Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA An.K DENGAN DIAGNOSA DEMAM THYPOID

DI RUANG BRAWIJAYA 1

RS TNI AD BHIRAWA BHAKTI MALANG

NAMA: FAUZIAN MUTIARA LAILY ISTAYANA

NIM :191200

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


INSTITUT TEKNOLOGI SAINS DAN KESEHATAN RS
dr. SOEPRAOEN MALANG
2021/2022
A . KONSEP DASAR DEMAM THYPOID

1. Definisi
Demam Typhoid adalah suatu penyakit infeksi akut yang
biasanya mengenai salurancerna dengan gejala demam lebih dari
7 hari, gangguan pada saluran cerna dan gangguankesadaran.
(Kapita Selekta Kedokteran, 2000). Kemudian dapat disimpulkan
sebagai berikut, Typhoid adalah suatu penyakit infeksiusus halus
yang disebabkan oleh salmonella type A. B dan C yang dapat
menular melaluioral, fecal, makanan dan minuman yang
terkontaminasi.

2. Etiologi
samonella thypi denganSalmonela yang lain adalah bakteriGram
negative, mempunyai flagella,tidak berkapsul, tidak membentuk spora,
fakultatif anaerob. Mempunyai antigen somatic (O) yang terdiri
darioligosakarida, flagelar antigen (H) yang terdiri dari protein dan
envelopeantigen (K) yang terdiri dari polosakarida. Mempunyai
makromolekulerlipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar
dari dinding sel dandinamakan endotoksin. Salmonella thypi juga dapat
memperoleh plasmidfactor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap
multiple antibiotic.
3. Anatomi Hemoroid

Gambar 1.1 Anatomi Hemoroid

4. Manifestasi Klinis
Gejala demam tifoid sangat bervariasi, dari gejala ringan yang
tidak memerlukan perawatan hingga gejala berat yang memerlukan
perawatan. Masa inkubasi demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari.
Pada awal periode penyakit ini, penderita demam tifoid mengalami
demam. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan terutama pada
sore hingga malam hari (Widodo et al 2014:551). Pada saat demam
tinggi, dapat disertai dengan gangguan system saraf pusat, seperti
kesadaran menurun, penurunan kesadaran mulai dari apatis sampai
koma.
Gejala sistemik lain yang menyertai adalah nyeri kepala, malaise,
anoreksia, nausea, myalgia, nyeri perut dan radang tenggorokan. Gejala
gastrointestinal pada kasus demam tifoid sangat bervariasi. Pasien dapat
mengeluh diare, obtipasi, atau optipasi kemudian disusul dengan diare,
lidah tampak kotor dengan warna putih ditengah, hepatomegaly dan
splenomegaly (Sumarno ed. et al 2008 : 341).
5. Patofisiologi
Patogenesis demam tifoid merupakan proses yang kompleks yang
melalui beberapa tahapan. Kuman Salmonella typhi dan Salmonella
paratyphi masuk ke dalam tubuh melalui makanan yang terkontaminasi.
Setelah kuman Salmonella typhi tertelan, kuman tersebut dapat bertahan
terhadap asam lambung dan masuk ke dalam tubuh melalui mukosa
usus pada ileum terminalis. Jika respon imunitas humoral usus kurang
baik, kuman akan menembus sel-sel epitel usus dan lamina propina. Di
Lamina propina kuman berkembang biak dan di fagosit oleh sel-sel
fagosit tertutama makrofag (Widodo et al 2014 :549)
Bakteremia primer terjadi pada tahap ini dan biasanya tidak
didapatkan gejala dan kultur darah biasanya masih memberikan hasil
yang negatif. Periode inkubasi ini terjadi selama 7-14 hari. Bakteri dalam
pembuluh darah ini akan menyebar ke seluruh tubuh dan berkolonisasi
dalam organ-organ sistem retikuloendotelial, yakni di hati, limpa, dan
sumsum tulang. Kuman juga dapat melakukan replikasi dalam makrofag.
Setelah periode replikasi, kuman akan disebarkan kembali ke dalam
system peredaran darah dan menyebabkan bakteremia sekunder
sekaligus menandai berakhirnya periode inkubasi. Bakteremia sekunder
menimbulkan gejala klinis seperti demam, sakit kepala dan nyeri
abdomen.
Bakteremia dapat menetap selama beberapa minggu bila tidak
diobati dengan antibiotik. Pada tahapan ini, bakteri tersebar luas di hati,
limpa, sumsum tulang, kandung empedu dan Peyer’s patches di mukosa
ileum terminal. Ulserasi pada Peyer’s patches dapat terjadi melalui
proses inflamasi yang mengakibatkan nekrosis dan iskemia. Komplikasi
perdarahan dan perforasi usus dapat menyusul ulserasi. Kekambuhan
dapat terjadi bila kuman masih menetap dalam organ-organ sistem
retikuloendotelial dan berkesempatan untuk berproliferasi kembali
(Nelwan, 2012).
6. Komplikasi

