Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN ANAK DENGA THYPOID FEVER

1. Definisi
Thipoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
salmonellaThypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman
yang sudah terkontaminasi olehfeses dan urine dari orang yang terinfeksi
kuman salmonella ( Bruner and Sudart, 2014 ). Typhoid adalah penyakit
infeksi akut usushalus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan
salmonella para thypiA,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid
dan juga paratyphoid abdominalis. (Syaifullah Noer, 2015).

2. Etiologi
Etiologi demam thypoid adalah salmonella thypi (S.thypi) 90 % dan
salmonellaparathypi (S. Parathypi Adan B serta C). Bakteri ini
berbentuk batang, gram negatif, mempunyai flagela, dapat hidup dalamair,
sampah dan debu. Namun bakteri ini dapat mati dengan pemanasan suhu
68 selama 15- 20 menit. Akibat infeksi oleh salmonellathypi, pasien
membuat antibodi atau aglutinin yaitu :

a. Aglutinin O (antigen somatik) yang dibuat karena rangsangan antigen


(berasal dari tubuh kuman).
b. Aglutinin H (antigen flagela) yang dibuat karena rangsangan antigenH
(berasal dari flagel kuman).
c. Aglutinin Vi (envelope) terletak pada kapsul yang dibuat karena
rangsangan antigenVi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutininO dan jugaH yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makinbesar pasien
menderita tifoid.

3. Patofisiologi

1
2

Bakteri Salmonellatyphi bersama makanan atau minuman masuk


kedalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan
suasana asam (pH<2) banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti
aklorhidiria, gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor histamin
H 2 , inhibitor pompaproton /antasida dalam jumlah besar, akan
mengurangi dosis infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus
halus. Di usus halus, bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan juga
kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding usus, tepatnya di
ileum dan jejunum. Sel-selM, selepitel khusus yang melapisi Peyer’s
patch, merupakan tempat internalisasi Salmonellatyphi. Bakteri mencapai
folikel limfe usus halus, mengikuti aliran kekelenjar limfe
mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik sampai
kejaringan RES di organ hati dan limpa. Salmonella typhi mengalami
multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear didalam folikel limfe,
kelenjarlimfe mesenterika, hati dan limfe.

Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya


ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respons imun pejamu
maka Salmonella yphi akan keluar dari habitatnya dan melalui
duktus torasikus masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini
organisme dapat mencapai organ manapun, akantetapi tempat yang
disukai oleh Salmonellatyphi adalah hati, limpa, sumsum tulang
belakang, kandung
empedu dan Peyer’s patch dari ileum terminal. Invasi kandung empedu
dapat terjadi baik secara langsung dari darah/ penyebaran retrograd dari
empedu. Ekskresi organisme diempedu dapat menginvasi ulang dinding
usus /dikeluarkan melalui tinja. Peran endotoksin dalam patogenesis
demam tifoid tidakjelas, hal tersebut terbukti dengan tidak terdeteksinya
endotoksin dalam sirkulasi penderita melalui pemeriksaan limulus.
Diduga endotoksin dari Salmonellatyphi menstimulasi makrofag di dalam
hati, limpa, folikel limfoma usus halus dan juga kelenjar limfe
mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat-zat lain. Produk dari
3

makrofag inilah yang dapat menimbulkan nekrosis sel, sistem


vaskular
yang tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang belakang, kelainan
pada darah dan jugamenstimulasi sistem imunologik (Soedarmo,
Sumarmo S Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri
Tropis.
Jakarta: IDAI).

4. Komplikasi
a. Pendarahan usus. Bila sedikit,hanya ditemukan jika dilakukan
pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika perdarahan banyak, maka
terjadi melena yang dapat disertai nyeriperut dengan tanda-tanda
renjatan.
b. Perforasi usus. Timbul biasanya pada minggu ketiga /setelahnya
dan terjadi pada bagian distal ileum.
c. Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi,tetapi dapat terjadi tanpa
perforasi usus. Ditemukan gejala abdomenakut, yaitu nyeri perut
hebat, dinding abdomen tegang, dan nyeri tekan
d. Komplikasi diluar usus. Terjadi karena lokalisasi peradangan
akibat sepsis, yaitu meningitis,kolesistisis, ensefalopati, danlain-lain
(Susilaningrum, Nursalam, & Utami, 2013)

