fisik, social,
dan spiritual terhadap
aktivitas
Terapeutik
Fasilitasi focus pada
kemampuan, bukan
deficit yang dialami
Sepakati komitmen
untuk meningkatkan
frekuensi dan rentang
aktivitas
Fasilitasi memilih
aktivitas dan tetapkan
tujuan aktivitas yang
konsisten sesuai
kemampuan fisik,
psikologis, dan social
Koordinasikan
pemilihan aktivitas
sesuai usia
Fasilitasi transportasi
untuk menghadiri
aktivitas, jika sesuai
Fasilitasi aktivitas fisik
rutin (mis. ambulansi,
mobilisasi, dan
perawatan diri), sesuai
kebutuhan
Fasilitasi aktivitas
motorik untuk
merelaksasi otot
Libatkan kelarga dalam
aktivitas, jika perlu
Fasilitasi pasien dan
keluarga memantau
kemajuannya sendiri
untuk mencapai tujuan
Jadwalkan aktivitas
dalam rutinitas sehari-
14
hari
Edukasi
Jelaskan metode
aktivitas fisik sehari-
hari, jika perlu
Ajarkan cara
melakukan aktivitas
yang dipilih
Anjurkan melakukan
aktivitas fisik, social,
spiritual, dan kognitif,
dalam menjaga fungsi
dan kesehatan
Anjurka terlibat dalam
aktivitas kelompok atau
terapi, jika sesuai
Anjurkan keluarga
untuk member
penguatan positif atas
partisipasi dalam
aktivitas
Kolaborasi
Kolaborasi dengan
terapi okupasi dalam
merencanakan dan
memonitor program
aktivitas, jika sesuai
Rujuk pada pusat atau
program aktivitas
komunitas, jika perlu
Hipertermia b.d proses Setelah dilakukan asuhan Manajemen hipertermia
keperawatan selama 3×24 (I.15506)
penyakit (D.0130)
jam, diharapkan harapan Observasi
termoregulasi membaik Identifkasi penyebab
dengan kriteria hasil: hipertermi (mis.
Suhu tubuh 36 dehidrasi terpapar
lingkungan panas
L.14134 penggunaan incubator)
Monitor suhu tubuh
Monitor kadar elektrolit
Monitor haluaran urine
Terapeutik
Sediakan lingkungan
yang dingin
Longgarkan atau
15
lepaskan pakaian
Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
Berikan cairan oral
Ganti linen setiap hari
atau lebih sering jika
mengalami
hiperhidrosis (keringat
berlebih)
Lakukan pendinginan
eksternal (mis. selimut
hipotermia atau
kompres dingin pada
dahi, leher, dada,
abdomen,aksila)
Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
Batasi oksigen, jika
perlu
Edukasi
Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
Kolaborasi cairan dan
elektrolit intravena,
jika perlu
Gangguan integritas kulit b,d Setelah dilakukan Perawatan integritas kulit
Tindakan keperawatan (I.11353)
perubahan status nutrisi
selama 3x 24 jam, Observasi
(D.0129). diharapkan integritas Identifikasi penyebab
kulit/jaringan meningkat gangguan integritas
dengan kriteria hasil: kulit (mis. Perubahan
- Kerusakan jaringan sirkulasi, perubahan
menurun status nutrisi,
- Kerusakan lapisan kulit peneurunan
menurun kelembaban, suhu
- Nyeri menurun dengan lingkungan ekstrem,
- Pendarahan menurun penurunan mobilitas)
- Kemerahan menurun
- Hematoma menurun Terapeutik
Ubah posisi setiap 2
jam jika tirah baring
L.14125 Lakukan pemijatan
pada area penonjolan
tulang, jika perlu
Bersihkan perineal
dengan air hangat,
16
terutama selama
periode diare
Gunakan produk
berbahan petrolium
atau minyak pada kulit
kering
Gunakan produk
berbahan ringan/alami
dan hipoalergik pada
kulit sensitif
Hindari produk
berbahan dasar
alkohol pada kulit
kering
Edukasi
Anjurkan
menggunakan
pelembab (mis. Lotin,
serum)
Anjurkan minum air
yang cukup
Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
Anjurkan meningkat
asupan buah dan saur
Anjurkan menghindari
terpapar suhu ektrime
Anjurkan
menggunakan tabir
surya SPF minimal 30
saat berada diluar
rumah
Terapiutik
lepaskan balutan dan
plester secara perlahan
Cukur rambut di
17
Edukasi
Jelaskan tandan dan
gejala infeksi
Anjurkan
mengonsumsi makan
tinggi kalium dan
protein
18
Ajarkan prosedur
perawatan luka secara
mandiri
Kolaborasi
Kolaborasi prosedur
debridement(mis:
enzimatik biologis
mekanis,autolotik),
jika perlu
Kolaborasi pemberian
antibiotik, jika perlu
Defisit nutrisi b.d ketidak Setelah dilakukan asuhan Manajemen nutrisi (I.
keperawatan selama 3×24 03119)
mampuan menelan makanan
jam, diharapkan status Observasi
(D.0019). nutrisi membaik dengan Identifikasi status
kriteria hasil: nutrisi
Porsi makanan yang Identifikasi alergi dan
dihabiskan, kekuatan otot intoleransi makanan
pengunyah, kekuatan otot Identifikasi makanan
menelan meningkat yang disukai
Identifikasi kebutuhan
L.03030 kalori dan jenis nutrient
Identifikasi perlunya
penggunaan selang
nasogastrik
Monitor asupan
makanan
Monitor berat badan
Monitor hasil
pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika
perlu
Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis.
Piramida makanan)
Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
Berikan makan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi
19
protein
Berikan suplemen
makanan, jika perlu
Hentikan pemberian
makan melalui selang
nasigastrik jika asupan
oral dapat ditoleransi
Edukasi
Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan (mis. Pereda
nyeri, antiemetik), jika
perlu
Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan, jika perlU
Edukasi
Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
Jelaskan strategi
meredakan nyeri
Anjurkan memonitor
nyri secara mandiri
Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
K. Daftar Pustaka
Black & Hawks. 2005. Medical surgical nursing : Clinical management for
positive outcome. St.Louis : Elvier Saunders
Johnson, M. et.al. 2000. Nursing Outcome Classification (NOC) 2nd ed. USA:
Mosby
Krenitsky. 2002. Nutrition for patient with hepatic failure. Diakses tanggal 3
Oktober 2011.
Dari:http://www.mja.com.au/public/issues/185_10_201106/hey10248_fm.pdf
Maryani, Sutadi. 2003. Sirosis hepatic. Medan : Bagian ilmu penyakit dalam
USU