a. Komplikasi Intestinal
1) Perdarahan Usus
Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami
perdarahan minoryang tidak membutuhkan tranfusi darah.
Perdarahan hebat dapat terjadihingga penderita mengalami
syok. Secara klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakkan
bila terdapat perdarahan sebanyak 5 ml/kgBB/jam.
2) Perforasi Usus
Biasanya timbul pada minggu ketiga namun dapat pula
terjadi padaminggu pertama. Penderita demam tifoid dengan
perforasi mengeluhnyeri perut yang hebat terutama di daerah
kuadran kanan bawah yangkemudian meyebar ke seluruh
perut. Tanda perforasi lainnya adalah nadicepat, tekanan
darah turun dan bahkan sampai syok.
b. Komplikasi Ekstraintestinal
1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (syok,
sepsis),miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.
2) Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia,
koaguolasiintravaskuler diseminata, dan sindrom uremia
hemolitik.
3) Komplikasi paru : pneumoni, empiema, dan pleuritis
4) Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan
kolelitiasis
5) Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis, dan
perinefritis
6) Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan
artritis
7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus,
meningitis, polineuritis perifer, psikosis, dan sindrom
katatonia.

7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar
leukositnormal. Leukositosit dapat terjadi walaupun tanpa disertai
infeksi sekunder.
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal
setelahsembuh. Peningkatana SGOT dan SGPT ini tidak
memerlukan penanganan khusus.
c. Pemeriksaan Uji Widal
Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap
bakteriSalmonella typhi. Uji Widal dimaksudkan untuk menyatukan
adanyaSalmonela tyhpi maka penderita membuat antibodi
(aglutini).
d. Kultur
 Kultur darah : bisa positif pada minggu pertama
 Kultur urin : bisa positif pada akhir minggu kedua
 Kultur feses : bisa positif dari minggu kedua hingga minggu
ketiga.
e. Anti Salmonella typhi IgM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi
akutSalmonella typhi, karena antibodi IgM muncul pada hari ke-3
dan ke-4terjadinya demam.
8. Penatalaksanaan
a. Perawatan.
Penderita Thypoid perlu dirawat di Rumah Sakit untuk isolasi,
observasi dan pengobatan, penderita harus tirah baring sampai
minimal 7 hari, batas panasatau kurang lebih 14 hari. Mobilisasi
dilakukan secara sesuai dengan pulihnyakekuatan pasien,
penderita yang kesadarannya menurun posisi tubuh harusdiubah
pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi
dekubitus,defekasi, dan miksi perlu diperhatikan karena kadang-
kadang terjadi konstipasidan retensi urine.
b. Diet/ Terapi Diet.
Yaitu penatalaksanaan diet penyakit Thypus Abdominalis dengan
tujuan:
1) Memberi makanan secukupnya untuk memenuhi kebutuhan
yang bertambah guna mencegah dan mengurangi kerusakan
jaringan tubuh.
2) Pemberian makanan yang cukup dan seimbang tidak
merangsang dan tidakmemperberat kerja saluran pernafasan.
3) Jika adanya peradangan pada usus halus, maka harus
diberikan secara hati-hati untuk menghindari rangasangan
terutama dari serat kasar.Penderita diberi bubur saring
kemudian bubu kasar, dan akhirnya diberi nasisesuai dengan
tingkat kesembuhan. Beberapa penelitian menunjukan bahwa
pemberian makanan pada dini yaitu nasi dengan lauk pauk
rendah selulosa(pantang sayuran dengan serat kasar) dapat
diberikan dengan aman pada penderita Thypoid
c. Obat-obatan.
 Klorampenikol 4.500 mg selama 14 hari.
 Limfenikol 3.300 mg.
 Kotrimoxazol 12.480 mg selama 4 hari.
 Ampicillin dan Amoxillin 341 gr selama 14 hari.

Obat-obatan anti piretik tidak perlu diberikan secara rutin


pada penderitaThypoid. Pada penderita toksik dapat diberikan
kortikosteroid oral atau parenteral dalam dosis yang menurun
secara bertahap selama 5 hari, hasil biasanya memuaskan.
Kesadaran penderita menjadi baik dan suhu tubuh cepatturun
sampai normal, akan tetapi kortikosteroid tidak boleh diberikan
tanpaindikasi karena dapat menyebabkan pendarahan intestinal.

d. Non Farmakologi
 Bed rest
 Diet, diberikan bubur saring kemudian bubur kasar dan
akhirnya nasi sesuaidengan tingkat kesembuhan pasien. Diet
berupa makanan rendah serat
e. Farmakologi
 Kloramfenikol, dosis 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3-4 kali
pemberianoral atau IV selama 14 hari.
 Bila ada kontraindikasi kloramfenikol diberikan ampisilin
dengan dosis 200mg/KgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali.
Pemberian intravena saat belumdapat minum obat, selama 21
hari, atau amoksisilin dengan dosis 100mg/KgBB/hari, terbagi
selama 3-4 kali. Pemberian oral/intravena selama 21hari
kortrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/KgBB/hari terbagi
dalam 2-3kali pemberian, oral selama 14 hari.
 Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 50
mg/KgBB/haridan diberikan 2 kali sehari atau 80
mg/KgBB/hari , sekali sehari, intravenaselama 5-7 hari.
 Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan
antibiotika adalahmeropenem, azithromisin dan
fluoroquinolone