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah perifer lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar
leukosit
normal. Leukositosis dapatterjadi walaupun tanpa disertai infeksi
sekunder
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal
setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan juga SGPT ini tidak
memerlukan penanganan khusus
4

c. Pemeriksaan uji widal


Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap
bakteri salmonella typhi. Ujiwidal dimaksudkan untuk menentukan
adanya agglutinin dalam serum penderita demam tifoid. Akibat
adanya infeksi oleh salmonella typhi maka penderita
membuatantibody (agglutinin)
d. Kultur
1) Kulturdarah : bisa positif pada minggu pertama
2) Kultururine : bisa positif pada akhir minggu kedua
3) Kulturfeses : bisa positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga
e. Anti salmonella typhi igM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi
akut salmonella typhi, karena antibodyigM muncul pada hari ke3
dan 4 terjadinya demam. (Nurarif & Kusuma, 2015)

6. Penatakaksanaan
1. Medis
a. Anti Biotik (Membunuh KUman) :
1) Klorampenicol
2) Amoxicillin
3) Kotrimoxasol
4) Ceftriaxon
5) Cefixim
b. Antipiretik (Menurunkan panas) :
1) paracatamol
2) keperawatan
a. Observasi dan pengobatan
b. Pasien harus tirah baring absolute sampai 7hari bebas
demam atau kurang
c. lebih dari selam 14hari. MAksud tirah baring adalah
untuk mencegah
d. terjadinya komplikasi perforasi usus.
5

c. Mobilisasi bertahap bila tidak panas,sesuai dengan pulihnya


kekuatan pasien.
d. Pasien dengan kesadarannya yang menurun,posisi tubuhnya harus
diubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi
pneumonia dan juga dekubitus.
e. Defekasi dan buang airkecil perlu diperhatikan karena kadang-
kadang terjadi konstipasi dan diare.
f. Diet
1) Diet yang sesuaicukup kalori dan tinggi protein.
2) Pada penderita yang akutdapat diberi bubur saring.
3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2hari lalu nasi
tim
4) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari
demam selama 7hari
.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Fokus
Pengkajian keperawatan adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien.

Pengkajian keperawatan merupakan dasar pemikiran dalam memberikan


asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien. Pengkajian yang
lengkap, dan sistematis sesuai dengan fakta atau kondisi yang ada pada
klien sangat penting untuk merumuskan suatu diagnosa keperawatan dan
dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan respon individu
( Olfah & Ghofur, 2016 ).
6

2. Pathway

3. Analisa Data
No Data Problem Etiologi
1. Ds: Hipertermi Dehidrasi
Pasien mengatakan
demam

Do:
TD: suhu tubuh
7

meningkat
2. Ds : Nyeri akut Agen pencedera
Pasien mengatakan nyeri fisiologis

Do :
o KU : Lemah, Nyeri
tekan skala nyeri 7
3. Ds : Resiko Mual
Pasien mengatakan Defisit
nafsu makan menurun, Nutrisi
mual

Do :
KU: Lemah, porsi
makan tidak habis ½
porsi
4 DS: Hipovolemia Kehilangan
o Merasa lemah cairan aktif
o Merasa haus

DO:
o Frekuensi nadi
meningkat
o Nadi teraba lemah
o Tekanan darah
menurun
o Tekanan nadi
menyempit
o Turgor kulit menurun
o Membran mukosa
kering
o Volume urin
8

menurun
o Hematokrit
meningkat
o Pengisian vena
menurun
o Status mental
berubah
o Suhu tubuh
meningkat
o Konsentrasi urin
meningkat
o Berat badan turun
tiba-tiba
5 Ds: Intoleran Kelemahan
Pasien mengatakan aktivitas
lemas, aktivitas terbatas

Do:
Kemampuan pergerakan
sendi terbatas

4. Prioritas Diagnosa Keperawatan


a. Hipertermi b.d dehidrasi (D.0023)
b. Nyeri akut b.d Agen pencedera fisiologis (D.0077)
c. Hypovolemia b.d Kehilangan cairan aktif (D.0023)
d. Defisit nutrisi b/d ketidakmampuan menelan makanan (D.0056)
9

5. Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan Keperawatan
1. Hipertermi b/d Setelah dilakukan Manajemen hipertermia
dehidrasi d/d suhu asuhan keperawatan (I.15506)
37,8. Pasien selama 3×24 jam, Observasi
mengatakan diharapkan harapan 1. Identifkasi penyebab
kadang demam termoregulasi hipertermi (mis. dehidrasi
(D.0130) membaik dengan terpapar lingkungan panas
kriteria hasil: penggunaan incubator)
2. Monitor suhu tubuh
Suhu tubuh 36
3. Monitor kadar elektrolit
4. Monitor haluaran urine
 L.14134
Terapeutik
1. Sediakan lingkungan yang
dingin
2. Longgarkan atau lepaskan
pakaian
3. Basahi dan kipasi permukaan
tubuh
4. Berikan cairan oral
5. Ganti linen setiap hari atau
lebih sering jika mengalami
hiperhidrosis (keringat
berlebih)
6. Lakukan pendinginan
eksternal (mis. selimut
hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen,aksila)
7. Hindari pemberian
10

