Anda di halaman 1dari 8

1.

KONSEP DASAR
A. Pengertian
Demam typhoid merupakan penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan
oleh salmonella thypi. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan, ditopang
dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur endothelia atau endokardial dan invasi
bakteri sekaligus multiplikasi kedalam sel fagosit monocular dari hati, limpa, kelenjar
limfe usus dan peyer’s patch dan dapat menular pada orang lain melalui makanan atau
air yang terkontaminasi (Nurarif & Kusuma, 2015)

B. Etiologi
almonella typhi sama dengan salmonella yang lain adalah bakteri gram negative,
mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob.
Mempunyai antigen somatic (O) yang terdiri dari ologoskarida, flagelar antigen (H)
yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari polisakarida
kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin.
Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor R yang berkaitan dengan
resistensi terhadap multiple antibiotic (Nurarif & Kusuma, 2015)

C. Patofisiologi

Infeksi terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap diusus halus melalui
pembuluh limfe lalu masuk kedalam peredaran darah sampai diorgan-organ lain,
terutama hati dan limfa. Basil yang tidak dihancurkan berkembang biak dalam hati dan
limfe sehingga organ-organ tersebut akan membesar (hipertropi) disertai nyeri pada
perabaan, kemudian basil masuk kembali kedalam darah (bakteremia) dan menyebar
keseluruh tubuh terutama kedalam kelenjar limfoid usus halus, sehingga menimbulkan
tukak berbentuk lonjong pada mukosa diatas plak peyeri. Tukak tersebut dapat
menimbulkan perdarahan dan perforasi usus. Gejala demam disebabkan oleh
endotoksin, sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada
usus (Susilaningrum, Nursalam, & Utami, 2013)
D. Pathways
E. Manifestasi Klinik
Menurut Corwin (2000) proses bekerjanya bakteri ini ke dalam tubuh manusia cukup
cepat, yaitu 24-72 jam setelah masuk, meski belum menimbulkan gejala, tetapi bakteri
telah mencapai organ-organ hati, kandung empedu, limpa, sumsum tulang, dan ginjal.
Rentang waktu antara masuknya kuman sampai dengan timbulnya gejala penyakit,
sekitar 7 hari. Gejalanya sendiri baru muncul setelah 3 sampai 60 hari. Pada masa-masa
itulah kuman akan menyebar dan berkembang biak.
Soedarto (2007) mengemukakan bahwa manifestasi klinis klasik yang umum ditemui
pada penderita demam typhoid biasanya disebut febris remitter atau demam yang
bertahap naiknya dan berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungan dengan perincian:
1. Minggu pertama, demam lebih dari 40 C, nadi yang lemah bersifat dikrotik, dengan
denyut nadi 80 – 100 permenit.
2. Minggu kedua, suhu tetap tinggi, penderita mengalami delirium, lidah tampak kering
mengkilat, denyut nadi cepat. Tekanan darah menurun dan limpa dapat diraba.
3. Minggu ketiga jika kedaan suhu tubuh turun, gejala dan keluhan berkurang, Jika
keadaan memburuk : penderita mengalami delirium, stupor, otot-otot bergerak terus,
terjadi inkontinensia alvi dan urine. Selain itu terjadi meteorisme dan timpani, dan
tekanan perut meningkat, disertai nyeri perut. Penderita kemudian kolaps, dan akhirnya
meninggal dunia akibat terjadinya degenerasi mikardial toksik.
4. Minggu keempat, bila keadaan membaik, penderita akan mengalami penyembuhan
meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai adanya pneumonia lobar atau
tromboflebitis vena femoralis.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah perifer lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal.
Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder
2.        Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh.
Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus
3.        Pemeriksaan uji widal
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap bakteri salmonella
typhi. Uji widal dimaksudkan untuk menentukan adanya agglutinin dalam serum
penderita demam tifoid. Akibat adanya infeksi oleh salmonella typhi maka
penderita membuat antibody (agglutinin)
4.        Kultur
Kultur darah : bisa positif pada minggu pertama
Kultur urine : bisa positif pada akhir minggu kedua
Kultur feses : bisa positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga
5.        Anti salmonella typhi igM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut salmonella
typhi, karena antibody igM muncul pada hari ke3 dan 4 terjadinya demam.
(Nurarif & Kusuma, 2015)
 