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN HEMOROID

1. Pengkajian
meliputi : nama, jenis kelamin, umur, pekerjaan, alamat, agama,
status perkawinan, no. register, tanggal MRS, diagnose keperawatan.
a) Keluhan utama Pada pasien
b) Riwayat penyakit dahulu
c) Riwayat penyakit keluarga
d) Riwayat psikososial meliputi :
=> Pola persepsi dan konsep diri Kaji tentang persepsi klien
terhadap penyakit yang diderita.
=>Pola istirahat dan tidur Pada pasien
=> Pola aktivitas Pada pasien
e) Pemeriksaan fisik
=> Tingkat kesadaran : kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar-
tidak sadar (composmenti-coma) untung mengetahui berat
ringannya prognosis penyakit pasien. Kesadaran : composmentis
tingkat GCS : E : 4, V : 5, M : 6.
=> Tanda-tanda vital
=> Pemeriksaan kepala dan muka
Kepala (Rambut : termasuk kuantitas, penyebaran dan tekstur
antara : kasar dan halus, Kulit kepala : termasuk benjolan, lesi.
Tulang tengkorak : termasuk ukuran dan kontur. Muka/wajah :
termasuk simetris dan ekspresi wajah).
=> Pemeriksaan telinga ( Daun telinga dilakukan inspeksi :
simetris kana kiri, Lubang telinga : produksi serumen tidak sampai
mengganggu diameter lubang, Gendang telinga : kalau tidak
tertutup serumen berwarna putih keabuan dan masih dapat
bervariasi dengan baik apabila tidak mengalami infeksi sekunder,
Pendengaran : pengkajian ketajaman terhadap bisikan atau tes
garputala dapat mengalami penurunan).
=> Pemeriksaan mata Yang perlu di kaji yaitu ( lapang pandang
dari masing-masing mata (ketajaman menghilang
=> Pemeriksaan mulut dan faring Inspeksi Bibir.
=> Pemeriksaan leher Pada inspeksi jarang tampak distensi vena
jugularis, pembesaran kelenjar limfe leher dapat muncul apabila
ada infeksi sistemik.
=> Pemeriksaan thorak dan paru (Inspeksi frekuensi : irama,
kedalaman dan upaya bernafas antara lain : takipnea, hipernea,
dan Amati bentuk dada : normal atau barrel chest, funnel chest
dan pigeon chest. Dengarkan pernafasan pasien Mengi (apabila
penderita mempunyai riwayat asma atau bronchitis kronik).
=> Pemeriksaan jantung (Inspeksi : pada inspeksi bagaimana
kondisi dada, simetris atau tidak, ictus cordis nampak atau tidak.
Palpasi : terdapat ictus cordis teraba di ICS 4-5. Perkusi : perkusi
jantung terhadap suara jantung pekak, Auskultasi : auskultasi
bunyi jantung normal BJ 1 (dup), BJ 2 (lup) dan suara terdengar
tunggal).
=> Pemeriksaan abdomen (Inspeksi : pada kulit apakah ada strie
dan simetris adanya pembesaran organ. Auskultasi : auskultasi
bising usus apakah terjadi penurunan atau peningkatan motilitas.
Perkusi : perkusi abdomen terhadap proporsi dan pola tymphani
serta kepekaan. Palpasi : palpasi untuk mengetahui adanya nyeri
tekan
=> Pemeriksaan genetalia inspeksi apakah ada timosis pada
preposium dan apakah ada kemerahan pada kulit skrotum. (Anus
Inspeksi : pada inspeksi terdapat luka post operasi, apakah ada
tanda infeksi, apakah adanya pus (nanah) atau tidak, apakah
masih terjadi pendarahan berlebih, Palpasi : palpasi untuk
mengetahui adanya nyeri tekan, adanya pus (nanah) atau tidak.
=> Pemeriksaan ekstremitas Inspeksi bentuk, adanya luka, edema
baik ekstremitas atas maupun bawah. Pemeriksaan kekuatan otot
(skala 1-5).
f) Pola fungsi kesehatan
=>Pola presepsi dan tatalaksana hidup sehat menggambarkan
presespsi, pemeliharaan dan penanganan kesehatan
=>Pola nutrisi menggambarkan masuknya nutrisi, blance cairan
dan elektrolit, nafsu makan dan pola makan
=>Pola tidur dan istirahat menggambarkan pola tidur dan presepsi
energy jumblah jam tidur siang dan malam
=>Pola aktivitas menggambarkan pola latihan dan aktifitas sehari-
sehari
=>Pola hubungan dan peran menggambarkan dan mengetahui
hubungan dan peran klien terhadap anggota keluarganya
=>Pola sensori dan kognitif menggambarkan pengkajian
penglihatan, pendengaran.
=> Pola presespsi menggambarkan konsep diri yang meliputi
( pola seksual dan reproduksi, penanggulangan strees pola nila
dan kepercayaan, dan menggambarkan nilai spiritual)

2. Diagnosa
1. Hipertermi b.d proses infeksi salmonella thypi
2. Kekurangan volume b.d muntah
3. Ketidak seimbangan Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake tidak
adekuat
3. Intervensi
Observasi
- Identifikasi tanda gejala konstipasi
- Periksa pergerakan usus, karakteristik feses ( konsistensi, warna,
volume)
- Identifikasi faktor resiko konstipasi
- Anjurkan diet tinggi serat
- Mengajarkan cara mengatasi konstipasi
- Kolaborasi pemberian obat pencahar

4. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencna intervensi untuk
mencapai tujuan yang spesifik, tahap implementasi dimulai setelah
rencana intervensi disusun untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan seperti mengajarkan cara mengatasi konstipasi ( Buthcer,
2016)

5. Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan
dan dilakkan denga cara bersambungan dengan melibatkan klien,
keluarga, dan tenaga kesehatan ( Wahyuni, 2016).

Anda mungkin juga menyukai