antipiretik atau aspirin


8. Batasi oksigen, jika perlu

Edukasi
1. Anjurkan tirah baring

Kolaborasi
 Kolaborasi cairan dan
elektrolit intravena, jika
perlu
2. Hypovolemia b.d Setelah dilakukan Obsevasi
Kehilangan asuhan keperawatan  Periksa tanda dan gejala
cairan aktif selama 3×24 jam, hypovolemia ( missal
(D.0023) diharapkan Obsevasi frekuensi nadi meningkat,
 Periksa tanda nadi teraba lemah, tekanan
dan gejala darah menurun, tekanan nadi
hypovolemia menyempit, turgor kulit
( missal menurun, membrane mukosa
frekuensi nadi kering, volume urin
meningkat, nadi menurun,haus,lemah).
teraba lemah,  Monitor intake dan output
tekanan darah cairan
menurun,
tekanan nadi Terapeutik
menyempit,  Hitung kebutuhan cairan
turgor kulit  Berikan asupan cairan oral
menurun,
membrane Edukasi
mukosa kering,  Anjurkan memperbanyak
volume urin asupan cairan oral
menurun,haus,le  Anjurkan menghidari posisi
mah). mendadak
11

 Monitor intake
dan output Kolaborasi
cairan  Kolaborasi pemberian cairan
isotonis (Nacl.RL)
Terapeutik  Kolaborasi pemberian infus
 Hitung cairan kristaloid 20 ml/kg bb
kebutuhan untuk anak.
cairan
 Berikan asupan
cairan oral
 status cairan
pasien membaik
dengan kriteria
hasil :
 Turgor kulit
membaik
 Frekuensi nadi
membaik
 Tekanan darah
membaik
 Membrane
mukosa
membaik
 Intake cairan
membaik
 Output urine
meningkat
3. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Manajemen nyeri (I. 08238)
agen pencedera Tindakan Observasi
fisiologis keperawatan selama  Identifikasi lokasi,
(D.0005) 3 X 24 jam karakteristik, durasi,
diharapkan tingkat frekuensi, kualitas,
12

nyeri menurun intensitas nyeri


dengan kriteria hasil:  Identifikasi skala nyeri
Keluhan nyeri  Identifikasi respon nyeri
menurun dalam non verbal
rentang nyeri 1-3  Identifikasi faktor yang
Sikap protektif memperberat dan
menurun memperingan nyeri
Kemampuan  Identifikasi pengetahuan
mengenali penyebab dan keyakinan tentang nyeri
nyeri meningkat  Identifikasi pengaruh
Kemampuan budaya terhadap respon
mengontrol nyeri nyeri
meningkat  Identifikasi pengaruh nyeri
Kemampuan pada kualitas hidup
menggunakan teknik
 Monitor keberhasilan terapi
nonfarmakologi
komplementer yang sudah
meningkat.
diberikan
Gelisah menurun
 Monitor efek samping
Keluhan sulit tidur
penggunaan analgetik
menurun
L.08066 Terapeutik
 Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
 Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
13

(mis. Suhu ruangan,


pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi

 Jelaskan penyebab, periode,


dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan
nyeri
 Anjurkan memonitor nyri
secara mandiri
 Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
4 Defisit nutrisi b/d Setelah dilakukan Manajemen nutrisi (I. 03119)
ketidakmampuan asuhan keperawatan Observasi
menelan makanan selama 3×24 jam, 1. Identifikasi status nutrisi
(D.0019) diharapkan status 2. Identifikasi alergi dan
nutrisi membaik intoleransi makanan
dengan kriteria hasil: 3. Identifikasi makanan yang
disukai
Porsi makanan yang
14

dihabiskan, kekuatan 4. Identifikasi kebutuhan kalori


otot pengunyah, dan jenis nutrient
kekuatan otot 5. Identifikasi perlunya
menelan meningkat penggunaan selang
nasogastrik
L.03030
6. Monitor asupan makanan
7. Monitor berat badan
8. Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium

Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika perlu
2. Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis. Piramida
makanan)
3. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
4. Berikan makan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan,
jika perlu
7. Hentikan pemberian makan
melalui selang nasigastrik
jika asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
15

2. Ajarkan diet yang


diprogramkan

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlU
16

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan. (2011).


Panduan Sosialisasi Tatalaksana Diare Balita. Jakarta.

Tim Pokja Sdki PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.Jakarta


Selatan.

Tim Pokja Siki PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan.

Tim Pokja Slki PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.Jakarta


Selatan.

Anda mungkin juga menyukai