G. Penderita tifus perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi agar penyakit ini tidak menular
ke orang lain. Penderita harus istirahat total minimal 7 hari bebas panas. Istirahat total ini
untuk mencegah terjadinya komplikasi diusus. Makanan yang dikonsumsi adalah
makanan lunak dan tidak berserat. Sayuran dengan serat kasar seperti daun singkong
harus dihindari, jadi harus benar – benar dijaga makanannya untuk memberi kesempatan
kepada usus menjalani upaya penyembuhan.
Pengobatan yang di berikan untuk pasien febris typoid adalah antibiotika golongan
chloramphenicol dengan dosis 3-4 x 500 mg/hari. Jika hasilnya kurang memuaskan dapat
memberikan obat seperti :
- Tiamfenikol : 3 x 500 mg/hari
- Ampisilin : 4 x 500 mg
- Kotrimoksasol 2 x 2 tablet/hari
H. Komplikasi
1. Pendarahan usus. Bila sedikit, hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja
dengan benzidin. Jika perdarahan banyak, maka terjadi melena yang dapat disertai
nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
2. Perforasi usus. Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelahnya dan terjadi pada
bagian distal ileum.
3. Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi, tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus.
Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut hebat, dinding abdomen tegang,
dan nyeri tekan
4. Komplikasi diluar usus. Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis, yaitu
meningitis, kolesistisis, ensefalopati, dan lain-lain (Susilaningrum, Nursalam, &
Utami, 2013)

2. KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1)        Sering ditemukan pada anak berumur di atas 1 tahun
2)        Keluhan utama berupa perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing,
kurang bersemangat, dan nafsu makan kurang
3)        Pada kasus yang khas demam berlangsung tiga minggu, bersifat febris remiten,
dan suhu tidak tinggi sekali.
4)        Umunya kesadaran pasien menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu apatis
atau somnolen.
5)        Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseola. Kadang ditemukan
pula bradikardi dan epistaksis pada anak besar
6)        Pemeriksaan fisik
a.    Terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering, dan pecah-pecah. Lidah tertutup
selaput putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor
b.    Abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung. Bisa terjadi konstipasi dapat
juga diare atau normal
c.    Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan
7)        Pemeriksaan laboratorium
a.    Darah tepi terdapat gambaran leukopenia, limfositosis relative, dan aneosinofilia
pada permukaan sakit
b.    Darah untuk kultur (biakan, empedu) dan widal
c.    Biakan empedu basil salmonella typhosa dapat ditemukan dalam darah pasien
pada minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih sering ditemukan dalam urine dan feses
d.   Pemeriksaan widal. Untuk membuat diagnosis yang diperlukan ialah titer zat anti
terhadap antigen O. titer yang bernilai 1/200 atau lebih menunjukkan kenaikan yang
progresif
B. Diagnosa keperawatan
1)        Ketidakefektifan termoregulasi b/d penyakit
2)        Nyeri akut b/d agen cedera biologis (infeksi)
3)        Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang tidak
adekuat
4)        Resiko kekurangan volume cairan b/d intake yang tidak adekuat dan hipertermi
5)        Konstipasi b/d penurunan motilitas traktus gastrointestinal
C. Rencana tindakan
1)        Ketidakefektifan termoregulasi b/d penyakit
a.    Kaji tanda dan gejala hipotermia serta hipertermi
b.    Perbanyak asupan cairan oral
c.    Untuk hipertermi : batasi aktivitas pada hari yang panas, dan lepaskan baju yang
berlebihan
d.   Untuk hipotermi : tingkatkan aktivitas dan pertahankan nutrisi yang adekuat
e.    Laporkan kepada dokter jika hidrasi adekuat tidak dapat dipertahankan
f.     Berikan obat antipiretik jika perlu
2)        Nyeri akut b/d agen cedera biologis (infeksi)
a.    Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
b.    Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan
c.    Berikan informasi tentang nyeri
d.   Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis
e.    Kolaborasikan pemberian analgetik, jika perlu

3)        Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang tidak
adekuat
a.    Timbang pasien pada interval yang tepat
b.    Identifikasi faktor yang mempengaruhi kehilangan selera makan
c.    Berikan makanan sedikit tapi sering
d.   Tawarkan kudapan yang sesuai jika perlu
e.    Kolaborasikan pemberian obat antiemetic atau analgetik, jika perlu
4)        Resiko kekurangan volume cairan b/d intake yang tidak adekuat dan hipertermi
a.    Pantau warna, jumlah, dan frekuensi kehilangan cairan
b.    Pantau status hidrasi
c.    Tingkatkan asupan oral
d.   Berikan cairan sesuai kebutuhan
5)        Konstipasi b/d penurunan motilitas traktus gastrointestinal
a.    Identifikasi faktor yang mempengaruhi konstipasi
b.    Ajarkan kepada pasien dan keluarga tentang efek diet pada eleminasi
c.    Tingkatkan pemasukan cairan oral
d.   Minta program dari dokter untuk pemberian bantuan eleminasi seperti pemberian
laksatif dan supositoria

DAFTAR PUSTAKA
Lynda Juall Carpenito – Moyet. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC

NANDA. Nursing Diagnoses: Definition and Classification 2012-2014. Philadelphia :


NANDA International

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagosa Medis NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.
Susilaningrum, R., Nursalam, & Utami, S. (2013). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak
Untuk Perawat dan Bidan. Jakarta: Salemba Medika.

Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku : Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai